Share

Kematian Lyn

Penulis: TheCalm
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Baru saja Lyn hendak meraih gagang pintu, Steven dengan cepat menangkap tubuh Lyn. “Kamu mau ke mana?” tanyanya bernada genit.

“Biarkan aku pulang,” Lyn memelas.

Mendengar itu, Steven membujuk, “Jangan takut, aku akan menjagamu.” Tangan Steven meremas jemari Lyn sambil meraih badannya sangat kencang hingga membuatnya jatuh ke dalam pelukannya.

-Flashback off-

“Tuan, cepat ikut aku!” gertak Nurse yang berdiri di depan pintu.

Dengan malas Steven pun beranjak dari duduknya. Lalu, ke luar dari kamar dan berjalan mengikuti kru ambulans yang sudah pergi terlebih dahulu.

Sesampainya di rumah sakit, suasana menjadi sangat riuh karena polisi sudah berjaga di sana. Ternyata setelah ambulans datang petugas rumah sakit bergegas memanggil polisi. Steven pun akhirnya dijaga ketat karena dialah satu-satunya orang terdekat Lyn juga saksi akan kematiannya.

Hampir lebih dari dua belas jam jenazah Lyn diperiksa dari ujung kaki hingga segala halnya. “Dia meninggal karena meminum racun!” ucap ahli forensik sangat meyakinkan.

“Tapi di lokasi tidak ada tanda-tanda tersebut,” kata polisi yang bertugas membersihkan kamar hotel.

“Kalau dilihat dari tangan, ada seseorang yang memaksa melakukannya!” lirihnya sambil memeriksa tangan Lyn yang membiru.

“Tidak! Bekas ini bukan kekerasan memaksa, melainkan karena hubungan intim yang kasar!” jelas penyidik kejadian perkara.

“Cepat, suruh team-mu memeriksa CCTV dan investigasi suaminya!” ujar komandan yang ikut menyelidiki keadaan jenazah.

-Setengah jam setelah Steven ke luar dari kamar-

Paula Cristian yang menginap di kamar 1230 ini melihat Steven ke luar dari kamar. “Oh, ternyata kamu menginap di sini juga?” ketusnya sambil mengabadikan photo Steven yang sedang berjalan.

“Kamu milikku!” ucapnya berbicara sendiri, sambil masih mengendap-endap pada dinding sebelah hingga setengah jam lamanya, bermaksud meyakinkan kalau Steven benar-benar telah pergi.

Setelah merasa aman, Paula pun melangkah ke arah housekeeping yang sedang bersih-bersih. “Permisi, aku disuruh Mister yang ada di kamar 1225, untuk melihat istrinya. Tetapi, dia malah membawa access cardnya!” katanya agak genit.

“Oh, Mister Steven?” jawab housekeeping. Sebelum betul-betul memberikannya, ia pun meminta photo Steven untuk meyakinkan mereka kenal satu sama lain. Paula dengan penuh percaya diri memperlihatkan yang dimintanya. Setelah melihat beberapa photo kebersamaan antara Steven dengan Paula, housekeeping pun segera memberikan access cardnya.

Paula dengan sumringah meraihnya. Lalu, menempelkan access card pada sensor pintu kamar 1225 tersebut, dimana Lyn sedang tertidur.

TEET!

Paula berjalan sangat pelan sekali, kendati dirinya memakai high heels yang sangat tinggi dan lancip. ‘Oh, rupanya kamu bersama perempuan di sini!’ ucapnya dalam senyap. Sepertinya Paula tidak tahu kalau yang tidur di atas tempat tidur adalah istri sah Steven.

Tangan Paulapun dengan cepat mengambil serbuk putih dari dalam tas kecilnya. Lalu, menaruhnya di dalam sapu tangan. “Kamu, wanita sialan! Cepat bangun!” gertaknya.

Gertakan itu membuat Lyn terbangun dari tidurnya. Kemudian ia pun segera menarik selimut lalu duduk. “Kamu siapa?” kagetnya agak ketakutan.

Paula membuka handphonenya, lalu memutar video adegan semalam yang telah dilakukannya dengan Steven. “Aku siapa?” desis Paula sinis.

Lyn mengambil handphone Paula, lalu memutar video beberapa kali. “Aku Lyn, istri Steven yang keempat!” ucapnya tegas. Kemudian beranjak dari tempat tidurnya.

“Hah? Istri?” kaget Paula, karena dia berpikir wanita ini sama sepertinya.

Lyn mengangguk sambil menatap bola mata Paula tajam. Baru saja Lyn hendak melangkah, Paula segera membekap mulut Lyn dengan sapu tangan tadi. Alhasil Lyn pun terpengap-pengap karena Paula membekapnya begitu kuat.

Ya, postur tubuh Paula yang tinggi, juga kekar tidaklah susah untuk mengalahkan Lyn yang mungil. Seketika tubuh Lyn, didorong oleh Paula ke arah tempat tidur hingga membuat Lyn terjatuh dan tidak berdaya. Tanpa menunggu lama, Paula kembali membekap Lyn dengan sapu tangan tersebut. “T-to-to…” Ucapan terbata-bata yang ke luar dari mulut Lyn bersamaan dengan meregang nyawanya.

Melihat keadaan Lyn seperti itu, Paula merasa puas. Dia pun tertawa keras, “Siapa pun kamu! Steven adalah milikku!” ujarnya. Lalu, tangannya menjorokan tubuh Lyn dengan kasar untuk meyakinkan kalau wanita yang ada di depannya itu sudah meninggal.

Tenang serta merasa tidak berdosa, Paula membetulkan posisi tubuh Lyn seperti sedang tertidur. Dia pun membersihkan sisa-sisa serbuk dan mengambil sapu tangannya. Sebelum ke luar, Paula pun sempat memeriksa tas kecil milik Lyn. “Kamu, ternyata benar-benar istri Steven!” ucapnya berbicara sendiri sambil memeriksa secarik photokopi akta pernikahan.

“Rest in peace!” akhir kata Paula sambil meraih access card. Kemudian memakai kaca mata hitam miliknya yang mewah itu. Dia pun ke luar dari kamar dan menutup pintunya dengan pelan. “Nih, terima kasih accessnya!” ucap Paula sambil memberikan selembar $100 pada housekeeping tadi.

Beberapa polisi ada di ruang CCTV, “Cepat putar ulang kejadian hari kemarin, dan siapa saja yang masuk ke kamar 1225!” titah polisi pada watchman.

“Wait, putar pelan-pelan!” ucap polisi yang melihat Paula masuk ke kamar. Di sana sangat jelas sekali bagaimana wajah Paula serta dialah orang yang terakhir ke luar dari kamar Lyn setelah Steven.

“Siapa wanita itu? Kenapa dia bisa masuk?” ucap Hamid Khan sebagai komandan polisi yang tiba-tiba datang.

“Anda siapa?” tanya team polisi yang keheranan melihat Hamid datang.

“Aku Hamid Khan, ditugaskan oleh pihak hotel untuk menangani kasus ini! Atau hotel ini akan tercoreng namanya karena tidak baik keamanannya.” Tegasnya sambil mengambil copy rekaman dari CCTV.

“Aku akan membawa ini, untuk diselidiki!” ujarnya sambil melangkah ke luar dari ruangan.

***

Hari kedua kematian Lyn masih menyisakan tanda tanya di kepala Steven, dia tidak menyangka karena ulahnya malam itu membuat istrinya meninggal. Sementara posisi Lyn hanya memiliki dirinya dan beberapa staff yang mengurus hewan ternaknya. Maka, kematiannya pun masih dirahasiakan. Kata maaf masih terucap di bibir, “Lyn, maafkan aku!”

Baru saja Steven beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba handponenya berdering. Dia pun dengan cepat mengangkatnya, “Hello!”

Di ujung telepon Hamid Khan menyahut, “Anda suaminya Lyn Lyana?”

Steven menjawab, “Betul! Anda siapa?”

“Cepat, ke kantorku! Ada beberapa hal yang wajib kamu ketahui!” tegasnya sambil memberikan informasi tentang dirinya serta alamatnya.

Setelah berpakaian Steven pun ke luar dari apartemennya, lalu pergi ke alamat yang diberikan, “Dimana alamat ini?” ucapnya sambil memutar-mutar stir mobilnya. Baru saja dia akan membelokan mobilnya ke arah selatan, matanya melihat tulisan ‘Specialist Agent’ yang terpampang jelas di sebelah timur. Steven pun memarkirkan mobilnya persis di depan gedung tersebut.

Kota Karachi yang panas membuat Steven berlari kecil, lalu masuk ke dalam lift yang sebelumnya diperiksa ketat.

Rupanya pihak dari management ‘Pearl Continental’ menyewa agent tersebut. Karena pemilik hotel adalah keturunan dari pejabat luar negara yang punya kendali dalam penyelidikan berbagai macam kriminal.

“Permisi, ruangan Mr. Hamid Khan dimana?” tanya Steven pada lelaki yang ke luar dari ruangan sebelah. Di dalam ini ternyata banyak sekali ruangan, itu membuat Steven kebingungan karena sama sekali tidak ada papan nama.

“Oh, belok kiri lalu ke kanan dan lurus!” ucapnya.

Walaupun belum yakin Steven mengangguk, lalu berjalan mengikuti petunjuk lelaki tadi. Begitu sampai….

Bab terkait

  • Sebuah Penyesalan   Penyidikan

    Pandangan Steven pada para agen penyidik yang seperti sering dlihatnya di televisi, mereka duduk dengan laptop di depannya satu persatu. Karena Steven tidak megetahui wajah Hamid Khan, dia pun terpaku seperti boneka mematung.Hamid yang sudah mengantongi identitas Steven, dia pun bergegas menghampiri sambil mengulurkan tangannya, “Aku Hamid, ayo ikut aku!”Steven meraih jabatan tangan Hamid kemudian mengikutinya.“Silahkan duduk!” titah Hamid sambil memberikan satu botol coke dingin. Steven yang sudah dahaga dari tadi segera membuka lalu meminumnya.Hamid menyenderkan badannya sejenak. “Lyn istrimu yang keempat? Istrimu seorang yatim piatu. Sedangkan kamu rajanya b*rahi?” investigasi cepat disertai seringai tawa di bibir Hamid.Tangan Hamid membuka laptop yang ada di depannya, “Siapa wanita ini?” tanya Hamid menujuk pada video yang direkam dari ruangan CCTV hotel.Mata biru Steven menyeli

  • Sebuah Penyesalan   Kekuatan Hebat

    -Sky Night Club – Beijing-Meskipun lelah dari perjalanannya, Steven tetap semangat demi misi yang harus cepat dituntaskan. Tangannya membuka kaca spion untuk meyakinkan kalau wajahnya tidak terlihat letih, setelahnya mengambil parfume yang ada di laci sebelah kanan lalu menyemprotkannya. Sudah merasa percaya diri, dia pun ke luar mobil dan berjalan mengarah ke pintu masuk night club. Begitu sudah suara musik hip hop terdengar meramaikan suasana, kemudian dia pun duduk di tempat yang paling menarik perhatian serta persis di dekat bartender, “Vodka!” pinta Steven.Bartender memberikan gelas kecil dan menuangkan minuman sesuai pesanan, “Selamat menikmati.” Tangan Steven pun langsung mengambil gelas itu, lalu Steven meneguk hingga tidak tersisa.Sedangkan di kursi tinggi yang terletak di sudut, Paula sudah mengetahui keberadaan Steven, merasa dirinya memiliki kekuatan dan tidak takut masuk penjara. Paula pun melancarkan aksinya d

  • Sebuah Penyesalan   Cemetery Beijing

    Tiba-tiba, dua mobil Hummer hitam datang persis di depan kuburan dengan membawa pasukan berseragam hitam putih yang berjumlah sepuluh orang termasuk orang kepercayaan Jibs, yaitu Alex. Salah satu dari mereka melangkah dengan cepat menghampiri Steven, lalu menodongkan pistol di punggungnya. Sementara Steven sedang menendang-nendang Paula. Mengetahui dirinya sedang tidak aman Steven bergeming sejenak dan berhenti menendang. Sementara dua orang lainnya juga Alex segera menyelamatkan Paula yang sudah hampir sekarat dan berdarah-darah.Kekuatan Steven pun tiba-tiba menjadi semakin kuat, badannya berbalik lalu mendorong pria yang menodongnya dengan kencang. Membuat pria tersebut terhampas jauh ke belakang kurang lebih berjarak sepuluh meter.Melihat itu, mereka segera menembakan pistolnya pada Steven berkali-kali. Akan tetapi itu tidak sama sekali berpengaruh pada tubuhnya, bahkan peluru pun tidak bisa menembus kulitnya. Membuat segerombolan pria itu behamburan, lalu masuk k

  • Sebuah Penyesalan   Kebrutalan Paula

    Cepat sekali Paula melajukan mustang merahnya, dia seperti sedang balapan serta dirinya tidak kapok untuk bertemu kembali dengan Steven. Jelasnya seperti dihipnotis oleh daya tarik Steven. Padahal Steven kini sedang menuju ke bandara untuk kembali mengerjakan perojectnya yang ada di Karachi.Mustang berhenti di depan rumah mewah dengan ornamen asli chinese dengan ciri khas pohon bambu yang mengelilingi halaman dan pintu masuk. Inilah rumah Steven yang ada di China dan ditempati Lyn semasa hidupnya. Paula ke luar dari mobil, lalu berjalan ke arah pintu dan mengetuknya berkali-kali. Dari dalam asisten rumah tangga yang menjaga rumah membuka pintu. "Iya, ada apa?" tanyanya sangat sopan sambil tersenyum."Aku mau bertemu Steven!" Jawab Paula sambil menerobos masuk dan mendorong paksa badan ART ini."T-tuan, akan kembali ke Karachi, baru saja beliau pergi ke bandara!" tutur ART agak sedikit kelagapan.Mendengar itu, Paula dengan setengah berlari ke luar dari r

  • Sebuah Penyesalan   Tersenyum Menang!

    Alex yang sudah lama ingin mencicipi tubuh Paula pun memutar haluan. Dia segera menyuruh anak buahnya turun dari mobilnya. "Kamu turun di sini, aku akan membawa Nona ke rumah pribadi Tuan Jibs," titahnya dengan tegas dan tanpa curiga. Anak buahnya pun turun dan percaya saja akan apa yang Alex tuturkan, karena Alex sudah bekerja dengan Jibs sudah hampir 20 tahun lamanya.Alex melajukan mobilnya ke arah dusun terpencil dimana dia sering menghabiskan waktunya sendirian dan Alex ini seorang perjaka tua yang telah menaksir anak bossnya dari usia Paula 17 tahun. 'Aku mencintaimu Paula dan tidak bisa menahan gejolak kelelakianku kali ini. Aku harus mencicipimu!' gumamnya sambil memarkirkan Ford miliknya di sudut halaman rumahnya.Tangan kekar Alex membopong Paula yang sudah terlelap, lalu dia pun menidurkannya di tempat tidur rustic miliknya. Sebelum melakukan hal lainnya Alex pun mengirimkan pesan pada Jibs. "Tuan, Paula bersamaku dan aku kelelahan." Isi pesan diterima

  • Sebuah Penyesalan   Ingin Kabur!

    Paula menjadi budak nafsu pengawalnya hingga ayahnya kembali. "Iya Tuan, aku akan menjemputmu, setelah mengantar Non Paula," jawab Alex di ujung telepon karena Jibs menelponnya.Sedangkan di tempat penyidik yang tempatnya tidak jauh dari kediaman Paula, Steven dan Michael sedang merencanakan bagaimana menangkap Paula. "Aku harus pergi ke Karachi, kalau begitu?" ucap Steven karena mendapat kabar kalau Paula akan ke sana mendampingi Jibs.Paula memelas pada Jibs agar ikut bersamanya ke Karachi demi untuk menghindar dari Alex, karena bagaimana pun Alex sudah mengetahui semua hal tentang keluarganya dan tidak mudah bagi Paula memberitahu apa yang telah dilakukan oleh Alex. Serta Alex sendiri bukanlah anak kemarin sore yang tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan Jibs dan terlebih lagi Paula sudah mengisi relung hatinya."Ya sudah, ikut Ayah... tapi ingat jangan cari- cari masalah lagi!" ucap Jibs sambil memanggil anak buahnya untuk menyiapkan jet pribadinya.

  • Sebuah Penyesalan   Peristiwa Kematian Hamid

    Paula pun bercerita pada Steven tentang diri Alex dan tentang apa yang dilakukannya. Mendengar itu Steven terperanjat, "Itu orang kepercayaanmu?" "Alex bukan hanya orang kepercayaan ayah, dia pun sudah mengetahui seluk beluk pekerjaan pentingnya. Bahkan kunci rahasia gudang penyimpanan senjata serta semua brankas Alex sudah hapal. Makanya aku tidak ingin membicarakan semua ini pada ayah, karena ayah tidak akan mempercayainya." Jelas Paula sambil bersandar di bahu Steven. Steven merasa iba pada Paula, dia pun tidak berkata apa-apa. Tetapi seperti ada kekuatan untuk mencederai diri Paula. Tangannya meraih lengan Paula kemudian membantingnya ke sudut pintu, melihat reaksi Steven seperti itu Paula dengan cepat meraih gagang pintu lalu membukannya. Cepat sekali, dia kabur dari apartemen serta langsung melajukan mobilnya ke arah rumah Hamid. Karena beberapa menit lalu dia meneleponnya. Dalam hitungan menit Paula pun sudah sampai di depan rumah Hamid, begitu tangan

  • Sebuah Penyesalan   Disuap!

    "Bu, dia tidak ada sangkut paut dengan ayahnya. Alex mencintainya...." bujuk Alex pada ibunya sambil meraih tangan Paula dan menggenggamnya erat. Amie memang sudah mengetahui perasaan anaknya pada Paula, reaksinya hanya mendengus dan berlalu masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu kamarnya sangat keras. Paula menatap wajah Alex sedangkan tangannya meraih senderan kursi. "Itu ibumu?" tanyanya. Alex pun ikut duduk dan menjawab pertanyaan Paula, "Dia ibu yang tabah...hanya saja dia kurang suka keluargamu!" Paula menyadari siapa keluarganya terlebih lagi dirinya. Jadi, kalau Amie tidak menyukainya sangat wajar. "Ayo, aku tunjukan kamar kita berdua...aku akan memenuhi janjimu...." Ajak Alex sambil meraih lengan Paula. Paula menepisnya. "Aku lapar!" ucapnya sambil mengambil roti tawar dan membuka tutup botol keju cream. Alex tertawa kecil dan kembali duduk yang kini berhadapan dengan wanita yang telah lama diincarnya, kenda

Bab terbaru

  • Sebuah Penyesalan   Akhir Cerita

    Semua yang ada di dalam ruangan mengarah ke arah Jibs dengan terheran-heran.Tidak untuk Dexe juga Mawar yang memang masih ada di dalam rumah, mereka dengan cepat memberitahukan kepada atasannya akan keberadaan Jibs di sini. "Bagaimana bisa lelaki ini ada di sini?" Dexe bergumam dan hampir bersamaan dengan Mawar. Jibs berjalan ke arah sofa, kemudian dengan santainya duduk disertai dengan menopang kaki. Matanya pada Amie, kemudian pada Jhon. Lama sekali pandangan mengarah pada lelaki bertubuh kurus itu. "Akhirnya, Kamu menghirup udara bebas juga setelah berpuluh tahun lamanya menjadi budakku!" Ucapan terlontar begitu saja dari mulut Jibs. "Pacarmu, aku rampas kehormatannya. Kepintaranmu pun, Aku yang dikenal banyak orang. Aku sudah puas menikmati semua milikmu. Jadi, tidak apa-apa jika sekarang giliran Kamu yang menikmatinya." tambahnya lantang. Jhon mengepalkan kedua tangannya, dia sangat marah begitu mendengar kejujuran dari Jibs. Namun, Steven mengelus halus pundaknya, memberikann

  • Sebuah Penyesalan   Jibs Tidak Mudah Untuk Ditaklukkan

    "Cepat Nyonya, Nona...kalian harus segera keluar dari sini. Rumah ini akan dihuni oleh pemilik sebenarnya!" Marwa menggertak kasar dengan menggebrak pintu. "Siapa penghuni rumah ini?" Catherine penasaran. Tiba-tiba Jhon Rudolf, Steven dan Dexe datang dari ruangan bawah. Mereka memang sudah ada di sana setengah jam yang lalu. Steven membawa Jhon ke sini, padahal tadinya berpikiran untuk langsung ke rumah Amie, istrinya. Merasa kalau Jhon sudah sangat berhak di rumah yang semestinya ditempatinya sejak dahulu. "Bapak ini adalah pemilik rumah ini, Nyonya, Paula! Bapak ini yang telah dizolimi oleh istri juga, Jibs bapakmu!" ungkap Steven dengan tangan menepuk bahu Jhon. Catherine tersenyum tipis sembari mengangguk-angguk kepalanya. "Semoga Amie bisa menerima kenyataan pahit nantinya. Tuan tahu 'kan kenapa Tuan menikahinya dulu?" ungkap Catherine sedang mengompori. Steven mengerlingkan matanya mengarah pada Catherine. Dia ingin bertanya panjang lebar, akan tetapi merasa bukan saatnya se

  • Sebuah Penyesalan   Bu, Kenapa Diam?

    -Flashback on- Di atas jembatan panjang di United Kingdom. Catherine merasa tidak berguna, harga dirinya sudah diinjak-injak oleh kekasihnya sendiri. Pasalnya, setelah saling menikmati surga dunia. Pria yang akan berjanji untuk menikahinya pergi entah ke mana. Sebulan. Dua bulan berlalu. Catherine masih menunggu dan keadaannya sudah berbadan dua. Sakit hati, merasa tercampakan, frustasi, adalah perasaannya kini. Jembatan itu disusurinya tepat tengah malam, air matanya mengalir deras. Kedua orang tuanya pasti marah kalau mengetahui dirinya tengah mengandung, lebih parahnya kekasihnya itu pergi entah ke mana. Sedang tidak karuan datanglah Jibs Choudry, dia tengah mabuk. Mereka belum kenal satu sama lain. Terbersit di kepala Catherine untuk menjebaknya. Jibs sedang meracau tak karuan, dia memang pecandu alcohol, buatnya minuman itu sebagai penenang dirinya saat kalut dan stress. Memang dia tidak minum seperti layaknya peminum urakan di jalanan. Dia duduk manis di dalam mobilnya atau pun

  • Sebuah Penyesalan   Keluarnya Jhon Rudolf dari Kurungan Jibs

    Steven tidak menjawab yang Amie tanyakan. Dia bergegas meninggalkan apartemennya. “Steven….” Amie berteriak agak kencang, membuat lelaki berwajah sempurna itu menoleh dan menghentikan langkahnya, “Iya?” “Malam ini jangan lupa temui Aline! Dia berada di rumah….” Pemberitahuan itu terhenti ketika matanya melihat Rizwan yang masih menyamar menjadi cleaning service. “Ibu lagi di rumah mana?” Pertanyaan Steven membuat Amie gelisah karena dirinya merasakan kalau wajah cleaning service itu tak asing untuknya. Kemudian cepat sekali mendekat ke arah Steven. “Ibumu ada di rumahku yang ada di pinggir kota!” Ucapan itu hampir berbisik. Kemudian Amie pun menepuk bahu Steven. “Pergilah! Kamu hati-hati!” pungkasnya dengan mata masih melirik ke Rizwan. Akan tetapi itu membuat Steven penasaran serta mengartikan kalau itu adalah kode pemberitahuan. Dipanggilah cleaning service itu olehnya, “Permisi! Helo! Kamu!!” Sayangnya, Rizwan berpura-pura tidak mendengar seolah memahami kalau dirinya telah dicur

  • Sebuah Penyesalan   Ada Apa?

    Langkah kaki itu semakin ke depan. Ke dalam kamar tepatnya. Tangannya menekan pintu yang dibelakangnya tumpukan kardus air mineral. Pintu ditekan dan hampir menjepit tubuh Dexe yang merebah dan tenggelam ke pojokan. “Ok. Sampai ketemu besok pagi!” ujar laki-laki yang sudah rutin memantau Jhon Rudolf. “Oh, ya. Saya malam ini mau makan banyak. Bawakan kambing panggang, nasi biryani, dan beberapa gulab janum. Jangan lupa salad juga buah. Satu liter sprite!” Permintaan Jhon membuat laki-laki itu mengangguk. Dia seolah paham kalau nafsu makannya baru menggugah seleranya karena kamar telah bersih dan wangi. Cetrek! Cetrek! Suara pintu terkunci dua kali oleh laki-laki yang di pinggangnya ada pistol membuat Dexe menarik napas lega. Dexe masih menunggu beberapa detik untuk memastikan lelaki tersebut tidak kembali. “Dia akan kembali nanti malam, itu pun pelayan yang akan membawakan makanan untukku. Kamu siapa?” Jhon sekarang duduk di pinggir tempat tidurnya dengan tatapan kedua matanya ke

  • Sebuah Penyesalan   Menyamar

    "Sudah kalian pergilah!" Jibs pun ikut menyuruh. Ketiga wanita itu pun langsung ke luar rumah dengan menggunakan sopir pribadi Jibs pergi ke toko berlian langganan mereka. Sementara Catherine yang sudah mencium sesuatu rancangan suaminya tak banyak berbicara apalagi mengintrogasi. Dia cukup memahami kalau suaminya tak bisa ditantang. Sekarang mereka sedang di toko berlian dan langsung memilah yang cocok untuk dikenakan pengantin wanita di pesta nanti. ***Dexe sekarang menyamar menjadi seorang ahli nuklir dan mengaku teman Jibs sewaktu di universitas dulu. Pengakuan itu pada penjaga dengan memberikan beberapa bukti. Kendati penjaga masih menunggu jawaban dari Jibs yang tidak mengangkat teleponnya. "Cepatlah! Dia sudah menyuruh untuk ke sini sekarang! Aku pun tahu dia sedang sibuk untuk mempersiapkan acara putrinya." Dexe meyakinkan penjaga. Penjaga pun kembali melihat foto-foto dan hasil karya-karya Jibs yang terlampir di dalam map warna cokelat. "Taruh identitasmu di sini! Masukl

  • Sebuah Penyesalan   Permainan Para Pemain

    Nuansa hijau daun memang sudah Nampak dominan akan dipilih menjadi warna pilihan dekorasi pernikahan putranya oleh Aline. Iya, Aline kini telah mendarat. Dia adalah Zaina yang menyamar menjadi Aline untuk beberapa hari ke depan sampai pesta dilaksanakan. Iya, permainan Jibs yang sudah bisa ditebak oleh Aline pun membuat dirinya tidak sembarang menampakan diri di depan publik. Rizwan memang sudah mulai memata-matai apartemen milik Steven. Bukan dirinya saja bahkan lima orang lainnya. Dari beberapa arah masuk; barat, timur juga selatan terlebih lagi pintu utama. Terpantau oleh anak buah Rizwan atas suruhan Jibs. Belum ada tanda-tanda memang. Akan tetapi pandangan mereka berlima mengarah pada mobil mewah warna hitam yang baru saja datang. Dibukanya palang pintu masuk ke apartemen oleh penjaga. Penjaga hanya tersenyum tipis dan memeriksa identitas milik mobil mewah tersebut. Belum jelas memang wajah dari si pengendara mobil tersebut oleh kelima anak buah Rizwan. Mobil itu sekarang sudah

  • Sebuah Penyesalan   Sebuah Rencana Besar

    Setelah acara, Farida pun pulang diantar oleh Steven memakai mobil pribadinya. Steven yang sudah mencium strategi ibunya dan Farida langsung saja mencecar pertanyaan pada wanita tua ini. "Tuan, nanti juga akan tahu semuanya. Ibu Tuan wanita luar biasa!" Farida hanya memberikan jawaban sesingkatnya. Kendati dirinya pun sudah tak sabar agar Steven mengetahui segalanya. "Bi Farida, Ibu kapan datang ke sini?" Ujar Steven meyakinkan akan penuturan yang telah didengarnya tadi. Akan tetapi telepon genggamnya berdering. Diliriknya layar smartphone di sebelahnya yang kebetulan ditaruh di pinggir jok mobilnya. "Ibu ini selalu saja tahu kalau aku sedang membicarakannya!" Ucap Steven serta tangannya menekan tanda terima kemudian dia pun berbicara menggunakan earphone. "Ibu sudah di apartemenmu. Jangan lupa ajak Bi Farida ke sini." Pemberitahuan Aline membuat Steven mengerlingkan matanya pada Bi Farida yang duduk di jok sebelahnya. "Ibuku pun memiliki kunci apartemenku? Dari mana dia dapatkan?"

  • Sebuah Penyesalan   Hukum Tabur Tuai Akan Segera Berlaku

    Siapa Amie? Siapa Aline? Teka- teki itu sudah meronta-ronta ingin cepat diketahui oleh Steven. Sangat aneh memang seorang anak tidak mengenal ibunya serta terlebih lagi ayahnya. Ironis sekali, apalagi perkawinan antara Aline dan Jibs disaksikan oleh orang tua Aline. Tapi, kenapa mereka seolah menutup mata? Jelasnya, siapa yang akan membuka mata pada lelaki licik seperti Jibs? Racun pun sepertinya akan seperti minuman segar dibuatnya. Amie menatap wajah Steven sangat dalam, dalam hingga Steven tak ada daya untuk menepisnya. Tatapan Amie bukan tanpa sebab, dia sangat mengingat bagaimana Aline datang pada dirinya tepat setelah melahirkan. Namun, tatapan itu terhenyak karena Steven menegurnya, "Ibu juga tidak peduli pada anak sendiri 'kan?" Amie bergeming mendengar itu walaupun ingin sekali bekata; aku pun tak sudi memiliki anak dari hasil perkosaan, terlebih lagi ayahnya berpura-pura seperti pahlawan. Spontan sekali bibir Amie pun menyimpulkan senyuman tipis. "Sangat peduli! Karena

DMCA.com Protection Status