Cepat sekali Paula melajukan mustang merahnya, dia seperti sedang balapan serta dirinya tidak kapok untuk bertemu kembali dengan Steven. Jelasnya seperti dihipnotis oleh daya tarik Steven. Padahal Steven kini sedang menuju ke bandara untuk kembali mengerjakan perojectnya yang ada di Karachi.
Mustang berhenti di depan rumah mewah dengan ornamen asli chinese dengan ciri khas pohon bambu yang mengelilingi halaman dan pintu masuk. Inilah rumah Steven yang ada di China dan ditempati Lyn semasa hidupnya. Paula ke luar dari mobil, lalu berjalan ke arah pintu dan mengetuknya berkali-kali. Dari dalam asisten rumah tangga yang menjaga rumah membuka pintu. "Iya, ada apa?" tanyanya sangat sopan sambil tersenyum.
"Aku mau bertemu Steven!" Jawab Paula sambil menerobos masuk dan mendorong paksa badan ART ini.
"T-tuan, akan kembali ke Karachi, baru saja beliau pergi ke bandara!" tutur ART agak sedikit kelagapan.
Mendengar itu, Paula dengan setengah berlari ke luar dari rumah, dia kembali ke dalam mobilnya lalu melajukannya sangat cepat. Kendati jalanan Beijing ini sangat padat, tetapi karena kelihaian Paula mengendarai mobil. Maka dalam hitungan menit mobilnya sudah sampai persis di depan pintu masuk bandara. Kunci mobil dilempar pada petugas bandara begitu saja, hingga membuat petugas itu kebingungan, karena dia merasa kalau dirinya bukanlah parking valet.
Paula dengan cepat ke ruang informasi, lalu merebut microphone. "Steven...aku Paula...tolong temui aku di lobby utama. Ini sangat penting!" ucapnya tanpa berbasa-basi.
Sehingga seluruh bandara menjadi sangat sibuk, para petugas memfokuskan perhatian pada Paula. "Hey, kamu ini apa-apaan?" tanya seorang polisi dengan tegas.Paula memberikan identitas VIP milik ayahnya, melihat itu polisi itu segera memundurkan badannya dan memberi tanda hormat.
Sedangkan Steven dengan jelas mendengar suara Paula, dia pun tersenyum renyah lalu membalikan haluan serta kembali ke luar dari pintu keberangkatan dan mencancel kepergiannya. "Agen Hamid, Paula akan segera berada di tanganku dalam beberapa menit, akan aku pastikan dia ada dalam pelukanku dan secepatnya menyerahkan padamu." Ucap Steven pada voice note pesan yang sudah terkirim untuk Hamid.
Di Karachi Hamid serta rekan-rekannya menerima voice note tersebut. Tetapi tidak banyak berharap semua itu akan lancar semudah ucapan Steven. "Aku dulu pun begitu sangat percaya diri untuk mendapatkan wanita iblis itu, setelah ada dalam pelukanku, aku yang terbuai olehnya!" ucap Hamid tanpa malu berkata tersebut di depan para agen penyidik lainnya. Sepertinya mereka pun mengetahui apa yang telah terjadi antara Hamid dengan Paula.
Hamid masih bernostalgia dengan apa yang telah Paula lakukan. Paula bukan hanya memiliki tubuh yang seksi, tetapi dia tahu bagaimana memperlakukan lelaki dan membuatnya ketagihan oleh permainannya. Apakah Hamid adalah mantan mangsa Paula? Di mana? Kok bisa seorang agen ternama bisa masuk ke dalam dekapan Paula?
Pertanyaan itu kini untuk Steven yang sedang berurusan dengan Paula. Wanita ini sudah ada di dalam gandengannya, "Kamu baik-baik saja, sayang...." tanya Steven pada Paula.
"Kamu begitu kuat malam kemarin, apa yang membuat seperti itu?" Paula mengintrogasi dengan penasaran.
Steven pun menjelaskan apa yang telah terjadi dan dia sendiri tidak tahu kekuatan apa yang sebenarnya telah merasuki tubuhnya.
Paula dengan penuh nafsu membalikan badannya dia mencium mesra bibir Steven di depan umum. Steven menepisnya, namun Paula begitu sangat lihai untuk merangsang kelelakian Steven. "Biarkan mereka mononton kita...." tantang Paula serta dengan cepat menarik tangan Steven agar masuk ke dalam mustangnya yang sudah terparkir di depan trotoar jalan raya. Siapa yang berani melarang dan menyingkirkan mobil anak nomor satu di dunia? Atau keturunan mereka akan dibuat sengsara dunia akhirat. Sebegitu berpengaruhkah Jibs Chaudry ini? Jawabannya ada pada nuklir yang telah dibuat olehnya dan bisa meledakan Beijing dengan waktu satu jam. Luar biasa!
Paula membawa Steven ke hotel bintang lima yang ada di tengah kota, setelah chek in mereka segera masuk ke dalam lift, lalu menuju kamar yang berada di lantai 1515.
Pintu kamar dibuka. Sedangkan tangan Paula meraih dasi Steven dengan kasar serta membanting pintu dengan keras. Kemeja Steven pun dilepas paksa dan mendorong lelaki yang sempurna ini ke atas tempat tidur. Sedangkan Paula segera melucuti pakaiannya juga hanya mengenakan bra serta seutas celana dalam yang menutupi nirwananya saja. Steven tidak berkutik di atas tempat tidur, dia melayang juga pasrah dengan perbuatan yang dilakukan Paula. Paula tersenyum menang melihat Steven begitu menikmatinya dan kebrutalannya kini mulai dilancarkan.Steven yang sedang memejamkan matanya tiba-tiba dia sadar kalau tangannya sekarang sudah diikat oleh rantai besi dan begitu juga kakinya, "P-Paula, jangan...." ucap Steven memelas.
"Kamu milikku...milikku!" desis Paula sambil melakukan yang membuat Steven agak sedikit merintih.
Brutalisme Paula tidak ada yang menandingi. Dirinya tidak puas teman kancannya hanya mengeluarkan cairan kenikmatan saja. Dia akan lebih puas kalau mereka merasa kesakitan. Steven yang menderita hal yang sama pun masih terhitung wajar, namun Paula akan memberikan pil perkasa bila eggplantnya melemas."Cepat minum ini!" titah Paula memaksa dan memasukannya pada mulut Steven, dan ini adalah yang keempat.Steven menepis, sayangnya tangan dan kakinya terantai dan tidak bisa mengelaknya, Steven kalah serta pasrah. Sedangkan eggplantnya sudah kembali berdiri, lalu Paula sudah ada di atasnya. Semoga kamu tidak apa-apa Steven!
Hamid mengetahui keberadaan Steven dan Paula dari GPS telepon genggam milik Steven. Dia pun segera menghubungi agen penyidik dari Beijing untuk segera mendatangi hotel di mana Paula dan Steven menginap. "Cepat datangi The Hotel kamar 1515! Sekarang!" ujar Hamid pada salah satu agen yang bernama Michael Lian.
Michael dengan sigap memberitahukan teamnya agar mendatangi hotel tersebut dan malam ini juga.
Michael serta team sudah ada di Hotel, sontak saja membuat management hotel menjadi sibuk, mereka diberikan dua pilihan yang membingungkan. Kedua team berpengaruh di dunia ada di dalam hotelnya, Paula dan Agen Penyidik Dunia ada pada saat bersamaan. Kalau mempersilahkan masuk serta memberikan akses ke kamar Paula, mereka akan terancam oleh Jibs kalau mengetahui itu. Jika tidak memberikannya pada Michael, mereka pun akan dibuat seperti tikus got yang tidak ada harganya.
Melihat keterpakuan pihak management hotel, Michael semakin paham kalau yang sedang Hamid tangani adalah orang yang memiliki kekuatan hukum. Dia pun mengitari tangga darurat untuk naik ke lantai 1515 dan entah kapan sampainya.
Di dalam kamar, Steven hampir sekarat oleh perbuatan brutal Paula. "Huh!" deruan napas kenikmatan ke luar dari mulut Paula, lalu mencium pipi Steven yang terkulai lemah di sampingnya dengan kedua kaki dan tangan diikat. Paula baru saja hendak memejamkan mata, suara dentingan handphonenya bersuara, "Cepat kamu ke luar dari hotel!" isi pesan dari Alex yang sudah menerima kabar kalau Paula sedang dalam incaran team Michael.
Dengan cepat Paula mengambil pakaiannya dan memakainnya, lalu meninggalkan Steven sendiri di dalam kamar. Dia pergi dengan cepat dari pintu lift lorong yang menghubungkan langsung pada basement parkiran. Sedangkan di dalam basement Alex dan keempat anak buahnya sudah menunggu di sana.
Paula masuk ke dalam mobil Alex, lalu menyenderkan jok. Dia pun tertidur lelap di sebelah orang kepercayaan ayahnya itu.
Alex yang sudah lama ingin mencicipi tubuh Paula pun memutar haluan. Dia segera menyuruh anak buahnya turun dari mobilnya. "Kamu turun di sini, aku akan membawa Nona ke rumah pribadi Tuan Jibs," titahnya dengan tegas dan tanpa curiga. Anak buahnya pun turun dan percaya saja akan apa yang Alex tuturkan, karena Alex sudah bekerja dengan Jibs sudah hampir 20 tahun lamanya.Alex melajukan mobilnya ke arah dusun terpencil dimana dia sering menghabiskan waktunya sendirian dan Alex ini seorang perjaka tua yang telah menaksir anak bossnya dari usia Paula 17 tahun. 'Aku mencintaimu Paula dan tidak bisa menahan gejolak kelelakianku kali ini. Aku harus mencicipimu!' gumamnya sambil memarkirkan Ford miliknya di sudut halaman rumahnya.Tangan kekar Alex membopong Paula yang sudah terlelap, lalu dia pun menidurkannya di tempat tidur rustic miliknya. Sebelum melakukan hal lainnya Alex pun mengirimkan pesan pada Jibs. "Tuan, Paula bersamaku dan aku kelelahan." Isi pesan diterima
Paula menjadi budak nafsu pengawalnya hingga ayahnya kembali. "Iya Tuan, aku akan menjemputmu, setelah mengantar Non Paula," jawab Alex di ujung telepon karena Jibs menelponnya.Sedangkan di tempat penyidik yang tempatnya tidak jauh dari kediaman Paula, Steven dan Michael sedang merencanakan bagaimana menangkap Paula. "Aku harus pergi ke Karachi, kalau begitu?" ucap Steven karena mendapat kabar kalau Paula akan ke sana mendampingi Jibs.Paula memelas pada Jibs agar ikut bersamanya ke Karachi demi untuk menghindar dari Alex, karena bagaimana pun Alex sudah mengetahui semua hal tentang keluarganya dan tidak mudah bagi Paula memberitahu apa yang telah dilakukan oleh Alex. Serta Alex sendiri bukanlah anak kemarin sore yang tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan Jibs dan terlebih lagi Paula sudah mengisi relung hatinya."Ya sudah, ikut Ayah... tapi ingat jangan cari- cari masalah lagi!" ucap Jibs sambil memanggil anak buahnya untuk menyiapkan jet pribadinya.
Paula pun bercerita pada Steven tentang diri Alex dan tentang apa yang dilakukannya. Mendengar itu Steven terperanjat, "Itu orang kepercayaanmu?" "Alex bukan hanya orang kepercayaan ayah, dia pun sudah mengetahui seluk beluk pekerjaan pentingnya. Bahkan kunci rahasia gudang penyimpanan senjata serta semua brankas Alex sudah hapal. Makanya aku tidak ingin membicarakan semua ini pada ayah, karena ayah tidak akan mempercayainya." Jelas Paula sambil bersandar di bahu Steven. Steven merasa iba pada Paula, dia pun tidak berkata apa-apa. Tetapi seperti ada kekuatan untuk mencederai diri Paula. Tangannya meraih lengan Paula kemudian membantingnya ke sudut pintu, melihat reaksi Steven seperti itu Paula dengan cepat meraih gagang pintu lalu membukannya. Cepat sekali, dia kabur dari apartemen serta langsung melajukan mobilnya ke arah rumah Hamid. Karena beberapa menit lalu dia meneleponnya. Dalam hitungan menit Paula pun sudah sampai di depan rumah Hamid, begitu tangan
"Bu, dia tidak ada sangkut paut dengan ayahnya. Alex mencintainya...." bujuk Alex pada ibunya sambil meraih tangan Paula dan menggenggamnya erat. Amie memang sudah mengetahui perasaan anaknya pada Paula, reaksinya hanya mendengus dan berlalu masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu kamarnya sangat keras. Paula menatap wajah Alex sedangkan tangannya meraih senderan kursi. "Itu ibumu?" tanyanya. Alex pun ikut duduk dan menjawab pertanyaan Paula, "Dia ibu yang tabah...hanya saja dia kurang suka keluargamu!" Paula menyadari siapa keluarganya terlebih lagi dirinya. Jadi, kalau Amie tidak menyukainya sangat wajar. "Ayo, aku tunjukan kamar kita berdua...aku akan memenuhi janjimu...." Ajak Alex sambil meraih lengan Paula. Paula menepisnya. "Aku lapar!" ucapnya sambil mengambil roti tawar dan membuka tutup botol keju cream. Alex tertawa kecil dan kembali duduk yang kini berhadapan dengan wanita yang telah lama diincarnya, kenda
Paula memang sudah merancang strategi sendiri, dia akan mendekati Alex dengan cara membalas cintanya kendati harus bersandiwara. Mendengar jawaban dari Paula seperti itu Alex tersenyum merekah sambil membaca pesan masuk satu persatu. "Orang yang mencintaimu akan mencoba melindungimu dari segala hal, dan aku tahu isi pesan-pesan itu bukan hanya dari ayahmu saja." Ucapnya membela diri. Amie pun ikut berbicara, "Paula sayang, kamu ini bukan orang biasa. Semua orang akan mendekatimu demi kekayaan ayahmu." Pembicaraan Amie diakhiri dengan menyendok pasta dan menaruhnya di atas piring yang ada di depan Paula. Seketika bibir Paula mengulas senyuman terpaksa namun nampak menawan di mata Amie. Sementara Alex merasa gusar akan isi pesan yang dikirim oleh Steven karena menginginkan photo dirinya. Apalagi diketahui kalau Paula sudah bercerita akan dirinya pada Steven. Alex pun sudah berkeputusan untuk mengganti nomor handphone Paula dan memperketat gerak-geriknya. Tanpa
Arman menanggapi semua yang dipaparkan Steven dengan cermat lalu diketik di dalam laptopnya untuk dijadikan bukti. Bukti untuk dia tindak lanjuti lalu mengikuti akal busuknya dan padahal dia sendiri tidak peduli akan keadilan. Tiba-tiba handphone Steven berdering memecahkan diskusi antara dirinya dengan Arman. Tangan Steven pun mengambil handphone yang diletakan di dalam saku celana lalu dengan cepat menjawabnya, "Hello!" Terdengar di ujung telepon suara nyaring perempuan, "Hati-hati pada orang yang ada di sekelilingmu." Si Penelpon langsung mematikan telponnya tanpa memberi kesempatan Steven untuk berbicara. Dahi Steven mengernyit, sedangkan matanya melihat pada layar handphone lalu memeriksa nomor tersebut. Diketahui Si Penelpon bukan berasal dari dalam Karachi melainkan dari London, dia pun terdiam sejenak dan berusaha mengingat suara tersebut karena memang tidak asing buatnya. Arman yang memperhatikannya bertanya, "Ada apa?" Steven menggelengkan
Alex menjawab sambil tertawa, namun tangan kirinya dengan cepat menodongkan pistol pada perut Paula, "Tuan, putri anda memang sedang tidak beres belakang ini, tapi Tuan tidak perlu khawatir aku akan mengatasinya." "Ajaklah dia pulang, nanti malam ibunya akan ke sini!" perintah Jibs sambil menutup teleponnya. Alex menghentikan mobilnya lalu mengirim pesan dari handphone milik Paula, "Tuan, ini nomor Paula! Handphoneku baterynya mati, aku dan Paula akan pulang besok karena Paula perlu menenangkan dirinya." Ting! Balasan pesan dari Jibs terdengar. "Ok!" balasnya singkat. Alex menyimpulkan senyuman merekah, "Kita malam ini harus segera menikah!" ucapnya lalu dengan cepat melajukan mobil ke arah rumah temannya. Dia seorang pendeta di gereja tengah kota. Tetapi sebelumnya Alex mengajak ke butik untuk membeli beberapa pakaian. "Ayo sayang cepat masuk!" ajak Alex pada Paula yang masih terpaku di depan butik yang cukup besar ini. Paula pun ters
"Ayo ikut aku! Lewat sini akan lebih dekat dengan kota!" ajak Jan sambil menarik lengan Paula. Paula terdiam sejenak, matanya memandang ke sekeliling dan di depannya memang hutan belantara yang gelap gulita. Di tengah keraguannya pemuda tadi berteriak kembali, "Ayo ikut aku! Kalau kamu melewati jalur sana bukannya bertemu kekasihmu, tetapi harimau akan menerkammu!" gertak pemuda yang mengaku bernama Jan Habib itu. Paula dengan terpaksa mengikuti Jan yang sudah berjalan terlebih dahulu. Sedangkan Steven masih mencari bus dengan nomor flat yang diberikan oleh Paula. Jalanan memang sangat sibuk malam ini ditambah lagi pemeriksaan di mana-mana. Handphone Steven berdering ramai, sangat cepat dia pun mengangkatnya, "Hallo!" "Aku Alex! Mana Paula?" bentak Alex di ujung telepon bernada tegas serta marah. Dia memang sudah kehabisan akal dan menyerah dalam pencarian Paula. Dia pun berpikir kalau Paula pasti pergi ke apartemen Steven. Mendengar itu Steve