Share

BAB 5 - Bertemu Arka

Penulis: Aster Diamond
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-09 15:08:02

Dirga melirik jam tangannya begitu mobilnya berhenti di depan sekolah Arka. Panggilan dari pihak sekolah pagi tadi membuatnya terpaksa menyelipkan waktu di antara jadwal meetingnya yang padat.

Begitu dia masuk ke ruang guru, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah menyambutnya. “Selamat siang, Pak Dirga. Saya Bu Lita, wali kelas Arka. Silakan duduk.”

Dirga mengangguk singkat dan menarik kursi di hadapan sang guru. “Ada apa dengan Arka, Bu?”

Bu Lita tampak ragu sejenak, lalu menghela napas. “Begini, Pak. Kami memperhatikan ada perubahan dalam sikap Arka belakangan ini. Biasanya dia aktif dan ceria, tapi sekarang dia sering menyendiri. Dia jarang bermain dengan teman-temannya, lebih banyak melamun saat pelajaran, dan terkadang terlihat gelisah.”

Dirga menegakkan punggungnya, ekspresinya tetap dingin meski pikirannya mulai dipenuhi tanda tanya. “Maksud Ibu, dia mengalami kesulitan belajar?”

“Bukan hanya itu.” Bu Lita mengusap kedua tangannya. “Beberapa kali, dia terlihat seperti anak yang sedang menunggu sesuatu… atau seseorang.”

Dirga merasakan sesuatu mencengkeram dadanya, tapi dia tetap menjaga ekspresinya. “Apakah dia mengatakan sesuatu?”

Bu Lita menggeleng. “Tidak secara langsung. Tapi minggu lalu, dia bertanya apakah mungkin mamanya bisa datang menjemputnya sekali saja.”

Kata-kata itu menusuk Dirga lebih dari yang dia kira. Rahangnya mengeras, namun dia tetap tenang. “Saya mengerti. Terima kasih sudah memberi tahu saya, Bu.”

"Tapi, sebagai pendidik, saya melihat ini saya menyarankan Bapak untuk berkonsultasi dengan ahli, mungkin seorang psikolog anak, untuk memastikan apakah Arka mengalami sesuatu yang lebih dalam.”

Dirga menegang. “Maksud Ibu, anak saya punya masalah?”

“Saya hanya ingin yang terbaik untuk Arka. Kadang, anak-anak tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata, tapi mereka menunjukkannya melalui sikap dan reaksi mereka. Jika ada trauma atau perasaan yang belum terselesaikan, mungkin berbicara dengan profesional bisa membantunya.”Ucap bu Lita lembut namun tegas.

Dirga terdiam. Kata "trauma" bergema di kepalanya.

“Saya tidak ingin mendahului kesimpulan, Pak. Tapi sebagai orang tua, tentu Bapak ingin memastikan Arka tumbuh dengan bahagia, bukan?”

Saat keluar dari ruangan itu, Dirga merasa aneh. Udara di sekitar terasa lebih berat. Dia memikirkan Arka, memikirkan Kirana, dan untuk pertama kalinya… dia bertanya pada dirinya sendiri apakah semua keputusan yang ia buat benar-benar demi kebaikan anaknya.

….

"Anak-anak memiliki cara berbeda dalam menghadapi perubahan besar dalam hidup mereka. Jika memang memungkinkan, mempertemukan Arka kembali dengan ibunya bisa menjadi langkah yang sangat berarti untuk proses pemulihannya."

Kata-kata psikolog yang menangani Arka berputar-putar di kepala Dirga. Dia berjalan cepat ke dalam kantornya. Setelah beberapa sesi mengantar Arka ke psikolog, pikirannya berkecamuk. Dia butuh solusi. Segera.

Tatapannya langsung mencari satu sosok di antara meja-meja karyawan. Kirana.

Wanita itu masih fokus menatap layar komputernya, sesekali berbicara dengan rekan kerjanya. Seolah tak ada hal lain di dunia ini yang lebih penting daripada pekerjaannya saat ini.

Dirga mengepalkan tangan.

Dia berjalan ke arah Kirana dan berhenti tepat di samping meja kerjanya.

"Kirana."

Kirana menoleh dengan ekspresi datar. "Iya. Ada apa pak?"

"Ke ruangan saya sekarang."

Beberapa karyawan lain saling bertukar pandang, tapi tak ada yang berani berkata apa-apa. Kirana pun hanya menarik napas, lalu berdiri dan mengikuti Dirga masuk ke ruangannya.

Begitu pintu tertutup, Dirga bersandar di meja dan menatap Kirana lurus-lurus.

"Aku butuh bantuanmu," katanya langsung.

Kirana menyilangkan tangan di dada. "Bantuan apa, pak?"

"Arka."

Satu kata itu membuat mata Kirana membelalak.

"Arka butuh mamanya," lanjut Dirga, kali ini dengan suara yang lebih dalam.

Kirana menelan ludah, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.

"Apa maksudmu?" suaranya terdengar lebih pelan dari yang ia harapkan.

Dirga tidak langsung menjawab. Ia menatap Kirana dalam-dalam, seolah menimbang sesuatu di dalam kepalanya. Lalu, dengan nada yang nyaris dingin, ia berkata, "Gurunya bulan lau memanggilku. Dia bilang Arka menunjukkan tanda-tanda... sesuatu yang harus diatasi."

Kirana mengerutkan kening. "Sesuatu seperti apa?"

Dirga menghela napas panjang. Ia berjalan ke sisi jendela ruangannya, menatap gedung-gedung tinggi di luar sana, lalu kembali menatap Kirana. "Dia mulai menarik diri, sering melamun di kelas, dan... beberapa kali menangis tanpa alasan yang jelas. Dan aku sudah membawanya beberapa kali konsultasi dengan psikolog."

Suara Dirga terdengar lebih berat di akhir kalimatnya.

Kirana merasa tenggorokannya mengering. "Dan kamu pikir aku bisa memperbaiki itu?"

Dirga mendekat selangkah. "Kamu mamanya."

Kalimat itu menghantam Kirana seperti palu godam.

Dia ingin menyangkal. Ingin bilang bahwa ini bukan salahnya, ini salah Dirga yang sejak awal sudah memisahkan mereka. Tapi bagaimana mungkin Kirana tak mau membantu Arka? Arka adalah darah dagingnya.

"Jadi... apa yang kamu mau?" suara Kirana nyaris bergetar.

Dirga menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, "Jemput Arka dari sekolah besok."

Kirana mengerjap. "Apa?"

"Aku ada meeting di luar kota. Pengasuhnya juga nggak bisa. Jadi... jemput dia," kata Dirga dengan nada yang dibuat setenang mungkin, seolah ini hanya urusan sepele.

Kirana menyipitkan mata. "Jadi kamu cuma minta aku jemput Arka? Bukan karena kamu benar-benar mau aku ada buat dia?"

Dirga diam.

Lalu, dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan, ia berkata, "Jemput dia dulu. Lalu kita lihat nanti."

Dan saat itu juga, Kirana tahu—ini bukan hanya tentang jemput-menjemput. Ini adalah kesempatan pertama yang Dirga berikan setelah bertahun-tahun.

Dan dia tidak akan menyia-nyiakannya.

"Jam berapa besok Arka pulang?" tanya Kirana, berusaha menyembunyikan kegembiraannya bahwa dia akan segera bertemu anaknya.

"Jam empat," jawab Dirga singkat.

Dirga melirik arlojinya, lalu bersandar di meja dengan tangan terlipat di dada. "Pakai mobilku aja."

Kirana langsung mengangkat kepala, menatapnya dengan tatapan penuh penolakan. "Nggak usah. Aku bisa naik MRT atau taksi online."

Dirga mendengus pelan, seakan sudah menduga jawaban itu. "Efisiennya di mana? Kamu mau buang waktu di jalan dan telat jemput Arka?"

Kirana menggigit bibirnya, terjebak di antara logika dan egonya.

"Lagian, supir kantor bisa antar-jemput kalau kamu nggak mau nyetir sendiri," lanjut Dirga dengan nada datarnya yang khas.

Kirana menghela napas, lalu akhirnya mengambil kunci mobil yang disodorkan Dirga. Jantungnya berdebar, tapi bukan karena pria di hadapannya. Ini lebih karena sesuatu yang jauh lebih besar—Arka.

Malamnya, sebelum tidur, dia menyetel alarm di ponselnya. Bahkan, dua kali. Besok adalah hari besar. Setelah sekian lama... dia akhirnya akan menjemput anaknya sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 6 - Bertemu Arka (2)

    Kirana menelan ludah saat berdiri di samping mobil hitam yang mengilap itu. Mercedes-Benz GLC. Bukan sekadar mobil, ini adalah kendaraan mewah yang rasanya lebih cocok buat pejabat atau orang-orang elit di drama Korea yang biasa ia tonton.Tangannya sedikit gemetar saat meraih handle pintu. Begitu pintu terbuka, aroma khas interior kulit langsung menyapa penciumannya, disusul dengan tampilan dashboard yang penuh layar digital. Astaga, ini mobil atau kokpit pesawat?Dengan hati-hati, Kirana duduk di balik kemudi. Joknya empuk, terlalu nyaman dibandingkan mobil mungilnya yang biasa ia bawa ke mana-mana. Ia mencoba menyesuaikan posisi duduk, tapi malah salah pencet tombol di sisi kursi, membuatnya tiba-tiba terdorong maju hingga hampir menempel ke setir."Astagaaa..." Kirana buru-buru menekan tombol lain dan mundur sedikit. Jantungnya sudah berdetak cepat sebelum ini, tapi sekarang makin menggila.Deg-degan. Antara mau ketemu Arka dan harus nyetir mobil yang harganya bisa buat beli rumah

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 7 - Kirana Menangis

    Kirana duduk di lantai kamar Arka, mengamati betapa cerianya anak itu saat menyusun balok-balok warna-warni menjadi menara tinggi. Sesekali, Arka tertawa riang, matanya berbinar penuh kebahagiaan. Tangannya yang mungil dengan lincah menyusun satu demi satu balok, lalu menoleh ke Kirana dengan senyum lebarnya."Tante Kirana lihat! Tinggi banget, kan?" Arka berseru bangga.Kirana menelan ludah, berusaha menahan emosi yang bergemuruh di dadanya. Matanya mulai basah, tapi ia tersenyum lebar, mengusap kepala Arka dengan lembut. "Iya, tinggi sekali! Arka pintar banget. Hati-hati, jangan sampai roboh, ya."Arka mengangguk antusias, lalu buru-buru mengambil balok lain untuk menambah ketinggian menaranya. Tawa kecilnya menggema di ruangan, mengisi setiap sudut dengan kehangatan yang begitu sederhana namun mendalam.Tanpa mereka sadari, di ambang pintu, Dirga berdiri diam. Matanya mengamati setiap gerakan Kirana dan Arka. Wajahnya tetap datar, tapi ada sesuatu di sorot matanya yang sulit dijela

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-24
  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 1 - Kembali Terluka

    Suasana ruang meeting terasa tegang. Kirana merapikan catatan di tangannya, memastikan semua poin presentasinya tersusun rapi. Sudah sebulan ia bekerja di sini, dan ini pertama kalinya ia harus mempresentasikan strategi marketing langsung di hadapan CEO—sosok misterius yang selama ini belum pernah ia temui."Jangan gugup," bisik Aulia, rekan kerjanya. "Katanya CEO kita tuh visioner banget, tapi agak dingin. Kalau idemu bagus, dia pasti suka."Kirana mengangguk, berusaha meyakinkan diri. Toh, ia sudah terbiasa menghadapi atasan yang perfeksionis. Lagipula, ini hanya presentasi biasa, bukan sesuatu yang harus ditakuti.Pintu terbuka. Seorang pria memasuki ruangan dengan langkah tenang, jasnya rapi, auranya mendominasi seketika.Kirana yang awalnya berdiri siap untuk memulai presentasi, mendadak membeku. Napasnya tercekat.Pria itu.Mantan suaminya.Dirga.Dada Kirana berdegup kencang. Ia ingin percaya bahwa ini hanya ilusi—bahwa sosok yang kini berdiri di hadapannya, dengan tatapan taja

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 2 - Kembali Gadis

    Di sela-sela pekerjaannya, Dirga duduk di balik meja besar di ruangannya, sibuk membaca laporan proyek yang sedang berjalan."Pak Dirga, maaf mengganggu. Ini dokumen tambahan untuk proyek yang dikerjakan Bu Kirana," ujar Reza, sekretarisnya sambil meletakkan map di meja.Dirga hanya mengangguk tanpa menoleh, tetapi detik berikutnya, sekretarisnya menambahkan dengan nada sedikit jahil, "Oh iya, Pak, sepertinya Bu Kirana karyawan baru itu punya banyak penggemar di kantor ini."Sudah seminggu yang lalu sejak kejadian dia membuat Kirana terluka di hari pertama pertemuan mereka. Apakah ejekan sarkasnya pada Kirana memang jadi kenyataan, kalau Kirana beneran kembali jadi gadis?Mata Dirga akhirnya beralih dari dokumen. "Penggemar?"Sekretarisnya terkikik. "Iya, Pak. Banyak yang diam-diam naksir. Bahkan ada anak magang yang terang-terangan ngasih kopi ke meja Bu Kirana setiap pagi."Alis Dirga sedikit berkerut, tetapi matanya masih tertuju pada laporan. "Anak magang?"Reza mengangguk, nada s

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 3 - Mulai Terusik

    Ruang rapat dipenuhi suara gumaman ketika Kirana selesai memaparkan hasil analisisnya. Beberapa anggota tim saling bertukar pandang, sementara beberapa lainnya sibuk mencatat poin-poin penting yang ia sampaikan. Kirana menutup presentasi dengan mantap, tangannya tetap terlipat di depan dada, menunggu reaksi.Dirga menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya tak terbaca. "Jadi, menurutmu strategi kita saat ini tidak cukup kompetitif?"Kirana menatapnya tanpa gentar. "Saya hanya menunjukkan data dan perbandingan di lapangan. Jika ingin mendominasi pasar, kita perlu menyesuaikan pendekatan."Salah satu manajer pemasaran mengangguk setuju. "Analisisnya masuk akal, Pak Dirga. Kompetitor memang lebih agresif dalam strategi digital mereka."Alih-alih mengakui, Dirga malah menyilangkan tangan dan menatap Kirana dengan tatapan menilai. "Kalau begitu, coba buktikan. Buat strategi pemasaran yang bisa mengungguli mereka. Saya ingin proposal yang konkret dalam waktu satu minggu."Beberapa orang di

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 4 - Mama Arka

    Seharian ini Kirana tidak bisa fokus bekerja. Pikirannya terus berputar pada satu hal—ulang tahun Arka yang semakin dekat.Ia ingin tahu bagaimana kabar putranya. Ingin tahu apakah Arka baik-baik saja tanpa dirinya. Ingin tahu... apakah Arka masih mengingatnya.Namun, semakin ia berpikir, semakin berat perasaannya. Ia dan Dirga sudah lama tidak berbicara di luar urusan pekerjaan. Menanyakan tentang Arka seakan menjadi hal yang terlalu sulit untuk dilakukan.Tapi hari ini, ia harus melakukannya.Saat jam kerja sudah selesai, Kirana mengambil napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian. Ia berjalan ke arah ruangan Dirga, namun langkahnya melambat ketika melihat seseorang keluar lebih dulu—Arya, salah satu manager muda paling berprestasi di kantor mereka.Arya menoleh dan tersenyum. “Oh, Kirana! Kamu mau ketemu Pak Dirga?” tanyanya santai.Kirana balas tersenyum kecil. “Iya, ada yang mau saya tanyakan.”“Wah, kebetulan. Aku juga baru ngobrol sama dia, tapi kayaknya mood-nya lagi kura

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09

Bab terbaru

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 7 - Kirana Menangis

    Kirana duduk di lantai kamar Arka, mengamati betapa cerianya anak itu saat menyusun balok-balok warna-warni menjadi menara tinggi. Sesekali, Arka tertawa riang, matanya berbinar penuh kebahagiaan. Tangannya yang mungil dengan lincah menyusun satu demi satu balok, lalu menoleh ke Kirana dengan senyum lebarnya."Tante Kirana lihat! Tinggi banget, kan?" Arka berseru bangga.Kirana menelan ludah, berusaha menahan emosi yang bergemuruh di dadanya. Matanya mulai basah, tapi ia tersenyum lebar, mengusap kepala Arka dengan lembut. "Iya, tinggi sekali! Arka pintar banget. Hati-hati, jangan sampai roboh, ya."Arka mengangguk antusias, lalu buru-buru mengambil balok lain untuk menambah ketinggian menaranya. Tawa kecilnya menggema di ruangan, mengisi setiap sudut dengan kehangatan yang begitu sederhana namun mendalam.Tanpa mereka sadari, di ambang pintu, Dirga berdiri diam. Matanya mengamati setiap gerakan Kirana dan Arka. Wajahnya tetap datar, tapi ada sesuatu di sorot matanya yang sulit dijela

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 6 - Bertemu Arka (2)

    Kirana menelan ludah saat berdiri di samping mobil hitam yang mengilap itu. Mercedes-Benz GLC. Bukan sekadar mobil, ini adalah kendaraan mewah yang rasanya lebih cocok buat pejabat atau orang-orang elit di drama Korea yang biasa ia tonton.Tangannya sedikit gemetar saat meraih handle pintu. Begitu pintu terbuka, aroma khas interior kulit langsung menyapa penciumannya, disusul dengan tampilan dashboard yang penuh layar digital. Astaga, ini mobil atau kokpit pesawat?Dengan hati-hati, Kirana duduk di balik kemudi. Joknya empuk, terlalu nyaman dibandingkan mobil mungilnya yang biasa ia bawa ke mana-mana. Ia mencoba menyesuaikan posisi duduk, tapi malah salah pencet tombol di sisi kursi, membuatnya tiba-tiba terdorong maju hingga hampir menempel ke setir."Astagaaa..." Kirana buru-buru menekan tombol lain dan mundur sedikit. Jantungnya sudah berdetak cepat sebelum ini, tapi sekarang makin menggila.Deg-degan. Antara mau ketemu Arka dan harus nyetir mobil yang harganya bisa buat beli rumah

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 5 - Bertemu Arka

    Dirga melirik jam tangannya begitu mobilnya berhenti di depan sekolah Arka. Panggilan dari pihak sekolah pagi tadi membuatnya terpaksa menyelipkan waktu di antara jadwal meetingnya yang padat.Begitu dia masuk ke ruang guru, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah menyambutnya. “Selamat siang, Pak Dirga. Saya Bu Lita, wali kelas Arka. Silakan duduk.”Dirga mengangguk singkat dan menarik kursi di hadapan sang guru. “Ada apa dengan Arka, Bu?”Bu Lita tampak ragu sejenak, lalu menghela napas. “Begini, Pak. Kami memperhatikan ada perubahan dalam sikap Arka belakangan ini. Biasanya dia aktif dan ceria, tapi sekarang dia sering menyendiri. Dia jarang bermain dengan teman-temannya, lebih banyak melamun saat pelajaran, dan terkadang terlihat gelisah.”Dirga menegakkan punggungnya, ekspresinya tetap dingin meski pikirannya mulai dipenuhi tanda tanya. “Maksud Ibu, dia mengalami kesulitan belajar?”“Bukan hanya itu.” Bu Lita mengusap kedua tangannya. “Beberapa kali, dia terlihat seperti an

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 4 - Mama Arka

    Seharian ini Kirana tidak bisa fokus bekerja. Pikirannya terus berputar pada satu hal—ulang tahun Arka yang semakin dekat.Ia ingin tahu bagaimana kabar putranya. Ingin tahu apakah Arka baik-baik saja tanpa dirinya. Ingin tahu... apakah Arka masih mengingatnya.Namun, semakin ia berpikir, semakin berat perasaannya. Ia dan Dirga sudah lama tidak berbicara di luar urusan pekerjaan. Menanyakan tentang Arka seakan menjadi hal yang terlalu sulit untuk dilakukan.Tapi hari ini, ia harus melakukannya.Saat jam kerja sudah selesai, Kirana mengambil napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian. Ia berjalan ke arah ruangan Dirga, namun langkahnya melambat ketika melihat seseorang keluar lebih dulu—Arya, salah satu manager muda paling berprestasi di kantor mereka.Arya menoleh dan tersenyum. “Oh, Kirana! Kamu mau ketemu Pak Dirga?” tanyanya santai.Kirana balas tersenyum kecil. “Iya, ada yang mau saya tanyakan.”“Wah, kebetulan. Aku juga baru ngobrol sama dia, tapi kayaknya mood-nya lagi kura

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 3 - Mulai Terusik

    Ruang rapat dipenuhi suara gumaman ketika Kirana selesai memaparkan hasil analisisnya. Beberapa anggota tim saling bertukar pandang, sementara beberapa lainnya sibuk mencatat poin-poin penting yang ia sampaikan. Kirana menutup presentasi dengan mantap, tangannya tetap terlipat di depan dada, menunggu reaksi.Dirga menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya tak terbaca. "Jadi, menurutmu strategi kita saat ini tidak cukup kompetitif?"Kirana menatapnya tanpa gentar. "Saya hanya menunjukkan data dan perbandingan di lapangan. Jika ingin mendominasi pasar, kita perlu menyesuaikan pendekatan."Salah satu manajer pemasaran mengangguk setuju. "Analisisnya masuk akal, Pak Dirga. Kompetitor memang lebih agresif dalam strategi digital mereka."Alih-alih mengakui, Dirga malah menyilangkan tangan dan menatap Kirana dengan tatapan menilai. "Kalau begitu, coba buktikan. Buat strategi pemasaran yang bisa mengungguli mereka. Saya ingin proposal yang konkret dalam waktu satu minggu."Beberapa orang di

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 2 - Kembali Gadis

    Di sela-sela pekerjaannya, Dirga duduk di balik meja besar di ruangannya, sibuk membaca laporan proyek yang sedang berjalan."Pak Dirga, maaf mengganggu. Ini dokumen tambahan untuk proyek yang dikerjakan Bu Kirana," ujar Reza, sekretarisnya sambil meletakkan map di meja.Dirga hanya mengangguk tanpa menoleh, tetapi detik berikutnya, sekretarisnya menambahkan dengan nada sedikit jahil, "Oh iya, Pak, sepertinya Bu Kirana karyawan baru itu punya banyak penggemar di kantor ini."Sudah seminggu yang lalu sejak kejadian dia membuat Kirana terluka di hari pertama pertemuan mereka. Apakah ejekan sarkasnya pada Kirana memang jadi kenyataan, kalau Kirana beneran kembali jadi gadis?Mata Dirga akhirnya beralih dari dokumen. "Penggemar?"Sekretarisnya terkikik. "Iya, Pak. Banyak yang diam-diam naksir. Bahkan ada anak magang yang terang-terangan ngasih kopi ke meja Bu Kirana setiap pagi."Alis Dirga sedikit berkerut, tetapi matanya masih tertuju pada laporan. "Anak magang?"Reza mengangguk, nada s

  • Seatap dengan Mantan Suami   BAB 1 - Kembali Terluka

    Suasana ruang meeting terasa tegang. Kirana merapikan catatan di tangannya, memastikan semua poin presentasinya tersusun rapi. Sudah sebulan ia bekerja di sini, dan ini pertama kalinya ia harus mempresentasikan strategi marketing langsung di hadapan CEO—sosok misterius yang selama ini belum pernah ia temui."Jangan gugup," bisik Aulia, rekan kerjanya. "Katanya CEO kita tuh visioner banget, tapi agak dingin. Kalau idemu bagus, dia pasti suka."Kirana mengangguk, berusaha meyakinkan diri. Toh, ia sudah terbiasa menghadapi atasan yang perfeksionis. Lagipula, ini hanya presentasi biasa, bukan sesuatu yang harus ditakuti.Pintu terbuka. Seorang pria memasuki ruangan dengan langkah tenang, jasnya rapi, auranya mendominasi seketika.Kirana yang awalnya berdiri siap untuk memulai presentasi, mendadak membeku. Napasnya tercekat.Pria itu.Mantan suaminya.Dirga.Dada Kirana berdegup kencang. Ia ingin percaya bahwa ini hanya ilusi—bahwa sosok yang kini berdiri di hadapannya, dengan tatapan taja

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status