"Latihan hari ini sampai di sini. Kembali."Madeline mengerutkan bibirnya setelah mendengarkan suara Zayden, padahal dia masih ingin bergosip. Alhasil ....Sumber gosipnya tidak mau berbagi. Sayang sekali.Madeline kembali ke kamar tidur, lalu melihat ekspresi dingin Zayden. Dia tersenyum sambil berkata, "Aplikasi ini sangat mudah digunakan."Zayden berkata, "Selama itu bukan idiot, siapa pun bisa menggunakannya. Jangan beromong kosong lagi, sini tidur."Madeline berjalan ke arah Zayden, kemudian berbaring di sampingnya. Mereka tidak berbicara lagi.Entah berapa lama kemudian, ketika Madeline hampir tertidur, dia mendengar Zayden berkata, "Olahraga favoritku adalah basket, keahlianku adalah berenang."Madeline bergumam dengan bingung. Dia tiba-tiba teringat bahwa tadi dia menanyakan hal itu melalui pesan suara.Madeline tersenyum. "Oke, aku ingat."Setelah dia selesai berbicara, Madeline berbalik, menghadap Zayden. "Kalau ada kesempatan, ayo lomba.""Lomba apa?""Berenang."Zayden ters
Caden memandang Madeline sembari tersenyum. "Tante, mau ke lokasi pembangunan?"Ketika Madeline mendengar panggilan "tante", dia sangat menikmatinya. Dia mengangkat sebelah alisnya. "Ya.""Kebetulan aku mau pergi ke lokasi pembangunan juga, ayo sekalian."Zayden refleks mengangkat tangannya untuk merangkul bahu Madeline. Dia menatap Caden dengan dingin. "Nggak perlu, aku akan mengantarnya ke sana.""Bagaimana kalau Paman sekalian mengantarku supaya aku nggak perlu bawa mobil?""Mobilku nggak menerima nyamuk." Usai berbicara, Zayden membawa Madeline ke dalam mobil.Caden tersenyum sambil melihat mobil Zayden.Setelah mobil melaju, senyuman di wajah Caden berangsur-angsur menghilang, tatapannya menjadi lebih gelap.Setelah mobil melewati dua persimpangan, Madeline berkata kepada sopir. "Turunkan aku di persimpangan di depan. Aku akan naik taksi sendiri."Zayden memandang Madeline sembari berkata dengan tidak senang. "Sudah kubilang, aku akan mengantarmu.""Kupikir kamu hanya ingin membua
Madeline mengerutkan kening, melihat lengan Caden, kemudian pindah ke sisi lain untuk menjaga jarak dari Caden."Kalau ada yang ingin kamu katakan, katakan saja. Jangan sentuh-sentuh.""Madeline, aku tertarik padamu."Madeline tertegun sejenak, lalu bereaksi dengan memarahi, "Caden, kamu boleh saja bersikap jail, tapi sebaiknya kamu jangan menggunakan kejailanmu padaku. Aku nggak akan termakan trik ini. Satu lagi, jangan lupa kalau aku ini istrinya Zayden. Ikuti aturan, panggil aku 'tante'."Selesai berbicara, Madeline kembali ke kantin.Caden mencekal pergelangan tangan Madeline. "Entah kenapa, seleraku dan Paman Zayden selalu sama. Jadi, aku berencana untuk merebutmu."Madeline menoleh lalu memelototinya. "Caden, apakah kamu nggak berperikemanusiaan? Berani-beraninya kamu bilang mau merebut istri pamanmu.""Bukankah kamu juga nggak berperikemanusiaan? Bukankah kamu juga merebut tunangan kakakmu? Soal perasaan, nggak ada istilah merebut. Berhasil atau gagal tergantung kemampuan sendir
Zayden sedang mengadakan rapat dengan para eksekutif senior di ruang rapat. Telepon Cassius bergetar beberapa kali, alhasil dia membungkuk, kemudian berlari keluar untuk mengangkat telepon.Segera, dia kembali lalu berbisik di telinga Zayden. "Pak Zayden, sesuatu terjadi pada Nyonya di lokasi pembangunan."Tatapan Zayden menjadi gelap. Dia menoleh ke arah Cassius. "Katakan.""Tadi Nyonya terluka saat mencoba menyelamatkan Kane. Sekarang dia dalam perjalanan ke rumah sakit."Setelah Zayden mendengarnya, dia langsung berdiri, kemudian meninggalkan kantor.Dia berlari ke bawah diikuti oleh Cassius, kemudian mengantarnya ke rumah sakit.Dalam perjalanan, Zayden sangat khawatir. Ada sesuatu yang terkoyak di dalam hatinya.Sesampainya di rumah sakit, Cassius mencari staf medis untuk mencari tahu keberadaan Madeline.Ketika mereka tiba di ruang gawat darurat, Caden juga ada di tempat.Lengan Caden berlumuran darah. Dia mondar-mandir di depan pintu, memandang ruang konsultasi dengan cemas.Zay
Kane tidak boleh terluka. Jika tidak, Madeline harus menemukan kebenaran dari siapa?"Kamu sudah begini masih mengurus orang lain."Madeline mengatupkan kedua tangannya sambil berkata, "Tolonglah."Zayden merasa tertekan saat melihat bagaimana Madeline memohon. Lantas, dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Cassius, meminta Cassius untuk mengurus keadaan Kane.Setelah pergelangan kaki Madeline ditangani, dia hendak bangun dari tempat tidur.Zayden bertanya kepada dokter dengan ekspresi dingin. "Apakah bagian tubuhnya yang lain sudah diperiksa?""Nona Madeline bilang, bagian lain baik-baik saja. Nggak mau diperiksa."Zayden memandang dengan dingin. "Ini rumah sakit, bukankah seharusnya pasien yang mendengarkan dokter?"Dokter mengangguk. "Aku akan mengatur agar Nona Madeline menjalani pemeriksaan seluruh tubuh."Madeline mengerutkan kening. "Aku nggak terluka di bagian lain. Hanya saja ketika tabung akustik jatuh, ia bergesekan dengan pergelangan kakiku."Zayden hanya melihat Madelin
Setelah mendengar apa yang Madeline katakan, Zayden seketika tak berdaya. Dia makin ingin membuka kepala wanita ini untuk melihat hal aneh apa saja yang ada di dalamnya.Caden punya perasaan aneh terhadapnya?"Kalau begitu, coba beri tahu aku perasaan aneh apa yang Caden miliki terhadapku."Madeline mengerucutkan bibirnya. "Kamu sudah mengetahuinya, untuk apa masih bertanya padaku?""Aku menyadari kalau pengamatanmu cukup jeli."Ucapan Zayden membuat Madeline mengira dia telah memberikan jawaban positif. "Jadi itu benar? Dia memiliki perasaan seperti itu padamu?"Madeline bergidik. Mengerikan sekali.Madeline tidak anti terhadap penyuka sesama jenis, tetapi jujur saja, dia masih sedikit tidak bisa menerimanya.Hal ini mungkin sama dengan mereka yang tidak bisa menerima heteroseksualitas.Zayden mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum. Dia ingin melihat hal aneh apa lagi yang Madeline pikirkan.Zayden menyilangkan kaki sembari menatap Madeline. "Apa lagi yang ingin kamu tanyakan? Ayo t
Melihat ekspresi Zayden lebih santai, Madeline buru-buru berkata, "Perawat datang untuk memeriksaku, kamu turun dulu."Zayden mencium Madeline selama beberapa saat sebelum berdiri dengan tak puas.Dia kembali ke sofa, lalu duduk. Madeline berteriak ke arah pintu. "Perawat, sudah boleh masuk."Perawat membuka pintu, kemudian masuk. Tanpa berani melihat ke arah Zayden, dia melangkah maju untuk mengukur tekanan darah Madeline.Zayden berkata dengan suara dingin. "Beri tahu staf medis kalian. Lain kali jangan lupa mengetuk pintu sebelum masuk."Perawat itu buru-buru berkata, "Baik, Pak Zayden."Setelah perawat pergi, Madeline berkata kepada Zayden. "Kita di rumah sakit, bukan kamar kita. Staf medis yang masuk ke bangsal untuk memeriksa pasien nggak perlu mengetuk pintu."Zayden mengangkat alisnya. "Aku meminta mereka untuk mengetuk pintu adalah tanda penghormatan kepadaku."Madeline tak bisa berkata-kata. Lupakan saja, pokoknya Zayden selalu benar. Untuk apa Madeline berdebat dengannya?"S
Memikirkan apa yang dia lihat di belakang Madeline akhir-akhir ini, Caden sepertinya tiba-tiba mengerti mengapa Zayden tertarik pada Madeline.Madeline berdedikasi dan serius dalam bekerja, karakternya apa adanya, serta ramah dan hangat dalam memperlakukan orang lain.Madeline yang seperti itu mematahkan kesan buruk yang ditanamkan Rowan dalam benak Caden.Itu sebabnya Caden sangat khawatir saat melihat Madeline terluka hari ini. Dia bergegas maju tanpa ragu, kemudian membawa Madeline ke rumah sakit.Pasti karena begitu.Keesokan harinya, begitu Madeline bangun, ada Edsel.Edsel sedang berbicara kepada Zayden. "Sup ayam ini dibuat oleh Nyonya Besar pagi-pagi untuk kalian. Nanti setelah Nyonya bangun, bisa diminum. Nyonya Besar bilang, kamu menjaga Nyonya juga lelah, jadi harus minum juga."Zayden mengangguk. "Oke, aku sudah mengingatnya. Paman Edsel, apakah kamu sudah makan?"Edsel tersenyum pada Zayden. "Belum, aku akan pulang menyiapkan makanan untuk Tuan Besar dan Nyonya Besar. Sete