Memikirkan apa yang dia lihat di belakang Madeline akhir-akhir ini, Caden sepertinya tiba-tiba mengerti mengapa Zayden tertarik pada Madeline.Madeline berdedikasi dan serius dalam bekerja, karakternya apa adanya, serta ramah dan hangat dalam memperlakukan orang lain.Madeline yang seperti itu mematahkan kesan buruk yang ditanamkan Rowan dalam benak Caden.Itu sebabnya Caden sangat khawatir saat melihat Madeline terluka hari ini. Dia bergegas maju tanpa ragu, kemudian membawa Madeline ke rumah sakit.Pasti karena begitu.Keesokan harinya, begitu Madeline bangun, ada Edsel.Edsel sedang berbicara kepada Zayden. "Sup ayam ini dibuat oleh Nyonya Besar pagi-pagi untuk kalian. Nanti setelah Nyonya bangun, bisa diminum. Nyonya Besar bilang, kamu menjaga Nyonya juga lelah, jadi harus minum juga."Zayden mengangguk. "Oke, aku sudah mengingatnya. Paman Edsel, apakah kamu sudah makan?"Edsel tersenyum pada Zayden. "Belum, aku akan pulang menyiapkan makanan untuk Tuan Besar dan Nyonya Besar. Sete
Melihat sikap Kane terhadapnya, Madeline merasakan sedikit gejolak, tetapi dia menahannya.Bagaimanapun, Kane-lah yang menyelamatkannya di saat genting kemarin.Madeline berkata kepada si pembantu, "Kamu keluar dulu, aku mau bicara sebentar dengan Pak Kane."Pembantu itu berbalik dan pergi.Madeline, yang duduk di kursi roda, terdiam beberapa saat sebelum berkata, "Jangan terlalu gugup. Aku datang hanya untuk melihat apakah kamu baik-baik saja.""Aku sangat baik," jawab Kane tanpa membuka matanya."Paman Kane." Madeline memandangnya. "Terima kasih sudah menyelamatkanku.""Kamu menyelamatkanku dulu, kita seimbang."Madeline tersenyum. "Kamu nggak perlu terburu-buru memutuskan hubungan denganku. Tenang saja, aku nggak akan memerasmu, memintamu memberitahuku rahasia kejadian masa lalu."Kane membuka matanya, menatap Madeline.Madeline mengatupkan bibirnya. "Paman Kane, ayahku pernah bilang kepadaku kalau dia sangat mengagumimu. Aku percaya pada penilaian ayahku, aku juga percaya pada mata
Kane melihat luka dalam tatapan Madeline, dia juga merasa sangat tidak tega.Namun ....Kane membuang muka. Dia tidak mengatakan apa pun sekarang demi kebaikan Madeline.Melihat ketidakpedulian Kane, Madeline menunduk lalu tersenyum. "Paman Kane, awalnya aku datang ke sini nggak berniat mengungkit nama ayahku kepadamu. Aku sangat senang melihat kamu baik-baik saja. Proyek Jembatan Sterling masih menunggumu. Semoga kamu bisa segera pulih, aku kembali dulu."Setelah Madeline selesai berbicara, dia mengulurkan tangan untuk membuka pintu bangsal, kemudian berjalan keluar.Di depan pintu, pembantu yang melihat Madeline mendorong kursi roda sendiri pun berkata dengan cemas. "Nyonya, kakimu terluka. Bagaimana kamu boleh mendorong kursi roda sendiri? Cepat duduk. Aku akan mendorongmu."Madeline berjalan ke kursi roda lalu duduk. Dia mengatupkan bibirnya. "Bibi, kamu harus merahasiakan hal dari Pak Zayden. Kalau nggak, dia pasti akan memarahiku."Bibi buru-buru mengangguk. "Nyonya, tenang saja.
Saat itu, Zayden terlalu malas untuk perhitungan dengan Caden, jadi dia membiarkan Caden.Tampaknya kesalahan yang Caden lakukan saat itu bisa digunakan untuk menghukumnya atas kesalahannya kali ini.Akan Zayden lihat bocah itu masih bisa searogan apa.Siang hari, Zayden kembali ke rumah sakit untuk makan bersama Madeline.Madeline sedikit gelisah awalnya. Dia pikir Zayden akan mencari masalah dengannya karena masalah Caden.Alhasil, Zayden tampak baik-baik saja dan tidak menyinggung kejadian tersebut sama sekali.Jika Zayden tidak membahasnya, Madeline tidak mungkin mencari masalah untuk diri sendiri.Setelah makan, Zayden memandang Madeline dengan serius."Ingat, Caden bukan gay."Madeline tertegun sejenak. "Hah?"Melihat tatapan bingung Madeline, Zayden bertanya-tanya dalam hati apakah wanita ini benar-benar polos atau bodoh."Kalau dia gay, apakah aku perlu mengingatkanmu untuk menjaga jarak darinya?""Tapi bukankah kamu mengiakan tadi malam?""Apakah kamu nggak bisa menggunakan ot
Jadi, memanfaatkan putri sendiri?Madeline merasa sangat kecewa. Dia memandang Jett sembari berkata, "Paman Jett, ada yang ingin aku bicarakan dengan ibuku. Bisakah kamu pulang dulu?"Jett mengangguk. "Oke. Kalau begitu kalian bicara. Aku datang lain hari."Sebelum pergi, Jett melirik Helen. Saat mata mereka bertemu, sepertinya memahami sesuatu.Jett turun ke bawah. Begitu mobilnya pergi, mobil Zayden tiba di rumah sakit.Dia naik ke atas, lalu melihat bibi yang merawat Madeline ada di depan pintu. Dia bertanya, "Nyonya masih tidur?""Tuan, ibunya Nyonya datang."Untuk apa Helen datang?Zayden melambaikan tangannya kepada kedua bibi itu. "Pergilah."Setelah kedua bibi itu pergi, Zayden menghampiri pintu bangsal, kemudian dengan pelan mendorong pintu hingga terbuka kecil.Di bangsal, Helen berkata, "Maddie ...."Madeline menatap Helen. Dia ingin tahu apa yang diperintahkan Jett pada Helen."Maddie, aku salah sudah menamparmu di lokasi konstruksi hari itu. Aku nggak sengaja. Sungguh. Aku
Kata-kata Madeline membuat tatapan Zayden dipenuhi dengan kemurkaan.Ternyata inilah sumber ketakutan Madeline terhadap hubungan intim.Pantas saja Madeline begitu menentang Keluarga Clover, begitu membenci Keluarga Clover. Madeline jelas-jelas tertindas, tetapi Keluarga Clover malah mendapatkan ketenaran dan kekayaan. Madeline bahkan menanggung begitu banyak penderitaan.Jett ....Zayden mengepalkan tinjunya. Dia tidak akan mengampuni orang munafik itu.Bangsal menjadi sunyi.Helen menggelengkan kepalanya. "Nggak mungkin, Maddie, nggak mungkin. Apa yang kamu bicarakan? Bagaimana mungkin Jett ....""Ya, tentu saja kamu nggak akan percaya. Karena di matamu, Jett adalah pria terbaik di dunia. Jadi, ketika aku berulang kali memintamu untuk meninggalkan Kediaman Clover, kamu menangis untuk menahanku. Kamu nggak tahu betapa menakutkannya Keluarga Clover bagiku. Empat kali, Jett mencoba untuk memerkosaku sebanyak empat kali.""Pertama kali, dia mabuk. Untungnya, kamu pulang tepat waktu, jadi
"Sudah!" teriak Madeline dengan marah. "Aku nggak mau bicara denganmu lagi. Kita putuskan saja hubungan darah kita."Helen tertegun sejenak, menatap Madeline dengan terkejut. "Maddie?"Madeline menggelengkan kepalanya. "Sejak aku kecil, ayahku selalu memberitahuku kalau kamu adalah wanita yang paling dia cintai dalam hidupnya, aku hanya bisa menduduki posisi kedua. Kalau aku ingin marah atau merajuk padamu, aku harus tahan, nggak boleh bersikap seenaknya padamu. Kalau aku merasa sedih, Ayah akan menghiburku.""Sekarang, ayahku sudah tiada, nggak ada yang bisa menghiburku lagi. Jadi aku ingin bersikap seenaknya di depanmu untuk satu kali. Kamu nggak lagi membutuhkanku, aku juga nggak mau menanggung luka dari kalian lagi. Jadi, aku memutuskan hubungan denganmu.""Aku nggak setuju.""Aku akan meminta pengacara untuk membicarakan masalah ini denganmu nanti.""Apa yang akan wartawan pikirkan kalau mereka tahu?"Madeline menatap Helen dengan tatapan dingin. "Kalau wartawan mengetahuinya, aku
Zayden memutar bola matanya. "Pikirkan sesuatu yang bisa dimakan orang normal.""Hot pot itu makanan yang dimakan oleh orang normal seperti kita." Madeline tersenyum. "Tapi, aku hanya mengatakan apa yang aku pikirkan. Lagi pula, kamu nggak akan menemaniku makan. Kamu saja yang putuskan makan apa."Zayden berdiri, kemudian menatap Madeline dengan alis terangkat. "Bangun, ganti bajumu, ayo kita makan."Madeline tertegun sejenak. "Serius?""Bagaimana menurutmu?"Madeline memandang Zayden dengan curiga sejenak, lalu menyeringai. "Pria sejati itu memegang kata-katanya. Kalau aku begitu anggap serius."Usai berbicara, Madeline hendak turun dari tempat tidur.Zayden menahannya. Dia membantu mengambil pakaian untuk Madeline.Setelah Madeline berganti pakaian, Zayden menggendongnya ke kursi roda, kemudian mendorongnya keluar.Madeline sedikit tersanjung.Setelah digendong ke dalam mobil, Madeline bertanya dengan bingung. "Apakah kamu mengalami hal yang menyenangkan hari ini?"Zayden melirik Mad