Share

Bab 7

Author: Benjamin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.

Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.

Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.

Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelajari Daffa, dia berbalik ke Bram yang baru saja memasuki ruangan dan menanyakannya sebuah pertanyaan.

“Apakah ini Daffa Halim?”

“Benar, Tuan. Dia adalah Tuan Muda Halim,” jawab Bram, membungkuk dengan dalam pada pria tua itu.

Mata pria tua itu menyala dan seolah dia akhirnya ditawarkan barang yang selalu dia idam-idamkan, dia bangkit dari kursinya dan menghampiri Daffa dengan terburu-buru.

“Astaga! Apakah ini benar-benar Daffa muda?!” kata pria itu, menyentuh seluruh bagian tubuh Daffa.

Daffa merasa tidak nyaman pada awalnya, tapi memutuskan untuk tidak menjauhkan pria tua itu darinya. Dia bisa merasakan kalau pria tua itu sedang terharu karena air mata terus mengalir dari matanya.

Setelah beberapa menit, pria tua itu akhirnya puas menyentuh-nyentuh Daffa. Dia menggenggam tangan Daffa, tidak memedulikan pakaiannya yang buluk dan jelek. Walaupun Daffa tidak mengenal pria tua itu, dia merasa hatinya sangat hangat karena perlakukannya itu. Rasanya menyenangkan ketika seseorang tidak menilainya dari pakaiannya.

Pria tua itu menuntun dia ke sebuah kursi di ruang kerjanya sebelum kembali duduk di kursi yang berada di seberangnya. Bram mengikuti mereka dan berdiri di belakang pria tua yang dia panggil tuannya itu.

“Setelah 16 tahun, kami akhirnya menemukanmu, Daffa Halim.”

Daffa tidak mengerti apa maksud mereka. Dia tidak pernah menghilang, jadi mengapa mereka mengatakan bahwa mereka akhirnya menemukannya?

Pria tua itu menyadari wajah kebingungan Daffa dan menghela nafas.

“Aku tahu kamu pasti sangat kebingungan sekarang. Kamu pasti bingung karena telepon dari Bram dan sikap kami sekarang, jadi aku akan jelaskan apa yang sebenarnya terjadi padamu.”

Daffa mengangguk. Dia benar-benar membutuhkan penjelasan dari semua hal ini. Pria tua itu menghembuskan nafas sebelum kembali berbicara.

“Kamu tahu, 16 tahun yang lalu, ketika kamu masih berumur empat tahun, anakku Tristan Halim dan istrinya Diana Halim sedang berlibur ke vila keluarga di Eastgreen Estate denganmu. Kami semua mengira bahwa itu akan menjadi liburan yang lancar, tapi ternyata tidak begitu.”

Daffa bisa merasakan bahwa cerita yang akan pria tua itu sampaikan merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan baginya. Namun, dia perlu mendengar ceritanya, tidak peduli seberapa menyakitkan itu bagi pria tua itu, jadi dia tidak mengatakan apa-apa.

“Mereka terlibat kecelakaan mobil yang mengerikan dan anakku dan istrinya meninggal pada kejadian itu,” kata pria tua itu dan Daffa bisa melihat air mata mengumpul di ujung mata pria tua tersebut. Walaupun hal tersebut terjadi 16 tahun yang lalu, tampaknya rasanya masih seperti kemarin baginya.

Daffa tidak pernah memedulikan tentang orang tuanya sebelumnya. Dia terlalu berfokus pada pekerjaan-pekerjaan paruh waktunya untuk memedulikan apa yang dia kira masalah sepele, tapi ketika dia mendengarkan cerita tentang apa yang terjadi pada orang tuanya, dia merasakan rasa kehilangan yang besar mengambil alih dia.

“Kami kira kamu meninggal dalam kecelakaan tersebut seperti mereka, tapi tidak ada catatan atau bekas-bekas badanmu yang kami temukan di lokasi kejadian. Karena itu, aku sangat yakin kamu masih hidup.”

“Aku memerintah asisten pribadiku Bram untuk terus mencari ke seluruh penjuru dunia untukmu. Kami tidak tahu apakah kamu sungguh masih hidup atau tidak. Akhirnya, setelah 16 tahun, kami berhasil menemukanmu,” ujar pria tua itu. Air mata bahagia terlihat di wajahnya.

Daffa menatap pria tua itu dengan tatapan yang hangat sekarang. Ternyata, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil dan badannya tidak ditemukan di lokasi kejadian.

Dia mengingat apa yang dikatakan ibu asuh di panti asuhan padanya. Dia bilang seorang pria paruh bayalah yang membawanya ke panti asuhan itu dan memberi tahu nama anak itu padanya. Dia berkali-kali diperingati untuk tidak pernah mengubah namanya untuk alasan apa pun yang akhirnya dia turuti.

Daffa mengingat foto dua orang yang dia lihat di lorong dan menanyakannya.

“Kalau begitu, foto dua orang yang di lorong itu adalah orang tuaku?”

“Benar. Mereka adalah Tristan Halim dan Diana Halim, orang tuamu.” Pria tua itu mengangguk.

Daffa terdiam. Terlalu banyak hal yang harus dia proses saat itu. Semuanya masih terasa tidak nyata baginya. Setelah hening beberapa detik, pria tua itu kembali berbicara.

“Daffa, aku tahu pasti kamu terkejut, tapi aku harap kamu bisa mengerti. Kami ingin menemukanmu lebih cepat, tapi kami pun tidak menyangka akan membutuhkan waktu selama ini. Aku telah mendengar dari Bram kehidupan yang telah kamu lalui selama ini. Itu semua terjadi karena keteledoran kami. Maaf,” kata pria tua itu dengan tulus.

“Bukan salahmu, Kakek. Tidak mungkin kalian bisa menemukan aku lebih cepat. Yang seharusnya bersyukur itu adalah aku,” jawab Daffa.

Pria tua itu mengangguk. Setelah bertahun-tahun mengemban beban yang sangat berat, dia akhirnya bisa terbebas. Dia menatap Daffa lagi sebelum berbicara dan tatapannya terlihat berbeda seraya dia berbicara.

‘Daffa, ada yang ingin aku tanyakan padamu.’
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sukri Jhy
mantap lanjut
goodnovel comment avatar
Suherman Syah
jangan putus ya critanya...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 8

    ”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 9

    Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan. Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus. Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya. Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 10

    Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.“Tuan Muda Halim, lewat sini.”Daffa menghela nafas. Dari menerima kart

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 11

    Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 12

    Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 13

    Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 14

    Semua orang menunggu-nunggu mesin pemindai tersebut berubah menjadi hijau, yang berarti Daffa telah benar membayar pakaiannya. Namun, bukan itu yang terjadi. Warnanya malah berubah menjadi merah, yang hanya berarti satu hal.‘Transaksi Anda gagal.’Sarah dan Dilan tertawa terbahak-bahak ketika mereka mendengar suara tersebut setelah mesinnya berubah menjadi merah. Ternyata mereka benar. Daffa hanya berpura-pura menjadi orang kaya. Dia hanya datang ke sini untuk membuang-buang waktu mereka. Mereka benar. Daffa tidak mungkin bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Mereka benar-benar berkhayal ketika sesaat memercayai bahwa dia bisa membayarnya.Dana, pramuniaga yang membantu Daffa memilih pakaian-pakaiannya sangat sedih dan kecewa. Dia pikir kepercayaan diri yang Daffa tunjukkan ketika dia menawarkan untuk membayar pakaiannya berarti dia benar-benar bisa membayarnya. Ternyata itu semua hanya kebohongan.Beberapa orang yang berkumpul untuk menonton drama itu mulai bergosip d

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 15

    ”Ini! Dari mana kamu mendapatkannya?” tanya Gary dengan nada yang rendah dan kebingungan. Dia benar-benar terkejut.“Apakah ada masalah?” tanya Daffa, sedikit mengernyit.Sarah dan Dilan, juga Dana dan pengamat lainnya kebingungan melihat perubahan sikap Gary yang tiba-tiba. Mereka sudah yakin sekali dia akan mengusir Daffa keluar setelah mengungkap bahwa dia adalah pembohong dan hanya berpura-pura, tapi bukan itu yang terjadi.Gary tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan Daffa dari kepala hingga ujung kakinya, tapi tetap menggelengkan kepalanya. Dia sudah menjadi manajer dari toko ini selama beberapa tahun, jadi tentu saja mudah baginya untuk mengenali bahwa kartu tersebut bukanlah kartu biasa.Sekilas, dia bisa tahu kalau kartu itu adalah kartu yang dikustomisasi dan dibuat secara eksklusif untuk kepala dari perusahaan atau bisnis terkemuka. Namun, penampilan pria di depannya ini tidak sesuai dengan bayangannya. Dia benar-benar tidak terlihat seperti seseorang yang memiliki k

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 433

    “Aku tidak akan mengizinkanmu melakukan apa pun selain menyetujuiku.”Tiba-tiba, pria berpakaian gelap itu menunjuk Daffa. Namun, pandangannya tertuju pada anggota dewan lainnya. Dia berteriak, “Apakah kalian melihat ini? Aku benar! Dia menyangkal semua hal kecuali tentang keluarganya, jadi dia pasti berbohong tentang hal-hal lainnya!”Dia menoleh untuk memelototi Daffa. “Aku sudah cukup berbaik hati dan bersabar denganmu, jadi sebaiknya kamu berpikirlah dengan pintar dan jangan melewati batas.”Daffa menaikkan sebelah alisnya. Kali ini, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia yakin ada lagi yang pria berpakaian gelap itu ingin sampaikan. Seolah-olah ingin menunjukkan bahwa dia benar, pria itu melanjutkan, “Sekarang, pilihanmu hanya tersisa satu, yaitu melakukan apa yang kukatakan! Ambil sahamku dan enyahlah dari sini!”Dia duduk dan dengan malas melanjutkan, “Aku yakin jika ada keluarga mana pun yang lebih kaya dariku, aku akan memiliki ingatan mengenai mereka—meskipun seseorang harus m

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 432

    Pria Ganendra itu tidak bersuara maupun si anggota dewan berpakaian gelap yang masih terbaring di lantai. Daffa telah lama berhenti menginjaknya, tapi dia tetap berbaring tidak bergerak di sana.Daffa tidak paham alasannya melakukan itu, tapi dia tidak mengindahkannya. Dia hanya duduk dan dengan malas berkata, “Yah, untunglah tidak ada dari kalian yang keberatan untuk mentransfer kepemilikan saham. Tampaknya kita akan bekerja bersama mulai sekarang.”Para anggota dewan lainnya menatap meja di hadapan mereka, tidak ingin melirik Daffa sama sekali. Bagi mereka, itu adalah aib yang memalukan. Di saat yang sama, tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa untuk menjawab perkataan Daffa.Pada saat ini, anggota berpakaian gelap adalah satu-satunya yang melakukan pergerakan. Dia dengan cepat bangkit duduk dan berteriak, “Aku keberatan! Aku tidak menyetujui Ansel Bakti mentransfer kepemilikan sahamnya padamu dan memperbolehkanmu bergabung dengan dewan direksi!”Dia menatap Daffa

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 431

    “Namun, pastikan kamu mengingat nama belakangku—Ganendra!”Daffa menaikkan sebelah alisnya mendengar perkataannya. Kemudian, dia membungkukkan kepalanya dan menundukkan matanya ke lantai. Akan tetapi, itu tidak menutupi tawanya. Anggota dewan paruh baya itu memelototinya dengan tajam—dia adalah pemegang saham Grup Ganendra dan itu adalah sumber pendapatan utamanya.Namun, sekarang, Daffa telah menghancurkan segalanya. Tidak ada siapa pun yang akan membiarkan orang seperti itu terus muncul di hadapan mereka.Anggota dewan paruh baya itu menatap Daffa dengan kebencian yang tidak terkendali, tapi Daffa hanya mengangkat bahunya dan tersenyum. Alih-alih membuat dirinya tampak lebih mudah didekati, itu hanya membuatnya terlihat lebih dingin dan kejam yang tidak bisa dijelaskan. Tidak ada yang berani menatapnya selain anggota dewan berpakaian gelap yang masih berada di lantai dan anggota dewan paruh baya itu.Anggota dewan berpakaian hitam itu masih berada di bawah kaki Daffa, jadi dia ti

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 430

    “Tidak ada satu pun orang di Kota Almiron yang memiliki keberanian untuk mengatakan itu mengenaiku!”Anggota dewan berpakaian gelap itu mengira dia sudah cukup cepat, begitu pula semua orang lainnya. Namun, bagi Daffa, dia bergerak dengan kecepatan siput.Dia bahkan tidak perlu mengerahkan energinya. Kekuatan jiwanya sudah menyelimutinya—tampaknya secara naluriah. Ini adalah pertama kalinya dia menyaksikan itu terjadi dan itu membuatnya bingung.Begitu kekaguman Daffa atas fungsi baru kekuatan jiwanya mereda, dia bahkan sempat mengalihkan pandangannya ke anggota dewan lainnya—selambat itulah anggota dewan berpakaian gelap itu bergerak di matanya.Ansel berteriak, tapi Daffa tetap terduduk, terlihat tenang. Anggota dewan berpakaian gelap itu akhirnya berdiri di hadapannya dan Daffa mau tidak mau merasa seolah-olah dia telah menunggu selama bertahun-tahun. Bagi orang lain, semuanya terjadi dalam satu kedipan mata.Tiba-tiba, mata anggota dewan berpakaian gelap itu membelalak dan dia

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 429

    Daffa tersenyum pada mereka dengan senyuman mengejek. “Dasar orang-orang bodoh,” pikirnya.Kemudian, dia berkata, “Itu hanya jika pihak wajib tidak mengejar kalian.”Suasana di ruangan itu menjadi tegang lagi dan tidak ada yang mengatakan apa-apa. Dia mengangkat bahunya. “Sekarang, biar kuberi tahu apa yang akan terjadi mulai sekarang. Aku yakin kalian telah menyadari bahwa ada seseorang yang tidak hadir meskipun ini adalah rapat dewan—manajer yang dipekerjakan Ansel, pemegang saham pengendali, tidak ada di sini. Kalian semua adalah pebisnis yang berpengalaman dan sukses, jadi kurasa aku tidak perlu menjelaskan apa artinya itu. Sekarang, biar kuperjelas bahwa aku tidak masalah jika semua anggota dewan bangkrut. Malah, aku akan bahagia melihat kalian kehilangan kekayaan, status, dan kendali kalian terhadap perusahaan kalian. Ada kemungkinan bahwa kalian tidak mengetahui apa-apa mengenai keluargaku karena kalian tidak cukup kaya untuk berhak untuk mengetahuinya.”Dia menyilangkan kaki

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 428

    “Kami tidak tahu apakah tangannya akan tetap sama meskipun dia telah dioperasi tepat waktu.”“Itu saja? Tangan yang patah?” Daffa menaikkan sebelah alisnya, terlihat terkejut. “Yah, keluarkan dia dari rumah sakit itu dan masukkan dia ke rumah sakit lain. Aku akan membayar tagihannya, tapi pastikan dokternya melakukan yang terbaik untuk mempertahankan tangannya. Uang tidak akan jadi masalah.”Ansel mengangguk dan mengetuk ponselnya dengan semangat. Ketika dia selesai, dia menegang, tidak tahu bagaimana dia harus menjawab pertanyaan Daffa. Baginya, kemungkinan kehilangan tangan adalah luka yang serius, tapi itu tidak terlihat begitu berarti bagi Daffa.Dia membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi, tidak tahu apa yang harus dia katakan. Pada akhirnya, dia menggelengkan kepalanya dan berkata dengan jujur, “Itu bukanlah satu-satunya lukanya. Banyak tulangnya yang patah, luka lainnya, dan bahkan kerusakan organ. Seseorang—kemungkinan beberapa orang—menghajarnya habis-habisan.”Dia menggigi

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 427

    Pekerjaan apa pun yang sesuai dengan tingkat pendidikannya mengharuskan dia memiliki keluarga stabil yang dapat mendukungnya, bukan keluarga yang terus-menerus ingin mengeksploitasinya.Jika ini terjadi di lain waktu, Ansel pasti akan menyadari ada yang sedang Daffa rencanakan. Sayangnya, dia terlalu fokus menyelesaikan dokumen itu sehingga dia tidak menyadarinya. Dia menghela napas lega saat dia akhirnya selesai dan menepuk dadanya sendiri.Kemudian, dia memandang Daffa. Kegembiraan di wajahnya langsung lenyap dan tergantikan oleh kecemasan. Matanya membelalak dan dia bahkan tidak berani mengedipkan matanya. Dia dengan gemetar berkata, “Tuan Halim, tidak ada yang pernah menatap saya seperti itu, jadi saya benar-benar gugup sekarang.” Dia tidak menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.Daffa-lah yang kali ini membelalakkan matanya. Dia terkejut, tapi tersenyum melihat perubahan Ansel. Dia sekarang bisa jujur dengan pemikirannya dan tidak malu untuk mengatakannya. Daffa mengangguk

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 426

    Dia menyerahkan ponselnya pada Daffa tanpa ragu-ragu dan mengamatinya dengan penasaran.Daffa mengangkat ponsel itu dan berkata tanpa pembukaan apa-apa, “Aku yakin kalian sudah melihat berita—salah satu anjing yang tidak begitu setia pada pemilikmu, Felix, meninggal setelah melompat dari jendelaku. Namun, aku belum dihukum dengan cara apa pun. Bahkan, aku bebas berkeliaran di seluruh penjuru Kota Almiron, mau itu perusahaanmu atau rumahmu. Hanya tersisa 10 menit lagi sebelum aku mencapai puncak amarahku.” Setelahnya, dia mematikan teleponnya.Ansel melongo ke arahnya. Dia terkejut oleh perkataan Daffa, tapi lebih terkejut lagi oleh tindakan para anggota dewan. Dia telah menyadari bahwa sejak Daffa mulai berbicara, suara musik yang menggelegar di ujung telepon telah menghilang. Itu membuatnya bertanya-tanya mereka ada di mana sebenarnya.“Mereka ada di bar paling pojok di Jalan Kestari,” kata Daffa. Meskipun Ansel belum bertanya, Daffa sudah tahu apa yang membuatnya bertanya-tanya.

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 425

    Daffa sudah meminta pertanggungjawaban para anggota dewan karena telah membuatnya membuang-buang waktu di sini. Dia menyeringai dan menyalakan komputernya lagi untuk meneliti informasi yang telah dia dapatkan mengenai mereka. Makin dia membacanya, makin membelalak matanya.Total anggota dewan berjumlah 13 orang, dan selain Ansel, tidak ada satu pun dari kedua belas orang itu yang memiliki hati yang baik. Bukan hanya mereka belum pernah melakukan satu kebaikan pun dalam hidup mereka, mereka juga terus-menerus melakukan hal-hal buruk.Daffa menyipitkan matanya, hampir menyemburkan api. Sulit dipercaya bahwa dia belum menyadari hal-hal ini sebelumnya. Dia menarik napas dalam, bangkit berdiri, dan meletakkan tangannya di balik punggungnya. Ansel mengernyit melihatnya, merasa bahwa suasana hati Daffa tidak baik.Dia menyalakan pengeras suara ponselnya, menyadari bahwa itu membuat Daffa terlihat sedikit lebih tenang. Namun, itu tidak bertahan lama karena orang di ujung telepon lainnya mem

DMCA.com Protection Status