Share

Bab 14

Author: Benjamin
Semua orang menunggu-nunggu mesin pemindai tersebut berubah menjadi hijau, yang berarti Daffa telah benar membayar pakaiannya. Namun, bukan itu yang terjadi. Warnanya malah berubah menjadi merah, yang hanya berarti satu hal.

‘Transaksi Anda gagal.’

Sarah dan Dilan tertawa terbahak-bahak ketika mereka mendengar suara tersebut setelah mesinnya berubah menjadi merah. Ternyata mereka benar. Daffa hanya berpura-pura menjadi orang kaya. Dia hanya datang ke sini untuk membuang-buang waktu mereka. Mereka benar. Daffa tidak mungkin bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Mereka benar-benar berkhayal ketika sesaat memercayai bahwa dia bisa membayarnya.

Dana, pramuniaga yang membantu Daffa memilih pakaian-pakaiannya sangat sedih dan kecewa. Dia pikir kepercayaan diri yang Daffa tunjukkan ketika dia menawarkan untuk membayar pakaiannya berarti dia benar-benar bisa membayarnya. Ternyata itu semua hanya kebohongan.

Beberapa orang yang berkumpul untuk menonton drama itu mulai bergosip dengan lantang.

“Wah, bisakah kamu memercayainya? Dia benar-benar memilih beberapa pakaian seharga 9,15 miliar rupiah padahal dia tidak bisa membayarnya.”

“Iya, ‘kan? Aku tidak pernah melihat seseorang setidak tahu malu itu sebelumnya.”

“Apakah dia tidak merasa bersalah? Ternyata dia ke sini hanya bermain-main dengan para staf di sini.”

“Dari awal kenapa dia diperbolehkan masuk ke sini? Memangnya satpamnya tidak melihat pakaiannya? Mereka seharusnya lebih memerhatikan hal-hal seperti ini.”

Sarah dan Dilan bersungut-sungut ketika mereka mendengar komentar-komentar menghina yang ditujukan kepada Daffa. Sarah merasa sangat girang dengan drama di hadapannya. Dia sangat senang melihat Daffa terus-terusan dihina oleh banyak orang.

Sementara itu, Daffa sangat terkejut. Dia tahu betul ada 150 triliun rupiah di dalam kartu itu, karena kakeknya tidak mungkin berbohong padanya, tapi kenapa dia tidak bisa membayar pakaiannya?

Daffa melihat ke sekitar dan menyadari orang-orang sedang membuat komentar menghina kepadanya. Dia menghela nafas. Dia berpikir untuk membayar pakaiannya dengan mentransfer uangnya dengan ponselnya, tapi membatalkannya. Dari yang bisa dia lihat, orang-orang di sini sudah mantap ingin menghinanya. Mereka tidak akan percaya dia mampu membayar pakaiannya.

Sarah, sudah puas menertawakan situasi Daffa, angkat bicara lagi. Kali ini, ada senyum lebar di wajahnya.

“Lihat? Sudah kubilang dia itu miskin. Dia hanya berpura-pura kaya. Membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah? Yang benar saja! Dia hanya ingin bermain-main denganmu. Sebaiknya kamu mengusirnya keluar sekarang, kalau tidak beberapa pakaian ini mungkin saja benar-benar akan hilang.”

Pramuniaga itu telah memandang Daffa dengan berbeda. Dia kira Daffa merupakan pelanggan sungguhan, tapi ternyata dia hanya datang untuk menghabiskan waktu mereka. Sebagai seseorang yang telah melayaninya, tentu dia yang merasa paling marah pada Daffa.

“Tuan, sebaiknya Anda pergi. Anda tidak bisa membayar pakaian-pakaian ini, jadi saya akan mengembalikannya,” kata Dana.

Daffa tidak rela. Dia mengerti sikap yang Dana tunjukkan padanya sekarang. Siapa yang tidak marah jika seseorang datang ke tokonya dan memilih-milih banyak barang tapi malah tidak bisa membayarnya? Setidaknya Daffa tahu dia juga akan marah jika dia di posisi Dana.

“Tunggu dulu. Pindai kartunya lagi. Sudah kubilang aku bisa membayarnya,” pinta Daffa. Dia tidak ingin niatannya disalahpahami oleh Dana.

“Oh, tolonglah. Sudah jelas itu adalah kartu palsu yang isinya kosong. Jangan biarkan dia membuang-buang waktumu lagi,” timpal Sarah, sangat menikmati momen ini.

Daffa mengabaikan Sarah dan berbicara pada Dana untuk memindai kartunya lagi. Namun, Dana tidak mau melakukannya.

“Tuan, mohon keluar dari toko ini sekarang. Jika Anda terus mengganggu jam kerja kami, saya tidak memiliki pilihan lain selain memanggil satpam,” ujar Dana dengan tegas. Dia mulai merasa jijik dengan ketidakmaluan Daffa.

Daffa baru saja ingin menjawab ketika suara yang lantang menggema di toko itu dan seorang pria tinggi muncul.

“Apa yang terjadi di sini?” tanya pria tersebut dengan nada yang berwibawa.

Semua orang langsung menghadap pria itu. Pria itu berpakaian dengan rapi, mengenakan setelan Louis Vuitton langka seharga lebih dari 1,05 miliar rupiah, yang berarti orang tersebut bukanlah orang biasa. Dia terlihat berumur akhir 30-an dan terlihat cukup tampan. Dia berjalan perlahan sampai dia tiba di tempat orang-orang berkumpul sebelum bertanya lagi.

“Aku bertanya. Apa yang terjadi di sini?” Pria itu mengulang pertanyaannya, menatap staf yang ada di sana.

“Manajer Gary!” Dana dan staf yang lainnya berseru seraya membungkuk dengan dalam.

Pria yang hadir itu tidak lain adalah manajer dari toko Louis Vuitton. Dia jarang memunculkan kehadirannya kecuali ada orang penting yang hadir, jadi kehadirannya di sini mengejutkan semua orang yang ada di sini. Namun, dia telah mendengar keributan dari ruang kerjanya dan memutuskan untuk turun untuk melihat permasalahannya.

“Selamat siang, Tuan Gary. Saya Dilan Handoko, anak dari Jordan Handoko,” ujar Dilan, mengenalkan dirinya pada manajer itu. Dia tahu manajer dari toko ini juga merupakan orang hebat, karena ini bukanlah satu-satunya toko yang dia atur, jadi dia ingin berada di sisi baiknya.

Manajer menjawab sapaan Dilan dengan singkat, lalu kembali berbicara.

“Kalian semua tidak punya mulut? Aku bertanya apa yang sedang terjadi di sini!” seru manajer itu.

“Bukan apa-apa, Tuan Gary,” jawab Dilan. “Orang miskin ini datang ke sini mengaku bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Padahal, dia sendiri tidak bisa membeli makanan seharga 1,5 juta rupiah.”

Gary mengerutkan alis ketika dia mendengar penjelasan Dilan. Ada seseorang yang cukup berani berpura-pura seperti itu ketika dia ada di sekitar sana?

Dia mengalihkan pandangannya pada Daffa dan menatapnya dengan tatapan yang mengintimidasi.

“Apakah itu benar?” tanyanya dengan tegas. Jika pria itu benar-benar datang ke sini hanya untuk berpura-pura, dia akan memastikan pria itu tidak bisa keluar dari toko ini dengan baik-baik.

Namun, Daffa tidak terpengaruh ketika dia melihat tatapan manajer yang mengintimidasi itu. Dia hanya menyerahkan kartu hitam yang diberikan oleh kakeknya dan berkata.

“Sepertinya ada yang salah dengan mesinnya,” ucap Daffa dengan berani. Walaupun dia memohon-mohon pada Dana, dia tidak akan membiarkan orang luar meremehkannya, tidak peduli siapa pun itu.

“Oh?” gumam manajer itu, alisnya mengernyit. Namun, matanya terbelalak terkejut setelah dia memegang kartu hitam dari Daffa dan memeriksanya dengan saksama.
Comments (10)
goodnovel comment avatar
Mbah Surep
gimana buka kunci ny
goodnovel comment avatar
Mohamad Sauji
pakai iklan aja min
goodnovel comment avatar
Kopi Secangkir
gimana cara nya buka kuncinya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 15

    ”Ini! Dari mana kamu mendapatkannya?” tanya Gary dengan nada yang rendah dan kebingungan. Dia benar-benar terkejut.“Apakah ada masalah?” tanya Daffa, sedikit mengernyit.Sarah dan Dilan, juga Dana dan pengamat lainnya kebingungan melihat perubahan sikap Gary yang tiba-tiba. Mereka sudah yakin sekali dia akan mengusir Daffa keluar setelah mengungkap bahwa dia adalah pembohong dan hanya berpura-pura, tapi bukan itu yang terjadi.Gary tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan Daffa dari kepala hingga ujung kakinya, tapi tetap menggelengkan kepalanya. Dia sudah menjadi manajer dari toko ini selama beberapa tahun, jadi tentu saja mudah baginya untuk mengenali bahwa kartu tersebut bukanlah kartu biasa.Sekilas, dia bisa tahu kalau kartu itu adalah kartu yang dikustomisasi dan dibuat secara eksklusif untuk kepala dari perusahaan atau bisnis terkemuka. Namun, penampilan pria di depannya ini tidak sesuai dengan bayangannya. Dia benar-benar tidak terlihat seperti seseorang yang memiliki k

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 16

    Daffa melangkah keluar toko dengan bahagia. Dia merasa puas sekali setelah kejadian kecil yang terjadi di toko itu. Dia berjalan beberapa menit dengan tas-tas belanja di tangannya sebelum berhenti.Perut Daffa keroncongan, mengingatkan dia bahwa dia belum makan apa pun. Dia ingin makan di Hotel Sky Golden, tapi dia membawa banyak tas belanja. Membawa-bawa semua tas belanja itu ke hotel akan merepotkan. Lagi pula, dia harus mengganti pakaiannya atau bisa-bisa dia tidak diperbolehkan masuk.Daffa memanggil taksi dan menaikinya. Dia memutuskan untuk menaruh pakaian-pakaian barunya dulu di asrama sebelum pergi ke hotel untuk makan.Tidak ada kejadian menarik selama perjalanan pulangnya. Selain beberapa lirikan dan gosip dari mahasiswa lainnya, tidak ada yang berbeda dari biasanya. Dia memasuki kamar asramanya dan mendapati ruangan itu masih kosong. Walaupun sudah dua jam berlalu sejak dia pergi ke mal, teman-temannya belum pulang dari kampus.Daffa meletakkan tas-tas belanja dengan rap

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 17

    Tiga wanita cantik yang memasuki tempat itu terlihat sangat familier bagi Daffa, terutama wanita yang di tengah, yang membuatnya bertanya-tanya di mana dia pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dia masih menatap wanita itu lekat-lekat ketika wanita itu menyadari seseorang sedang menatapnya.Dia menyadari seseorang sedang menatapnya, tapi dia mengabaikannya karena dia memang sangat menawan, tapi ketika dia melihat Daffa, dia mengenali wajahnya, tapi tidak ingat di mana pernah bertemu dengannya.Melihat mejanya yang dipenuhi makanan mewah sekilas saja menunjukkan bahwa orang itu mungkin sangat kaya, karena untuk bisa makan disini memerlukan kartu keanggotaan. Yang paling murah saja harganya 1,5 miliar rupiah yang berarti dia setidaknya memiliki 1,5 miliar untuk dihambur-hamburkan pada makanan.“Jihan, sedang melihat apa? Ayo.” Hera, salah satu wanita yang menemaninya angkat bicara.Jihan mengangguk pelan dan berusaha merekam wajah Daffa di benaknya sebelum pergi. Karena dia lahir di k

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 18

    Lelaki itu menatap Daffa dengan ekspresi murka. Dia tidak percaya keberuntungannya saat itu.Pertama, wanita jalang tak bernama telah menginjak sepatunya dan ketika dia sedang memberinya pelajaran, orang bodoh lainnya datang untuk bersikap bak pahlawan. Apakah dia cari mati?Dia ingin menepis genggaman tangan orang asing itu, tapi genggamannya terlalu kuat.“Aku tidak tahu kamu siapa, tapi aku sarankan kamu melepaskan tanganku sekarang juga. Kalau tidak, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu,” kata lelaki itu dengan marah.Orang-orang di kerumunan itu menyaksikan kejadian itu dengan nafas yang tertahan. Mereka mengira perempuan itu akan dihabisi oleh lelaki itu karena telah menyinggungnya, tapi mereka tidak menyangka akan ada orang lain yang maju untuk menolong wanita itu.Perempuan itu pun merasa terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka seseorang akan membelanya. Dia mengira dia sudah tamat, tapi sepertinya sekarang tidak akan begitu.“Aku tidak akan melepaskannya kecuali kamu

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 19

    Lelaki itu menatap Daffa selama beberapa saat sebelum tertawa terbahak-bahak. Daffa terdiam saja menatap lelaki itu tertawa selama beberapa detik. Ketika lelaki itu selesai tertawa, dia mengusap air mata bohongan dari ujung matanya sebelum berbicara.“Apa? Kamu ingin membayarkan sepatunya?” tanya lelaki itu.Daffa diam saja dan hanya menatap lelaki itu, menunjukkan seberapa seriusnya dia.“Kamu pasti bercanda. Bagaimana bisa kamu membayarkan sepatunya sementara kamu saja tidak bisa membeli sepatu yang bagus?” tanya lelaki itu dengan nada yang menghina.Semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka pada sepatu Daffa. Ketika mereka melihat sepatunya yang lusuh, bisikan dan gosip meledak lagi.“Dia menanyakan harga sepatu koleksi edisi terbatas sementara dia sendiri tidak bisa membeli sepatu bagus?”“Aku tidak bisa percaya. Keangkuhan macam apa itu?”“Dia pasti ingin membuat perempuan itu terpesona. Lagi pula, lihatlah bajunya, sederhana sekali.”Perempuan yang menginjak sepat

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 20

    Dia berbalik dan mendapati perempuan yang telah dia selamatkan.Dia memperhatikan perempuan itu lebih seksama dan merasa bahwa dia sangat cantik. Badannya tinggi, walaupun tidak setinggi dia, mungkin sekitar 180cm, dengan kulit cerah dan rambut hitam legam. Dia juga memiliki perawakan bak jam pasir yang sedikit tertutupi pakaiannya yang jelek.Perempuan itu menatap Daffa balik, lalu kembali menatap kakinya. Dia terlalu takut untuk angkat bicara, tapi dia tidak ingin membiarkan Daffa pergi begitu saja. Dia telah membayarkan uang sebanyak 9,15 miliar rupiah demi dirinya. Walaupun baginya itu tampaknya seperti bukan apa-apa karena seberapa kayanya dia, baginya itu adalah sesuatu yang sangat mengharukan.Setelah gelisah selama beberapa saat, dia akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.“Halo,” gumamnya, suaranya sangat lembut.Daffa tidak menjawab dan terus memandanginya, menunggunya untuk lanjut berbicara. Ketika dia melihat Daffa tidak menjawabnya, dia akhirnya kembali memberanik

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 21

    Daffa bangun keesokan harinya lebih pagi daripada teman-temannya. Seperti yang dia kira, mereka sehabis pergi dari klub malam dan pulang ketika hari sudah sangat larut. Itu bukan bagian yang terburuk. Bukan hanya pulang sangat larut, tapi mereka juga pulang dengan keadaan mabuk berat. Sepertinya mereka tidak ada kelas hari ini, karena itu mereka bisa tidur seperti itu dengan santai.Daffa bergegas mandi dan memakai baju dan sepatu barunya. Dia sekarang terlihat benar-benar berbeda dengan dirinya yang dulu ketika dia menghadiri kelas-kelas. Dia melirik teman-temannya sebelum menggelengkan kepalanya dan meninggalkan kamarnya.Daffa belum punya mobil, dia memutuskan untuk jalan ke tempat perkuliahannya. Selama dia berjalan, beberapa mobil mahal melewati dia termasuk Ferrari, Audi, Mercedes, dan beberapa sedan ramping. Dia tidak menggubrisnya. Sekarang dia sudah punya dua mobil super. Yang dia perlu lakukan hanyalah menunggu Bram mengirimkannya, lalu dia akan mengendarai mobil mahalnya u

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 22

    Karena semua orang tahu bahwa pesta amal selalu dilakukan dengan cara yang sama, mereka semua tertarik untuk mempelajari ada perubahan baru apa pada metode yang lama.“Aku tidak akan menghabiskan waktu kalian untuk ini karena aku yakin kalian semua penasaran,” kata profesor itu ketika dia menyadari tatapan penasaran para mahasiswanya.“Pesta amal tahun ini akan menjadi acara gabungan Universitas Praharsa, Universitas Andhira, dan Universitas Abinawa.”Pesta amal akan menjadi acara gabungan Universitas Praharsa, Universitas Andhira, dan Universitas Abinawa?Semua orang terkesiap ketika mereka mendengar pemberitahuan dari profesor itu.Tiga universitas yang bekerja sama untuk acara itu semuanya merupakan universitas ternama di daerah itu. Mereka semua memiliki mahasiswa terbaik di universitas mereka dan tentu saja sebagian besar dari mahasiswa mereka dari keluarga orang kaya.Daffa merengut ketika dia mendengar berita ini. Dia masih belum bisa melupakan kejadian yang terjadi di pes

Latest chapter

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 584

    Daffa menahan napasnya ketika dia melihat kondisi Danar. Mungkin dia keliru sedari awal. Dia seharusnya tidak pernah membiarkan Umar membawa Danar ke sel tahanan. Mungkin dengan begitu, Danar tidak akan terluka separah ini.Tenggelam dalam rasa bersalah, Daffa membenci dirinya sendiri karena telah memercayai Umar dan tidak melakukan apa-apa terhadap kekerasan Umar terhadap Danar. Semua itu memicu kemarahan yang lain dalam diri Daffa.Maka, ketika Umar menunjuk ke arah Erin dengan tidak sopan, Daffa tidak ragu-ragu untuk menembakkan kekuatan jiwanya ke arah Umar. Meskipun demikian, dia tidak mengerahkan banyak kekuatan jiwa karena dia tidak ingin memberikan Umar kematian secepat itu.Umar tidak yakin tentang apa yang telah terjadi, tapi dia merasakan angin kencang mengenai tubuhnya, membuatnya memuntahkan darah. Pada saat yang sama, benturan itu membuat tubuhnya melayang jauh.Dia bisa merasakan angin itu bertiup mengenai kulitnya dengan sangat kasar hingga angin itu menyayat seluru

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 583

    Daffa bersandar ke kursi sambil mengetukkan buku-buku jarinya ke meja. Dia sedang larut dalam pikirannya, bertanya-tanya apakah ada hal lain yang perlu dia urus setelah kembali ke Kota Aswar.Namun, pikiran itu tidak lama berhenti ketika Erin kembali ke ruangan dengan dua sosok di belakangnya. Daffa sudah tahu dari langkah kaki kedua orang itu bahwa yang pertama adalah pria yang datang menghampiri dengan tenang dan yang kedua adalah seseorang yang ragu-ragu. Mengernyit, Daffa seketika berdiri.Seperti Daffa, raut wajah Shelvin langsung menjadi dingin saat dia melihat ke arah pintu dan bertanya dengan suara rendah, “Apa yang terjadi, Tuan?”Daffa memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Dia lalu berjalan ke arah pintu, wajahnya berubah menjadi dingin yang mematikan saat dia berbicara. “Selama ketidakhadiranmu, aku mendapatkan bawahan baru bernama Danar. Namun, dia melakukan banyak hal-hal keji atas nama Keluarga Bakti dulu. Dia ditahan oleh polisi, tapi seorang petugas polisi bernam

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 582

    Shelvin dengan terus terang mengungkap, “Aku menemukan ingatan Yarlin tentang tempat latihan dengan praktik-praktik kejam. Pasukan negara-negara Timur telah melarang kelompok yang memulai tempat latihan itu. Kelompok itu ingin mencapai keabadian, jadi mereka mencoba menyerap jiwa-jiwa orang lain untuk memperpanjang hidup mereka. Semua usaha mereka yang besar untuk mengembangkan obat? Itu semua demi alasan yang tidak masuk akal ini. Mereka melakukan banyak hal-hal tidak etis dan ilegal, tapi di suatu titik, mereka semua terekspos. Banyak orang marah pada mereka meskipun mereka memiliki banyak kedudukan sosial dan kekuatan yang sangat besar. Kelompok itu tidak bisa bertahan melawan reaksi orang-orang, jadi eksperimen mereka gagal. Kelompok itu mendapatkan hukuman mati, tapi mereka licik dan berbicara manis pada pasukan di negara itu untuk membebaskan mereka. Pada akhirnya, mereka hanya dideportasi. Karena ini terjadi lama sekali ketika orang-orang tidak menyimpan catatan tertulis, pasuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 581

    Tatapan Shelvin menyapu melewati Erin sebelum mendarat pada Daffa saat dia berkata, “Hanya saja, aku merasakan abnormalitas pada nona itu ketika dia tiba sebelumnya. Karena itu, aku menelusuri kembali ingatanku dan ingatan Yarlin untuk membandingkannya.”Alis Erin menyatu menjadi kerutan dalam, tapi dia menahan dirinya untuk tidak berkomentar karena dia tahu Daffa sedang fokus sepenuhnya pada percakapan itu.Meskipun Shelvin melihat sikap kedua orang itu yang berbeda, Shelvin melanjutkan, “Aku menemukan bahwa orang-orang mengerikan dari Timur itu—orang-orang busuk yang menyerang Yarlin—telah mengembangkan obat ini sejak bertahun-tahun yang lalu.”Daffa mengangguk. “Iya, aku tahu itu.”Dengan raut wajah yang berubah menjadi ekspresi yang rumit tapi sedikit senang, Shelvin menjawab, “Iya, tapi yang ingin kuberi tahu padamu adalah bahwa orang-orang itu belum berhasil.”“Itu mungkin saja,” kata Daffa dan dia mengangguk setelah jeda yang panjang. Dia berpikir meskipun tokoh-tokoh menge

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 580

    Meskipun hal itu mustahil, Erin melakukannya.Tatapan Daffa menajam pada Erin. Daffa tahu kecerobohannya telah membuat Erin berada dalam kondisinya saat ini dan Daffa menyalahkan dirinya sendiri karena hal itu. Mata menyipit dengan penuh tekad, Daffa menembakkan kekuatan jiwanya ke depan.Pada saat itu, kekuatan jiwa abu-abu Erin sudah setengah jalan keluar dari tubuhnya, tapi memberontak sekeras mungkin untuk tetap berada di dalam tubuh Erin.Daffa tidak pernah melihat situasi seperti itu sebelumnya, jadi dia menatap ke bawah ke lengannya dan memanggil, “P ….”Seperti jarum jam, Teivel muncul sebelum Daffa bisa selesai mengatakan “Pak.” Teivel melirik gas itu sambil tersenyum. Sosoknya kemudian berpindah ke belakang Daffa untuk berkata, “Itu hanyalah seberkas kekuatan jiwa biasa. Satu-satunya alasan ia menahan seranganmu adalah karena pemiliknya menggabungkan darahnya ke dalamnya.”Serentak, dia melambaikan lengannya ke meja di depan, membuat gelas Daffa di atas meja melayang di

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 579

    Alicia mengangguk dengan muram—itu adalah metode yang dia pelajari dari Daffa. Tampaknya semua orang akan takut pada Alicia jika dia menunjukkan ekspresi ini. Dia kemudian berbalik untuk pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.Erin membeku di tempatnya dalam waktu yang lama. Di suatu titik, dia mendengus, merasa kehabisan kata-kata dan marah terhadap tingkah laku Alicia. Meskipun demikian, Erin berbalik dan langsung berjalan pergi, setiap langkahnya kian berat.Ketika Erin tiba di tangga lantai kedua dan berjalan melewati ruangan Briana, dia mendengar seseorang berkata, “Erin? Apakah itu kamu?”Berhenti mendadak, Erin menipiskan bibirnya dengan rasa bersalah. Dia telah melupakan satu hal penting—seperti Briana, Daffa adalah ahli bela diri terbangkit. Maka, Daffa bisa mendengar segala hal di dalam hotel.“Iya, ini aku. Apakah ada masalah?” Erin berjalan dengan lebih ringan dan berbicara dengan lebih lembut dibandingkan sebelumnya ketika berjalan memasuki ruangan Briana.“Tidak.” Brian

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 578

    Daffa menatap ponselnya dengan datar. Tidak ada yang bisa mengetahui apa yang sedang dia pikirkan, bahkan Alicia yang telah menguping panggilan telepon itu dari awal sekalipun.Keheningan selama beberapa saat berlalu sebelum Alicia mengumpulkan keberanian untuk menghampiri sisi Daffa. Dia menjaga jarak sejauh dua langkah dari Daffa sambil berbicara, “Tuan, bukankah sebaiknya kita pergi dan selamatkan Kate? Lagi pula, dia belum melakukan kesalahan apa pun selama ini.”Meskipun Daffa menoleh untuk bertatapan dengan Alicia, butuh beberapa saat sebelum Daffa menghela napas dan menjawab, “Benar, dia tidak bersalah. Namun, orang yang terbaik untuk menangani hal ini bukan kita.”Daffa berbicara tanpa perasaan, seperti bagaimana dia menatap Alicia.Suara itu tidak hangat sama sekali hingga tubuh Alicia secara naluriah gemetar. Alicia tidak lagi berani bertatapan dengan Daffa pada saat itu.Menghela napas, Daffa bertanya, “Apakah kamu sadar yang kamu lakukan sekarang sama seperti apa yang

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 577

    Barulah saat itu Daffa menyadari bahwa Teivel membohonginya. Buku itu belum sedikit pun puas dengan pasokan energi Daffa. Namun, dia sudah melakukannya sejauh ini. Maka dari itu, Daffa tidak memiliki alasan untuk menyerah.Dia menggertakkan giginya dan terus memaksakannya sampai tetes terakhir kekuatan jiwanya keluar dari tubuhnya. Tidak lama, keringat membasuhinya dari kepala sampai kaki. Ketika dia kehabisan tenaga dan ingin menyerah, dia merasakan kekuatan jiwa yang kuat mengalir keluar dari sisinya—itu adalah kekuatan jiwanya.Kekuatan jiwa itu meledak dari dalam dirinya, tertuang ke dalam buku yang kemudian bergetar hebat. Kemudian, semuanya mereda.Kerutan terukir di wajah Daffa saat dia akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Rasa syukur memenuhi dadanya pada saat itu selagi dia berpikir, “Jika bukan karena Teivel, aku tidak akan menyadari bahwa aku punya potensi sebesar itu.”Teivel berdiri di samping sambil menyeringai bangga, suaranya terdengar lebih ringan dibandingk

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 576

    Keheningan terus berlanjut hingga pria itu terkekeh. “Kamu tidak perlu sepanik itu. Bukuku dan aku telah lama ada di tubuhmu selama beberapa waktu. Aku hanya menampilkan diriku sekarang karena luka-lukaku telah sepenuhnya pulih. Daffa Halim, kurasa kamu sebaiknya memanggilku dengan hormat sebagai mentormu.”Daffa masih terkejut membeku saat ditatap oleh pria itu. Rasanya hampir seperti ayahnya sedang memandangnya pada saat itu, jadi dia membutuhkan waktu untuk kembali tersadar. Setelah mengangguk dengan ragu-ragu, dia hendak melakukan sesuai yang diperintahkan ketika suara tenang pria itu berbicara lagi.“Panggil aku ‘Pak,’ seperti kamu menyebut sosok ayah,” kata pria itu.Mulut Daffa menganga lebar lagi.Namun, pria itu tampaknya tidak kesal oleh sambutan Daffa yang tertunda. Alih-alih, dia tersenyum lebih lebar dan menambahkan, “Aku adalah orang Timur. Keterampilan bela diri yang sekarang sedang kamu pelajari juga berasal dari Timur. Itulah sebabnya aku ingin kamu menyebutku seba

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status