Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj
”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena
Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan. Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus. Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya. Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah
Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.“Tuan Muda Halim, lewat sini.”Daffa menghela nafas. Dari menerima kart
Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a
Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka
Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tan
Semua orang menunggu-nunggu mesin pemindai tersebut berubah menjadi hijau, yang berarti Daffa telah benar membayar pakaiannya. Namun, bukan itu yang terjadi. Warnanya malah berubah menjadi merah, yang hanya berarti satu hal.‘Transaksi Anda gagal.’Sarah dan Dilan tertawa terbahak-bahak ketika mereka mendengar suara tersebut setelah mesinnya berubah menjadi merah. Ternyata mereka benar. Daffa hanya berpura-pura menjadi orang kaya. Dia hanya datang ke sini untuk membuang-buang waktu mereka. Mereka benar. Daffa tidak mungkin bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Mereka benar-benar berkhayal ketika sesaat memercayai bahwa dia bisa membayarnya.Dana, pramuniaga yang membantu Daffa memilih pakaian-pakaiannya sangat sedih dan kecewa. Dia pikir kepercayaan diri yang Daffa tunjukkan ketika dia menawarkan untuk membayar pakaiannya berarti dia benar-benar bisa membayarnya. Ternyata itu semua hanya kebohongan.Beberapa orang yang berkumpul untuk menonton drama itu mulai bergosip d
Jauhar menegang, tapi dia tetap berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan senyumannya. “Aku belum melihat teman-teman ayahmu dalam waktu yang lama, terutama setelah orang tuamu meninggal. Mereka semua memiliki alasan tersendiri untuk pergi.” Dia menarik napas dalam-dalam. Daffa tahu Jauhar merasa terganggu. Jauhar melanjutkan, “Pada saat itu, aku tidak dapat menerima kematian ayahmu dan aku akan menghargai kehadiran mereka. Setidaknya, itu akan membuatku merasa seperti dia masih hidup. Aku tahu mereka tidak diwajibkan untuk melakukan apa pun, tapi mereka bahkan tidak repot-repot menghadiri pemakamannya. Aku menolak memercayai satu hal pun yang mereka katakan!”Dia berusaha keras untuk menahan agar amarahnya tidak meledak-ledak, tapi dia mau tidak mau tetap gemetar. “Kamu tidak boleh memercayai mereka sepenuhnya, jadi ingatlah untuk jangan percayai ucapan mereka mentah-mentah. Lagi pula, tidak ada jaminan mereka tidak berteman dengan ayahmu dengan niat tersembunyi. Siapa yang tahu
“Ya, aku mengkhawatirkan hal yang sama. Tidak ada sihir ataupun meditasi yang akan menjaga jantung seseorang terus berdetak selama lima abad kecuali jantung yang berdetak di dalam mereka sekarang bukan milik mereka, atau ada hal lain dalam hal ini yang tidak kita ketahui.” Teivel menghela napas. “Bagaimanapun, sejarah kembali terulang. Apa yang terjadi lima abad yang lalu terjadi lagi sekarang.Daffa menggigit bibirnya dan mengernyit dalam-dalam. Kemudian, dia berkata, “Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah situasi ini menjadi makin parah? Aku sejujurnya tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kukira aku sudah memberantas orang-orang berjubah hitam, tapi di sinilah mereka, muncul di hadapanku lagi.”Teivel tertawa, tapi itu bukan tawa menghina. Dia berkata, “Mereka tidak bisa diberantas—tidak dengan cara yang kamu pikirkan—karena tidak ada yang bisa menghentikan dalang utamanya setelah aku mati. Aku mengenal lawanku dengan baik. Dia pasti telah melemparkan dirinya sendiri
“Orang yang membawakan petinya bilang mereka adalah hadiah darimu dan menyuruhku membukanya ketika kami dalam bahaya. Aku tidak berniat membukanya, tapi aku tidak sengaja tersandung salah satunya ketika sedang mengambil hal lain. Barulah saat itu aku menyadari bahwa ada orang di dalam peti-peti ini!”Napas Teivel menjadi lebih cepat. Jauhar menyadarinya dan dia terdiam, menatap Teivel dengan gugup. “Kamu tidak terlihat baik-baik saja sekarang dan itu membuatku cemas. Aku juga ada beberapa pertanyaan.”Teivel memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya kembali. Mendengar perkataan Jauhar, Teivel mengangguk dan berkata, “Silakan katakan.”Jauhar menelan ludah dan berkata dengan gemetar, “Sepertinya apa pun yang kamu perintahkan untuk mereka berbeda dari apa yang sebenarnya terjadi.”Teivel tidak menjawabnya. Alih-alih, dia menoleh ke arah Jauhar dan bertanya, “Oh? Apa yang membuatmu berkata seperti itu? Kuperingati bahwa tidak baik bagimu jika kamu meng
Jauhar terdiam, tatapannya berpindah-pindah antara ke lengan Daffa dan orang-orang berjubah hitam yang berlutut di lantai. Teivel khawatir Jauhar tidak dapat memahaminya, jadi dia kembali menggunakan bahasa normal. Aksennya kuat, tapi itu lebih baik daripada menggunakan bahasa kuno seperti sebelumnya. Dia berkata pada orang-orang berjubah hitam itu, “Aku sudah bukan lagi tuan kalian. Kalian adalah milik Keluarga Halim, jadi seharusnya kamu tidak berbicara mewakili aku.”Jauhar sudah kembali tenang. Dia berkata, “Itu tidak penting.”Daffa mengangkat sebelah alisnya melihat ketenangan kakeknya. Dia tahu Jauhar akan beradaptasi dengan hal ini, tapi dia tidak menduga itu akan terjadi dengan sangat cepat. Dia mau tidak mau memberikan jempol pada Jauhar di dalam hatinya—seperti yang diharapkan dari kepala Konsorsium Halim!Pada saat ini, Jauhar berkata dengan serius, “Aku tahu kamu kuat—kamu telah memberi kami banyak bantuan di masa lalu. Namun, aku masih khawatir kamu akan melukai cucuku
Bram merasa hatinya mulai berpacu ketika dia melihat Daffa dan Jauhar berpelukan. Dia bisa merasakan pembatas tipis di antara Daffa dan seluruh dunia, tapi tidak peduli setipis apa itu, tidak ada yang bisa melewatinya. Namun, sekarang, semuanya berbeda. Bram tersenyum lega. Jauhar adalah pria tua yang telah kehilangan putra dan menantunya, tapi setidaknya mereka telah meninggalkan seorang cucu untuknya.Sayangnya, sebuah kecelakaan menyebabkan Jauhar dan cucunya terpisah selama bertahun-tahun. Daffa dan Jauhar adalah satu-satunya keluarga satu sama lain yang tersisa, tapi mereka telah menjadi orang asing seiring berjalannya waktu. Hingga satu bulan sebelum mereka melacak Daffa, Bram telah kehilangan harapan untuk menemukannya, tapi kenyataannya telah membuktikan bahwa keajaiban bisa terjadi. Dia sangat tersentuh hingga dia bahkan tidak dapat berbicara.Jauhar sudah kembali tenang. Dia sangat gembira bertemu Daffa, tapi ada hal-hal yang lebih penting. Dia melepaskan Daffa. Dia masih t
Erin berada persis di belakang Daffa. Dia merasakan mata Bram tertuju padanya dan menundukkan kepalanya, tidak berani bertatapan dengannya. Erin tahu dia masih kurang berpengalaman dalam hal ini. Setiap kali Daffa berada dalam masalah atau bahaya, Erin tidak dapat melindungi Daffa.Sebaliknya, Daffa-lah yang selalu melindungi Erin. Erin mau tidak mau merasa bersalah dan penuh penyesalan.Bram menghela napas, tapi tidak menegurnya saat itu juga. Bram hanya mengikuti Daffa dari kejauhan, mengawasinya hingga Daffa telah meninggalkan bandara. Daffa berhenti di hadapan limosin panjang yang dikustomisasi dengan mesin spesial.Daffa tidak pernah melihatnya sebelumnya, jadi dia menoleh ke arah Bram dengan tatapan ingin tahu. Bram tersenyum dan berkata dengan penuh hormat, “Tuan Jauhar memesan mobil ini untuk Anda karena Anda selalu membawa banyak orang bersama Anda sekarang. Mereka tidak boleh terlalu jauh dari Anda atau mereka tidak akan bisa memastikan keselamatan Anda. Mobil ini akan mem
Kemudian, Daffa fokus pada layar, alisnya sedikit berkerut. Dia tidak mengerti bagaimana video itu bisa disunting untuk membuatnya terlihat seperti dia telah mengganggu gadis itu tanpa alasan.Erin mengernyit. “Tuan, mungkinkah gadis itu pelakunya?”Daffa menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu, tapi kurasa dia tidak sebodoh itu. Ini tidak menguntungkan dia sedikit pun.” Daffa terdengar dan terlihat tenang dan dia berjalan ke depan dengan percaya diri. Erin memasukkan ponselnya ke dalam saku dan mengikuti Daffa tanpa bersuara. Saat mereka berjalan ke luar jalur naratama, mereka dikelilingi oleh kamera yang berkedip dan beberapa reporter menghalangi jalan mereka. Alis Daffa berkerut dalam dan dia memasukkan tangannya ke dalam saku, terlihat tidak senang. Dia menoleh ke arah Erin dan berkata, “Hubungi departemen legal dan suruh mereka selesaikan ini sekarang juga.”Matanya dingin dan dia berbalik untuk kembali berjalan maju. Erin mengangguk dan mengeluarkan ponselnya. Pada saat ini,
Gadis itu memekik, “Pertama-tama, aku tidak merasa aku kelewatan—aku hanya ingin kamu minta maaf padaku dan bukan pada orang lain! Kedua, permintaan maafmu tidak membuatku puas. Sebaliknya, itu hanya membuatku makin kesal! Ketiga, pesuruhmu menegurku, padahal aku tidak salah apa-apa, jadi kamu harus memecat dia! Kalau kamu tidak melakukan segala hal yang baru saja kukatakan … aku tidak memiliki pilihan lain selain menyebarkan ini di seluruh internet. Ketika itu terjadi, kamu akan dikritik oleh semua orang. Kuharap kamu cukup kuat untuk menerimanya!” Dia menengadahkan kepalanya tinggi-tinggi, terlihat puas dengan dirinya sendiri.Daffa menyipitkan matanya. Kesabarannya untuk gadis itu sudah habis, jadi Daffa menegakkan tubuhnya dan berjalan mundur. Gadis itu menyeringai, berpikir Daffa akan berusaha sekuat tenaga untuk meminta maaf padanya. Sayangnya baginya, ponselnya meledak terbakar. Panasnya sangat intens hingga gadis itu merasa seperti kulitnya terbakar.Dia mengeluarkan teriakan
Suara Daffa menjadi jauh lebih lembut. “Kamu boleh duduk. Tidak akan ada yang terjadi pada pesawatnya.”Di sisi lain, Erin sudah mengambilkan baju ganti untuk Daffa dari tasnya. Erin menyerahkannya pada Daffa dengan kedua tangannya, bersamaan dengan beberapa tisu basah dan kering. “Tuan, Anda tidak bisa mandi di pesawat, jadi Anda hanya bisa menggunakan ini saja.”Daffa tidak menduga ini dan dia pun tersenyum. Dia mengangguk dan berkata, “Terima kasih.” Lalu, dia bangkit berdiri dan beranjak ke kamar kecil dengan pakaian dan tisu basah itu. Tepat ketika semua orang berpikir dia akan menutup pintunya dan berganti baju, Daffa tiba-tiba berhenti dan menoleh untuk memandang sebuah pojokan pesawat itu. Seorang gadis yang terlihat seperti berusia sekitar 18 tahun duduk di sana.Daffa menyipitkan matanya dan berjalan menghampirinya. Orang-orang yang Daffa lewati merasa bulu-bulu mereka berdiri karena rasa takut mereka. Gadis itu memandang Daffa dengan takut-takut, tapi matanya terlihat ker