Share

Bab 5

Author: Benjamin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Daffa berjalan tanpa tujuan selama lebih dari satu jam. Setelah berjalan lama, dia mulai merasa lelah. Rasa lelah dari perkelahiannya, kandasnya hubungannya dengan Sarah, dan penahanannya di kantor polisi akhirnya mulai mengambil alih.

Dia melihat ke sekitarnya dan melihat bahwa dia sedang berada di taman yang kosong. Bulan di langit menerangi taman tersebut dengan begitu terang, membuat suasana yang tenang dan tenteram. Daffa memeriksa waktu dan sekarang sudah lebih dari tengah malam. Dia duduk di bangku taman dan menutup matanya.

Kejadian-kejadian di hari itu memenuhi pikirannya dan segudang emosi mengalir dalam hatinya. Daffa tidak pernah menyesali fakta bahwa dia terlahir miskin, tapi dia menyesali menjadi orang miskin hari ini. Bukankah akan keren jika dia memiliki kekayaan yang melimpah? Kalau begitu, tidak akan ada yang bisa meremehkannya lagi. Dia tidak akan kehilangan Sarah oleh seseorang seperti Dilan. Lagi pula, jika dia sangat kaya, wanita cantik tidak akan menjadi masalah terbesarnya.

Dia menghela nafas. Itu hanya harapan-harapannya. Dia tidak spesial dan dia tidak memiliki kekayaan yang melimpah. Dia hanyalah Daffa Halim, mahasiswa yang miskin.

Daffa terduduk di sana dalam diam, memandangi bulan yang berwarna perak dan bintang-bintang yang berhamburan di langit. Dia masih memandangi bintang-bintang ketika ponselnya berdering.

Karena perkelahiannya dengan Dilan, layar ponselnya telah retak di beberapa tempat, jadi dia tidak bisa melihat dengan jelas nama orang yang meneleponnya. Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, dia memutuskan untuk mengabaikannya. Mungkin saja itu teman-teman asramanya yang mengkhawatirkannya dan memutuskan untuk meneleponnya.

Setelah beberapa dering, telepon itu berhenti. Daffa baru saja akan kembali memandangi bintang-bintang ketika ponselnya berdering lagi. Dia mengabaikan telepon itu lagi dan kembali melanjutkan apa yang sedang dia lakukan. Namun, orang yang meneleponnya gigih sekali. Setelah telepon yang ke-14, Daffa akhirnya mengangkatnya.

“Halo? Apakah kamu tahu sekarang sudah jam berapa? Tidak bisakah kamu peka sedikit?” kata Daffa dengan marah ke telepon tersebut. Dia tidak peduli siapa yang meneleponnya. Teman-teman asramanya tidak akan segigih itu untuk terus menelepon seseorang yang telah mengabaikan teleponnya sebanyak 14 kali!

“Halo, apakah ini Daffa Halim?” tanya penelepon tersebut dengan nada yang berwibawa, mengabaikan Daffa yang baru saja menunjukkan kekesalannya.

“Benar, ini Daffa Halim dan aku bersumpah jika kamu tidak memiliki alasan kuat untuk terus meneleponku di tengah malam, aku akan menemukanmu dan menghajarmu!” teriak Daffa, melampiaskan kekesalannya yang tertahan selama berjam-jam pada orang tersebut.

“Mohon maaf atas ketidaksopanan saya, Tuan Muda Halim,” jawab penelepon itu. Nada suaranya terdengar penuh hormat yang membuat Daffa kebingungan.

“Tuan Muda Halim?” tanya Daffa, benar-benar kebingungan.

“Benar, Tuan Muda Halim. Mohon maaf atas ketidaksopanan saya. Ada banyak yang perlu saya katakan yang tidak bisa dilakukan melalui telepon. Apakah Anda bisa memberi tahu lokasi Anda sekarang? Saya akan menjemput Anda ke sana sesegera mungkin,” kata orang itu.

Daffa terdiam. Rasa curiga terpampang di wajahnya. Dia tidak tahu siapa orang yang meneleponnya itu, jadi bagaimana bisa dia memberi tahu lokasinya sekarang begitu saja? Bagaimana jika dia adalah penculik yang ingin menculiknya?

Daffa tiba-tiba menertawai dirinya sendiri. Penculik? Tidak mungkin. Dia itu semiskin tikus gereja. Penculik biasanya melakukan riset sebelum menculik seseorang. Mereka tidak mungkin membuang-buang waktu mereka untuk seseorang semiskin dan semengenaskan dia.

Dia menghela nafas sebelum memutuskan untuk memberi lokasinya pada orang itu. Dia juga tidak akan rugi. Jika penelepon tersebut memang benar penculik, maka ketika mereka menyadari bahwa dia adalah orang miskin, mereka akan membebaskannya. Lagi pula, dia tidak memiliki selembar uang pun sekarang.

“Baiklah, Tuan Muda Halim. Saya akan ke sana sesegera mungkin. Tolong jangan pergi ke mana-mana,” kata orang itu sebelum memutus telepon.

Daffa memandangi ponselnya sebelum menghela nafas. Dia mengenyampingkan kemungkinan bahwa orang itu adalah penculik dan sekarang berpikir bahwa itu mungkin orang iseng. Lagi pula, penculik macam apa yang akan memanggil korban mereka ‘Tuan Muda Halim?’

Daffa menutup matanya dan menyenderkan kepalanya di bangku taman, menikmati angin sejuk yang mengelus kulitnya. Dia menghela nafas lagi. Tidak masalah baginya jika itu telepon iseng ataupun bukan. Ketika pikirannya kembali lurus, dia akan meninggalkan taman dan kembali ke asramanya. Dia mungkin miskin, tapi dia bukan tunawisma, dan dia tidak ingin dikira sebagai tunawisma.

Empat puluh menit setelah telepon tersebut berakhir, Daffa mendengar suara mobil mendekat. Dia membuka matanya dan mulutnya menganga terkejut. Wajar saja, dia tidak pernah menyangka akan melihat sesuatu seperti ini.

Sebuah mobil berwarna putih dan emas datang dan berhenti beberapa meter dari bangku taman tempat Daffa duduk. Walaupun Daffa miskin, bukan berarti dia tidak bisa membedakan mobil mewah sekali lihat. Lagi pula, dia adalah mahasiswa Universitas Praharsa, universitas ternama yang terdapat banyak anak-anak kaya.

Pintu mobil tersebut terbuka dan seorang pria turun dari mobil. Pria itu terlihat berusia akhir 40-an dan berpakaian dengan mewah. Setelan tiga potong berwarna putihnya terdapat lapisan permata mahal yang berserakan di sekelilingnya, dan permata itu berkilauan di malam hari. Rambutnya hitam legam, tapi ada beberapa helai yang sudah memutih. Namun, rambutnya ditata dengan rapi.

Daffa menatap pria itu kebingungan. Dia bertanya-tanya apa yang pria hebat sepertinya lakukan di tempat itu. Setiap langkah yang diambil pria itu menandakan kemewahan dan Daffa mendapati dirinya berkeringat dingin.

Bagaimana jika pria ini adalah ayah Dilan Handoko yang mendatanginya untuk membalas dendam anaknya? Masuk akal jika dipikirkan. Lagi pula, tidak ada pria kaya yang akan menyukai jika orang jelata sepertinya menganiaya dan memukuli anaknya sendiri.

Ketika pria itu mendekati Daffa, Daffa dengan buru-buru berlutut dan meletakkan kepalanya di tanah.

“Maafkan aku, Tuan Handoko! Aku yang salah. Semuanya salahku. Kumohon maafkan aku,” pinta Daffa. Jika itu terjadi sebelum dia dibawa ke kantor polisi, Daffa tidak akan memohon-mohon mau bagaimana pun. Namun, seseorang sepertinya yang tidak bisa membayar denda 75 juta rupiah sendiri tidak akan kuasa untuk menyinggung seseorang sekaya Tuan Handoko. Dia benar-benar harus lulus, kalau tidak semua usahanya akan sia-sia.

“Tuan Handoko?” kata pria itu, terdengar kebingungan. Namun, ketika dia melihat Daffa berlutut, dia juga ikut berlutut tanpa memikirkan pakaiannya yang mahal dan bersih dan membantu Daffa bangkit pada kedua kakinya sendiri.

“Tuan Muda Halim, apakah Anda mencoba membunuhku?” tanya pria itu, suaranya terdengar bingung dan takut.

Daffa menatap pria itu terkejut.

“Tuan Muda Halim?”

Pria itu mengangguk dan Daffa meneteskan air mata dari ujung matanya.

“Benar. Saya akhirnya menemukan Anda, Tuan Muda Halim.”

Related chapters

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 6

    ”Apakah kamu yakin tidak salah orang?” tanya Daffa dengan nada yang skeptis. Dia benar-benar kebingungan kenapa orang kaya sepertinya akan bersikap penuh hormat dan memanggilnya ‘Tuan Muda Halim.’“Tentu saja tidak, Tuan Muda Halim.” Pria tersebut menjawab dengan nada yang meyakinkan. Dia telah mencari begitu lama dan akhirnya menemukan tuan muda itu di sini. Tidak mungkin dia salah orang.Daffa menatap pria itu lagi. Awalnya, dia kira telepon tersebut adalah kasus penculikan, lalu mengira bahwa itu adalah telepon dari orang iseng. Namun, sepertinya kenyataannya jauh sekali dari yang dia kira. Ada pria kaya raya yang memanggilnya Tuan Muda Halim.“Tolong ikut saya, Tuan Muda Halim. Tuan saya sudah menunggu untuk menemui Anda sejak lama sekali.”Daffa menatap pria paruh baya itu lagi. Semua hal terjadi begitu cepat baginya. Belum sehari penuh sejak dia putus dengan Sarah dan sekarang seseorang yang belum pernah dia temui mengaku bahwa tuannya yang tidak dia kenal itu ingin menemuiny

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 7

    Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 8

    ”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 9

    Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan. Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus. Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya. Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 10

    Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.“Tuan Muda Halim, lewat sini.”Daffa menghela nafas. Dari menerima kart

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 11

    Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 12

    Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 13

    Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tan

Latest chapter

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 413

    “Jelas-jelas kamu adalah bocah tidak dikenal. Aku tidak tahu bagaimana kamu memenangkan hati keluarga kecilmu dan membuat mereka membelikanmu jam tangan mahal itu, tapi biar kuberi tahu ini. Jika aku adalah kamu, aku akan mengembalikan jam tangan itu atau setidaknya menghadiahkannya untuk orang lain untuk mendapatkan keuntungan untuk keluargaku!” perintahnya.“Apa yang baru saja kamu katakan sangat kontradiktif. Sebelumnya, kamu mengaku bahwa jam tanganku adalah tiruan. Namun, sekarang kamu mengatakan bahwa keluargaku menghadiahiku jam tangan yang asli.” Daffa menaikkan sebelah alisnya. Dia berbicara dengan begitu tenang sehingga semua orang bisa mendengar ancaman terselubung di balik suaranya.Tidak perlu menjadi genius untuk mengetahui bahwa suasana hati Daffa sedang buruk saat itu. Menghela napas, Daffa mengepalkan tangannya dan meretakkan buku-buku jarinya lagi. Namun, kali ini, dia melanjutkannya dengan membungkuk, mengulurkan tangannya, dan mengangkat direktur yang sangat gemuk

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 412

    Daffa bahkan tidak bisa menjamin bahwa direktur bodoh itu dapat memahami apa yang akan dia katakan, jadi dia tetap terdiam. Namun, dia terkejut karena direktur itu menganggap diamnya dia sebagai tanda kekalahan.Direktur itu menganggap hal itu sebagai konfirmasi bahwa Daffa sedang memakai barang tiruan. Oleh karena itu, dia mendongakkan dagunya pada Daffa dengan angkuh dan berbicara lebih lantang daripada sebelumnya. “Kenapa kamu tidak menjawab? Apakah itu karena tebakanku benar dan kamu sekarang takut?”Daffa tidak ingin menghabiskan energinya menjelaskan hal-hal pada direktur itu lagi, jadi Daffa hanya menghampiri pria itu untuk menekankan, “Aku adalah orang yang pemarah dan aku yakin kamu sudah mendengarnya dari orang lain beberapa hari belakangan. Namun, yang membuatku terkejut adalah kamu bersikeras untuk membuatku kesal.”Seraya dia menggelengkan kepalanya, dia meretakkan buku-buku jarinya, mengeluarkan suara yang renyah dan menakutkan.Setelah mendengarnya, lutut direktur it

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 411

    “Konyol sekali. Apakah kamu sudah lupa? Kamu menelepon dan mengirimnya pesan di hadapanku, berkata bahwa kamu melakukan semua hal ini karena kamu jatuh cinta pada wajah tampannya di televisi. Ini semua tidak akan terjadi jika dia mau berpacaran denganmu!”Senyum sinis tersungging di wajah direktur itu seraya dia mengejek, “Lagi pula, sepertinya kamu salah paham. Kamu bukan wanitaku.”Daffa merasa sangat jijik dengan kedua orang itu hingga tenggorokannya terasa tercekit.“Kalau kalian memanggilku kemari hanya untuk membanggakan mengenai bagaimana kalian akan memaksakan aku melakukan kekerasan, yah, aku bisa mengatakan ini—kalian pada dasarnya sedang cari mati dengan melakukan itu!” sela dia sambil mengulurkan tangan ke atas untuk memijat pelipisnya.“Membasmi musuh-musuhku adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Namun, sekarang, aku tidak masalah.”Dengan begitu, dia berjalan di ruang kerja itu dan duduk di sofa, dengan santai menyilangkan kakinya di atas kakinya yang lain.Seme

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 410

    Daffa menambahkan, “Karena kalian berdua memanggilku kemari, kurasa baru adil jika kalian berdua menghadapiku untuk menangani permasalahan ini.”Direktur itu bangkit berdiri dari sofa. Perutnya yang bergelambir bergoyang-goyang seperti jeli saat dia berlari ke arah pintu. Hanya butuh waktu kurang dari sedetik baginya untuk melakukannya.Dahlia melihat segalanya terjadi, matanya membulat tertarik oleh adegan konyol itu. Dia tahu direktur itu baru-baru ini bertambah berat badan banyak, jadi dia tidak pernah melakukan pergerakan yang besar. Itu adalah pertama kalinya Dahlia melihatnya.Ketika direktur itu akhirnya tiba di pintu, dia meletakkan satu tangan di pinggangnya sambil membungkuk dan terengah-engah. Napasnya begitu cepat sampai siapa pun akan merasa khawatir dia akan pingsan di detik selanjutnya.Berdiri di samping, Dahlia menundukkan kepalanya, tapi itu bukan karena dia khawatir. Dia melakukan itu untuk menyembunyikan senyumannya. Lagi pula, Daffa sudah membuka pintu, jadi di

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 409

    Napas kepala penjaga keamanan itu berpacu, menggelitik kulit Daffa. Namun, tidak ada yang jahat dari ekspresi wajahnya. Rasa ingin tahu berbinar di matanya saat dia bertanya, “Kenapa kamu tidak menghentikan aku masuk? Hanya ada kamu dan aku di lift ini, jadi kamu bisa dengan mudah menghancurkan kamera pengawas dan menyerangku jika kamu ingin. Sudah jelas bahwa aku bukanlah tandinganmu. Aku yakin aku akan kalah jika kamu menyerangku sekarang.”Dia menatap Daffa dengan percampuran emosi yang rumit, tapi satu hal yang tidak dia rasakan adalah rasa takut. Berdiri di hadapan Daffa, dia meletakkan kedua tangannya di samping tubuhnya sambil mengangkat kepalanya dengan santai.Daffa mengembalikan pandangan penjaga itu. Tidak lama, lift itu pun tiba di lantai ke-10 dan senyuman terukir di wajah Daffa.“Yah, kalau begitu aku harus membuat harapanmu menjadi kenyataan.” Setelah mengatakan itu, dia mengulurkan tangannya.Walaupun tidak ada yang terlihat tidak biasa dari tindakannya, itu mencipt

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 408

    “Kami peringatkan, pergilah sekarang juga! Kalau tidak, kami akan memanggil polisi untuk menanganimu!” seru penjaga keamanan itu.“Aku menantikan saat itu terjadi.” Daffa hanya tersenyum kepada mereka dan mendorong salah satu penjaga keamanan itu kesamping dengan menggenggam kerahnya.Saat itulah pintu lift terbuka. Banyak orang di dalam lift itu ingin keluar, tapi mereka bisa merasakan ketegangan yang menyesakkan di luar ketika pintunya terbuka, jadi mereka tidak berani bergerak.Pandangan Daffa menyapu mereka dan ketika semua orang di dalam masih gemetar kabur dari dalam lift, perhatiannya kembali tertuju pada penjaga keamanan.“Seseorang dari tempat ini menyuruhku untuk datang kemari. Oleh karena itu, kuminta kamu biarkan aku menemuinya sekarang atau aku tidak bisa menjamin apakah kamu akan berakhir disingkirkan seperti gerbang keamanan tadi. FT TV telah melakukan kejahatan yang mengerikan. Mereka melaporkan beberapa berita palsu dan memutarbalikkan kebenarannya. Karena itu, kes

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 407

    Karena keadaan yang rumit itu, Kota Almiron hanya memiliki satu jaringan televisi—FT TV.Daffa awalnya mengira kedatangannya yang tiba-tiba tidak akan menarik perhatian siapa pun, tapi dia telah meremehkan pria yang berbicara di telepon sebelumnya.Pria itu tahu Daffa akan muncul, jadi dia sudah memerintah seseorang untuk menunggu kedatangannya di pintu utama jaringan televisi itu. Sayangnya, perkiraannya sedikit melenceng dan Daffa tiba di sana 20 menit lebih lambat daripada yang diprediksi.Jengkel, pria itu mengamuk di dalam hatinya, “Tidak ada yang berani memperlakukan aku seperti ini kecuali mereka tidak tahu siapa aku dan kekuasaanku!”Dengan begitu, dia bangkit dari sofa dan berdiri. Pergerakannya yang tiba-tiba membuat lututnya membentur dan menjegal Dahlia yang selama ini berlutut di sampingnya.Rasa sakit dan kekejutan menyebabkan Dahlia berteriak tajam saat dia terjatuh, kedua telapak tangannya menekan lantai untuk menjaga agar dia tetap duduk tegak. Dia menatap pria it

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 406

    Daffa menghela napas dengan getir, menambahkan, “Itu adalah sesuatu yang akan kuubah setelah aku kembali ke kantor. Namun, sebelum kita melakukan itu, kamu harus beristirahat karena kamu harus sehat sepenuhnya untuk membantuku menyelesaikan hal-hal ketika kita kembali ke West Atlantics Int’l. Lagi pula, kamu belum pernah ke sana sebelumnya, jadi bekerja di sana akan membebanimu. Satu-satunya perbedaan mengenai West Atlantics Int’l adalah tidak ada yang akan berani melukaimu di bawah pengawasanku. Kamu aman di sana dan itu lebih baik daripada tempat ini.”“Iya. Tidak akan ada yang berani melukai saya di West Atlantics Int’l karena Anda adalah pemilik perusahaannya. Itu adalah markas Anda,” jawab Briana yang tersenyum dan mengangguk dengan penuh keyakinan.Kepercayaan penuh itu membuat jantung Daffa berdebar kencang saat itu juga. Setelah dia menyadari detak jantungnya yang menggila, ujung matanya berkerut menatap Briana dengan rasa ingin tahu.Kemudian, dia memalingkan pandangannya d

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 405

    Pria botak itu lalu merebut ponsel dari tangan Dahlia dan berteriak dengan suara yang memicu rasa takut orang lain.“Sebaiknya tunjukkan dirimu di hadapanku sekarang. Kalau tidak, aku bisa menjamin kamu akan berakhir mengenaskan. Ketahuilah ini—aku lebih bernilai daripada Dahlia. Kuharap kamu cukup pintar untuk tidak meremehkan kekuatan pendapat publik.”Dia mematikan telepon setelah mengatakannya.Sementara itu, alis Daffa berkerut setelah mendengar klik dari ujung telepon lainnya. Segala hal berjalan di luar rencana awal Daffa. Dia mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat waktu sebelum mengembalikan tangannya ke pinggangnya.Di saat yang sama, dia duduk di kursi pengemudi, mengetuk dasbor dengan tangannya yang lain, dan menghela napas.Briana sudah memasuki mobil, wajahnya berkerut dengan kekhawatiran ketika dia melihat raut wajah Daffa.“Tuan, saya adalah ahli bela diri terbangkit. Walaupun saya tidak lebih terampil dari Anda—oh, yah, itu tidak penting ….” Sebelum dia bi

DMCA.com Protection Status