Share

Bab 5

Author: Benjamin
Daffa berjalan tanpa tujuan selama lebih dari satu jam. Setelah berjalan lama, dia mulai merasa lelah. Rasa lelah dari perkelahiannya, kandasnya hubungannya dengan Sarah, dan penahanannya di kantor polisi akhirnya mulai mengambil alih.

Dia melihat ke sekitarnya dan melihat bahwa dia sedang berada di taman yang kosong. Bulan di langit menerangi taman tersebut dengan begitu terang, membuat suasana yang tenang dan tenteram. Daffa memeriksa waktu dan sekarang sudah lebih dari tengah malam. Dia duduk di bangku taman dan menutup matanya.

Kejadian-kejadian di hari itu memenuhi pikirannya dan segudang emosi mengalir dalam hatinya. Daffa tidak pernah menyesali fakta bahwa dia terlahir miskin, tapi dia menyesali menjadi orang miskin hari ini. Bukankah akan keren jika dia memiliki kekayaan yang melimpah? Kalau begitu, tidak akan ada yang bisa meremehkannya lagi. Dia tidak akan kehilangan Sarah oleh seseorang seperti Dilan. Lagi pula, jika dia sangat kaya, wanita cantik tidak akan menjadi masalah terbesarnya.

Dia menghela nafas. Itu hanya harapan-harapannya. Dia tidak spesial dan dia tidak memiliki kekayaan yang melimpah. Dia hanyalah Daffa Halim, mahasiswa yang miskin.

Daffa terduduk di sana dalam diam, memandangi bulan yang berwarna perak dan bintang-bintang yang berhamburan di langit. Dia masih memandangi bintang-bintang ketika ponselnya berdering.

Karena perkelahiannya dengan Dilan, layar ponselnya telah retak di beberapa tempat, jadi dia tidak bisa melihat dengan jelas nama orang yang meneleponnya. Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, dia memutuskan untuk mengabaikannya. Mungkin saja itu teman-teman asramanya yang mengkhawatirkannya dan memutuskan untuk meneleponnya.

Setelah beberapa dering, telepon itu berhenti. Daffa baru saja akan kembali memandangi bintang-bintang ketika ponselnya berdering lagi. Dia mengabaikan telepon itu lagi dan kembali melanjutkan apa yang sedang dia lakukan. Namun, orang yang meneleponnya gigih sekali. Setelah telepon yang ke-14, Daffa akhirnya mengangkatnya.

“Halo? Apakah kamu tahu sekarang sudah jam berapa? Tidak bisakah kamu peka sedikit?” kata Daffa dengan marah ke telepon tersebut. Dia tidak peduli siapa yang meneleponnya. Teman-teman asramanya tidak akan segigih itu untuk terus menelepon seseorang yang telah mengabaikan teleponnya sebanyak 14 kali!

“Halo, apakah ini Daffa Halim?” tanya penelepon tersebut dengan nada yang berwibawa, mengabaikan Daffa yang baru saja menunjukkan kekesalannya.

“Benar, ini Daffa Halim dan aku bersumpah jika kamu tidak memiliki alasan kuat untuk terus meneleponku di tengah malam, aku akan menemukanmu dan menghajarmu!” teriak Daffa, melampiaskan kekesalannya yang tertahan selama berjam-jam pada orang tersebut.

“Mohon maaf atas ketidaksopanan saya, Tuan Muda Halim,” jawab penelepon itu. Nada suaranya terdengar penuh hormat yang membuat Daffa kebingungan.

“Tuan Muda Halim?” tanya Daffa, benar-benar kebingungan.

“Benar, Tuan Muda Halim. Mohon maaf atas ketidaksopanan saya. Ada banyak yang perlu saya katakan yang tidak bisa dilakukan melalui telepon. Apakah Anda bisa memberi tahu lokasi Anda sekarang? Saya akan menjemput Anda ke sana sesegera mungkin,” kata orang itu.

Daffa terdiam. Rasa curiga terpampang di wajahnya. Dia tidak tahu siapa orang yang meneleponnya itu, jadi bagaimana bisa dia memberi tahu lokasinya sekarang begitu saja? Bagaimana jika dia adalah penculik yang ingin menculiknya?

Daffa tiba-tiba menertawai dirinya sendiri. Penculik? Tidak mungkin. Dia itu semiskin tikus gereja. Penculik biasanya melakukan riset sebelum menculik seseorang. Mereka tidak mungkin membuang-buang waktu mereka untuk seseorang semiskin dan semengenaskan dia.

Dia menghela nafas sebelum memutuskan untuk memberi lokasinya pada orang itu. Dia juga tidak akan rugi. Jika penelepon tersebut memang benar penculik, maka ketika mereka menyadari bahwa dia adalah orang miskin, mereka akan membebaskannya. Lagi pula, dia tidak memiliki selembar uang pun sekarang.

“Baiklah, Tuan Muda Halim. Saya akan ke sana sesegera mungkin. Tolong jangan pergi ke mana-mana,” kata orang itu sebelum memutus telepon.

Daffa memandangi ponselnya sebelum menghela nafas. Dia mengenyampingkan kemungkinan bahwa orang itu adalah penculik dan sekarang berpikir bahwa itu mungkin orang iseng. Lagi pula, penculik macam apa yang akan memanggil korban mereka ‘Tuan Muda Halim?’

Daffa menutup matanya dan menyenderkan kepalanya di bangku taman, menikmati angin sejuk yang mengelus kulitnya. Dia menghela nafas lagi. Tidak masalah baginya jika itu telepon iseng ataupun bukan. Ketika pikirannya kembali lurus, dia akan meninggalkan taman dan kembali ke asramanya. Dia mungkin miskin, tapi dia bukan tunawisma, dan dia tidak ingin dikira sebagai tunawisma.

Empat puluh menit setelah telepon tersebut berakhir, Daffa mendengar suara mobil mendekat. Dia membuka matanya dan mulutnya menganga terkejut. Wajar saja, dia tidak pernah menyangka akan melihat sesuatu seperti ini.

Sebuah mobil berwarna putih dan emas datang dan berhenti beberapa meter dari bangku taman tempat Daffa duduk. Walaupun Daffa miskin, bukan berarti dia tidak bisa membedakan mobil mewah sekali lihat. Lagi pula, dia adalah mahasiswa Universitas Praharsa, universitas ternama yang terdapat banyak anak-anak kaya.

Pintu mobil tersebut terbuka dan seorang pria turun dari mobil. Pria itu terlihat berusia akhir 40-an dan berpakaian dengan mewah. Setelan tiga potong berwarna putihnya terdapat lapisan permata mahal yang berserakan di sekelilingnya, dan permata itu berkilauan di malam hari. Rambutnya hitam legam, tapi ada beberapa helai yang sudah memutih. Namun, rambutnya ditata dengan rapi.

Daffa menatap pria itu kebingungan. Dia bertanya-tanya apa yang pria hebat sepertinya lakukan di tempat itu. Setiap langkah yang diambil pria itu menandakan kemewahan dan Daffa mendapati dirinya berkeringat dingin.

Bagaimana jika pria ini adalah ayah Dilan Handoko yang mendatanginya untuk membalas dendam anaknya? Masuk akal jika dipikirkan. Lagi pula, tidak ada pria kaya yang akan menyukai jika orang jelata sepertinya menganiaya dan memukuli anaknya sendiri.

Ketika pria itu mendekati Daffa, Daffa dengan buru-buru berlutut dan meletakkan kepalanya di tanah.

“Maafkan aku, Tuan Handoko! Aku yang salah. Semuanya salahku. Kumohon maafkan aku,” pinta Daffa. Jika itu terjadi sebelum dia dibawa ke kantor polisi, Daffa tidak akan memohon-mohon mau bagaimana pun. Namun, seseorang sepertinya yang tidak bisa membayar denda 75 juta rupiah sendiri tidak akan kuasa untuk menyinggung seseorang sekaya Tuan Handoko. Dia benar-benar harus lulus, kalau tidak semua usahanya akan sia-sia.

“Tuan Handoko?” kata pria itu, terdengar kebingungan. Namun, ketika dia melihat Daffa berlutut, dia juga ikut berlutut tanpa memikirkan pakaiannya yang mahal dan bersih dan membantu Daffa bangkit pada kedua kakinya sendiri.

“Tuan Muda Halim, apakah Anda mencoba membunuhku?” tanya pria itu, suaranya terdengar bingung dan takut.

Daffa menatap pria itu terkejut.

“Tuan Muda Halim?”

Pria itu mengangguk dan Daffa meneteskan air mata dari ujung matanya.

“Benar. Saya akhirnya menemukan Anda, Tuan Muda Halim.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 6

    ”Apakah kamu yakin tidak salah orang?” tanya Daffa dengan nada yang skeptis. Dia benar-benar kebingungan kenapa orang kaya sepertinya akan bersikap penuh hormat dan memanggilnya ‘Tuan Muda Halim.’“Tentu saja tidak, Tuan Muda Halim.” Pria tersebut menjawab dengan nada yang meyakinkan. Dia telah mencari begitu lama dan akhirnya menemukan tuan muda itu di sini. Tidak mungkin dia salah orang.Daffa menatap pria itu lagi. Awalnya, dia kira telepon tersebut adalah kasus penculikan, lalu mengira bahwa itu adalah telepon dari orang iseng. Namun, sepertinya kenyataannya jauh sekali dari yang dia kira. Ada pria kaya raya yang memanggilnya Tuan Muda Halim.“Tolong ikut saya, Tuan Muda Halim. Tuan saya sudah menunggu untuk menemui Anda sejak lama sekali.”Daffa menatap pria paruh baya itu lagi. Semua hal terjadi begitu cepat baginya. Belum sehari penuh sejak dia putus dengan Sarah dan sekarang seseorang yang belum pernah dia temui mengaku bahwa tuannya yang tidak dia kenal itu ingin menemuiny

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 7

    Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 8

    ”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 9

    Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan. Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus. Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya. Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 10

    Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.“Tuan Muda Halim, lewat sini.”Daffa menghela nafas. Dari menerima kart

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 11

    Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 12

    Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 13

    Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tan

Latest chapter

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 652

    Kemudian, Daffa fokus pada layar, alisnya sedikit berkerut. Dia tidak mengerti bagaimana video itu bisa disunting untuk membuatnya terlihat seperti dia telah mengganggu gadis itu tanpa alasan.Erin mengernyit. “Tuan, mungkinkah gadis itu pelakunya?”Daffa menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu, tapi kurasa dia tidak sebodoh itu. Ini tidak menguntungkan dia sedikit pun.” Daffa terdengar dan terlihat tenang dan dia berjalan ke depan dengan percaya diri. Erin memasukkan ponselnya ke dalam saku dan mengikuti Daffa tanpa bersuara. Saat mereka berjalan ke luar jalur naratama, mereka dikelilingi oleh kamera yang berkedip dan beberapa reporter menghalangi jalan mereka. Alis Daffa berkerut dalam dan dia memasukkan tangannya ke dalam saku, terlihat tidak senang. Dia menoleh ke arah Erin dan berkata, “Hubungi departemen legal dan suruh mereka selesaikan ini sekarang juga.”Matanya dingin dan dia berbalik untuk kembali berjalan maju. Erin mengangguk dan mengeluarkan ponselnya. Pada saat ini,

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 651

    Gadis itu memekik, “Pertama-tama, aku tidak merasa aku kelewatan—aku hanya ingin kamu minta maaf padaku dan bukan pada orang lain! Kedua, permintaan maafmu tidak membuatku puas. Sebaliknya, itu hanya membuatku makin kesal! Ketiga, pesuruhmu menegurku, padahal aku tidak salah apa-apa, jadi kamu harus memecat dia! Kalau kamu tidak melakukan segala hal yang baru saja kukatakan … aku tidak memiliki pilihan lain selain menyebarkan ini di seluruh internet. Ketika itu terjadi, kamu akan dikritik oleh semua orang. Kuharap kamu cukup kuat untuk menerimanya!” Dia menengadahkan kepalanya tinggi-tinggi, terlihat puas dengan dirinya sendiri.Daffa menyipitkan matanya. Kesabarannya untuk gadis itu sudah habis, jadi Daffa menegakkan tubuhnya dan berjalan mundur. Gadis itu menyeringai, berpikir Daffa akan berusaha sekuat tenaga untuk meminta maaf padanya. Sayangnya baginya, ponselnya meledak terbakar. Panasnya sangat intens hingga gadis itu merasa seperti kulitnya terbakar.Dia mengeluarkan teriakan

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 650

    Suara Daffa menjadi jauh lebih lembut. “Kamu boleh duduk. Tidak akan ada yang terjadi pada pesawatnya.”Di sisi lain, Erin sudah mengambilkan baju ganti untuk Daffa dari tasnya. Erin menyerahkannya pada Daffa dengan kedua tangannya, bersamaan dengan beberapa tisu basah dan kering. “Tuan, Anda tidak bisa mandi di pesawat, jadi Anda hanya bisa menggunakan ini saja.”Daffa tidak menduga ini dan dia pun tersenyum. Dia mengangguk dan berkata, “Terima kasih.” Lalu, dia bangkit berdiri dan beranjak ke kamar kecil dengan pakaian dan tisu basah itu. Tepat ketika semua orang berpikir dia akan menutup pintunya dan berganti baju, Daffa tiba-tiba berhenti dan menoleh untuk memandang sebuah pojokan pesawat itu. Seorang gadis yang terlihat seperti berusia sekitar 18 tahun duduk di sana.Daffa menyipitkan matanya dan berjalan menghampirinya. Orang-orang yang Daffa lewati merasa bulu-bulu mereka berdiri karena rasa takut mereka. Gadis itu memandang Daffa dengan takut-takut, tapi matanya terlihat ker

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 649

    Mata Erin berbinar mendengar kata-kata Daffa. Mereka sudah mulai bersiap-siap untuk kembali ke Kota Aswar semalam, tapi itu tertunda karena mereka harus mengurus hal-hal remeh ini.Erin tersenyum dan mengeluarkan ponselnya untuk memesan tiket pesawat, menghela napas lega ketika dia selesai melakukannya. “Tuan, saya telah memesan tiket pesawat untuk pukul 4:00 sore. Kita akan tiba di Kota Aswar pukul 6:00 malam.”Daffa mengangguk. “Kalau begitu, waktunya kita berkemas.”Waktu berlalu dengan cepat. Sebelum mereka menyadarinya, sudah hampir pukul 4:00 sore. Mereka berkemas tanpa hambatan, membuat Daffa gelisah saat mereka menaiki pesawat. Nalurinya sebagai ahli bela diri terbangkit memberitahunya bahwa akan ada hal buruk yang terjadi. Daffa terus berusaha memikirkan apakah dia telah melupakan sesuatu, tapi tidak ada yang terpikirkan. Dia mengernyit dan menjepit batang hidungnya sebelum menghela napas.Kemudian, dia memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam, membiarkan kekuatan

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 648

    Alicia menekan roknya ke bawah sebelum berlari ke luar secepat mungkin untuk mencari Daffa. Dia telah melakukan kesalahan besar dan harus meminta maaf pada Daffa sebelum terlambat.Di sisi lain, Daffa sudah memasuki mobilnya. Namun, dia belum menyalakannya. Erin duduk di kursi belakang alih-alih duduk di samping Daffa seperti yang dia lakukan dalam perjalanan menuju kemari. Daffa menyandarkan punggungnya dengan mata yang terpejam.Daffa tidak mengatakan apa-apa, tapi suasana di dalam mobil itu sangat tegang hingga Erin merasa tercekik. Erin baru hendak menyerah ketika Alicia berlari menghampiri mereka dan berhenti di dekat kursi belakang. Alicia meletakkan tangannya di gagang pintu dan hendak membukanya ketika pintu itu terbuka untuk menampilkan wajah Erin yang tersenyum.Alicia terkejut oleh hal itu dan menggumam, “Erin?”Senyum Erin kian merekah. “Kamu bisa duduk di depan. Tuan Halim sudah lama menunggu.” Suaranya lembut, membuat Alicia tenang. Alicia mengangguk dan menutup pintu

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 647

    “Tuan Halim, saya sadar saya telah melakukan kesalahan besar. Saya harap Anda akan memberikan saya kesempatan lain—saya bersumpah saya tidak akan membiarkan ini terjadi lagi!” Penjaga keamanan itu gemetar hebat, tidak dapat mengatakan apa-apa lagi.Penjaga itu menatap Daffa dengan tatapan memohon, tidak tahu bagaimana Daffa akan bereaksi. Dia tidak tahu apa-apa tentang Daffa, hanya mendengar orang lain berkata kalau Daffa hebat. Berdasarkan apa yang telah dia dengar, Daffa bukan hanya cerdas, tapi juga lebih kuat dari rata-rata individu—rupanya, Daffa jarang bertemu lawan yang lebih kuat dibandingkan dengannya, jadi tidak ada yang pernah menyaksikan Daffa kalah dalam pertarungan. Sekarang, orang yang sudah seperti dewa ini berdiri di hadapannya.Daffa telah memberikannya kesempatan sebelumnya, tapi dia malah menyia-nyiakannya. Penjaga keamanan itu menjadi putus asa memikirkannya—satu-satunya harapan baginya adalah Daffa cukup baik hati untuk memberikannya kesempatan lain. Namun, tida

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 646

    Daffa menaikkan sebelah alisnya melihat lebam di pergelangan tangan Erin dan melingkarkan lengannya di pundak Erin. Kemudian, Daffa menginjak Vic dan berkata, “Aku berniat mengampunimu, tapi tampaknya itu tidak perlu. Mungkin kamu baru akan puas ketika kamu tidak bernyawa dan dibawa pergi di dalam kantong mayat.”Mata Vic membelalak mendengar perkataan Daffa, tapi tidak ada sedikit pun keraguan di nada bicaranya ketika dia meraung, “Cukup! Apakah kamu sadar seberapa tidak masuk akal perkataanmu itu? Aku hanya tertarik dengan wanita cantik di pelukanmu dan ingin membawanya pulang bersamaku, tapi kamu ingin merenggut nyawaku! Itu sangat tidak adil!”Daffa tersenyum, tapi kerumunan orang itu menggigil karena senyumannya sangat dingin. Daffa menekan kakinya, baru berhenti ketika dia mendengar suara tulang patah. Vic terbaring di tanah, terlihat pucat karena rasa sakut itu. Namun, dia tidak dapat bersuara. Sesuatu terasa tersangkut di tenggorokannya!Daffa memandangnya dengan menghina, k

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 645

    Seorang wanita tinggi berdiri di sampingnya. Si kerdil hanya mencapai pinggang wanita itu. Daffa melirik mereka sebelum pergi, tapi itu tidak berjalan sesuai yang direncanakan. Begitu dia berbalik untuk pergi, si kerdil bergegas berdiri menghalanginya. “Aku sedang berbicara padamu, bocah. Aku tidak pernah melihatmu di Kota Almiron sebelumnya. Kamu pasti salah satu dari orang-orang yang datang untuk uang hadiahnya.”Orang kerdil itu menatap Daffa dengan arogan dan melanjutkan, “Kusarankan kamu pergi sekarang. Kalian orang-orang miskin tidak tahu seperti apa rasanya menjadi orang kaya, jadi tidak mungkin usulanmu akan diterima!”Wanita di sampingnya tertawa mengejek, kemudian berkata, “Beri mereka kesempatan, Pak. Setidaknya, mereka akan mendapatkan makanan gratis.”Daffa mengangkat sebelah alisnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya berjalan menghindari orang kerdil itu untuk pergi. Yang perlu dia lakukan hanyalah menyuruh seseorang mengusir orang kerdil itu. Namun, ketika

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 644

    “Namun, kurasa itu bukan ide yang bagus.” Daffa mengetukkan jarinya di meja dengan runtutan yang cepat. “Karena itu, aku harus minta maaf karena menolak permintaanmu.” Dia memandang William tanpa bergerak, seakan-akan dia tiba-tiba berubah menjadi patung.Namun, William tahu Daffa hanya menunggu dia merespons. Merasa gugup, William menelan ludah dan membuka mulutnya untuk dengan gemetar berkata, “Saya mengerti, Tuan Halim. Ini salah saya karena tidak memikirkan hal ini dengan baik-baik dan saya akan memperbaikinya.” Setelah mengatakan itu, William bergegas keluar dari ruangan secepat mungkin.Ketika keheningan menjatuhi ruangan itu lagi, Daffa mencondongkan badannya. Dia menyangga kepalanya dengan lengannya sambil membaca laporan yang baru saja William serahkan padanya.Dia terkejut melihat betapa ringkas dan mudah dipahaminya laporan itu. Untuk waktu yang lama, Daffa kira William tidak berguna. Namun, tampaknya dia keliru. Malah, laporan itu dibuat dengan sangat baik dan itu membua

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status