Share

Bab 5

Author: Benjamin
last update Last Updated: 2024-05-28 11:42:17
Daffa berjalan tanpa tujuan selama lebih dari satu jam. Setelah berjalan lama, dia mulai merasa lelah. Rasa lelah dari perkelahiannya, kandasnya hubungannya dengan Sarah, dan penahanannya di kantor polisi akhirnya mulai mengambil alih.

Dia melihat ke sekitarnya dan melihat bahwa dia sedang berada di taman yang kosong. Bulan di langit menerangi taman tersebut dengan begitu terang, membuat suasana yang tenang dan tenteram. Daffa memeriksa waktu dan sekarang sudah lebih dari tengah malam. Dia duduk di bangku taman dan menutup matanya.

Kejadian-kejadian di hari itu memenuhi pikirannya dan segudang emosi mengalir dalam hatinya. Daffa tidak pernah menyesali fakta bahwa dia terlahir miskin, tapi dia menyesali menjadi orang miskin hari ini. Bukankah akan keren jika dia memiliki kekayaan yang melimpah? Kalau begitu, tidak akan ada yang bisa meremehkannya lagi. Dia tidak akan kehilangan Sarah oleh seseorang seperti Dilan. Lagi pula, jika dia sangat kaya, wanita cantik tidak akan menjadi masalah terbesarnya.

Dia menghela nafas. Itu hanya harapan-harapannya. Dia tidak spesial dan dia tidak memiliki kekayaan yang melimpah. Dia hanyalah Daffa Halim, mahasiswa yang miskin.

Daffa terduduk di sana dalam diam, memandangi bulan yang berwarna perak dan bintang-bintang yang berhamburan di langit. Dia masih memandangi bintang-bintang ketika ponselnya berdering.

Karena perkelahiannya dengan Dilan, layar ponselnya telah retak di beberapa tempat, jadi dia tidak bisa melihat dengan jelas nama orang yang meneleponnya. Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, dia memutuskan untuk mengabaikannya. Mungkin saja itu teman-teman asramanya yang mengkhawatirkannya dan memutuskan untuk meneleponnya.

Setelah beberapa dering, telepon itu berhenti. Daffa baru saja akan kembali memandangi bintang-bintang ketika ponselnya berdering lagi. Dia mengabaikan telepon itu lagi dan kembali melanjutkan apa yang sedang dia lakukan. Namun, orang yang meneleponnya gigih sekali. Setelah telepon yang ke-14, Daffa akhirnya mengangkatnya.

“Halo? Apakah kamu tahu sekarang sudah jam berapa? Tidak bisakah kamu peka sedikit?” kata Daffa dengan marah ke telepon tersebut. Dia tidak peduli siapa yang meneleponnya. Teman-teman asramanya tidak akan segigih itu untuk terus menelepon seseorang yang telah mengabaikan teleponnya sebanyak 14 kali!

“Halo, apakah ini Daffa Halim?” tanya penelepon tersebut dengan nada yang berwibawa, mengabaikan Daffa yang baru saja menunjukkan kekesalannya.

“Benar, ini Daffa Halim dan aku bersumpah jika kamu tidak memiliki alasan kuat untuk terus meneleponku di tengah malam, aku akan menemukanmu dan menghajarmu!” teriak Daffa, melampiaskan kekesalannya yang tertahan selama berjam-jam pada orang tersebut.

“Mohon maaf atas ketidaksopanan saya, Tuan Muda Halim,” jawab penelepon itu. Nada suaranya terdengar penuh hormat yang membuat Daffa kebingungan.

“Tuan Muda Halim?” tanya Daffa, benar-benar kebingungan.

“Benar, Tuan Muda Halim. Mohon maaf atas ketidaksopanan saya. Ada banyak yang perlu saya katakan yang tidak bisa dilakukan melalui telepon. Apakah Anda bisa memberi tahu lokasi Anda sekarang? Saya akan menjemput Anda ke sana sesegera mungkin,” kata orang itu.

Daffa terdiam. Rasa curiga terpampang di wajahnya. Dia tidak tahu siapa orang yang meneleponnya itu, jadi bagaimana bisa dia memberi tahu lokasinya sekarang begitu saja? Bagaimana jika dia adalah penculik yang ingin menculiknya?

Daffa tiba-tiba menertawai dirinya sendiri. Penculik? Tidak mungkin. Dia itu semiskin tikus gereja. Penculik biasanya melakukan riset sebelum menculik seseorang. Mereka tidak mungkin membuang-buang waktu mereka untuk seseorang semiskin dan semengenaskan dia.

Dia menghela nafas sebelum memutuskan untuk memberi lokasinya pada orang itu. Dia juga tidak akan rugi. Jika penelepon tersebut memang benar penculik, maka ketika mereka menyadari bahwa dia adalah orang miskin, mereka akan membebaskannya. Lagi pula, dia tidak memiliki selembar uang pun sekarang.

“Baiklah, Tuan Muda Halim. Saya akan ke sana sesegera mungkin. Tolong jangan pergi ke mana-mana,” kata orang itu sebelum memutus telepon.

Daffa memandangi ponselnya sebelum menghela nafas. Dia mengenyampingkan kemungkinan bahwa orang itu adalah penculik dan sekarang berpikir bahwa itu mungkin orang iseng. Lagi pula, penculik macam apa yang akan memanggil korban mereka ‘Tuan Muda Halim?’

Daffa menutup matanya dan menyenderkan kepalanya di bangku taman, menikmati angin sejuk yang mengelus kulitnya. Dia menghela nafas lagi. Tidak masalah baginya jika itu telepon iseng ataupun bukan. Ketika pikirannya kembali lurus, dia akan meninggalkan taman dan kembali ke asramanya. Dia mungkin miskin, tapi dia bukan tunawisma, dan dia tidak ingin dikira sebagai tunawisma.

Empat puluh menit setelah telepon tersebut berakhir, Daffa mendengar suara mobil mendekat. Dia membuka matanya dan mulutnya menganga terkejut. Wajar saja, dia tidak pernah menyangka akan melihat sesuatu seperti ini.

Sebuah mobil berwarna putih dan emas datang dan berhenti beberapa meter dari bangku taman tempat Daffa duduk. Walaupun Daffa miskin, bukan berarti dia tidak bisa membedakan mobil mewah sekali lihat. Lagi pula, dia adalah mahasiswa Universitas Praharsa, universitas ternama yang terdapat banyak anak-anak kaya.

Pintu mobil tersebut terbuka dan seorang pria turun dari mobil. Pria itu terlihat berusia akhir 40-an dan berpakaian dengan mewah. Setelan tiga potong berwarna putihnya terdapat lapisan permata mahal yang berserakan di sekelilingnya, dan permata itu berkilauan di malam hari. Rambutnya hitam legam, tapi ada beberapa helai yang sudah memutih. Namun, rambutnya ditata dengan rapi.

Daffa menatap pria itu kebingungan. Dia bertanya-tanya apa yang pria hebat sepertinya lakukan di tempat itu. Setiap langkah yang diambil pria itu menandakan kemewahan dan Daffa mendapati dirinya berkeringat dingin.

Bagaimana jika pria ini adalah ayah Dilan Handoko yang mendatanginya untuk membalas dendam anaknya? Masuk akal jika dipikirkan. Lagi pula, tidak ada pria kaya yang akan menyukai jika orang jelata sepertinya menganiaya dan memukuli anaknya sendiri.

Ketika pria itu mendekati Daffa, Daffa dengan buru-buru berlutut dan meletakkan kepalanya di tanah.

“Maafkan aku, Tuan Handoko! Aku yang salah. Semuanya salahku. Kumohon maafkan aku,” pinta Daffa. Jika itu terjadi sebelum dia dibawa ke kantor polisi, Daffa tidak akan memohon-mohon mau bagaimana pun. Namun, seseorang sepertinya yang tidak bisa membayar denda 75 juta rupiah sendiri tidak akan kuasa untuk menyinggung seseorang sekaya Tuan Handoko. Dia benar-benar harus lulus, kalau tidak semua usahanya akan sia-sia.

“Tuan Handoko?” kata pria itu, terdengar kebingungan. Namun, ketika dia melihat Daffa berlutut, dia juga ikut berlutut tanpa memikirkan pakaiannya yang mahal dan bersih dan membantu Daffa bangkit pada kedua kakinya sendiri.

“Tuan Muda Halim, apakah Anda mencoba membunuhku?” tanya pria itu, suaranya terdengar bingung dan takut.

Daffa menatap pria itu terkejut.

“Tuan Muda Halim?”

Pria itu mengangguk dan Daffa meneteskan air mata dari ujung matanya.

“Benar. Saya akhirnya menemukan Anda, Tuan Muda Halim.”

Related chapters

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 6

    ”Apakah kamu yakin tidak salah orang?” tanya Daffa dengan nada yang skeptis. Dia benar-benar kebingungan kenapa orang kaya sepertinya akan bersikap penuh hormat dan memanggilnya ‘Tuan Muda Halim.’“Tentu saja tidak, Tuan Muda Halim.” Pria tersebut menjawab dengan nada yang meyakinkan. Dia telah mencari begitu lama dan akhirnya menemukan tuan muda itu di sini. Tidak mungkin dia salah orang.Daffa menatap pria itu lagi. Awalnya, dia kira telepon tersebut adalah kasus penculikan, lalu mengira bahwa itu adalah telepon dari orang iseng. Namun, sepertinya kenyataannya jauh sekali dari yang dia kira. Ada pria kaya raya yang memanggilnya Tuan Muda Halim.“Tolong ikut saya, Tuan Muda Halim. Tuan saya sudah menunggu untuk menemui Anda sejak lama sekali.”Daffa menatap pria paruh baya itu lagi. Semua hal terjadi begitu cepat baginya. Belum sehari penuh sejak dia putus dengan Sarah dan sekarang seseorang yang belum pernah dia temui mengaku bahwa tuannya yang tidak dia kenal itu ingin menemuiny

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 7

    Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 8

    ”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 9

    Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan. Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus. Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya. Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 10

    Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.“Tuan Muda Halim, lewat sini.”Daffa menghela nafas. Dari menerima kart

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 11

    Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 12

    Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 13

    Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tan

    Last Updated : 2024-05-28

Latest chapter

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 500

    Terlebih lagi, Bart bahkan dapat menyerang dengan mudah. Meskipun Danar adalah targetnya dan bukan Daffa, situasi itu hampir membahayakan nyawa Daffa.Mempertimbangkan hal itu, Danar melompat ke luar mobil dan bergegas menghampiri Daffa yang sudah turun dari kursi belakang. “Tuan Halim, bagaimana cara saya mengikat tali dengan cukup kuat untuk menahan seseorang?”Mata Daffa hampir copot dari tempatnya ketika dia mendengar itu. Meskipun demikian, dia dengan sabar menjelaskan cara yang benar sambil berjalan menuju hotel.Melihat kedua orang itu berjalan menjauh, Bart melotot. Dia tetap berada di kursi belakang dengan kedua tangannya yang terkepal di atas lututnya.Amarah menggerogoti dirinya seraya dia berpikir, “Terlalu banyak hal yang terjadi semalam. Aku masih merupakan putra dari keluarga kaya sebelumnya, tapi sekarang aku telah menjadi tahanan! Itulah apa yang diderita oleh Keluarga Ganendra—dan aku menertawakan mereka karena itu! Siapa sangka aku akan berakhir di situasi yang s

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 499

    Danar tidak berpikir panjang sebelum mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mengambil posisi bertahan, dia melihat ke belakangnya dan berteriak, “Tuan Halim, tolong keluar dari mobil sekarang! Di dalam sini berbahaya!”Dia lalu membungkuk ke depan dengan kaki yang berjongkok seraya dia menghindari jangkauan serangan Bart.Keseluruhan hal itu tampak lucu bagi Daffa yang sedang tertawa terbahak-bahak. “Pfft! Hahaha! D … Danar, aku tidak menyangka kamu akan bereaksi secepat ini ….”“Cukup! Berhenti tertawa! Kamu membuatku jengkel dan aku bersumpah akan menyerangmu selanjutnya jika kamu terus tertawa!” seru Bart dengan sangat lantang. Setelahnya, dia mengulurkan tangannya dan menggerakkan jarinya seakan-akan dia sudah memiliki cakar yang mematikan kepada Daffa.Namun, itu semua terjadi dalam gerak lambat di mata Daffa, memberikannya tampilan penuh untuk setiap gerakan Bart. Bibir Daffa berkedut seraya dia berkomentar, “Kemampuan bertempurmu tidak sehebat itu. Seranganmu benar-benar bera

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 498

    Bart menelan ludah. Meskipun tangannya masih diikat di belakangnya dengan tali, dia masih dapat mengepalkan tangannya.Penghinaan memenuhi matanya seraya dia menatap Daffa dan menggeram, “Bukan hanya memukulku, kamu juga telah mengakuinya dengan tidak tahu malu! Apakah kamu benar-benar berpikir bahwa tidak ada apa pun—bahkan hukum mana pun—di dunia ini yang dapat menahanmu?”Mata Daffa menyipit menjadi garis seraya dia berpikir, “Aku tahu apa yang Bart lakukan. Dia sedang menunjukkan otoritasnya padaku dan mengisyaratkan secara halus bahwa dia bukanlah seseorang yang dapat dilawan. Pfft. Hanya saja, dia tidak tahu sekonyol apa tindakannya bagiku.”Tidak repot-repot menyembunyikan perasaannya, Daffa mendengus sebelum menyeringai dengan nakal. Bibirnya melengkung lebih dalam detik demi detik seraya dia perlahan berbicara, “Aku telah menghadapi kemurkaan banyak orang dan mereka sering kali bersikap sepertimu—dengan cara yang menyedihkan dan hampir kekanak-kanakan.”Melihat seringaian

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 497

    “Kurasa kita bisa menyebut ini keajaiban medis,” kata Daffa sambil mengangkat bahunya dan mengangkat kedua tangannya di udara. Dia lalu menoleh untuk melihat ke sampingnya.Itulah tempat Bart terduduk. Matanya terpejam sepanjang waktu, tapi dia menghela napas pada saat itu, dengan kaku menoleh ke arah Daffa dan berbicara seperti robot. “Kamu pintar, ya. Aku sudah berusaha keras untuk menyamarkan keadaan sadarku. Sayangnya, kamu tetap menangkapku.”Dia tidak lagi menyembunyikan keadaan tersadarnya pada saat itu. Setelah mengatakan itu, dia memperjelas kebencian di dalam matanya ke arah Daffa dan Danar.“Lucu sekali kamu berkata begitu.” Daffa terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Kemudian, dia bertatapan dengan Bart, menatapnya dengan tatapan kebingungan seraya dia mengumumkan, “Kalaupun kamu sudah tenggelam dalam peranmu dan berakting sebaik mungkin, aku hanya dapat mengatakan satu hal—aktingmu itu tidak pernah mengecohku sekali pun. Kemarahanmu terpancar dari setiap pori-porimu.

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 496

    “Jika aku memercayai kata-kata tidak berguna yang Richard katakan, aku akan menjadi lembut dan mulai memercayainya. Dia mungkin akan menggunakan aku sebagai alat nanti.” Danar menghela napas dan tidak ingin memiliki pendapat yang negatif terhadap anak berusia 10 tahun.Akan tetapi, dia tetap tidak dapat menahan kekhawatirannya agar tidak mengisi benaknya, jadi dia perlahan kehilangan ketenangannya.Daffa meletakkan kedua tangannya di balik punggungnya, tapi dia tersenyum pada saat itu. Dia merasa situasinya menjadi lebih menarik daripada sebelumnya. Dia telah meninggalkan pintu pada saat itu.Sebelumnya, ketika Danar sedang menuju ke sana, banyak bawahan lainnya ingin bergabung, tapi ditolak oleh Daffa karena mereka memiliki kemampuan bertarung yang kurang. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika orang-orang itu ikut dengan Daffa. Lagi pula, Daffa tidak familier dengan wilayah di sekitarnya.Maka dari itu, sekumpulan bawahan itu, tidak termasuk Danar, akan berada dalam bahay

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 495

    “Iya, Tuan! Saya sudah siap untuk menjalankan setiap perintah Anda!” jawab Danar.Bibir Daffa berkedut, tapi segera kembali normal seraya dia memberi perintah, “Aku butuh kamu menahan Bart Bakti dan pastikan dia tidak dapat menyerang. Kemudian, bawa dia ke dalam mobil ini supaya kita bisa pergi.”Pandangan Danar gemetar hebat mendengarnya. Dia mengepalkan tangannya, merasa bersemangat dan bertekad untuk menyelesaikan tugasnya karena itu adalah tugas pertama yang Daffa perintahkan padanya. Meninggikan suaranya, dia dengan antusias berkata, “Baik, Tuan Halim! Saya akan melakukannya sebaik mungkin!”Daffa mengangkat tangannya, melambaikannya sambil menjawab, “Bagus. Pertama-tama, ambilkan tali yang cukup tebal untuk menjaganya tetap terkendali. Kamu akan berjalan di belakang kami begitu kamu telah mengambilkan talinya.”Dia lalu bersandar ke sofa dan menoleh ke arah Richard dan menambahkan, “Kamu pasti gelisah mengenai apa yang akan terjadi, melihat dari kelopak matamu yang terus berk

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 494

    Daffa menatap Richard, mengetuk jari-jarinya dengan berirama di sandaran punggung sofa itu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, indranya memberitahunya bahwa ada yang salah dengan tubuh laki-laki di hadapannya.Anehnya, indranya yang tajam juga memberitahunya bahwa anak itu baik. Pesan yang bertentangan itu membuat Daffa tertarik. Dia mengangkat tangannya untuk memijat pelipisnya, lalu memandang Richard dan bertanya, “Bagaimana aku bisa membuktikan bahwa apa yang kamu katakan adalah benar?”Raut wajah Richard menegang dan kulitnya yang sawo matang menggelap dengan warna kemerahan.Daffa tahu itu berarti Richard marah. Daffa menyandarkan punggungnya dengan nyaman, menyeringai terhibur sambil mengayunkan tangannya dengan acuh tak acuh.Kemudian, Daffa berkata, “Baiklah, kamu tidak perlu marah-marah. Aku percaya kamu telah mengatakan kebenarannya. Demikian pula, aku berterima kasih kamu telah bersedia menyampaikan informasi itu padaku. Sekarang, aku ingin tahu apa rencana kalian setela

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 493

    Richard menjadi relaks. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu hal-hal yang dia katakan mengejutkan Daffa. “Aku tahu beberapa hal tentang orang berjubah hitam itu dan kurasa kamu akan tertarik untuk mengetahui lebih banyak mengenai hal ini dibandingkan apa yang Priska katakan padamu.”Daffa menaikkan sebelah alisnya dan tubuhnya menegak tanpa dia sadari. Malam ini adalah malam penuh kejutan. Kejutan pertama adalah Richard—Daffa tidak tahu berapa usianya, tapi dia telah terpaksa berakting seperti orang bodoh hanya untuk bertahan hidup.Kejutan kedua adalah bahwa Richard mampu mengedukasi dirinya sendiri di bawah situasi yang sulit dan bahkan telah mendapatkan informasi tentang orang berjubah hitam itu. Daffa tidak repot-repot menyembunyikan kekejutannya, membuat Richard menjadi makin relaks.Richard merasa sedikit lebih percaya diri dalam mencapai tujuannya karena Daffa jelas-jelas terlihat tertarik dengan apa yang hendak dia katakan. Dia tersenyum dan berkata, “Priska mengetahui hal in

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 492

    “Jika kamu bersedia melepaskan dia, kuharap ada seseorang yang bisa membawanya pergi dari sini sebelum kita melanjutkannya.”Mengejutkan semua orang, Mika tiba-tiba memelototi Daffa dan berteriak, “Dasar pembunuh kejam! Kalau kamu membunuh ibuku, sebaiknya bunuh aku juga atau aku bersumpah aku tidak akan berhenti sampai membalas dendamku! Aku tahu kamu mungkin tidak akan memercayaiku karena aku masih muda dan tidak berdaya sekarang, tapi aku akan mengejarmu cepat atau lambat!”Mata Priska membelalak dan dia dengan cepat menutup mulut Mika dengan tangannya. Akan tetapi, dia sudah terlambat. Maka dari itu, untuk pertama kalinya, dia menampar Mika. Hatinya terpelintir dengan menyakitkan saat melakukannya, tapi dia memaksakan dirinya untuk tidak melembut. “Minta maaf pada Daffa sekarang juga!”Mika meringis karena rasa sakitnya, tapi dia tidak meminta maaf. Sebaliknya, kebenciannya pada Daffa menjadi makin dalam. “Aku membencimu dengan setiap sel dari diriku. Karenamu, ibuku menamparku

DMCA.com Protection Status