Share

Bab 10

Penulis: Benjamin
Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.

“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.

Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!

Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.

“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.

“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.

“Tuan Muda Halim, lewat sini.”

Daffa menghela nafas. Dari menerima kartu senilai 150 triliun rupiah hingga dihadiahi dua mobil yang dia pilih dari garasi. Tidak mungkin dia menolak hadiah seperti itu. Lagi pula, kakeknya bahkan tidak memperbolehkannya menolaknya.

Daffa bangkit dan meninggalkan ruang kerja. Dia juga sebenarnya penasaran dengan garasinya. Karena sudah ada Rolls-Royce yang sangat mahal, dia penasaran mobil macam apa yang akan ada di garasi itu.

Daffa dan pelayan kakeknya, Bram, berjalan selama beberapa menit di lorong yang mewah sebelum berhenti. Bram menghampiri sebuah pintu dan memindai sidik jarinya dan mata kirinya untuk keamanan sebelum membuka pintunya. Ternyata, di balik pintu tersebut merupakan sebuah lift.

Daffa menaiki lift tersebut dan Bram memasukkan nomor lantai sebelum menutup tombol tutup. Lift tersebut mulai turun dan bergerak ke bawah selama sekitar dua menit sebelum berhenti. Bram membuka pintu dan melangkah ke samping, menunggu Daffa meninggalkan lift terlebih dulu. Daffa masih tidak terbiasa dengan perlakuan seperti itu, sehingga dia mengabaikan Bram dan melangkah keluar, yang diikuti oleh Bram.

Namun, Daffa hanya berjalan selama 10 detik sebelum benar-benar berhenti. Tampaknya, dia tidak akan pernah berhenti terkejut selama dia tinggal di rumah besar Halim.

Daffa membayangkan garasi biasa yang terdapat beberapa mobil yang semuanya mahal, tapi ini malah di luar imajinasinya. Seharusnya, dia sudah mengiranya ketika Bram membawanya ke garasi bawah tanah.

Dalam sekali lihat, Daffa bisa menghitung lebih dari 40 mobil, dan mereka semua dibuat dari perusahaan otomotif yang berbeda! Ada berbagai macam mobil Rolls-Royce, Bentley, Ferrari, Lamborghini, Bugatti, Porsche, Koeniggseggs, dan bahkan limosin!

Daffa merasa mulutnya mengering menatap pemandangan di depannya itu. Banyak sekali mobil-mobil mahal! Dia bahkan tidak berani mengira-ngira berapa harga dari keseluruhan garasi bawah tanah tersebut.

Daffa berjalan berkeliling pelan-pelan, mengagumi keindahan setiap mobil di sana. Ada beberapa mobil antik dan jadul di garasi bawah tanah itu, tapi Daffa tahu bahwa sejadul apa pun kelihatannya, mereka mungkin senilai dua kali lipat dari beberapa mobil lainnya di sana.

Daffa tersenyum. Dia tidak tahu kakeknya adalah penikmat mobil-mobil antik. Namun, dia memang baru bertemu dengan kakeknya kemarin. Ada banyak hal yang tidak dia ketahui dari kakeknya.

Daffa berjalan selama beberapa menit sebelum berhenti. Setelah menimbang-nimbang dengan hati-hati, dia masih tidak bisa memilih dua mobil mana yang akan dia ambil untuk dirinya sendiri. Dia tiba-tiba tersenyum, seperti baru saja menemukan hal yang sangat penting. Dia berbalik ke arah Bram yang berdiri di belakangnya dan berkata.

“Apakah kamu tahu harga dari setiap mobil ini?” tanya Daffa.

“Tentu saja, Tuan Muda Halim,” jawab Bram dengan penuh hormat.

“Luar biasa!” seru Daffa.

Bram menatap Tuan Muda itu dengan ragu. Dia bertanya-tanya kenapa tuan muda itu tiba-tiba menanyakannya pertanyaan seperti itu.

Namun, Daffa tidak memedulikan Bram. Karena dia sekarang adalah kepala dari Konsorsium Halim, dia harus bersikap seperti itu. Dia tidak perlu bersikap hati-hati!

“Sekarang, Bram, bawa aku ke dua mobil termahal di garasi ini,” kata Daffa.

Solusinya sangat sederhana. Dia cukup memilih mobil yang paling mahal. Jika dia tidak menyukai keduanya, dia akan memilih mobil sport termahal lainnya. Solusi yang sederhana dan mudah!

Bram tersenyum. Sekarang, tuan muda itu mulai bersikap seperti seorang Halim. Sebagai seorang Halim, dia harus memilih yang terbaik! Yang lainnya tidak pantas mendapatkan perhatiannya.

“Tentu saja, Tuan Muda Halim. Kemari,” jawab Bram sebelum menuntun Daffa ke tempat mobil sport termahal yang terparkir di sana. Mereka berjalan hanya beberapa detik sebelum berhenti di depan mobil sport hitam.

Daffa langsung jatuh cinta pada mobil sport hitam tersebut. Mobil itu sangat keren dan memancarkan keanggunan dan kejantanan di waktu yang bersamaan. Desainnya juga luar biasa.

“Mobil apa ini?” tanya Daffa.

“Ini adalah Bugatti La Voiture Noire. Ini adalah mobil termahal yang pernah dibuat oleh perusahaan otomotif,” jawab Bram.

“Oh? Berapa harganya?” tanya Daffa. Dia penasaran semahal apa harga mobil paling mahal di garasi itu.

“Tiga ratus miliar rupiah, Tuan Muda Halim,” jawab Bram.

Daffa membalikkan badannya ke arah Bram tidak percaya.

“Tiga ratus miliar rupiah untuk satu mobil?!” seru Daffa.

“Benar, Tuan Muda,” jawab Bram.

Daffa menghela nafas. Dia kaya raya sekarang. Dia bisa membeli 100 mobil semacam itu jika dia menginginkannya sekarang. Sebagai kepala dari Konsorsium Halim, dia tidak bisa membiarkan hal-hal seperti ini mengejutkannya.

“Baiklah, aku akan mengambil mobil ini,” ucap Daffa. Dia menyukai desain mobilnya dan menginginkan mobil itu.

“Baiklah, Tuan Muda Halim. Apakah ada yang ingin dikustomisasi dari mobilnya?” tanya Bram.

Daffa melihat mobil tersebut dan menggelengkan kepalanya. Tidak ada yang perlu diubah dari mobil itu. Dia menyukai mobil tersebut apa adanya.

Bram mengangguk mengerti, sebelum menuntun Daffa kembali. Setelah memperlihatkan Daffa beberapa mobil mahal yang ditolaknya, mereka akhirnya berhenti di depan mobil lain.

“Mobil apa ini?” tanya Daffa.

“Ini adalah Lamborghini Veneno Roadster, Tuan Muda Halim,” jawab Bram.

“Oh? Berapa harganya?” tanya Daffa.

“Sembilan puluh miliar, Tuan Muda Halim,” jawab Bram.

Daffa memandangi mobil sport kuning itu. Dia sangat menyukainya dan itu juga memiliki harga yang masuk akal. Jika dia mengendarainya ke sekolah, pasti akan diterima dengan baik. Walaupun dia tidak menyukai warna kuningnya, dia bisa memintanya untuk dikustomisasi. Seolah bisa membaca pikirannya, Bram bertanya padanya.

“Baiklah, Tuan Muda Halim. Apakah ada yang ingin dikustomisasi dari mobilnya?” tanya Bram.

“Iya. Ganti warnanya menjadi lebih maskulin. Sepertinya itu saja,” jawab Daffa.

“Baiklah, Tuan Muda Halim,” jawab Bram dengan penuh hormat.

“Oh iya, berapa harganya jika ingin mengkustomisasi mobil-mobil ini?” tanya Daffa penasaran.

“Untuk Bugatti seharga 900 miliar rupiah, sementara untuk Lamborghini seharga 270 miliar rupiah,” jawab Bram.

Daffa mengambil nafas dingin. Mahal sekali! Agak aneh rasanya ketika Bram menyebutkan jumlah uang sebanyak itu dengan nada yang biasa-biasa saja.

“Sepertinya sudah cukup, Bram,” ujar Daffa. Dia telah menuruti kakeknya dan memilih dua mobil. Baru saja kemarin dia tidak bisa membayar taksi untuk pergi ke Hotel Sky Golden, tapi sekarang dia memiliki dua mobil super yang dia pilih sendiri.

“Baiklah, Tuan Muda Halim. Mobil-mobilnya akan segera dikirim secara pribadi olehku setelah kustomisasinya selesai,” kata Bram.

Daffa menganggukkan kepalanya sebelum beranjak ke arah lift. Ketika pintunya hendak menutup, sebuah tangan menghentikannya.
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Agung Arnawa
mungkinkah sy Bisa membaca novel ini kereeeeen....
goodnovel comment avatar
Suherman Syah
kreeeeeennnnnn bangettttt
goodnovel comment avatar
Suherman Syah
trimakasih buat novel yg slalu bisa bikin saya baca dng senang untuk menghilangkan suntuk.. ............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 11

    Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 12

    Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 13

    Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tan

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 14

    Semua orang menunggu-nunggu mesin pemindai tersebut berubah menjadi hijau, yang berarti Daffa telah benar membayar pakaiannya. Namun, bukan itu yang terjadi. Warnanya malah berubah menjadi merah, yang hanya berarti satu hal.‘Transaksi Anda gagal.’Sarah dan Dilan tertawa terbahak-bahak ketika mereka mendengar suara tersebut setelah mesinnya berubah menjadi merah. Ternyata mereka benar. Daffa hanya berpura-pura menjadi orang kaya. Dia hanya datang ke sini untuk membuang-buang waktu mereka. Mereka benar. Daffa tidak mungkin bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Mereka benar-benar berkhayal ketika sesaat memercayai bahwa dia bisa membayarnya.Dana, pramuniaga yang membantu Daffa memilih pakaian-pakaiannya sangat sedih dan kecewa. Dia pikir kepercayaan diri yang Daffa tunjukkan ketika dia menawarkan untuk membayar pakaiannya berarti dia benar-benar bisa membayarnya. Ternyata itu semua hanya kebohongan.Beberapa orang yang berkumpul untuk menonton drama itu mulai bergosip d

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 15

    ”Ini! Dari mana kamu mendapatkannya?” tanya Gary dengan nada yang rendah dan kebingungan. Dia benar-benar terkejut.“Apakah ada masalah?” tanya Daffa, sedikit mengernyit.Sarah dan Dilan, juga Dana dan pengamat lainnya kebingungan melihat perubahan sikap Gary yang tiba-tiba. Mereka sudah yakin sekali dia akan mengusir Daffa keluar setelah mengungkap bahwa dia adalah pembohong dan hanya berpura-pura, tapi bukan itu yang terjadi.Gary tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan Daffa dari kepala hingga ujung kakinya, tapi tetap menggelengkan kepalanya. Dia sudah menjadi manajer dari toko ini selama beberapa tahun, jadi tentu saja mudah baginya untuk mengenali bahwa kartu tersebut bukanlah kartu biasa.Sekilas, dia bisa tahu kalau kartu itu adalah kartu yang dikustomisasi dan dibuat secara eksklusif untuk kepala dari perusahaan atau bisnis terkemuka. Namun, penampilan pria di depannya ini tidak sesuai dengan bayangannya. Dia benar-benar tidak terlihat seperti seseorang yang memiliki k

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 16

    Daffa melangkah keluar toko dengan bahagia. Dia merasa puas sekali setelah kejadian kecil yang terjadi di toko itu. Dia berjalan beberapa menit dengan tas-tas belanja di tangannya sebelum berhenti.Perut Daffa keroncongan, mengingatkan dia bahwa dia belum makan apa pun. Dia ingin makan di Hotel Sky Golden, tapi dia membawa banyak tas belanja. Membawa-bawa semua tas belanja itu ke hotel akan merepotkan. Lagi pula, dia harus mengganti pakaiannya atau bisa-bisa dia tidak diperbolehkan masuk.Daffa memanggil taksi dan menaikinya. Dia memutuskan untuk menaruh pakaian-pakaian barunya dulu di asrama sebelum pergi ke hotel untuk makan.Tidak ada kejadian menarik selama perjalanan pulangnya. Selain beberapa lirikan dan gosip dari mahasiswa lainnya, tidak ada yang berbeda dari biasanya. Dia memasuki kamar asramanya dan mendapati ruangan itu masih kosong. Walaupun sudah dua jam berlalu sejak dia pergi ke mal, teman-temannya belum pulang dari kampus.Daffa meletakkan tas-tas belanja dengan rap

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 17

    Tiga wanita cantik yang memasuki tempat itu terlihat sangat familier bagi Daffa, terutama wanita yang di tengah, yang membuatnya bertanya-tanya di mana dia pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dia masih menatap wanita itu lekat-lekat ketika wanita itu menyadari seseorang sedang menatapnya.Dia menyadari seseorang sedang menatapnya, tapi dia mengabaikannya karena dia memang sangat menawan, tapi ketika dia melihat Daffa, dia mengenali wajahnya, tapi tidak ingat di mana pernah bertemu dengannya.Melihat mejanya yang dipenuhi makanan mewah sekilas saja menunjukkan bahwa orang itu mungkin sangat kaya, karena untuk bisa makan disini memerlukan kartu keanggotaan. Yang paling murah saja harganya 1,5 miliar rupiah yang berarti dia setidaknya memiliki 1,5 miliar untuk dihambur-hamburkan pada makanan.“Jihan, sedang melihat apa? Ayo.” Hera, salah satu wanita yang menemaninya angkat bicara.Jihan mengangguk pelan dan berusaha merekam wajah Daffa di benaknya sebelum pergi. Karena dia lahir di k

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 18

    Lelaki itu menatap Daffa dengan ekspresi murka. Dia tidak percaya keberuntungannya saat itu.Pertama, wanita jalang tak bernama telah menginjak sepatunya dan ketika dia sedang memberinya pelajaran, orang bodoh lainnya datang untuk bersikap bak pahlawan. Apakah dia cari mati?Dia ingin menepis genggaman tangan orang asing itu, tapi genggamannya terlalu kuat.“Aku tidak tahu kamu siapa, tapi aku sarankan kamu melepaskan tanganku sekarang juga. Kalau tidak, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu,” kata lelaki itu dengan marah.Orang-orang di kerumunan itu menyaksikan kejadian itu dengan nafas yang tertahan. Mereka mengira perempuan itu akan dihabisi oleh lelaki itu karena telah menyinggungnya, tapi mereka tidak menyangka akan ada orang lain yang maju untuk menolong wanita itu.Perempuan itu pun merasa terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka seseorang akan membelanya. Dia mengira dia sudah tamat, tapi sepertinya sekarang tidak akan begitu.“Aku tidak akan melepaskannya kecuali kamu

Bab terbaru

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 512

    Cara Bara jatuh berlutut membuatnya tampak seolah-olah dia bersedia memohon ampun pada Daffa.Daffa menaikkan sebelah alisnya dan mau tidak mau tertawa terbahak-bahak. Itu menarik perhatian semua orang karena mereka selalu memandangnya sebagai pria yang tampan dan tegas. Itu adalah pertama kalinya mereka melihatnya tertawa tanpa menahan diri, jadi itu membuat mereka terkejut.Menjadi pusat perhatian mulai membuat Daffa tidak nyaman, jadi bibirnya perlahan berkerut. Meskipun demikian, matanya sedikit melengkung terhibur saat dia menatap Bara yang berlutut di tanah dan belum menerima hasil akhir saat ini. Tidak lama, Daffa memejamkan matanya, berbicara dengan nada yang santai.“Hah! Aku selalu mengira kepalamu tidak cerdas, tapi aku tidak menyangka bahkan tindakanmu akan sebodoh ini. Bahkan anak berusia satu tahun yang baru saja belajar berjalan pun tidak akan terjatuh dengan kikuk sambil berjalan. Lucu sekali.”Mata Bara membelalak pada Daffa. Keraguan tampak di matanya seraya dia m

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 511

    Mata Briana menyipit membentuk garis. Walaupun dia tersenyum, raut wajahnya tampak dingin.Saat itulah Daffa membuka pintu belakang di dalam hotel dan melihat Bara yang gemetar dan hampir tidak bisa berdiri tegak di hadapan Briana. Demikian pula, dia melihat pria yang lebih rapi di antara tim lawan, Ferdi, yang terbaring tidak bernyawa di tanah karena luka-luka parahnya.Kedinginan menyelimuti mata Daffa seraya dia mengamati medan perang yang mana masih ada orang-orang bertarung di latar belakang. Namun, kedua tim tampaknya sedang memikirkan hal lain di benak mereka.Mengernyit jengkel, Daffa berseru, “Dengarlah, setiap anggota staf Hotel Umbrite! Aku ingin kalian melawan musuh kita dengan sangat serius. Kalau tidak, kalian harus menghadapi konsekuensinya! Haruskah aku mengingatkan kalian bahwa aku mudah marah?”Dia lalu menoleh untuk menatap Bara dan dengan tenang berkata, “Aku akan menyerah jika aku adalah kamu. Lagi pula, satu-satunya yang bisa mengalahkan penjaga keamanan kami

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 510

    “Tanpa dia,” lanjut Briana, “kamu seharusnya sudah mati dari lama. Meskipun begitu, kamu ingin membunuhnya karena dia lebih kuat dibandingkan denganmu. Bagaimana aku bisa tidak tertawa saat ada bocah tidak tahu diuntung sepertimu di dunia ini?”Kerutan terbentuk di wajah Ferdi. Pada saat yang sama, keputusasaan terpancar di matanya, mengetahui pengumuman Briana yang lantang membuatnya mustahil untuk mengembalikan kepercayaan kelompoknya lagi.Dia menghela napas, bertatapan dengan Bara sambil berkata, “Aku memang anggota pihak berwenang, tapi kamu keliru akan satu hal—aku bukan mata-mata yang dikirimkan oleh para pihak berwajib, polisi, atau pemerintah. Kenyataannya berkebalikan dengan apa yang kamu pikirkan. Aku bukan mata-mata, tapi aku memiliki kekesalan pada pihak berwajib!”“Hah! Lucu sekali. Aku yakin tidak ada siapa pun yang akan memercayai apa yang kamu katakan.” Bara memutar bola matanya pada Ferdi. Wajahnya memucat lagi karena dia tidak bersedia menerima kenyataan yang keja

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 509

    Meskipun Briana terlibat dalam hal ini, dia masih merasa terkejut. Lagi pula, itu berbeda dengan apa pun yang telah dia alami sebelum-sebelumnya karena sebagian besar darah itu berasal dari satu orang yang sama.Dulu, untuk mencapai kemenangan, dia harus membuat setidaknya tiga orang berdarah hingga mati. Akan tetapi, sekarang, sebagian besar darah itu adalah milik Ferdi.Dia menekan lukanya sambil berdiri tegak. Sebagian besar lukanya berada di perutnya. Sisa luka-lukanya hampir tidak terlihat. Yang bisa Briana lihat hanyalah bagaimana Ferdi kesulitan untuk menutupi perutnya yang masih mengeluarkan bau darah yang menyengat.Itu terus berlanjut hingga celananya basah. Darahnya bahkan menetes dari ujung celananya, membasahi tanah di luar pintu belakang.Briana mengerutkan alisnya, merasa bimbang mengenai apa yang harus dia lakukan. Dia harus menyeberangi kubangan darah jika dia ingin berjalan ke musuhnya seperti orang biasa. Melakukannya akan menodai dirinya secara harfiah dan spiri

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 508

    “Si*lan kamu, Ferdi! Tampaknya kamu telah memonopoli pusat perhatian terlalu lama di antara kelompok kita! Aku tidak akan membiarkannya! Aku tidak akan membiarkan siapa pun menggantikanku—aku yakin kamu tahu itu ketika bergabung dengan tim kami. Akan tetapi, kamu tidak repot-repot menyembunyikan atau mengubah keinginanmu untuk melanggar aturan itu! Caramu bersikap sekarang telah menyakitiku. Kurasa aku tidak akan bisa memaafkanmu. Maka dari itu, kamu bisa mati di sini atau menghilang dari pandanganku selamanya. Itu adalah pilihan-pilihan terbaik untukmu karena kamu pernah mengatakan kamu benci memikirkan orang-orang saling mengkhianati temannya. Jika kamu menghilang hari ini, aku bisa memberi tahu semua orang bahwa Daffa membunuhmu. Itu juga akan membiarkan aku mencapai tujuan utamaku—memiliki kendali penuh atas kelompok itu lagi.”Briana menyeringai begitu dia selesai mengulang perkataan pria itu. Kenyataan itu mengejutkan dia, terutama karena dia tidak pernah bertemu seseorang denga

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 507

    Ferdi merasa Briana aneh dan keberadaannya terasa terlalu acak. Nalurinya memberitahunya bahwa perkataan Briana tidak dapat dipercaya, jadi dia berbalik untuk menghadap pria bergigi kuning lagi.“Dia sudah memberi kita lokasi Daffa, jadi aku yakin kita tahu apa yang harus kita lakukan sekarang. Kurasa kita harus pergi ke halaman belakang hotel.”Setelah mengatakan itu, dia tidak menunggu jawaban pria itu. Ferdi berjalan lurus ke pintu belakang.Rahang pria itu jatuh sedikit dan alisnya berkerut. Itu adalah pertama kalinya dia merasa benar-benar seperti orang bodoh karena tidak memperhatikan detail. Dia melirik Briana dengan kecurigaan yang membesar sebelum berbalik untuk menghadap ke arah yang lain dan mengejar Ferdi.Pria itu berpikir, “Wanita ini mengaku Daffa sedang beristirahat di lantai kedua, tapi jika Ferdi memilih untuk pergi ke halaman belakang, maka Daffa pasti ada di belakang! Lagi pula, penilaian Ferdi tidak pernah salah selama beberapa tahun belakangan. Ini semua adala

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 506

    Briana mencoba menarik napas dalam-dalam beberapa kali. Dia telah bertemu banyak orang selama beberapa tahun belakangan, tapi ini adalah pertama kalinya dia bertemu orang setidak tahu malu ini.Pria itu membuka mulutnya, masih ingin melanjutkan. Namun, pria di sampingnya mengernyit dan mendorongnya ke samping.“Kurasa kita telah menghabiskan terlalu banyak waktu di sini,” kata pria yang kedua sambil mengamati Briana dengan waspada.Meskipun bibir Briana berkedut oleh amarah, dia menahan dirinya untuk tidak berbicara dan hanya memasang raut wajah ketakutan.Pria bergigi kuning menyadari reaksi Briana dan dengan enggan mengerutkan bibirnya, tapi dia tidak melanjutkan percakapannya dengan Briana. Alih-alih, dia bersikap lebih dingin seraya menjawab, “Sayang, meskipun aku ingin melanjutkan percakapan kita, ada hal-hal lain yang membutuhkan perhatianku sekarang. Akan tetapi, kamu bisa menungguku di sini. Tidak lama lagi, hotel ini akan menjadi milikku.Wajahnya berbinar dengan kebangga

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 505

    Briana dalam diam memprediksi kapan musuh akhirnya akan berjalan melewati pintu utama hotel. Seraya dia mendengar banyak suara teriakan di luar, dia mengangkat lengannya untuk melihat waktu. Jarum jam panjang telah berputar penuh dan jarum jam pendek telah bergerak satu langkah ke depan.Saat itu juga terdengar suara tabrakan ketika pintunya dirusakkan. Pada saat itu, Briana melihat ke arah pintu masuk dan melihat apa yang telah dia prediksi—segerombolan orang yang tidak terhitung jumlahnya di tim musuh. Ekspresi getir terpampang di wajah Briana, mengerutkan alisnya menjadi kerutan yang dalam.“Ada terlalu banyak dari kalian. Saya bukan penanggung jawab hotel ini, jadi saya harus menelepon bos saya dan mengonfirmasi apakah kami memiliki cukup ruangan untuk kalian. Jika bos saya bilang tidak, sayangnya saya harus meminta kalian untuk mencari tempat penginapan lainnya.” Briana bangkit berdiri. Meskipun dia berbicara dengan penuh rasa bersalah, emosi yang gelap dan bermusuhan terpancar

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 504

    “Benar, mereka sedang berdiri di luar pagar tembok hotel, tapi aku sudah menghalangi perlengkapan pengintai mereka melalui laptopku. Kamu bisa melakukannya juga karena berurusan dengan komputer dan meretas adalah keahlianmu.”Mata Briana membelalak lebar dengan terkejut ketika dia menyadari bahwa Daffa benar. Briana sangat pandai dalam menggunakan komputer, jadi meretas kamera musuh adalah sesuatu yang seharusnya dia pertimbangkan. Akan tetapi, dia tidak melakukannya.Itu karena dia telah membiarkan situasinya mengacaukan penilaiannya, membuatnya merasa tertekan dan tidak lagi cukup tenang untuk berpikir secara logis. Sambil memejamkan matanya, Briana mencoba menenangkan hatinya yang berdegup kencang. Namun, wajahnya tetap pucat pasi karena dia tidak dapat menerima bahwa dia telah membuat kesalahan pemula.Sementara itu, Daffa bisa menebak secara kasar apa yang Briana rasakan dari keheningan yang lama itu. Dia telah meminta Bram untuk memberikan informasi mengenai latar belakang Bri

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status