Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka
Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tan
Semua orang menunggu-nunggu mesin pemindai tersebut berubah menjadi hijau, yang berarti Daffa telah benar membayar pakaiannya. Namun, bukan itu yang terjadi. Warnanya malah berubah menjadi merah, yang hanya berarti satu hal.‘Transaksi Anda gagal.’Sarah dan Dilan tertawa terbahak-bahak ketika mereka mendengar suara tersebut setelah mesinnya berubah menjadi merah. Ternyata mereka benar. Daffa hanya berpura-pura menjadi orang kaya. Dia hanya datang ke sini untuk membuang-buang waktu mereka. Mereka benar. Daffa tidak mungkin bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Mereka benar-benar berkhayal ketika sesaat memercayai bahwa dia bisa membayarnya.Dana, pramuniaga yang membantu Daffa memilih pakaian-pakaiannya sangat sedih dan kecewa. Dia pikir kepercayaan diri yang Daffa tunjukkan ketika dia menawarkan untuk membayar pakaiannya berarti dia benar-benar bisa membayarnya. Ternyata itu semua hanya kebohongan.Beberapa orang yang berkumpul untuk menonton drama itu mulai bergosip d
”Ini! Dari mana kamu mendapatkannya?” tanya Gary dengan nada yang rendah dan kebingungan. Dia benar-benar terkejut.“Apakah ada masalah?” tanya Daffa, sedikit mengernyit.Sarah dan Dilan, juga Dana dan pengamat lainnya kebingungan melihat perubahan sikap Gary yang tiba-tiba. Mereka sudah yakin sekali dia akan mengusir Daffa keluar setelah mengungkap bahwa dia adalah pembohong dan hanya berpura-pura, tapi bukan itu yang terjadi.Gary tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan Daffa dari kepala hingga ujung kakinya, tapi tetap menggelengkan kepalanya. Dia sudah menjadi manajer dari toko ini selama beberapa tahun, jadi tentu saja mudah baginya untuk mengenali bahwa kartu tersebut bukanlah kartu biasa.Sekilas, dia bisa tahu kalau kartu itu adalah kartu yang dikustomisasi dan dibuat secara eksklusif untuk kepala dari perusahaan atau bisnis terkemuka. Namun, penampilan pria di depannya ini tidak sesuai dengan bayangannya. Dia benar-benar tidak terlihat seperti seseorang yang memiliki k
Daffa melangkah keluar toko dengan bahagia. Dia merasa puas sekali setelah kejadian kecil yang terjadi di toko itu. Dia berjalan beberapa menit dengan tas-tas belanja di tangannya sebelum berhenti.Perut Daffa keroncongan, mengingatkan dia bahwa dia belum makan apa pun. Dia ingin makan di Hotel Sky Golden, tapi dia membawa banyak tas belanja. Membawa-bawa semua tas belanja itu ke hotel akan merepotkan. Lagi pula, dia harus mengganti pakaiannya atau bisa-bisa dia tidak diperbolehkan masuk.Daffa memanggil taksi dan menaikinya. Dia memutuskan untuk menaruh pakaian-pakaian barunya dulu di asrama sebelum pergi ke hotel untuk makan.Tidak ada kejadian menarik selama perjalanan pulangnya. Selain beberapa lirikan dan gosip dari mahasiswa lainnya, tidak ada yang berbeda dari biasanya. Dia memasuki kamar asramanya dan mendapati ruangan itu masih kosong. Walaupun sudah dua jam berlalu sejak dia pergi ke mal, teman-temannya belum pulang dari kampus.Daffa meletakkan tas-tas belanja dengan rap
Tiga wanita cantik yang memasuki tempat itu terlihat sangat familier bagi Daffa, terutama wanita yang di tengah, yang membuatnya bertanya-tanya di mana dia pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dia masih menatap wanita itu lekat-lekat ketika wanita itu menyadari seseorang sedang menatapnya.Dia menyadari seseorang sedang menatapnya, tapi dia mengabaikannya karena dia memang sangat menawan, tapi ketika dia melihat Daffa, dia mengenali wajahnya, tapi tidak ingat di mana pernah bertemu dengannya.Melihat mejanya yang dipenuhi makanan mewah sekilas saja menunjukkan bahwa orang itu mungkin sangat kaya, karena untuk bisa makan disini memerlukan kartu keanggotaan. Yang paling murah saja harganya 1,5 miliar rupiah yang berarti dia setidaknya memiliki 1,5 miliar untuk dihambur-hamburkan pada makanan.“Jihan, sedang melihat apa? Ayo.” Hera, salah satu wanita yang menemaninya angkat bicara.Jihan mengangguk pelan dan berusaha merekam wajah Daffa di benaknya sebelum pergi. Karena dia lahir di k
Lelaki itu menatap Daffa dengan ekspresi murka. Dia tidak percaya keberuntungannya saat itu.Pertama, wanita jalang tak bernama telah menginjak sepatunya dan ketika dia sedang memberinya pelajaran, orang bodoh lainnya datang untuk bersikap bak pahlawan. Apakah dia cari mati?Dia ingin menepis genggaman tangan orang asing itu, tapi genggamannya terlalu kuat.“Aku tidak tahu kamu siapa, tapi aku sarankan kamu melepaskan tanganku sekarang juga. Kalau tidak, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu,” kata lelaki itu dengan marah.Orang-orang di kerumunan itu menyaksikan kejadian itu dengan nafas yang tertahan. Mereka mengira perempuan itu akan dihabisi oleh lelaki itu karena telah menyinggungnya, tapi mereka tidak menyangka akan ada orang lain yang maju untuk menolong wanita itu.Perempuan itu pun merasa terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka seseorang akan membelanya. Dia mengira dia sudah tamat, tapi sepertinya sekarang tidak akan begitu.“Aku tidak akan melepaskannya kecuali kamu
Lelaki itu menatap Daffa selama beberapa saat sebelum tertawa terbahak-bahak. Daffa terdiam saja menatap lelaki itu tertawa selama beberapa detik. Ketika lelaki itu selesai tertawa, dia mengusap air mata bohongan dari ujung matanya sebelum berbicara.“Apa? Kamu ingin membayarkan sepatunya?” tanya lelaki itu.Daffa diam saja dan hanya menatap lelaki itu, menunjukkan seberapa seriusnya dia.“Kamu pasti bercanda. Bagaimana bisa kamu membayarkan sepatunya sementara kamu saja tidak bisa membeli sepatu yang bagus?” tanya lelaki itu dengan nada yang menghina.Semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka pada sepatu Daffa. Ketika mereka melihat sepatunya yang lusuh, bisikan dan gosip meledak lagi.“Dia menanyakan harga sepatu koleksi edisi terbatas sementara dia sendiri tidak bisa membeli sepatu bagus?”“Aku tidak bisa percaya. Keangkuhan macam apa itu?”“Dia pasti ingin membuat perempuan itu terpesona. Lagi pula, lihatlah bajunya, sederhana sekali.”Perempuan yang menginjak sepat
Jauhar menegang, tapi dia tetap berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan senyumannya. “Aku belum melihat teman-teman ayahmu dalam waktu yang lama, terutama setelah orang tuamu meninggal. Mereka semua memiliki alasan tersendiri untuk pergi.” Dia menarik napas dalam-dalam. Daffa tahu Jauhar merasa terganggu. Jauhar melanjutkan, “Pada saat itu, aku tidak dapat menerima kematian ayahmu dan aku akan menghargai kehadiran mereka. Setidaknya, itu akan membuatku merasa seperti dia masih hidup. Aku tahu mereka tidak diwajibkan untuk melakukan apa pun, tapi mereka bahkan tidak repot-repot menghadiri pemakamannya. Aku menolak memercayai satu hal pun yang mereka katakan!”Dia berusaha keras untuk menahan agar amarahnya tidak meledak-ledak, tapi dia mau tidak mau tetap gemetar. “Kamu tidak boleh memercayai mereka sepenuhnya, jadi ingatlah untuk jangan percayai ucapan mereka mentah-mentah. Lagi pula, tidak ada jaminan mereka tidak berteman dengan ayahmu dengan niat tersembunyi. Siapa yang tahu
“Ya, aku mengkhawatirkan hal yang sama. Tidak ada sihir ataupun meditasi yang akan menjaga jantung seseorang terus berdetak selama lima abad kecuali jantung yang berdetak di dalam mereka sekarang bukan milik mereka, atau ada hal lain dalam hal ini yang tidak kita ketahui.” Teivel menghela napas. “Bagaimanapun, sejarah kembali terulang. Apa yang terjadi lima abad yang lalu terjadi lagi sekarang.Daffa menggigit bibirnya dan mengernyit dalam-dalam. Kemudian, dia berkata, “Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah situasi ini menjadi makin parah? Aku sejujurnya tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kukira aku sudah memberantas orang-orang berjubah hitam, tapi di sinilah mereka, muncul di hadapanku lagi.”Teivel tertawa, tapi itu bukan tawa menghina. Dia berkata, “Mereka tidak bisa diberantas—tidak dengan cara yang kamu pikirkan—karena tidak ada yang bisa menghentikan dalang utamanya setelah aku mati. Aku mengenal lawanku dengan baik. Dia pasti telah melemparkan dirinya sendiri
“Orang yang membawakan petinya bilang mereka adalah hadiah darimu dan menyuruhku membukanya ketika kami dalam bahaya. Aku tidak berniat membukanya, tapi aku tidak sengaja tersandung salah satunya ketika sedang mengambil hal lain. Barulah saat itu aku menyadari bahwa ada orang di dalam peti-peti ini!”Napas Teivel menjadi lebih cepat. Jauhar menyadarinya dan dia terdiam, menatap Teivel dengan gugup. “Kamu tidak terlihat baik-baik saja sekarang dan itu membuatku cemas. Aku juga ada beberapa pertanyaan.”Teivel memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya kembali. Mendengar perkataan Jauhar, Teivel mengangguk dan berkata, “Silakan katakan.”Jauhar menelan ludah dan berkata dengan gemetar, “Sepertinya apa pun yang kamu perintahkan untuk mereka berbeda dari apa yang sebenarnya terjadi.”Teivel tidak menjawabnya. Alih-alih, dia menoleh ke arah Jauhar dan bertanya, “Oh? Apa yang membuatmu berkata seperti itu? Kuperingati bahwa tidak baik bagimu jika kamu meng
Jauhar terdiam, tatapannya berpindah-pindah antara ke lengan Daffa dan orang-orang berjubah hitam yang berlutut di lantai. Teivel khawatir Jauhar tidak dapat memahaminya, jadi dia kembali menggunakan bahasa normal. Aksennya kuat, tapi itu lebih baik daripada menggunakan bahasa kuno seperti sebelumnya. Dia berkata pada orang-orang berjubah hitam itu, “Aku sudah bukan lagi tuan kalian. Kalian adalah milik Keluarga Halim, jadi seharusnya kamu tidak berbicara mewakili aku.”Jauhar sudah kembali tenang. Dia berkata, “Itu tidak penting.”Daffa mengangkat sebelah alisnya melihat ketenangan kakeknya. Dia tahu Jauhar akan beradaptasi dengan hal ini, tapi dia tidak menduga itu akan terjadi dengan sangat cepat. Dia mau tidak mau memberikan jempol pada Jauhar di dalam hatinya—seperti yang diharapkan dari kepala Konsorsium Halim!Pada saat ini, Jauhar berkata dengan serius, “Aku tahu kamu kuat—kamu telah memberi kami banyak bantuan di masa lalu. Namun, aku masih khawatir kamu akan melukai cucuku
Bram merasa hatinya mulai berpacu ketika dia melihat Daffa dan Jauhar berpelukan. Dia bisa merasakan pembatas tipis di antara Daffa dan seluruh dunia, tapi tidak peduli setipis apa itu, tidak ada yang bisa melewatinya. Namun, sekarang, semuanya berbeda. Bram tersenyum lega. Jauhar adalah pria tua yang telah kehilangan putra dan menantunya, tapi setidaknya mereka telah meninggalkan seorang cucu untuknya.Sayangnya, sebuah kecelakaan menyebabkan Jauhar dan cucunya terpisah selama bertahun-tahun. Daffa dan Jauhar adalah satu-satunya keluarga satu sama lain yang tersisa, tapi mereka telah menjadi orang asing seiring berjalannya waktu. Hingga satu bulan sebelum mereka melacak Daffa, Bram telah kehilangan harapan untuk menemukannya, tapi kenyataannya telah membuktikan bahwa keajaiban bisa terjadi. Dia sangat tersentuh hingga dia bahkan tidak dapat berbicara.Jauhar sudah kembali tenang. Dia sangat gembira bertemu Daffa, tapi ada hal-hal yang lebih penting. Dia melepaskan Daffa. Dia masih t
Erin berada persis di belakang Daffa. Dia merasakan mata Bram tertuju padanya dan menundukkan kepalanya, tidak berani bertatapan dengannya. Erin tahu dia masih kurang berpengalaman dalam hal ini. Setiap kali Daffa berada dalam masalah atau bahaya, Erin tidak dapat melindungi Daffa.Sebaliknya, Daffa-lah yang selalu melindungi Erin. Erin mau tidak mau merasa bersalah dan penuh penyesalan.Bram menghela napas, tapi tidak menegurnya saat itu juga. Bram hanya mengikuti Daffa dari kejauhan, mengawasinya hingga Daffa telah meninggalkan bandara. Daffa berhenti di hadapan limosin panjang yang dikustomisasi dengan mesin spesial.Daffa tidak pernah melihatnya sebelumnya, jadi dia menoleh ke arah Bram dengan tatapan ingin tahu. Bram tersenyum dan berkata dengan penuh hormat, “Tuan Jauhar memesan mobil ini untuk Anda karena Anda selalu membawa banyak orang bersama Anda sekarang. Mereka tidak boleh terlalu jauh dari Anda atau mereka tidak akan bisa memastikan keselamatan Anda. Mobil ini akan mem
Kemudian, Daffa fokus pada layar, alisnya sedikit berkerut. Dia tidak mengerti bagaimana video itu bisa disunting untuk membuatnya terlihat seperti dia telah mengganggu gadis itu tanpa alasan.Erin mengernyit. “Tuan, mungkinkah gadis itu pelakunya?”Daffa menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu, tapi kurasa dia tidak sebodoh itu. Ini tidak menguntungkan dia sedikit pun.” Daffa terdengar dan terlihat tenang dan dia berjalan ke depan dengan percaya diri. Erin memasukkan ponselnya ke dalam saku dan mengikuti Daffa tanpa bersuara. Saat mereka berjalan ke luar jalur naratama, mereka dikelilingi oleh kamera yang berkedip dan beberapa reporter menghalangi jalan mereka. Alis Daffa berkerut dalam dan dia memasukkan tangannya ke dalam saku, terlihat tidak senang. Dia menoleh ke arah Erin dan berkata, “Hubungi departemen legal dan suruh mereka selesaikan ini sekarang juga.”Matanya dingin dan dia berbalik untuk kembali berjalan maju. Erin mengangguk dan mengeluarkan ponselnya. Pada saat ini,
Gadis itu memekik, “Pertama-tama, aku tidak merasa aku kelewatan—aku hanya ingin kamu minta maaf padaku dan bukan pada orang lain! Kedua, permintaan maafmu tidak membuatku puas. Sebaliknya, itu hanya membuatku makin kesal! Ketiga, pesuruhmu menegurku, padahal aku tidak salah apa-apa, jadi kamu harus memecat dia! Kalau kamu tidak melakukan segala hal yang baru saja kukatakan … aku tidak memiliki pilihan lain selain menyebarkan ini di seluruh internet. Ketika itu terjadi, kamu akan dikritik oleh semua orang. Kuharap kamu cukup kuat untuk menerimanya!” Dia menengadahkan kepalanya tinggi-tinggi, terlihat puas dengan dirinya sendiri.Daffa menyipitkan matanya. Kesabarannya untuk gadis itu sudah habis, jadi Daffa menegakkan tubuhnya dan berjalan mundur. Gadis itu menyeringai, berpikir Daffa akan berusaha sekuat tenaga untuk meminta maaf padanya. Sayangnya baginya, ponselnya meledak terbakar. Panasnya sangat intens hingga gadis itu merasa seperti kulitnya terbakar.Dia mengeluarkan teriakan
Suara Daffa menjadi jauh lebih lembut. “Kamu boleh duduk. Tidak akan ada yang terjadi pada pesawatnya.”Di sisi lain, Erin sudah mengambilkan baju ganti untuk Daffa dari tasnya. Erin menyerahkannya pada Daffa dengan kedua tangannya, bersamaan dengan beberapa tisu basah dan kering. “Tuan, Anda tidak bisa mandi di pesawat, jadi Anda hanya bisa menggunakan ini saja.”Daffa tidak menduga ini dan dia pun tersenyum. Dia mengangguk dan berkata, “Terima kasih.” Lalu, dia bangkit berdiri dan beranjak ke kamar kecil dengan pakaian dan tisu basah itu. Tepat ketika semua orang berpikir dia akan menutup pintunya dan berganti baju, Daffa tiba-tiba berhenti dan menoleh untuk memandang sebuah pojokan pesawat itu. Seorang gadis yang terlihat seperti berusia sekitar 18 tahun duduk di sana.Daffa menyipitkan matanya dan berjalan menghampirinya. Orang-orang yang Daffa lewati merasa bulu-bulu mereka berdiri karena rasa takut mereka. Gadis itu memandang Daffa dengan takut-takut, tapi matanya terlihat ker