Saat pagi hari, sebelum Arya bangun dari tidurnya, Sanjaya mengumpulkan banyak batu. Dari batu kecil hingga batu besar, yang mana semua batu itu dikumpulkan di belakang pondoknya.
Suara batu-batu yang dikumpulkan, itu membangunkan tidur, Arya, dan bocah itu keluar dan melihat semua batu itu. "Guru, untuk apa semua batu ini?" tanya Arya. "Batu ini akan jadi sasaran latihanmu, Arya!" "Batu jadi sasaran latihan?" kata Arya bingung. "Iya! Seperti yang sudah guru katakan kemarin, kau harus memperkuat kedua tangan dan kakimu bukan?" "Terus?" Sanjaya tidak menjawab, namun dia menuju ke arah sebuah batu, dan langsung memukul batu itu, dan ia melakukan itu kembali tanpa tenaga dalam. Bammmmmmm!! Batu sasaran pukulan Sanjaya langsung hancur, dan itu terlihat di mata Arya. "Dengan hancurkan batu ini dengan pukulan, maka itu akan memperkuat tinjumu!" kata Sanjaya. Setelah itu, Sanjaya memegang erat sebuah batu, dan dengan satu kali tekan saja, batu itu hancur. "Ini akan memperkuat pegangan tanganmu, Arya!" kata Sanjaya. Berikutnya, Sanjaya mencakar batu, dan batu juga hancur, serta dilanjutkan dengan menusuk batu dengan jari tangannya. "Sementara yang baru saja guru perlihatkan, itu akan memperkuat jari-jarimu, Arya!" kata Guru Sanjaya. Guru Sanjaya menjelaskan semuanya pada Arya, dan anak itu hanya bisa menelan ludahnya karena latihan itu sama dengan merusak tangannya. "Jadi yang mana yang akan kau lakukan pertama kali, Arya?" kata Guru Sanjaya. "Kelihatannya semuanya sulit, Guru, tapi yang termudah pastinya memegang dan pecahkan batu!" kata Arya. "Kalau begitu, lakukan! Guru ingin kau menguasai semua itu!' "Baik, guru!" jawab Arya. Arya melakukan latihan baru itu, bahkan sebelum dia makan pagi, namun semua itu tak menyurutkan semangat Arya. Arya memilih sebuah batu sebesar kepalan tangannya, dan memegang erat batu itu, dan berusaha untuk memecahkan batu itu. Namun, sekuat apapun Arya berusaha, sedikit pun batu itu tak menujukkan kalau batu itu akan pecah. "Sangat sulit, Guru!" kata Arya. "Hahahah! Apakah kau pikir semuanya akan mudah, Arya?" "Tidak, Guru!' "Kalau begitu, lanjutkan!" kata Sanjaya. Arya angguk kepala, dan memilih untuk meneruskan latihannya, meskipun dia tahu butuh waktu untuk memecahkan batu itu. "Seperti yang sudah aku duga, dia butuh waktu untuk menguasainya, tidak seperti murid-murid berbakat di perguruan ini," gumam Sanjaya. *** Satu Minggu sudah berlalu sejak Arya mulai berlatih untuk memperkuat tangannya, namun hasil yang Arya dapatkan adalah nol. Tak ada satu batu pun yang bisa dipecahkan oleh Arya, memukul batu pun sudah membuat tangan Arya berdarah, dan itu jelas satu siksaan yang nyata saat latihan itu. "Arya, guru akan melanjutkan misi guru yang belum tuntas, guru harap saat guru kembali, kau sudah menguasai dasar-dasar kekuatan tanganmu!" kata Sanjaya. "Baik, Guru!" kata Arya. "Kau bisa lanjutkan latihanmu, kau tidak perlu antarkan guru!' kata Sanjaya lagi. Arya yang sudah mendapatkan berkah petir, sesungguhnya bisa mencerna semua itu, dan ia yakin, gurunya hanya akan mengawasi dirinya dari jauh. "Ternyata guru belum bisa hilangkan rasa curiganya pada diriku!" gumam Arya. Saat Sanjaya telah pergi, Arya memilih untuk tetap berada di perguruan itu, hingga Arya merasa yakin kalau Guru Sanjaya sudah benar-benar pergi dari perguruan itu. Hiatttttt! Bammmmmmm! Arya memukul batu, dan bocah itu menahan rasa sakit di kepalan tangannya karena memukul batu yang besar itu. Dan sesuai dengan dugaan Arya, Guru Sanjaya masih berada di perguruan itu, namun ia sembunyi di tempat yang aman, semua itu untuk mengawasi latihan Arya. Namun, Arya yang memang sudah tahu rencana itu, tetap berada di belakang pondok dan latihan tanpa memikirkan kondisi tangannya yang sudah penuh darah. "Ternyata seperti itu ya?" ucap Sanjaya. Sanjaya bisa melihat, saat ia tak ada, Arya berlatih keras, dan tak memikirkan malam atau pun siang, bocah itu terus berlatih. Selama dua hari dua malam, Sanjaya mengawasi Arya, dan kali ini dia yakin kalau Arya memang berlatih tanpa lelah. "Sepertinya kecurigaan yang aku miliki padanya, tak beralasan," kata Sanjaya. Semua yang Arya lakukan memang dia sengaja, dan semua itu berhasil untuk menepis rasa curiga Guru Sanjaya pada dirinya. "Aku harap kau berhasil, Arya!" ucap Sanjaya. Setelah itu, Sanjaya memilih untuk meninggalkan perguruan matahari, dan melanjutkan misi yang sempat tertunda karena ia kembali ke Perguruan Matahari. *** Hingga pada hari ke empat sejak Sanjaya meninggalkan perguruan matahari, Arya masih tetap berada di perguruan itu, dan terus berlatih penguatan tangannya. "Yo! Ada yang latihan memukul batu!" teriak satu suara. Arya buru-buru balik badan, dan waspada pada tiga orang yang selalu saja menggangu dirinya. "Sepertinya siksaan yang tempo hari belum bisa menyadarkan dirimu, Arya! Kau tak pantas berada di perguruan ini!" "Boim! Aku tak perduli kata-kata kalian! Yang jelas saat ini aku hanya ingin latihan, jadi aku harap kalian jangan ganggu aku lagi!" tegas Arya. "Hahahah! Sepertinya seekor monyet sedang bicara!" kata anak yang bernama Boim itu. Boim bersama dua rekannya, yaitu Dika dan Turak, mendekat ke arah Arya, dan seperti biasa mereka akan memberikan siksaan pada Arya. "Kali ini jangan harap bisa menyiksaku!" kata Arya. "Hahahah! Hanya dengan berlatih memukul batu, apakah kau pikir kau akan menang melawan kami?" kata Dika. Arya jongkok dan ambil sebuah batu, dan tanpa ragu, langsung lemparkan batu itu ke arah Turak. Whusssssssss! Batu itu bergerak seperti anak panah, dan Turak tak sempat untuk hindari lemparan batu itu. Bammmmmmm!! Kepala Turak langsung dihantam batu itu, dan darah merah mengucur dari luka di kepalanya. "Kurang ajar, aku akan membunuhmu!" teriak Turak. Ketiga orang yang sudah memiliki sedikit ilmu meringankan tubuh itu sama-sama melompat ke arah Arya. Jelas Arya tidak mungkin bisa hindari serangan dari tiga orang itu, dan tubuhnya pun jadi sasaran empuk bagi serangan ketiga orang itu. "Cukup!" teriak Arya. Jeldaarrrr!! Suara ledakan petir terdengar di langit saat Arya berteriak keras, dan itu membuat ketiga orang yang memukuli Arya, mundur tanpa sadar. "Aku tidak pernah takut pada kalian! Mari bertarung sampai mati!" teriak Arya. "Manusia bodoh!" maki Boim. Boim melompat lagi, dan mengarahkan satu pukulan ke wajah Arya, namun Arya menahan pukulan itu dengan tinjunya juga. Bammmmmmm!! Arya dan Boim beradu pukulan, dan hasilnya, Arya terlempar dan jatuh ke bongkahan batu yang banyak itu. "Bagaimana, Arya? Apakah kau masih ingin melanjutkan semua ini?" kata Dika. "Aku tidak takut pada kalian, jadi jangan salahkan jika kalian terluka di sini!" kata Arya. Saat itulah, aura yang cukup mengerikan muncul dari tubuh Arya, aura yang membuat tiga orang itu mundur tanpa sadar. "Kenapa kalian mundur? Ayo kita lanjutkan dan buktikan siapa yang akan mati diantara kita?" teriak Arya.Aura di tubuh Arya semakin menakutkan saat amarah ditubuhnya semakin tak bisa Arya tahan, dan itu membuat tiga orang yang menganggunya mulai menujukkan wajah yang pucat. "Kabur!" teriak Boim dan langsung balik badan sebelum dua rekannya mengikuti dirinya untuk kabur. Arya yang masih marah, merasa heran akan hal itu, namun ia tak sadari semua itu, tak sadari kalau tubuhnya mengeluarkan aura yang sangat menakutkan."Aku selamat, aku harap mereka tak lagi ganggu diriku," ucap Arya dan terduduk lemas di atas batu-batu yang berada di belakang pondok Sanjaya itu. Namun itu hanya sesaat saja, karena Arya langsung bangkit."Aku harus lebih kuat, jika tidak, aku akan selamanya berada dalam siksaan mereka!" ucap Arya. ***Perguruan Matahari, merupakan salah satu perguruan yang memiliki nama yang cukup besar di dunia persilatan.Saat ini, Perguruan Matahari dipimpin oleh Ki Badrun, seorang pendekar dengan tingkatan pendekar dewa tahap tiga.Namun, sesungguhnya tingkatan Ki Badrun itu hanya t
Dengan tubuh yang penuh luka, Arya masuk ke dalam pondok Sanjaya, dan ia berbaring untuk sesaat di dalam pondok itu. Namun, Ki Badrun masuk, dan menarik tubuh pemuda berusia lima belas tahun itu."Apa lagi yang kau tunggu? Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun."Aku akan menunggu Guru Sanjaya, kembali!" jawab Arya. "Tidak perlu! Di sini, atau tidaknya Sanjaya, kau akan tetap terusir dari sini!" bentak Guru Badrun.Bahkan dengan kasar, Ketua perguruan matahari itu menyeret tubuh Arya hingga sampai di belakang pondok Sanjaya itu. "Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun dan lemparkan tubuh Arya hingga terlempar jauh. Arya hanya bisa menahan rasa sakit di tubuhnya, dan dengan menahan semua rasa sakit itu, Arya berjalan untuk menuju pintu keluar Perguruan itu. "Jangan coba-coba untuk lewat dari pintu Perguruan, pergi lewat hutan!" kata Ki Badrun lagi. Arya hanya bisa menarik napas, dan setelah itu, kaki mungil anak itu masuk ke dalam hutan, dan itu membuat Ki Badrun tersenyum puas. "Dengan
"Mungkin Tandui, tahu sesuatu tentang kepergian, Arya?" kata Sanjaya dan begitu dia keluar dari ruangan Ki Badrun dia langsung menuju ke rumah Guru Tandui, salah satu guru di perguruan matahari itu. "Arya, sesungguhnya kau ada dimana?" gumam Sanjaya menjadi gelisah."Selamat datang kembali, rivalku!" kata guru Tandui pada Sanjaya. Menyambut kedatangan orang yang dia anggap sebagai saingan di perguruan itu. "Kita sudah berumur Tandui, jangan anggap aku rival mu lagi!" kata Sanjaya."Sampai kapanpun kau adalah rival ku!" kata guru Tandui."Terserah padamu, Tandui. Eh, apa kau tahu muridku pergi kemana?" tanya Sanjaya."Mengenai itu ... !"Sanjaya melihat guru Tandui menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dan itu membuat Sanjaya curiga. "Ada apa, Tandui?" tanya Sanjaya."Muridmu mengacau!" kata Tandui."Mengacau? Apa maksudnya?" tanya Sanjaya."Setelah kepergianmu, dia membuat kekacauan di perguruan ini, dan setelah itu dia pergi, mungkin dia malu!" kata guru Tandui."Benarkah itu, Tand
Arya masih diam dan melihat saat Cahaya biru itu memancar dari kitab ilmu kanuragan yang diberikan padanya. Dan pada saat itulah sesuatu terjadi pada kitab itu, yang mana perlahan-lahan muncul sebuah pedang pusaka yang memiliki pamor yang sangat menakutkan. "Tidak mungkin!" kata Arya dan mendekat ke arah pedang itu. Jledaaarrrrrrr!!!Suara ledakan yang begitu dahsyat terdengar saat Arya memegang gagang pedang itu, dan itu sungguh suara ledakan yang sangat dahsyat."Apa maksudnya ini?" tanya Arya, dan masih terus pegangi gagang pedang yang baru saja keluar dari kitab pusaka itu. Bahkan, tanpa ragu, Arya mencabut pedang itu, dan pamor yang begitu kuat pun dirasakan oleh Arya keluar dari pedang itu. Jledaaarrrrrrr!Suara ledakan yang lebih keras lagi terdengar, dan itu lebih keras dari ledakan yang sebelumnya."Pedang urat petir!" ucap Arya membaca nama pedang itu di bilah pedang yang baru saja dia cabut itu. Hanya sesaat saja tulisan itu ada di bilah pedang itu, karena setelah itu
Di Utara kerajaan lingga, tepatnya di hutan rimba daun, hutan yang penuh dengan kelelawar yang sudah hidup ratusan tahun.Di tengah hutan yang lebat itu berdiri sebuah perguruan hitam yang cukup ditakuti di dunia persilatan. Perguruan Walet Merah."Apa ini?" gumam Ki Hasta, pendekar berjuluk Iblis Walet itu mendapatkan sebuah petunjuk yang membuat keringat di tubuhnya mengucur dengan deras."Tubuh petir? Pemilik kitab pusaka legendaris?" gumam Ki Hasta.Ki Hasta merupakan tokoh sesat yang sudah berusia ratusan tahun, dan sudah melewati generasi demi generasi.Dengan kemampuan tenaga dalam yang tinggi, Ki Hasta mampu menekan ketuaan pada dirinya. Meskipun saat ini dia terlihat berusia tujuh puluhan tahun, sesungguhnya usianya sudah lebih dari dua ratus tahun."Ini tidak dapat dibiarkan, bisa-bisa dunia hitam akan dihancurkan olehnya!" kata Ki Hasta, ketakutan.Tidak hanya petunjuk tentang pemilik tubuh petir, meskipun wajahnya tidak terlihat, Ki Hasta juga menemukan letak keberadaan pe
"Kita serang Perguruan Matahari dari tiga arah mata angin, aku akan dari sisi selatan!" kata Ki Hasta."Aku dari sisi barat!""Baik, aku akan dari sisi timur, pintu masuk perguruan itu," kata Nyai Kedasih.Tiga ketua perguruan hitam itu sudah mendekati Perguruan Matahari, dan berpisah menuju arah serangan yang sudah mereka sepakati.Ki Hasta, ketua Perguruan Walet Merah terlebih dahulu membawa semua muridnya menuju sisi selatan, meninggalkan Ki Gering dan Nyai Kedasih."Apa kau percaya padanya, Nyai?" tanya Ki Gering."Aku tidak tahu, tapi aku setuju karena aku benci pada Ki Badrun, ketua perguruan matahari," jawab Nyai Kedasih."Jadi itu alasanmu, ikut menyerang perguruan ini?" tanya Ki Gering."Iya, aku tidak terlalu yakin dengan firasat Ki Hasta," ucap Nyai Kedasih.Ki Gering diam, dia terpaku melihat Nyai Kedasih yang sudah meninggalkan dirinya, membawa semua murid perempuan yang dia bawa dari perguruannya.Kini tinggal Ki Gering dan semua murid perguruan yang dia bawa."Kenapa gu
"Bagaimana ketua Badrun? Apa kau akan tetap tak mengatakan dimana pemilik tubuh petir itu?" tanya ketua hasta."Sudah aku katakan, aku tidak tahu menahu tentang tubuh petir yang kau katakan itu," teriak Ki Badrun.Hiaaaaatttt!!Ki Badrun sudah mencabut pedangnya, dan saat dia alirkan tenaga dalam, pedangnya mengeluarkan cahaya merah. Itulah pamor dari pedang matahari.Ki hasta hanya tersenyum, meskipun mereka berasal dari jaman yang sama, tapi kemampuan ku hasta masih berada satu tingkat di atas Ki Badrun."Senjata mu akan segera tumpul!" kata Ki hasta.Wutttt ... whuuutt ... whuttttt..!!Ki Hasta memutar senjatanya, sebuah senjata berupa tongkat panjang dimana di ujung memiliki ukiran burung walet."Tidak akan aku biarkan!"Ki Badrun mulai gunakan jurus pedang matahari, jurus yang menggunakan kekuatan panas sebagai inti dari serangannya.Tapi Ki Hasta bukan tidak tahu semua itu, dan menunggu serangan Ki Badrun.Tranggggg!!Dua senjata andalan mereka beradu, dan tangan Ki Badrun berge
Arya, yang meninggalkan hutan, menuju ke arah kota Mekar, dan ia merasakan kalau orang-orang yang dia jumpai selama dalam perjalanan memiliki kemampuan yang cukup tinggi.Arya mengambil kitab pusaka yang ada dibalik bajunya."Tapi setelah aku kuasai dengan sempurna kitab ini, aku yakin, aku pasti mampu kalahkan mereka!" ucap Arya. Arya, saat meninggalkan hutan kematian memang belum sepenuhnya kuasai seluruh jurus yang ada di dalam kitab itu.Arya merasa sudah saatnya dia tinggalkan tempat latihannya, dan sambil berkelana Arya akan berlatih dirinya dan juga melatih jurus yang ada di dalam kitab itu.Kitab pusaka itu merupakan kitab yang paling sempurna bagi seorang pendekar yang menggunakan tangan kosong.Selain jurus utama, dalam kitab itu juga ada jurus tapak petir, jurus jari petir dan jurus tangan kosong yang lain, serta jurus pedang yang tak kalah hebatnya. Karena banyaknya jurus yang terkandung dalam kitab tinju pusaka, maka Arya putuskan untuk meninggalkan hutan kematian.Jika
"Pergilah! kami tidak ingin membunuhmu!" kata Ki Hura."Membunuhku? Aku tidak ada urusan dengan kalian, tapi dengan pemilik kedai ini!" ucap Arya.Arya menatap Wardana dengan pandangan yang penuh dengan pertanyaan."Apa perjanjian antara paman, dengan juragan Bentra?" tanya Arya."Perjanjian kami aku akan bayar setelah dua belas purnama, dan sampai waktu itu tiba, aku harus bayar bunganya tiap bulan!" jawab Wardana."Sudah berapa purnama berjalan, paman?" tanya Arya."Kalau tidak salah, baru delapan purnama!" jawab Wardana."Anda yang salah juragan, saat ini paman Wardana hanya wajib membayar bunga, belum semua hutangnya!" kata Arya dan berbalik kepada juragan Bentra."Aku tidak peduli, aku ingin dia bayar semuanya, lagian siapa kau? Apa urusanmu?" kata juragan Bentra sinis."Aku siapa? Aku yang memberikan modal untuk paman Wardana untuk membuka kembali usahanya, jika kau meminta semua modalnya, sudah pasti kami akan rugi!" jawab Arya."Apa? Kau yang memberikan modal? Apa kau tidak sa
"Masalah apa antara kita?" tanya Arya."Kirana!" "Jadi ini karena gadis itu? Apa kalian utusan juragan Bentra?" tanya Arya."Bukan urusanmu, sekarang kami minta kau pergi dari kota ini, atau kau akan babak belur!" ancam mereka.Plakkkkkk!!Arya tidak ingin bicara lebih lama, Arya langsung menampar wajah salah satu pemuda itu hingga berputar bagaikan gasing."Bagaimana mungkin?"Bammmmmmmmm!!Arya memberikan pukulan pada orang Kedua, dan langsung jatuh karena merasakan perutnya bagaikan diaduk dalam bejana.Bukkkkkk!!Arya angkat kakinya, dan sebuah tendangan ke dagu orang yang ketiga membuat ketiga orang itu menyerah tanpa perlawanan.Arya jongkok di depan orang yang mengancamnya."Jika kalian masih berani menunjukkan wajah kalian dihadapanku, maka bukan hanya luka yang aku berikan, tapi kematian, ingat itu!" kata Arya balik mengancam.Setelah itu Arya meninggalkan tempat itu, dan memilih kembali ke rumah Wardana, dia sedikit khawatir karena dia sudah diancam, dan memiliki hubungan d
"Membantu! Dengan apa Arya?" tanya Kirana."Sudah, kau tidak perlu cemberut lagi, ayo kita ke rumahmu, aku akan membantu kalian!" kata Arya."Tapi?" kata Kirana."Atau kau memang suka lelaki tua itu?" goda Arya."Jaga mulutmu!" kata Kirana.Arya dan Kirana memasuki kota Gambalang, dan beberapa pasang mata melihat kedatangan Arya dan Kirana yang seperti terlihat sepasang kekasih di hadapan mata banyak orang."Siapa pemuda itu?""Mana aku tahu!" "Kita beritahu pada juragan Bentra, pasti juragan tidak akan suka ada yang berani dekati gadis yang dia inginkan.""Kau benar! Tapi apa dia akan memberikan pekerjaan memberikan pelajaran pada kita?" tanya rekannya."Semoga saja iya!" ucap rekannya.Arya dan Kirana terus berjalan hingga mereka sampai di rumah Kirana, dan mata Wardana begitu tajam menatap Arya, seolah menatap dengan penuh tanda tanya."Saya Arya, paman!" kata Arya memperkenalkan dirinya sebelum Wardana bertanya."Aku tidak ingin tanyakan siapa namamu, tapi aku ingin tanyakan apa
"Kirana putriku, maafkan ayah! tapi ayah sungguh tidak tahu lagi, apa yang harus ayah lakukan!" kata lelaki itu meminta maaf pada putrinya itu."Kenapa tidak ayah saja yang gantikan, Kirana!" ucap gadis itu."Jika saja nyawa bisa gantikan, maka akan ayah lakukan, putriku!" kata ayahnya.Lelaki itu adalah Wardana. Lelaki yang dahulu adalah seorang pedagang di kota Gambalang, tapi usahanya hancur, dan mau tidak mau dia harus meminta pinjaman pada juragan Bentra.Juragan Bentra tahu jika Wardana memiliki seorang gadis yang cantik, dan dia dengan senang hati memberikan pinjaman itu, dengan bunga yang tidak tinggi.Tapi meskipun Wardana sudah berusaha keras, tetap saja usahanya gagal. Dan kini, tenggak waktu pembayaran bulanan sudah mulai mendekati waktunya, Wardana tidak tahu harus mencari dari mana lagi.Wardana sesungguhnya tidak tahu, jika semua kegagalan yang terjadi di usaha itu ada ikut campur dari juragan Bentra, itu karena juragan Bentra sudah inginkan tubuh Kirana, putri Wardana.
"Hahahaha! Apakah kau sadar diri yang bicara itu anak muda? lihat sekelilingmu? Apa kau tidak lihat jika kami lebih banyak darimu?" bentak pemimpin dari gerombolan yang sudah mengurung Arya.Arya hanya menatap sinis, dan tak memandang sedikit jika gerombolan orang itu akan memberikan dia hadangan.Haaaaaaaaaaa!!Arya keluarkan tenaga dalam yang besar, dan itu mengejutkan mereka semua."Siapa anak muda ini?" ucap pemimpin gerombolan itu pucat. Bahkan tanpa sadar kakinya mundur ke belakang."Ketua Hosun, bagaimana ini? Dia sangat kuat!" ucap anak buah gerombolan bandit gunung."Kita salah memilih korban!" kata ketua Hosun."Jadi apa yang akan kita lakukan?""Untuk apa kau tanyakan itu? Bukankah sudah sering seperti ini, jika menemukan lawan yang kuat, kita memilih mundur!" jawab ketua Hosun."MUNDUR ... CARI TEMPAT YANG MEMBUAT KALIAN HIDUP!" teriak ketua Hosun pada seluruh anak buahnya.Arya kaget, tidak dia sangka jika ketua dari kelompok bandit gunung itu akan memilih kabur.Huppppp!
Berkali-kali Ki Beling menyerang dengan tendangan dan pukulan, tapi tidak ada satupun serangan yang mampu melukai dan mengenai Arya.Haaaaaaaaaaa!!Dan setiap Arya menyerang balik, maka Ki Beling akan kewalahan menahan setiap serangan Arya.Plakkkkkk!!Satu jotosan Arya mengenai ulu hati Ki beling, dan kakek tua itu terjungkal ke belakang."Kurang ajar! Bocah ini sangat kuat, aku tidak akan mampu menghadapi dia saat ini.Hiaaatttt!!Ki beling melepaskan satu pukulan jarak jauh, dan itu bukan mengarah pada Arya, tapi pada Wanto."Wanto!! menghindar!" teriak Arya.Tapi Arya melihat jika Wanto tidak akan mampu mengindari pukulan itu.Whusssssssss!!Arya bergerak cepat, dan menubruk tubuh Wanto agar pemuda itu terhindar dari serangan Ki Beling."Ini yang aku tunggu!" gumam Ki beling.Huppppp!!Ki beling mencoba ambil langkah seribu, tapi wajahnya pucat pasi saat Arya sudah ada di hadapannya."Bagaimana mungkin? Kapan dia bergerak?" gumam Ki beling.Bammmmmmmmm!!Saat Arya memberikan seran
Sosok itu kaget karena merasakan getaran dari suara Arya, sosok itu menoleh dan anak muda itu bisa melihat jika sosok itu memiliki wajah yang menyeramkan, menakutkan dan pastinya akan membuat orang ketakutan."Aku tak yakin jika dia siluman! Aku tidak merasakan aura siluman dari orang ini, dia pasti manusia yang menyamar!" gumam Arya.Huppppp!!Arya melompat ke arah atap, dimana makhluk yang seperti siluman itu berada. Dan mendarat tak jauh dari sosok yang menjadi siluman itu."Kau bukan siluman!" kata Arya menunjuk sosok itu.Sosok itu menatap Arya dengan dalam, dan jelas Arya melihat mata manusia pada sosok itu."Siapa kau?" tanya Arya.Haaaaaaaaaaa!!Sosok itu bergerak, dan memberikan satu serangan pada Arya, tapi Arya dengan cepat bergerak menghindar dari serangan itu."Sudah pasti kau bukan siluman!"Arya mendarat, dan langsung memberikan serangan balasan pada sosok itu.Plakkkkkk!!Dua tangan mereka beradu, dan itu membuat tubuh makhluk itu terlempar ke belakang."Kurang ajar!"
Arya menatap ke arah datangnya anak panah itu, dan merasakan energi lebih dari satu orang berada tidak jauh dari tempat Arya istirahat."Aku tidak ingin membuat masalah, aku hanya seorang pengelana!" teriak Arya.Whusssssssss!!Jawaban dari teriakan Arya adalah belasan anak panah yang melesat dengan kecepatan yang tinggi. Anak panah itu diluncurkan dengan bantuan tenaga dalam.Tapi, hanya dengan tangannya sudah sudah mampu menyapu anak panah itu hingga rontok ke tanah."Sudah aku katakan aku tidak ingin ada masalah!" teriak Arya lagi.Kali ini tidak ada jawaban, bahkan Arya merasakan jika orang-orang yang menyerangnya menjauh dan pancaran energi mereka hilang tak berbekas."Sialan! Mereka kabur!" ucap Arya.Arya menatap ke langit, dan dia merasa jika hari akan segera petang."Sebaiknya aku melihat apa ada pemukiman penduduk di sekitar hutan ini," kata Arya."Gondola, kau bersantai dulu disini, aku akan mencari tempat untukku!" kata Arya pada kuda gondola.Arya berjalan santai, tapi te
Ki sepat langsung berbalik saat dengar suara itu. "Aku sudah yakin jika yang datang itu adalah dirimu, Ki Rembang!" kata Ki sepat dan berjalan ke arah Ki Rembang."Hahahaha! Tenyata dirimu, sepat!" kata Ki Rembang yang mengenal Ki sepat.Dua orang yang datang dari jaman yang sama itu berpelukan, karena terlalu lama mereka tidak bertemu."Jika aku tahu kau membuat perguruan disini, sudah pasti aku akan sering singgah, sepat. Aku hampir dua atau tiga purnama selalu datang ke kota ini!" kata Ki Rembang."Datang ke kota ini? Untuk apa?" tanya ku sepat."Adipati adalah menantuku, Andini adalah cucuku!" jawab Ki Rembang."Sungguh?" tanya Ki sepat tidak percaya."Iya, untuk apa aku berdusta!" jawab Ki Rembang.Setelah basa-basi itu semuanya diam."Kau tadi mengatakan jika ada seseorang yang ingin hancurkan menantuku, dan ingin kuasai kota, siapa yang kau maksud, Sepat?" tanya Ki Rembang."Saat ini masih diselidiki muridku, Danu. Yang aku curigai adalah juragan Handoko, dia memiliki akses ke