Dengan tubuh yang penuh luka, Arya masuk ke dalam pondok Sanjaya, dan ia berbaring untuk sesaat di dalam pondok itu.
Namun, Ki Badrun masuk, dan menarik tubuh pemuda berusia lima belas tahun itu. "Apa lagi yang kau tunggu? Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun. "Aku akan menunggu Guru Sanjaya, kembali!" jawab Arya. "Tidak perlu! Di sini, atau tidaknya Sanjaya, kau akan tetap terusir dari sini!" bentak Guru Badrun. Bahkan dengan kasar, Ketua perguruan matahari itu menyeret tubuh Arya hingga sampai di belakang pondok Sanjaya itu. "Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun dan lemparkan tubuh Arya hingga terlempar jauh. Arya hanya bisa menahan rasa sakit di tubuhnya, dan dengan menahan semua rasa sakit itu, Arya berjalan untuk menuju pintu keluar Perguruan itu. "Jangan coba-coba untuk lewat dari pintu Perguruan, pergi lewat hutan!" kata Ki Badrun lagi. Arya hanya bisa menarik napas, dan setelah itu, kaki mungil anak itu masuk ke dalam hutan, dan itu membuat Ki Badrun tersenyum puas. "Dengan ini, tidak akan ada saksi mata kalau aku mengusir bocah itu. Pastinya Sanjaya tidak akan menyalahkan diriku!" kata Ki Badrun. Guru Tandui, dan Turak sungguh puas karena pengusiran bagi Arya, dan itu membuat mereka tidak akan pernah bertemu lagi dengan anak kecil itu. "Ketua, kalau Sanjaya kembali, apa yang akan kita katakan?" tanya Guru Tandui. "Aku tidak tahu menahu soal ini, aku bahkan tidak melihat apapun!" kata Ki Badrun. Itu membuat Guru Tandui dan Turak tersenyum, dan keduanya sudah paham apa maksud dari Ki Badrun itu. "Kami juga tidak tahu apa-apa!" kata Guru Tandui dan mereka pun meninggalkan pondok Sanjaya. Turak masih sempat melihat ke arah hutan, dan ia tersenyum karena ia yakin, Arya sudah tak mungkin bertahan hidup di dalam hutan itu. Tidak hanya Turak, namun Ki Badrun juga yakin kalau Arya tidak akan mampu bertahan di dalam hutan itu. Itu salah satu alasan Ki Badrun memaksa Arya untuk masuk ke dalam hutan, semua itu demi menghilangkan jejak dan keberadaan anak kecil itu. "Dengan ini, masalah tentang bocah itu sudah selesai!" ucap Ki Badrun. *** Arya yang terusir dari perguruan matahari, memang masuk ke dalam hutan, namun mereka tak sadar kalau hutan itu telah jadi rumah baru bagi anak muda itu. Semenjak Sanjaya meninggalkan Perguruan Matahari untuk menyelesaikan misi yang dia jalani, Arya menangkup sudah berlatih keras, dan ia pun kini akan mengulang latihan yang sudah dia mulai di hutan itu. "Mereka berpikir aku akan mati di sini! Tidak! Aku akan kuat, dan keluar dari dalam hutan ini!" kata Arya dengan wajah yang yakin. Arya pun membuka kitab yang dia dapatkan lewat mimpinya, dan ia langsung mencoba untuk belajar ilmu kanuragan di kitab itu. "Dengan kitab pusaka ini, aku akan menjadi yang terbaik di dunia persilatan, tak perduli apapun halangan yang akan aku dapatkan, aku akan menjadi lebih kuat!" kata Arya. Sejak saat itu pula, Arya memilih untuk bertahan di dalam hutan itu, hutan yang sesungguhnya sangat menakutkan, dan jarang dimasuki oleh orang-orang. Bahkan guru Perguruan Matahari dan murid perguruan itu pun jarang masuk ke dalam hutan itu, karena sadar akan bahaya yang ada di dalam hutan itu. *** Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa sudah satu tahun Sanjaya meninggalkan Perguruan Matahari. Saat misi yang dia jalani tuntas, anak muda berusia tiga puluhan tahun itu memilih untuk kembali ke perguruan matahari secepatnya. Sanjaya lebih dahulu melaporkan hasil misinya, dan setelah itu, Sanjaya buru-buru menuju ke pondoknya. Namun, saat ia tiba di pekarangan pondok yang jadi tempat tinggalnya, dia melihat kalau pondok itu sudah ditumbuhi dengan semak-semak yang cukup tinggi. Hal itu membuat Sanjaya bingung, karena pondok itu terlihat tak pernah ditinggali oleh manusia. "Arya!" teriak Sanjaya dan masuk ke dalam pondoknya. Namun, sambutan untuk Sanjaya adalah debu-debu yang berada di dalam pondok itu, debu karena pondok itu sudah tak ditinggali satu manusia pun. Tidak hanya debu, namun sarang laba-laba juga memenuhi pondok itu, dan itu semakin meyakinkan Sanjaya kalau pondok itu benar-benar telah tanpa penghuni. "Apa yang terjadi? Kemana Arya?" kata Sanjaya. Dari kondisi pondoknya, Sanjaya sadar kalau Arya sudah lama meninggalkan pondok itu, dan mungkin saja setelah ia pergi, Arya juga sudah pergi meninggalkan pondok itu. itulah yang ada dalam pikiran Sanjaya. "Pasti ada yang tak beres di sini!" kata Sanjaya dan langsung meninggalkan pondoknya itu. Tujuan Sanjaya, sudah jelas untuk menemui Ki Badrun, dan ia ingin tahu apa yang telah terjadi pada Arya, murid yang dia bawa ke perguruan itu. "Ketua! Ada yang ingin aku tanyakan padamu!" kata Sanjaya saat ia masuk ke dalam ruangan Ki Badrun. Ki Badrun sudah tahu tujuan Sanjaya, namun ia sudah menyusun kata-kata untuk meyakinkan Sanjaya. "Apa itu, Sanjaya?" tanya Ki Badrun. "Apa kalian tahu kemana, muridku, Arya, pergi?" tanya Sanjaya. "Arya?" kata Ki Badrun dan pura-pura berpikir. "Iya, ketua! Kemana dia akan?" "Aku sungguh tidak tahu Sanjaya! Aku pun sudah tak melihat dia setelah kau meninggalkan perguruan ini!" kata Ki Badrun. "Benarkah itu?" tanya Sanjaya. "Iya! Aku sungguh tak tahu, dan jika dia pergi, dia juga tidak mengatakan padaku!" kata Ki Badrun. "Tidak mungkin!" kata Sanjaya tak percaya. "Terserah padamu jika kau tidak percaya, namun aku ingatkan padamu, Arya tidak memiliki bakat, untuk apa kau mengingat dia?" kata Ki Badrun. "Kalian salah, Arya memiliki bakat yang tinggi, dan jika di didik dengan benar, dia akan menjadi harapan baru bagi perguruan ini!" kata Sanjaya. "Untuk apa harapan baru kalau dia tak bisa membangun perguruan ini, Sanjaya!" "Membangun Perguruan ini, atau dia tak bisa membayar di perguruan ini?" kata Sanjaya. "Bukankah itu sama saja Sanjaya? Dia tak mampu bayar, jadi bagaimana dia akan membangun Perguruan ini?" "Oh jadi seperti itu ya? Katakan saja kalau Arya tidak bisa memberikan koin emas untuk ketua!" kata Sanjaya. "Sanjaya, diam! Jangan asal bicara!" bentak Ki Badrun. "Sepertinya yang aku katakan itu benar, dia sepertinya bukan pergi, tapi kalian usir. Benar, bukan?" kata Sanjaya. "Sudah aku katakan, aku tak tahu apa-apa tentang muridmu itu! Dan lagian dia pergi itu malah membuat beban Perguruan ini berkurang. Dia hanya beban!" kata Ki Badrun. "Beban yang kau katakan itu adalah muridku!" tegas Sanjaya dan meninggalkan ruangan itu. "Sanjaya, kau mau kemana?" "Mencari Arya!" tegas Sanjaya."Mungkin Tandui, tahu sesuatu tentang kepergian, Arya?" kata Sanjaya dan begitu dia keluar dari ruangan Ki Badrun dia langsung menuju ke rumah Guru Tandui, salah satu guru di perguruan matahari itu. "Arya, sesungguhnya kau ada dimana?" gumam Sanjaya menjadi gelisah."Selamat datang kembali, rivalku!" kata guru Tandui pada Sanjaya. Menyambut kedatangan orang yang dia anggap sebagai saingan di perguruan itu. "Kita sudah berumur Tandui, jangan anggap aku rival mu lagi!" kata Sanjaya."Sampai kapanpun kau adalah rival ku!" kata guru Tandui."Terserah padamu, Tandui. Eh, apa kau tahu muridku pergi kemana?" tanya Sanjaya."Mengenai itu ... !"Sanjaya melihat guru Tandui menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dan itu membuat Sanjaya curiga. "Ada apa, Tandui?" tanya Sanjaya."Muridmu mengacau!" kata Tandui."Mengacau? Apa maksudnya?" tanya Sanjaya."Setelah kepergianmu, dia membuat kekacauan di perguruan ini, dan setelah itu dia pergi, mungkin dia malu!" kata guru Tandui."Benarkah itu, Tand
Arya masih diam dan melihat saat Cahaya biru itu memancar dari kitab ilmu kanuragan yang diberikan padanya. Dan pada saat itulah sesuatu terjadi pada kitab itu, yang mana perlahan-lahan muncul sebuah pedang pusaka yang memiliki pamor yang sangat menakutkan. "Tidak mungkin!" kata Arya dan mendekat ke arah pedang itu. Jledaaarrrrrrr!!!Suara ledakan yang begitu dahsyat terdengar saat Arya memegang gagang pedang itu, dan itu sungguh suara ledakan yang sangat dahsyat."Apa maksudnya ini?" tanya Arya, dan masih terus pegangi gagang pedang yang baru saja keluar dari kitab pusaka itu. Bahkan, tanpa ragu, Arya mencabut pedang itu, dan pamor yang begitu kuat pun dirasakan oleh Arya keluar dari pedang itu. Jledaaarrrrrrr!Suara ledakan yang lebih keras lagi terdengar, dan itu lebih keras dari ledakan yang sebelumnya."Pedang urat petir!" ucap Arya membaca nama pedang itu di bilah pedang yang baru saja dia cabut itu. Hanya sesaat saja tulisan itu ada di bilah pedang itu, karena setelah itu
Di Utara kerajaan lingga, tepatnya di hutan rimba daun, hutan yang penuh dengan kelelawar yang sudah hidup ratusan tahun.Di tengah hutan yang lebat itu berdiri sebuah perguruan hitam yang cukup ditakuti di dunia persilatan. Perguruan Walet Merah."Apa ini?" gumam Ki Hasta, pendekar berjuluk Iblis Walet itu mendapatkan sebuah petunjuk yang membuat keringat di tubuhnya mengucur dengan deras."Tubuh petir? Pemilik kitab pusaka legendaris?" gumam Ki Hasta.Ki Hasta merupakan tokoh sesat yang sudah berusia ratusan tahun, dan sudah melewati generasi demi generasi.Dengan kemampuan tenaga dalam yang tinggi, Ki Hasta mampu menekan ketuaan pada dirinya. Meskipun saat ini dia terlihat berusia tujuh puluhan tahun, sesungguhnya usianya sudah lebih dari dua ratus tahun."Ini tidak dapat dibiarkan, bisa-bisa dunia hitam akan dihancurkan olehnya!" kata Ki Hasta, ketakutan.Tidak hanya petunjuk tentang pemilik tubuh petir, meskipun wajahnya tidak terlihat, Ki Hasta juga menemukan letak keberadaan pe
"Kita serang Perguruan Matahari dari tiga arah mata angin, aku akan dari sisi selatan!" kata Ki Hasta."Aku dari sisi barat!""Baik, aku akan dari sisi timur, pintu masuk perguruan itu," kata Nyai Kedasih.Tiga ketua perguruan hitam itu sudah mendekati Perguruan Matahari, dan berpisah menuju arah serangan yang sudah mereka sepakati.Ki Hasta, ketua Perguruan Walet Merah terlebih dahulu membawa semua muridnya menuju sisi selatan, meninggalkan Ki Gering dan Nyai Kedasih."Apa kau percaya padanya, Nyai?" tanya Ki Gering."Aku tidak tahu, tapi aku setuju karena aku benci pada Ki Badrun, ketua perguruan matahari," jawab Nyai Kedasih."Jadi itu alasanmu, ikut menyerang perguruan ini?" tanya Ki Gering."Iya, aku tidak terlalu yakin dengan firasat Ki Hasta," ucap Nyai Kedasih.Ki Gering diam, dia terpaku melihat Nyai Kedasih yang sudah meninggalkan dirinya, membawa semua murid perempuan yang dia bawa dari perguruannya.Kini tinggal Ki Gering dan semua murid perguruan yang dia bawa."Kenapa gu
"Bagaimana ketua Badrun? Apa kau akan tetap tak mengatakan dimana pemilik tubuh petir itu?" tanya ketua hasta."Sudah aku katakan, aku tidak tahu menahu tentang tubuh petir yang kau katakan itu," teriak Ki Badrun.Hiaaaaatttt!!Ki Badrun sudah mencabut pedangnya, dan saat dia alirkan tenaga dalam, pedangnya mengeluarkan cahaya merah. Itulah pamor dari pedang matahari.Ki hasta hanya tersenyum, meskipun mereka berasal dari jaman yang sama, tapi kemampuan ku hasta masih berada satu tingkat di atas Ki Badrun."Senjata mu akan segera tumpul!" kata Ki hasta.Wutttt ... whuuutt ... whuttttt..!!Ki Hasta memutar senjatanya, sebuah senjata berupa tongkat panjang dimana di ujung memiliki ukiran burung walet."Tidak akan aku biarkan!"Ki Badrun mulai gunakan jurus pedang matahari, jurus yang menggunakan kekuatan panas sebagai inti dari serangannya.Tapi Ki Hasta bukan tidak tahu semua itu, dan menunggu serangan Ki Badrun.Tranggggg!!Dua senjata andalan mereka beradu, dan tangan Ki Badrun berge
Arya, yang meninggalkan hutan, menuju ke arah kota Mekar, dan ia merasakan kalau orang-orang yang dia jumpai selama dalam perjalanan memiliki kemampuan yang cukup tinggi.Arya mengambil kitab pusaka yang ada dibalik bajunya."Tapi setelah aku kuasai dengan sempurna kitab ini, aku yakin, aku pasti mampu kalahkan mereka!" ucap Arya. Arya, saat meninggalkan hutan kematian memang belum sepenuhnya kuasai seluruh jurus yang ada di dalam kitab itu.Arya merasa sudah saatnya dia tinggalkan tempat latihannya, dan sambil berkelana Arya akan berlatih dirinya dan juga melatih jurus yang ada di dalam kitab itu.Kitab pusaka itu merupakan kitab yang paling sempurna bagi seorang pendekar yang menggunakan tangan kosong.Selain jurus utama, dalam kitab itu juga ada jurus tapak petir, jurus jari petir dan jurus tangan kosong yang lain, serta jurus pedang yang tak kalah hebatnya. Karena banyaknya jurus yang terkandung dalam kitab tinju pusaka, maka Arya putuskan untuk meninggalkan hutan kematian.Jika
Dengan bantuan dari Kuil Suci, keadaan di perguruan matahari mulai kondusif, meskipun itu tidak menutupi jika perguruan itu akan kehilangan pamor di dunia persilatan."Maafkan kami ketua Badrun, kami terlambat datang!" kata Biksu Suci pada ketua besar perguruan matahari.Wajah dari Biksu Suci terlihat tidak bagus, dia merasa sangat bersalah."Tidak, Biksu Suci. Aku malah sangat berterima kasih pada Biksu Suci, jika bukan karena Biksu Suci, mungkin perguruanku sudah rata dengan tanah," kata ketua Badrun.Wajah Biksu Suci tetap saja tidak baik, dia seperti memikirkan sesuatu."Siapa pemilik tubuh petir itu, ya?" ucap Biksu Suci."Aku juga berpikiran sama, Biksu Suci. Ki Hasta mengatakan jika pemilik tubuh petir itu berasal dari perguruan ku ini, padahal aku tidak tahu apa-apa," kata ketua Badrun."Tapi aku merasa ada sesuatu yang berhubungan antara dia dengan perguruan ini, atau mungkin dengan seseorang di perguruan ini," ucap Biksu Suci."Seseorang?" gumam ketua Badrun.Ketua Badrun da
Dengan mengganti pakaian menjadi warna kuning, Arya berjalan menyusuri ibukota kerajaan Lingga, kota Mawar Putih."Inikah ibukota?' ucap Arya yang begitu kagum dengan kemegahan kota mawar putih. Kota yang bangunannya tertata dengan baik."Tapi kenapa kota ini seperti baru terjadi kekacauan?" gumam Arya.Seperti yang Arya ucapkan, kota Mawar Putih memang baru saja terjadi renovasi di berbagai sudut kota itu, Arya tidak tahu jika kota mawar putih, baru saja terjadi perebutan kekuasaan.Arya duduk di emperan toko yang ada di kota itu, ingin memasuki sebuah rumah makan tapi Arya sudah kehabisan uang."Nasib seorang pendekar memang sangat menyedihkan," ucap Arya.Arya memang tidak memiliki bekal selama perjalanan, dan ia hanya memiliki sedikit koin emas dan semua itu sudah habis saat Arya memulai perjalanan."Hei anak muda! Apa kau seorang pendekar?'Arya menoleh, dan yang ada didekatnya adalah seorang lelaki usia empat puluhan tahun."Hanya pendekar biasa, paman!" jawab Arya."Dari usiamu
Arya merasa semuanya kembali tenang, Arya kini sudah kembali menguasai dirinya. "Terimakasih guru!" kata Arya yang kembali berlutut pada Ki manunggal Wahid."Aku adalah gurumu, aku selalu inginkan yang terbaik untukmu, cucuku!" kata Ki Manunggal Wahid."Apakah sudah saatnya kau kembali ke tubuhku, guru?" tanya Arya."Benar! Memang itu yang harus kau lakukan!" kata Ki Manunggal Wahid.Arya angguk kepala, meskipun dia masih ingin bercerita panjang lebar dengan Ki Manunggal Wahid, tapi Arya sadar jika dia saat ini di butuhkan di dunia nyata."Aku akan berikan sisa-sisa yang aku miliki untukmu!" kata Ki Manunggal Wahid."Apa itu guru?" tanya Arya.Ki Manunggal Wahid memegang tangan Arya, dan yang dia berikan adalah seluruh kemampuan, seluruh tehknik tertinggi yang dia miliki dalam memainkan jurus pedang naga.Arya kaget, tapi sekaligus sangat terharu."Satu hal lagi, belajarlah untuk kendalikan ilmu meringankan tubuh!" kata Ki manunggal Wahid.arya menggaruk kepalanya, dia memang belum
Orang yang menangkap tangan Arya tersenyum, dan itu adalah senyum yang begitu hangat menurut Arya."Jangan mendekat kesana, wahai diriku, itu akan mengubah diriku juga!" kata orang itu.Yang ada dihadapan Arya adalah orang yang memiliki wajah seperti dirinya, tubuh seperti dirinya, bahkan sedikitpun tidak ada beda antara Arya dengan dirinya."Siapa kau?" tanya Arya."Siapa aku? Aku adalah kau, kau adalah aku! Kita adalah atau kesatuan yang tidak dapat dipisahkan!" "Aku tidak memahami semua ini," kata Arya."Kau tidak usah pahami semua itu, cukup kau terima saja diriku!" kata tubuh lain Arya itu."Menerima dirimu?" tanya Arya."Iya!"Hahahahahahaha!!"Untuk apa kau terima sesuatu yang membuat dirimu lemah, wahai diriku!"Dari daratan hitam itu terdengar suara, dan saat Arya menoleh kesana, Arya juga melihat orang yang sama seperti dirinya , hanya saja orang itu memilik sikap yang jauh berbeda."Kemarilah!' kata orang yang mirip Arya di daratan hitam."Jangan dengarkan dia, dia hanya i
Ki Pratap tak mampu lagi menggerakkan badannya, dia begitu tertekan karena tekanan yang dikeluarkan ketua Son Chong.Tangan ketua Son Chong mencekik leher Ki Pratap, dan matanya menatap tajam."Aku bisa saja mematahkan lehermu dengan mudahnya, tapi kau sudah berusaha untukku! Mulai sekarang kau adalah bagian dari kelompok tengkorak! Apa kau paham?" ucap ketua Son pada Ki Pratap.Ki Pratap tak mampu menjawab, suaranya tertahan karena cekikan di lehernya."Tugasmu sekarang, cari makam pemilik tubuh petir itu sampai dapat, jika tidak kau temukan dalam beberapa purnama ke depan, jangan salahkan aku jika kau akan tewas," kata ketua Son Chong memberikan ancaman sekalian melepaskan cengkeraman di leher Ki Pratap.Dengan segera, dan dengan tubuh yang ketakutan, Ki Pratap berlutut pada ketua Son."Aku ... Aku akan lakukan, aku akan setia pada ketua!" kata Ki Pratap."Pergilah dari sini!" usir ketua Son Chong.Dengan segera, dan dengan gerakan yang cepat, Ki Pratap kabur dari ruangan itu."Dasa
Asap tebal membumbung tinggi ke atas udara, asap itu muncul dari perguruan bulan biru yang berada di atas puncak gunung biru. Kini Perguruan itu sudah rata dengan tanah."Itu, ketua! Segera bantu dia!"Guru pengajar segera membawa tubuh nyai Sendana menjauh dari api yang semakin besar, dan kini mereka berkumpul bersama dengan murid-murid perguruan yang semuanya semuanya adalah murid perempuan."Apa yang akan kita lakukan?" tanya salah satu guru pengajar."Kita bangunkan dulu ketua dari pingsannya, setelah itu ketua yang tentukan semuanya.""Kalian benar!" Semua guru pengajar berkeliling di sekitar tubuh nyai Sendana, dan beberapa guru memberikan bantuan dengan mengalirkan hawa murni."Bagaimana?""Mungkin tidak lama lagi, ketua akan membuka matanya!" Seperti yang dikatakan guru pengajar itu, mata nyai Sendana perlahan mulai terbuka, dan yang pertama terlihat di pandangannya adalah, warna merah yang terlihat masih kabur."Apa itu apa?" gumam nyai Sendana."Api?"Mata nyai Sendana lan
"Apa ini?" kata nyai Sendana dengan wajah yang pucat."Ada apa guru?" tanya senja pada gurunya itu."Kau tunggu disini, aku merasakan sesuatu yang buruk mendekati perguruan!" kata nyai Sendana."Sesuatu yang buruk seperti apa guru?" tanya senja."Jangan banyak tanya, segera kau ambil pedang naga angin itu, kau sudah berhak membawanya," kata nyai Sendana.Setelah ucapkan itu, nyai Sendana meninggalkan ruangan pribadinya, meninggalkan senja sendirian di dalam ruangan itu.Senja masih menatap pedang naga angin dengan begitu berbinar, matanya begitu bercahaya karena melihat pedang itu.Senja ambil pedang naga angin, dan menimang sarung pedang itu, senja seolah lupakan tentang keberadaan batu yang seperti mulut gua, dan lupakan peringatan gurunya.Sementara itu, nyai Sendana yang meninggalkan senja sudah sampai di halaman perguruan."Semua guru pengajar berkumpul, aku merasakan akan ada serangan!" teriak nyai Sendana dengan mengerahkan kekuatan tenaga dalam yang tinggi.Semuanya guru penga
Seperti biasa, kegiatan di perguruan bulan biru berjalan seperti semestinya. Tidak ada hal yang terlalu membuat perguruan itu melakukan kesibukan yang berlebihan.Sudah satu purnama berlalu sejak kematian Arya, dan kebohongan nyai Sendana masih terus berlanjut."Senja, gerakan tanganmu harus kau perhalus, jurus itu bukan jurus kasar!" kata nyai Sendana yang kini jadi guru bagi senja. Gadis muda yang dulu adalah putri keraton, tapi demi membalas dendam dia lepaskan semua hidup mewahnya."Baik, guru! Senja akan ulangi!" kata gadis itu.Sejak permintaan Senja pada nyai Sendana, guru besar Perguruan Bulan Biru itu sangat telaten melatih Senja, bahkan satu demi satu bakat dari Senja mulai terlihat."Bakatnya terpendam, dan jika belajar pada guru yang salah, dia akan jadi golongan hitam yang kuat!" kata nyai Sendana."Senja! Kemari lah! Hentikan dulu latihan mu!" kata nyai Sendana."Ada apa guru?" tanya Senja dan menghentikan latihan yang sedang dia lakukan."Istirahatlah! Besok kau akan me
"Resi Raspati!"Lelaki pengganggu Arya dan Arya sama-sama menoleh dan kaget karena yang menghentikan mereka adalah pemilik perguruan roh itu.Lelaki pengganggu Arya berlutut pada Resi Raspati, dan menunjukkan rasa hormat yang begitu dalam pada Resi Raspati."Dia ... dia yang memulai semua ini, Resi? Dia pukul aku, ini buktinya!" kata lelaki itu dan menujukkan luka pada Resi Raspati."Aku sudah melihat semua itu Juhari, sudah aku lihat!' ucap resi Raspati."Iya resi, dia sejak awal sudah mencari masalah denganku!" kata Juhari.Resi Raspati tersenyum."Berikan kitab itu padaku, Juhari!" kata resi Raspati.Juhari dengan sangat membungkuk tanda hormat memberikan kitab tinju penggetar langit pada resi Raspati."Arya, ini kitab mu!' kata resi Raspati memberikan kitab itu pada Surya, sementara Juhari diam membisu."Ada apa ini Resi? kenapa kitab itu diberikan kembali padanya?" tanya Juhari."Kitab itu memang miliknya Juhari!" ucap resi Raspati."Tapi dia harus diusir dari sini!" kata Juhari.
Baru beberapa saat saja Nyai Sendawa mengunci gua obat, sesuatu terjadi di dalam gua obat. Dan sesuatu itu terjadi pada Arya.Asap tebal yang menyelubungi tubuh Arya perlahan meresap masuk kedalam tubuh Arya, dan menarik roh anak muda itu keluar dari tubuhnya.Roh Arya berdiri di samping tubuh kasarnya, dan melihat dengan begiru terpenjarat tidak percaya."Apa aku sudah mati?" gumam roh Arya.Arya mencoba memasuki tubuhnya.Whussssss!!Sesuatu kekuatan yany begitu besar mendorong roh Arya hingga terbuang jauh. Sampai Arya berkali-kali mencoba, tapi hasilnya tetap saja sama."Tidak, aku belum mati!" kata Arya tidak percaya dengan keadaan tubuhnya yang memang sudah seperti mayat. pucat memutih."Biarkan tubuhmu menerima pengobatan!"Satu suara terdengar, dan suara itu berasal dari seseorang yang Arya kenali."Resi Raspati?" tanya Arya tidak percaya."Iya, ini memang aku!" kata Resi Raspati."Apa yang harus kau lakukan, Resi?" tanya Arya."Banyak hal yang harus kau lakukan, termasuk berl
Nyai Sendana mendekati tubuh Arya, dan dia memeriksa tubuh Arya."Ada apa dengan tubuh anak muda ini?" gumam Nyai Sendana.Jarinya menyentuh tubuh Arya, tapi sesuatu yang kuat malah menyentrum jarinya."Ada apa ini?'Nyai Sendana menarik jarinya dengan cepat, dan kaget dengan keadaan Arya."Bagaimana ketua? Apa kita akan membawa dia?' tanya salah satu guru pengajar di Perguruan Bulan Biru."Aku juga bingung bagaimana membawa tubuhnya, tubuhnya mengalirkan sesuatu yang kuat," kata Nyai Sendana.Semua perempuan yang datang dari Perguruan Bulan Biru itu mengelilingi tubuh Arya, seolah berpikir bagaimana membawa tubuh pemuda itu."Aku akan periksa lagi kondisinya!' kata Nyai Sendana.Kali ini saat dia memeriksa, dia kaget, dia merasakan jika tubuh Arya sudah mengalirkan energi yang kuat lagi, tapi yang dia rasakan adalah hampir seluruh jaringan tubuh dan peredaran darah Arya sudah rusak parah.Dengan segera, nyai Sendana membawa Arya, dan terbang melesat menuju Perguruan Bulan Biru."Ketu