Dengan tubuh yang penuh luka, Arya masuk ke dalam pondok Sanjaya, dan ia berbaring untuk sesaat di dalam pondok itu.
Namun, Ki Badrun masuk, dan menarik tubuh pemuda berusia lima belas tahun itu. "Apa lagi yang kau tunggu? Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun. "Aku akan menunggu Guru Sanjaya, kembali!" jawab Arya. "Tidak perlu! Di sini, atau tidaknya Sanjaya, kau akan tetap terusir dari sini!" bentak Guru Badrun. Bahkan dengan kasar, Ketua perguruan matahari itu menyeret tubuh Arya hingga sampai di belakang pondok Sanjaya itu. "Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun dan lemparkan tubuh Arya hingga terlempar jauh. Arya hanya bisa menahan rasa sakit di tubuhnya, dan dengan menahan semua rasa sakit itu, Arya berjalan untuk menuju pintu keluar Perguruan itu. "Jangan coba-coba untuk lewat dari pintu Perguruan, pergi lewat hutan!" kata Ki Badrun lagi. Arya hanya bisa menarik napas, dan setelah itu, kaki mungil anak itu masuk ke dalam hutan, dan itu membuat Ki Badrun tersenyum puas. "Dengan ini, tidak akan ada saksi mata kalau aku mengusir bocah itu. Pastinya Sanjaya tidak akan menyalahkan diriku!" kata Ki Badrun. Guru Tandui, dan Turak sungguh puas karena pengusiran bagi Arya, dan itu membuat mereka tidak akan pernah bertemu lagi dengan anak kecil itu. "Ketua, kalau Sanjaya kembali, apa yang akan kita katakan?" tanya Guru Tandui. "Aku tidak tahu menahu soal ini, aku bahkan tidak melihat apapun!" kata Ki Badrun. Itu membuat Guru Tandui dan Turak tersenyum, dan keduanya sudah paham apa maksud dari Ki Badrun itu. "Kami juga tidak tahu apa-apa!" kata Guru Tandui dan mereka pun meninggalkan pondok Sanjaya. Turak masih sempat melihat ke arah hutan, dan ia tersenyum karena ia yakin, Arya sudah tak mungkin bertahan hidup di dalam hutan itu. Tidak hanya Turak, namun Ki Badrun juga yakin kalau Arya tidak akan mampu bertahan di dalam hutan itu. Itu salah satu alasan Ki Badrun memaksa Arya untuk masuk ke dalam hutan, semua itu demi menghilangkan jejak dan keberadaan anak kecil itu. "Dengan ini, masalah tentang bocah itu sudah selesai!" ucap Ki Badrun. *** Arya yang terusir dari perguruan matahari, memang masuk ke dalam hutan, namun mereka tak sadar kalau hutan itu telah jadi rumah baru bagi anak muda itu. Semenjak Sanjaya meninggalkan Perguruan Matahari untuk menyelesaikan misi yang dia jalani, Arya menangkup sudah berlatih keras, dan ia pun kini akan mengulang latihan yang sudah dia mulai di hutan itu. "Mereka berpikir aku akan mati di sini! Tidak! Aku akan kuat, dan keluar dari dalam hutan ini!" kata Arya dengan wajah yang yakin. Arya pun membuka kitab yang dia dapatkan lewat mimpinya, dan ia langsung mencoba untuk belajar ilmu kanuragan di kitab itu. "Dengan kitab pusaka ini, aku akan menjadi yang terbaik di dunia persilatan, tak perduli apapun halangan yang akan aku dapatkan, aku akan menjadi lebih kuat!" kata Arya. Sejak saat itu pula, Arya memilih untuk bertahan di dalam hutan itu, hutan yang sesungguhnya sangat menakutkan, dan jarang dimasuki oleh orang-orang. Bahkan guru Perguruan Matahari dan murid perguruan itu pun jarang masuk ke dalam hutan itu, karena sadar akan bahaya yang ada di dalam hutan itu. *** Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa sudah satu tahun Sanjaya meninggalkan Perguruan Matahari. Saat misi yang dia jalani tuntas, anak muda berusia tiga puluhan tahun itu memilih untuk kembali ke perguruan matahari secepatnya. Sanjaya lebih dahulu melaporkan hasil misinya, dan setelah itu, Sanjaya buru-buru menuju ke pondoknya. Namun, saat ia tiba di pekarangan pondok yang jadi tempat tinggalnya, dia melihat kalau pondok itu sudah ditumbuhi dengan semak-semak yang cukup tinggi. Hal itu membuat Sanjaya bingung, karena pondok itu terlihat tak pernah ditinggali oleh manusia. "Arya!" teriak Sanjaya dan masuk ke dalam pondoknya. Namun, sambutan untuk Sanjaya adalah debu-debu yang berada di dalam pondok itu, debu karena pondok itu sudah tak ditinggali satu manusia pun. Tidak hanya debu, namun sarang laba-laba juga memenuhi pondok itu, dan itu semakin meyakinkan Sanjaya kalau pondok itu benar-benar telah tanpa penghuni. "Apa yang terjadi? Kemana Arya?" kata Sanjaya. Dari kondisi pondoknya, Sanjaya sadar kalau Arya sudah lama meninggalkan pondok itu, dan mungkin saja setelah ia pergi, Arya juga sudah pergi meninggalkan pondok itu. itulah yang ada dalam pikiran Sanjaya. "Pasti ada yang tak beres di sini!" kata Sanjaya dan langsung meninggalkan pondoknya itu. Tujuan Sanjaya, sudah jelas untuk menemui Ki Badrun, dan ia ingin tahu apa yang telah terjadi pada Arya, murid yang dia bawa ke perguruan itu. "Ketua! Ada yang ingin aku tanyakan padamu!" kata Sanjaya saat ia masuk ke dalam ruangan Ki Badrun. Ki Badrun sudah tahu tujuan Sanjaya, namun ia sudah menyusun kata-kata untuk meyakinkan Sanjaya. "Apa itu, Sanjaya?" tanya Ki Badrun. "Apa kalian tahu kemana, muridku, Arya, pergi?" tanya Sanjaya. "Arya?" kata Ki Badrun dan pura-pura berpikir. "Iya, ketua! Kemana dia akan?" "Aku sungguh tidak tahu Sanjaya! Aku pun sudah tak melihat dia setelah kau meninggalkan perguruan ini!" kata Ki Badrun. "Benarkah itu?" tanya Sanjaya. "Iya! Aku sungguh tak tahu, dan jika dia pergi, dia juga tidak mengatakan padaku!" kata Ki Badrun. "Tidak mungkin!" kata Sanjaya tak percaya. "Terserah padamu jika kau tidak percaya, namun aku ingatkan padamu, Arya tidak memiliki bakat, untuk apa kau mengingat dia?" kata Ki Badrun. "Kalian salah, Arya memiliki bakat yang tinggi, dan jika di didik dengan benar, dia akan menjadi harapan baru bagi perguruan ini!" kata Sanjaya. "Untuk apa harapan baru kalau dia tak bisa membangun perguruan ini, Sanjaya!" "Membangun Perguruan ini, atau dia tak bisa membayar di perguruan ini?" kata Sanjaya. "Bukankah itu sama saja Sanjaya? Dia tak mampu bayar, jadi bagaimana dia akan membangun Perguruan ini?" "Oh jadi seperti itu ya? Katakan saja kalau Arya tidak bisa memberikan koin emas untuk ketua!" kata Sanjaya. "Sanjaya, diam! Jangan asal bicara!" bentak Ki Badrun. "Sepertinya yang aku katakan itu benar, dia sepertinya bukan pergi, tapi kalian usir. Benar, bukan?" kata Sanjaya. "Sudah aku katakan, aku tak tahu apa-apa tentang muridmu itu! Dan lagian dia pergi itu malah membuat beban Perguruan ini berkurang. Dia hanya beban!" kata Ki Badrun. "Beban yang kau katakan itu adalah muridku!" tegas Sanjaya dan meninggalkan ruangan itu. "Sanjaya, kau mau kemana?" "Mencari Arya!" tegas Sanjaya."Mungkin Tandui, tahu sesuatu tentang kepergian, Arya?" kata Sanjaya dan begitu dia keluar dari ruangan Ki Badrun dia langsung menuju ke rumah Guru Tandui, salah satu guru di perguruan matahari itu. "Arya, sesungguhnya kau ada dimana?" gumam Sanjaya menjadi gelisah."Selamat datang kembali, rivalku!" kata guru Tandui pada Sanjaya. Menyambut kedatangan orang yang dia anggap sebagai saingan di perguruan itu. "Kita sudah berumur Tandui, jangan anggap aku rival mu lagi!" kata Sanjaya."Sampai kapanpun kau adalah rival ku!" kata guru Tandui."Terserah padamu, Tandui. Eh, apa kau tahu muridku pergi kemana?" tanya Sanjaya."Mengenai itu ... !"Sanjaya melihat guru Tandui menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dan itu membuat Sanjaya curiga. "Ada apa, Tandui?" tanya Sanjaya."Muridmu mengacau!" kata Tandui."Mengacau? Apa maksudnya?" tanya Sanjaya."Setelah kepergianmu, dia membuat kekacauan di perguruan ini, dan setelah itu dia pergi, mungkin dia malu!" kata guru Tandui."Benarkah itu, Tand
Arya masih diam dan melihat saat Cahaya biru itu memancar dari kitab ilmu kanuragan yang diberikan padanya. Dan pada saat itulah sesuatu terjadi pada kitab itu, yang mana perlahan-lahan muncul sebuah pedang pusaka yang memiliki pamor yang sangat menakutkan. "Tidak mungkin!" kata Arya dan mendekat ke arah pedang itu. Jledaaarrrrrrr!!!Suara ledakan yang begitu dahsyat terdengar saat Arya memegang gagang pedang itu, dan itu sungguh suara ledakan yang sangat dahsyat."Apa maksudnya ini?" tanya Arya, dan masih terus pegangi gagang pedang yang baru saja keluar dari kitab pusaka itu. Bahkan, tanpa ragu, Arya mencabut pedang itu, dan pamor yang begitu kuat pun dirasakan oleh Arya keluar dari pedang itu. Jledaaarrrrrrr!Suara ledakan yang lebih keras lagi terdengar, dan itu lebih keras dari ledakan yang sebelumnya."Pedang urat petir!" ucap Arya membaca nama pedang itu di bilah pedang yang baru saja dia cabut itu. Hanya sesaat saja tulisan itu ada di bilah pedang itu, karena setelah itu
Di Utara kerajaan lingga, tepatnya di hutan rimba daun, hutan yang penuh dengan kelelawar yang sudah hidup ratusan tahun.Di tengah hutan yang lebat itu berdiri sebuah perguruan hitam yang cukup ditakuti di dunia persilatan. Perguruan Walet Merah."Apa ini?" gumam Ki Hasta, pendekar berjuluk Iblis Walet itu mendapatkan sebuah petunjuk yang membuat keringat di tubuhnya mengucur dengan deras."Tubuh petir? Pemilik kitab pusaka legendaris?" gumam Ki Hasta.Ki Hasta merupakan tokoh sesat yang sudah berusia ratusan tahun, dan sudah melewati generasi demi generasi.Dengan kemampuan tenaga dalam yang tinggi, Ki Hasta mampu menekan ketuaan pada dirinya. Meskipun saat ini dia terlihat berusia tujuh puluhan tahun, sesungguhnya usianya sudah lebih dari dua ratus tahun."Ini tidak dapat dibiarkan, bisa-bisa dunia hitam akan dihancurkan olehnya!" kata Ki Hasta, ketakutan.Tidak hanya petunjuk tentang pemilik tubuh petir, meskipun wajahnya tidak terlihat, Ki Hasta juga menemukan letak keberadaan pe
"Kita serang Perguruan Matahari dari tiga arah mata angin, aku akan dari sisi selatan!" kata Ki Hasta."Aku dari sisi barat!""Baik, aku akan dari sisi timur, pintu masuk perguruan itu," kata Nyai Kedasih.Tiga ketua perguruan hitam itu sudah mendekati Perguruan Matahari, dan berpisah menuju arah serangan yang sudah mereka sepakati.Ki Hasta, ketua Perguruan Walet Merah terlebih dahulu membawa semua muridnya menuju sisi selatan, meninggalkan Ki Gering dan Nyai Kedasih."Apa kau percaya padanya, Nyai?" tanya Ki Gering."Aku tidak tahu, tapi aku setuju karena aku benci pada Ki Badrun, ketua perguruan matahari," jawab Nyai Kedasih."Jadi itu alasanmu, ikut menyerang perguruan ini?" tanya Ki Gering."Iya, aku tidak terlalu yakin dengan firasat Ki Hasta," ucap Nyai Kedasih.Ki Gering diam, dia terpaku melihat Nyai Kedasih yang sudah meninggalkan dirinya, membawa semua murid perempuan yang dia bawa dari perguruannya.Kini tinggal Ki Gering dan semua murid perguruan yang dia bawa."Kenapa gu
"Bagaimana ketua Badrun? Apa kau akan tetap tak mengatakan dimana pemilik tubuh petir itu?" tanya ketua hasta."Sudah aku katakan, aku tidak tahu menahu tentang tubuh petir yang kau katakan itu," teriak Ki Badrun.Hiaaaaatttt!!Ki Badrun sudah mencabut pedangnya, dan saat dia alirkan tenaga dalam, pedangnya mengeluarkan cahaya merah. Itulah pamor dari pedang matahari.Ki hasta hanya tersenyum, meskipun mereka berasal dari jaman yang sama, tapi kemampuan ku hasta masih berada satu tingkat di atas Ki Badrun."Senjata mu akan segera tumpul!" kata Ki hasta.Wutttt ... whuuutt ... whuttttt..!!Ki Hasta memutar senjatanya, sebuah senjata berupa tongkat panjang dimana di ujung memiliki ukiran burung walet."Tidak akan aku biarkan!"Ki Badrun mulai gunakan jurus pedang matahari, jurus yang menggunakan kekuatan panas sebagai inti dari serangannya.Tapi Ki Hasta bukan tidak tahu semua itu, dan menunggu serangan Ki Badrun.Tranggggg!!Dua senjata andalan mereka beradu, dan tangan Ki Badrun berge
Arya, yang meninggalkan hutan, menuju ke arah kota Mekar, dan ia merasakan kalau orang-orang yang dia jumpai selama dalam perjalanan memiliki kemampuan yang cukup tinggi.Arya mengambil kitab pusaka yang ada dibalik bajunya."Tapi setelah aku kuasai dengan sempurna kitab ini, aku yakin, aku pasti mampu kalahkan mereka!" ucap Arya. Arya, saat meninggalkan hutan kematian memang belum sepenuhnya kuasai seluruh jurus yang ada di dalam kitab itu.Arya merasa sudah saatnya dia tinggalkan tempat latihannya, dan sambil berkelana Arya akan berlatih dirinya dan juga melatih jurus yang ada di dalam kitab itu.Kitab pusaka itu merupakan kitab yang paling sempurna bagi seorang pendekar yang menggunakan tangan kosong.Selain jurus utama, dalam kitab itu juga ada jurus tapak petir, jurus jari petir dan jurus tangan kosong yang lain, serta jurus pedang yang tak kalah hebatnya. Karena banyaknya jurus yang terkandung dalam kitab tinju pusaka, maka Arya putuskan untuk meninggalkan hutan kematian.Jika
Dengan bantuan dari Kuil Suci, keadaan di perguruan matahari mulai kondusif, meskipun itu tidak menutupi jika perguruan itu akan kehilangan pamor di dunia persilatan."Maafkan kami ketua Badrun, kami terlambat datang!" kata Biksu Suci pada ketua besar perguruan matahari.Wajah dari Biksu Suci terlihat tidak bagus, dia merasa sangat bersalah."Tidak, Biksu Suci. Aku malah sangat berterima kasih pada Biksu Suci, jika bukan karena Biksu Suci, mungkin perguruanku sudah rata dengan tanah," kata ketua Badrun.Wajah Biksu Suci tetap saja tidak baik, dia seperti memikirkan sesuatu."Siapa pemilik tubuh petir itu, ya?" ucap Biksu Suci."Aku juga berpikiran sama, Biksu Suci. Ki Hasta mengatakan jika pemilik tubuh petir itu berasal dari perguruan ku ini, padahal aku tidak tahu apa-apa," kata ketua Badrun."Tapi aku merasa ada sesuatu yang berhubungan antara dia dengan perguruan ini, atau mungkin dengan seseorang di perguruan ini," ucap Biksu Suci."Seseorang?" gumam ketua Badrun.Ketua Badrun da
Dengan mengganti pakaian menjadi warna kuning, Arya berjalan menyusuri ibukota kerajaan Lingga, kota Mawar Putih."Inikah ibukota?' ucap Arya yang begitu kagum dengan kemegahan kota mawar putih. Kota yang bangunannya tertata dengan baik."Tapi kenapa kota ini seperti baru terjadi kekacauan?" gumam Arya.Seperti yang Arya ucapkan, kota Mawar Putih memang baru saja terjadi renovasi di berbagai sudut kota itu, Arya tidak tahu jika kota mawar putih, baru saja terjadi perebutan kekuasaan.Arya duduk di emperan toko yang ada di kota itu, ingin memasuki sebuah rumah makan tapi Arya sudah kehabisan uang."Nasib seorang pendekar memang sangat menyedihkan," ucap Arya.Arya memang tidak memiliki bekal selama perjalanan, dan ia hanya memiliki sedikit koin emas dan semua itu sudah habis saat Arya memulai perjalanan."Hei anak muda! Apa kau seorang pendekar?'Arya menoleh, dan yang ada didekatnya adalah seorang lelaki usia empat puluhan tahun."Hanya pendekar biasa, paman!" jawab Arya."Dari usiamu
Arya juga tidak ingin diketahui oleh prajurit kadipaten, sehingga Arya segera membawa Adipati Sudira kedalam kamarnya."Aku tidak ingin melukai mu, Adipati! Tapi aku hanya ingin memberikanmu peringatan!" kata Arya.Adipati Sudira tidak menjawab, baginya pemuda itu sungguh berani melakukan itu padanya."Besok, saat kompetisi dimulai lagi, kau sebaiknya hati-hati!" kata Arya."Hati-hati? Apa maksudnya?""Akan ada serangan! Dan kau harus hati-hati juga pada orang yang selama ini kau percayai!" ucap Arya."Ki Suro? Jangan memfitnah dia, dia adalah orang yang paling aku percayai di kadipaten ini!" kata Adipati Sudira tidak suka perkataan Arya."Terserah padamu, aku hanya memperingatkan dirimu saja, Adipati!" kata Arya.Adipati Sudira diam, dia masih tidak yakin jika Ki Suro akan berkhianat pada dirinya."Itu tidak mungkin!" kata Adipati Sudira tetap tidak percaya pada ucapan Arya."Terserah padamu, tapi sebaiknya jika memang kau tidak yakin, maka jaga putrimu!" kata Arya.Huppppp!!Setelah
Rajino yang seperti di perkirakan akan masuk ke babak selanjutnya. Tidak hanya Rajino tapi Damar, Panji serta rasta yang memang di unggulkan melaju ke babak berikutnya.Dari mereka semua memang ketiga perguruan yang ada di kota Tangkuban yang diunggulkan akan masuk dan salah satu dari mereka yang akan terpilih jadi panglima kadipaten Tangkuban itu.Hahahahah!Aku menang dengan mudah!"Seorang lelaki yang memakai topeng berdiri angkuh di atas pentas, kemampuan yang dimiliki lelaki itu cukup tinggi, bahkan bisa dikatakan jauh di atas lawan yang sudah melaju ke babak berikutnya.Sentot, itulah lelaki itu. Tidak ada yang tahu asal usul lelaki itu, tapi wajah Ki suro sumbringah saat melihat Sentot melaju ke babak yang selanjutnya.Satu persatu peserta terus melaju hingga saat sore datang, tidak ada lagi yang memasuki arena."Apakah masih ada yang ingin mencoba keberuntungan?" teriak Ki suro.Tidak ada jawaban, sampai matahari hampir terbenam."Baiklah! Jika tidak ada lagi maka akan aku tut
Panggung pertarungan yang seharusnya hanya panggung untuk tiga perguruan yang ada di kota Tangkuban, sepertinya akan jadi panggung untuk pendekar yang datang dari berbagai daerah.Dan hari ini adalah hari dimana kompetisi akan dimulai. Ki suro sebagai juru bicara dari Adipati Sudira sudah berdiri di atas pentas di tengah halaman rumah Adipati."Kompetisi kali ini adalah kompetisi yang bebas, asalkan dia dari golongan putih, dan masih di bawah usia empat puluh tahun maka akan diberikan kesempatan untuk menaiki pentas ini!" kata Ki suro.Semua orang mendengar perkataan Ki suro tanpa ada yang menyela perkataan dari kepercayaan Adipati itu."Aturan untuk menuju babak selanjutnya adalah, Jika seseorang sudah mengalahkan dua lawan secara berturut-turut maka dia akan melaju ke babak berikutnya, tapi jika hanya satu kali menang dan dia gagal menang pada pertarungan berikutnya, maka dia akan dianggap gagal!" kata Ki suro menjelaskan peraturan dari kompetisi itu.Ki suro terpaksa ambil langkah
"Kak Damar, aku sudah mengetahui tingkat kemampuan dari pemuda yang bernama rasta itu!" "Setinggi apa?" "Dia baru sampai pada pendekar langit saja, dan mungkin tingkat akhir."Hahahaha!"Itu mudah aku kalahkan!" jawab Damar."Bagaimana dengan dua orang lainnya?" tanya Damar."Keduanya masih bawah kemampuan orang yang berbakat di kota ini," "Bagus, artinya kesempatan untuk kuasai kota ini terbuka dengan lebar!" kata lelaki yang bernama Damar."Benar kak Damar! Sangat besar kesempatan kakak jadi panglima di kota ini!""Bagus, informasi ini akan sangat berguna nantinya, karena hanya sedikit yang akan mendaftar jadi Panglima kota ini!" kata Damar."Benar kak Damar!""Saatnya kita menuju kejayaan!" kata Damar.***Seorang lelaki dengan wajah yang begitu halus berjalan di sekitar kota Tangkuban, dari Pakaian yang dia pakai, dia merupakan murid dari perguruan angin daun, perguruan ketiga di kota Tangkuban.Dia adalah Panji, pemuda yang juga akan ikut dalam kompetisi menjadi panglima di ko
Arya yang penasaran dengan identitas orang yang bicara disebelah kamarnya keluar, dan mencari siapa orang yang menyewa kamar itu, tapi Arya tidak menemukan jawaban apapun. Saat Arya akan memasuki kembali kamarnya, ia melihat dua orang yang sedang menunjuk kudanya, kuda gondola."Apa yang mereka inginkan dari kuda gondola?" gumam Arya.Arya keluar, dan dia mendengarkan pembicaraan dari orang itu secara tidak sengaja."Aku pemilik kuda itu!' ucap Arya.Dua orang yang tak lain adalah ketua Sembada dan murid kesayangannya, Rasta. Keduanya ingin jadikan kuda Arya sebagai kuda yang jadi tunggangan Rasta di kompetisi pemilihan panglima kadipaten Tangkuban.Rasta dan ketua Sembada menoleh ke arah Arya, sementara Arya menundukkan kepala tanda hormat pada ketua Sembada. Ketua besar dari perguruan mata dewa."Benarkah kau pemilik kuda itu, anak muda?" tanya ketua Sembada."Iya kek! Aku memang pemilik kuda itu!" jawab Arya."Apakah ada yang salah dengan kuda itu, kek?' tanya Arya lagi.Ketua sem
"Ada apa ayah? kenapa ayah begitu murung?"Adipati Sudira. Penguasa kota Tangkuban menoleh ke arah suara itu."Kinar! Kenapa kau belum tidur putriku?" tanya Adipati itu."Kinar tidak bisa tidur ayah, Kinar sangat gelisah malam ini!" jawab gadis itu.Adipati Sudira hanya diam, sejak istrinya meninggal dunia, hanya dialah keluarga satu-satunya dari putrinya itu.Jika bukan karena Kinar, mungkin Adipati itu sudah mencari istri yang baru, tapi Adipati Sudira lebih memilih membesarkan putrinya itu.Keadaan kota yang semakin hari semakin menegangkan membuat penjagaan di rumah Adipati itu semakin diperketat, tidak hanya itu, kamar Kinar juga semkain banyak penjagaan, dan itu membuat gadis itu merasa tidak nyaman.Sebelum kematian panglima, Kinar sangatlah merasakan kebebasan, meskipun masih di jaga tapi Kinar memiliki banyak waktu untuk berada di luar rumah, tapi sejak kematian panglima kadipaten, kehidupan Kinar berubah, dia lebih banyak berada di dalam rumahnya."Ayah tahu jika kau inginka
Jledaaarrr!!Ledakan keras terjadi di tubuh ular jelmaan nyai Rundu, dan itu membuat tubuh ular itu hancur berkeping-keping, pecahan dari daging ular itu menyebar di seluruh halaman rumah Adipati Sendah.Sementara tubuh Arya juga terlempar, itu karena ledakan yang terjadi di dalam tubuh ular itu, tidak mungkin lagi Arya hindari. Dan mau tidak mau, Arya harus merasakan ledakan dari energinya sendiri.Huakkkkk!"Sialan aku terluka karena seranga ku, sendiri!" kata Arya, yang meringankan darah dari mulutnya.Arya memang mengalami luka, tapi sedikit pun anak muda itu tidak merisaukan akan lukanya itu.Itu karena Arya sudah memiliki kitab seribu satu pengobatan dan racun. Dan Arya yakin akan mampu obati luka dalamnya itu.Setelah itu Arya kembali pada mode normal, dan sudah kembalikan tubuhnya menjadi tubuh biasa.Wajah Adipati Sendah pucat, dia kini sadar jika dia sudah salah melawan memilih lawan, yaitu melawan Arya. Dia mundur dan takut melihat Arya."Tidak ada gunanya kau menjauh Adipa
"Apa-apaan!'Adipati Sendah yang sedang menangisi putranya keluar dengan rasa amarah yang tidak tertahan.Tapi belum sempat dia keluar, pintunya sudah hancur, dan panglima kebanggaannya, panglima Deria sudah ada di depan pintu dengan kondisi yang mengenaskan.Mata Adipati Sendah melotot, dia tidak menyangka jika panglima yang selama ini selalu menjaga dirinya, kini dalam kondisi yang tidak berdaya."Siapa sesungguhnya anak muda ini!" ucap Adipati Sendah."Nyai Rundu! tugasmu sekarang sudah didepan mata, ambil kepala anak muda itu untukku!" kata Adipati Sendah memberikan perintah pada orang yang dibawa oleh panglima Deria."Dengan senang hati, tuan Adipati!" kata nyai Rundu dan merasa jika tugasnya tidaklah berat.Nyai Rundu berjalan ke arah Arya, dan berdiri hanya dua tombak di hadapan anak muda itu."Bagaimana jika kita lakukan dengan cepat?" kata nyai Rundu."Dengan cepat? Bagaimana maksudnya?" tanya Arya."Iya! Berikan kepalamu, maka tugasku akan selesai!" kata nyai Rundu."Begitu
Setelah tamparan di wajah Gurning, Arya menambah lagi pukulan demi pukulan ke tubuh Gurning, dan itu membuat tubuh putra Adipati itu tidak berdaya."Bagaimana rasanya?" tanya Arya.Plakkkkkk!!Belum puas, Arya menambah tamparan ke wajah anak muda itu, dan satu demi satu giginya tanggal dari tempatnya.Tubuh Gurning bergetar karena menahan rasa sakit di tubuhnya, sementara pengawal dan prajurit kadipaten tidak berani berbuat apa-apa."Bawa Kembali tuan muda kalian, aku tidak ingin melihat dia disini, atau dia akan mati!" kata Arya.Dengan tubuh gemetaran, pengawal dan prajurit kadipaten membawa tubuh Gurning kembali ke rumah Adipati Sendah. Mereka tidak berani melawan Arya karena Arya terlalu kuat bagi mereka."Kau akan merasakan akibat dari kebodohanmu ini!" kata prajurit kadipaten sebelum membawa tubuh Gurning."Kalian yang akan menangis!" kata Arya.Arya membantu gadis itu, dan membawa kembali pada kedua orang tuanya."Kau tidak apa-apa?" tanya Arya."Tidak, terimakasih!" jawab gadi