Diam-diam, Arya berlatih dengan mengunakan kitab yang diberikan pemuda misterius lewat mimpinya.
Arya tahu perduli akan hari yang dingin, dan memilih untuk latihan di dalam hutan yang cukup luas itu. Hingga saat malam hari datang, barulah Arya kembali ke pondok Sanjaya, itu pun hanya sekedar untuk istirahat saja. "Hari ini sungguh melelahkan!" ucap Arya. Namun, dengan menggunakan kitab itu sebagai acuan untuk berlatih, Arya merasakan kalau dia mendapatkan peningkatan yang nyata. Kitab itu memang mengajarkan semuanya dari nol, hingga Arya merasa kalau semua yang dia latih saat ini benar-benar memulai dari awal lagi. Saat pagi hari, sebelum orang-orang yang menggangunya muncul, Arya kembali masuk ke dalam hutan, dan berlatih dasar-dasar ilmu kanuragan. "Sebelum guru kembali, aku sudah harus tuntas dalam latihan dasar ini!" ucap Arya. Semua latihan dasar di kitab itu dipelajari oleh Wira, dari latihan memperkuat otot bawah, hingga semua ototnya dia latih. Dalam waktu satu purnama, terlihat perbedaan yang nyata pada tubuh Arya, yang mana ototnya yang awalnya biasa saja, kini telah tumbuh, dan jika ada yang melihat itu, pasti akan banyak yang heran. "Ini sungguh kitab yang hebat!" puji Arya karena dia merasakan perbedaan setelah berlatih dibawah bimbingan kitab itu. Hanya dalam satu purnama, Arya telah selesai dalam tahap dasar-dasar ilmu kanuragan, dan dia akan masuk ke jurus awal dari kitab itu. "Hari akan malam, sebaiknya aku istirahat! Besok aku akan lanjutkan latihanku!" kata Arya. Bocah itu memilih untuk kembali ke pondok Sanjaya, dan menunggu besok hari karena dia akan memulai latihan ilmu kanuragan. Saat Arya masuk ke pondok, hidungnya mencium bau makanan, dan wajah bocah itu tahu kalau gurunya pasti telah kembali. Namun, itu jelas membuat semua rencana Arya berantakan, karena dia akan berlatih besok, dan jika gurunya ada di pondok itu mungkin dia tak akan bisa berlatih untuk sementara waktu. "Kau dari mana, Arya?" tanya Guru Sanjaya yang baru kembali dari misinya. "Aku baru latihan di pinggiran hutan, Guru!" "Pinggiran hutan?" "Iya, guru! Jika aku latihan di sini, murid-murid yang ini akan ganggu diriku!" jawab Arya. "Maafkan guru yang tak bisa menjagamu, Arya!" kata Sanjaya. Namun, saat Sanjaya melihat ke arah Arya, dia melihat ada perubahan besar pada muridnya itu. Otot tubuh Arya benar-benar telah berubah, padahal selama satu tahun dibawah bimbingan Sanjaya, Arya tak berubah seperti yang dia lihat saat ini. "Latihan apa yang dilakukan oleh, Arya? Apa mungkin dia berlatih dengan cara yang lain?" gumam Sanjaya. Guru dari Arya itu jelas curiga, karena baginya peningkatan yang dialami oleh Arya sungguh sesuatu yang tak biasa. "Arya, duduklah, ada yang ingin guru tanyakan padamu!" kata Sanjaya. Arya tahu, gurunya pasti curiga padanya, karena itu Arya memikirkan cara agar gurunya tak curiga padanya. "Latihan apa yang kau jalani, Arya?" tanya Guru Sanjaya. Pertanyaan itu mungkin pertanyaan biasa, namun jika Arya salah menjawab, maka gurunya pasti akan marah padanya. Apalagi Sanjaya tahu, Arya bukan murid yang memiliki bakat seperti murid lain yang ada di perguruan itu, karena itulah dia benar-benar curiga. Ditambah Arya berlatih di pinggiran hutan, Sanjaya takut, Arya berlatih dibawah bimbingan siluman yang ada di hutan itu. "Arya berlatih sesuai dengan bimbingan dari guru!" jawab Arya. "Benarkah itu?" tanya Sanjaya. "Iya, guru! Aku berlatih sesuai dengan arahan dan petunjuk dari guru!" jawab Arya. Sanjaya jelas tak percaya akan hal itu, dan dengan sedikit kasar, Sanjaya menarik tangan Arya, dan memeriksa tubuh bocah itu. "Tidak ada! Di tubuhnya tidak ada aura siluman!" gumam Sanjaya dan melepaskan tangan Arya. Namun, tatapan mata Sanjaya masih terus tertuju pada Arya, dia masih tak lepaskan rasa curiga pada bocah itu. "Tunjukkan pada guru latihan yang kau lakukan!" kata Sanjaya. "Baik, guru!" Keduanya keluar, dan sama-sama turun dari pondok, dan keduanya berada di halaman belakang pondok Sanjaya. "Lakukan!" kata Sanjaya. Arya tidak ragu, dan menujukkan latihan yang diajarkan oleh Sanjaya padanya, dan latihan dasar itu memang benar-benar jauh lebih mantap dari saat latihan Arya yang pertama kalinya. "Kau meningkat, Arya!" kata Sanjaya. "Iya, guru! Mungkin guru sudah jarang melihat Arya latihan, hingga guru tak tahu peningkatan yang Arya alami!" kata bocah itu. Sanjaya terdiam, dan sadar kalau dia memang selama ini sangat jarang berada di perguruan matahari, hingga dia jarang mendidik Arya secara langsung. "Guru yang salah!" ucap Sanjaya. Arya melepaskan napas lega, karena kecurigaan gurunya sepertinya sudah hilang, dan itu membuat Arya selamat untuk saat ini. "Kau sudah melewati latihan dasar, dan sudah semestinya kau belajar ilmu kanuragan, Arya!" kata Sanjaya. "Benarkah itu, guru?" tanya Arya pura-pura bodoh. Padahal jika saja Guru Sanjaya tidak kembali, dia akan memulai latihan yang baru, yaitu berlatih ilmu kanuragan dengan jurus tangan kosong. "Arya, kau menyukai jurus tangan kosong, atau jurus pedang?" tanya Sanjaya. "Sepertinya aku lebih suka jurus tangan kosong, guru!" jawab Arya. "Kalau begitu, kau harus berlatih lebih keras Arya, jurus tangan kosong membutuhkan kekuatan pada tangan!" kata Sanjaya. Setelah itu, Sanjaya berjalan ke arah sebuah pohon di belakang pondok itu. "Lihat kekuatan tangan kosong, guru!" kata Sanjaya. Bammmmmmm!! Sanjaya memukul pohon itu, tanpa menggunakan sedikit pun tenaga dalam, namun hasilnya sungguh membuat mata Arya terbelalak. Kulit pohon itu langsung koyak, dan semua itu dilakukan tanpa sedikit pun tenaga dalam. "Jika kau menyukai ilmu tangan kosong, perkuat tangan dan kakimu, keduanya harus seperti besi karena itu yang menentukan kemampuan seorang pendekar tangan kosong, Arya!" kata Sanjaya. "Baik, guru! Aku akan berlatih lebih keras lagi!" kata Arya. "Untuk beberapa hari ini, guru masih akan berada di perguruan ini, dan guru akan tunjukkan padamu, dasar-dasar dari ilmu kanuragan perguruan ini!" "Arya paham, guru!" kata bocah itu. Arya sesungguhnya tidak ingin melakukan hal itu, namun dia tak memiliki pilihan, dia tak ingin gurunya curiga jika dia menolak keinginan gurunya itu. "Kalau begitu, mari kita masuk, kau harus istirahat, karena besok kau akan mulai latihan yang sesungguhnya! Latihan yang akan menyiksa kedua tanganmu!" kata Sanjaya. Arya angguk kepala, dan mengikuti Sanjaya yang masuk ke dalam pondok di pinggiran perguruan itu. Namun, sesekali Sanjaya masih tetap melirik pada Arya, karena dia masih cukup yakin kalau ada hal yang mencurigakan dari muridnya itu. "Aku harus cari tahu, latihan apa yang dilakukan oleh Arya?" gumam lelaki itu. Namun, Guru Sanjaya tak tahu, Arya juga memiliki rencana lain, yang menurut Arya, itu akan memupus kecurigaan gurunya kepada dirinya.Saat pagi hari, sebelum Arya bangun dari tidurnya, Sanjaya mengumpulkan banyak batu. Dari batu kecil hingga batu besar, yang mana semua batu itu dikumpulkan di belakang pondoknya. Suara batu-batu yang dikumpulkan, itu membangunkan tidur, Arya, dan bocah itu keluar dan melihat semua batu itu. "Guru, untuk apa semua batu ini?" tanya Arya. "Batu ini akan jadi sasaran latihanmu, Arya!""Batu jadi sasaran latihan?" kata Arya bingung. "Iya! Seperti yang sudah guru katakan kemarin, kau harus memperkuat kedua tangan dan kakimu bukan?""Terus?" Sanjaya tidak menjawab, namun dia menuju ke arah sebuah batu, dan langsung memukul batu itu, dan ia melakukan itu kembali tanpa tenaga dalam. Bammmmmmm!!Batu sasaran pukulan Sanjaya langsung hancur, dan itu terlihat di mata Arya. "Dengan hancurkan batu ini dengan pukulan, maka itu akan memperkuat tinjumu!" kata Sanjaya. Setelah itu, Sanjaya memegang erat sebuah batu, dan dengan satu kali tekan saja, batu itu hancur."Ini akan memperkuat peganga
Aura di tubuh Arya semakin menakutkan saat amarah ditubuhnya semakin tak bisa Arya tahan, dan itu membuat tiga orang yang menganggunya mulai menujukkan wajah yang pucat. "Kabur!" teriak Boim dan langsung balik badan sebelum dua rekannya mengikuti dirinya untuk kabur. Arya yang masih marah, merasa heran akan hal itu, namun ia tak sadari semua itu, tak sadari kalau tubuhnya mengeluarkan aura yang sangat menakutkan."Aku selamat, aku harap mereka tak lagi ganggu diriku," ucap Arya dan terduduk lemas di atas batu-batu yang berada di belakang pondok Sanjaya itu. Namun itu hanya sesaat saja, karena Arya langsung bangkit."Aku harus lebih kuat, jika tidak, aku akan selamanya berada dalam siksaan mereka!" ucap Arya. ***Perguruan Matahari, merupakan salah satu perguruan yang memiliki nama yang cukup besar di dunia persilatan.Saat ini, Perguruan Matahari dipimpin oleh Ki Badrun, seorang pendekar dengan tingkatan pendekar dewa tahap tiga.Namun, sesungguhnya tingkatan Ki Badrun itu hanya t
Dengan tubuh yang penuh luka, Arya masuk ke dalam pondok Sanjaya, dan ia berbaring untuk sesaat di dalam pondok itu. Namun, Ki Badrun masuk, dan menarik tubuh pemuda berusia lima belas tahun itu."Apa lagi yang kau tunggu? Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun."Aku akan menunggu Guru Sanjaya, kembali!" jawab Arya. "Tidak perlu! Di sini, atau tidaknya Sanjaya, kau akan tetap terusir dari sini!" bentak Guru Badrun.Bahkan dengan kasar, Ketua perguruan matahari itu menyeret tubuh Arya hingga sampai di belakang pondok Sanjaya itu. "Pergi dari sini!" teriak Ki Badrun dan lemparkan tubuh Arya hingga terlempar jauh. Arya hanya bisa menahan rasa sakit di tubuhnya, dan dengan menahan semua rasa sakit itu, Arya berjalan untuk menuju pintu keluar Perguruan itu. "Jangan coba-coba untuk lewat dari pintu Perguruan, pergi lewat hutan!" kata Ki Badrun lagi. Arya hanya bisa menarik napas, dan setelah itu, kaki mungil anak itu masuk ke dalam hutan, dan itu membuat Ki Badrun tersenyum puas. "Dengan
"Mungkin Tandui, tahu sesuatu tentang kepergian, Arya?" kata Sanjaya dan begitu dia keluar dari ruangan Ki Badrun dia langsung menuju ke rumah Guru Tandui, salah satu guru di perguruan matahari itu. "Arya, sesungguhnya kau ada dimana?" gumam Sanjaya menjadi gelisah."Selamat datang kembali, rivalku!" kata guru Tandui pada Sanjaya. Menyambut kedatangan orang yang dia anggap sebagai saingan di perguruan itu. "Kita sudah berumur Tandui, jangan anggap aku rival mu lagi!" kata Sanjaya."Sampai kapanpun kau adalah rival ku!" kata guru Tandui."Terserah padamu, Tandui. Eh, apa kau tahu muridku pergi kemana?" tanya Sanjaya."Mengenai itu ... !"Sanjaya melihat guru Tandui menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dan itu membuat Sanjaya curiga. "Ada apa, Tandui?" tanya Sanjaya."Muridmu mengacau!" kata Tandui."Mengacau? Apa maksudnya?" tanya Sanjaya."Setelah kepergianmu, dia membuat kekacauan di perguruan ini, dan setelah itu dia pergi, mungkin dia malu!" kata guru Tandui."Benarkah itu, Tand
Arya masih diam dan melihat saat Cahaya biru itu memancar dari kitab ilmu kanuragan yang diberikan padanya. Dan pada saat itulah sesuatu terjadi pada kitab itu, yang mana perlahan-lahan muncul sebuah pedang pusaka yang memiliki pamor yang sangat menakutkan. "Tidak mungkin!" kata Arya dan mendekat ke arah pedang itu. Jledaaarrrrrrr!!!Suara ledakan yang begitu dahsyat terdengar saat Arya memegang gagang pedang itu, dan itu sungguh suara ledakan yang sangat dahsyat."Apa maksudnya ini?" tanya Arya, dan masih terus pegangi gagang pedang yang baru saja keluar dari kitab pusaka itu. Bahkan, tanpa ragu, Arya mencabut pedang itu, dan pamor yang begitu kuat pun dirasakan oleh Arya keluar dari pedang itu. Jledaaarrrrrrr!Suara ledakan yang lebih keras lagi terdengar, dan itu lebih keras dari ledakan yang sebelumnya."Pedang urat petir!" ucap Arya membaca nama pedang itu di bilah pedang yang baru saja dia cabut itu. Hanya sesaat saja tulisan itu ada di bilah pedang itu, karena setelah itu
Di Utara kerajaan lingga, tepatnya di hutan rimba daun, hutan yang penuh dengan kelelawar yang sudah hidup ratusan tahun.Di tengah hutan yang lebat itu berdiri sebuah perguruan hitam yang cukup ditakuti di dunia persilatan. Perguruan Walet Merah."Apa ini?" gumam Ki Hasta, pendekar berjuluk Iblis Walet itu mendapatkan sebuah petunjuk yang membuat keringat di tubuhnya mengucur dengan deras."Tubuh petir? Pemilik kitab pusaka legendaris?" gumam Ki Hasta.Ki Hasta merupakan tokoh sesat yang sudah berusia ratusan tahun, dan sudah melewati generasi demi generasi.Dengan kemampuan tenaga dalam yang tinggi, Ki Hasta mampu menekan ketuaan pada dirinya. Meskipun saat ini dia terlihat berusia tujuh puluhan tahun, sesungguhnya usianya sudah lebih dari dua ratus tahun."Ini tidak dapat dibiarkan, bisa-bisa dunia hitam akan dihancurkan olehnya!" kata Ki Hasta, ketakutan.Tidak hanya petunjuk tentang pemilik tubuh petir, meskipun wajahnya tidak terlihat, Ki Hasta juga menemukan letak keberadaan pe
"Kita serang Perguruan Matahari dari tiga arah mata angin, aku akan dari sisi selatan!" kata Ki Hasta."Aku dari sisi barat!""Baik, aku akan dari sisi timur, pintu masuk perguruan itu," kata Nyai Kedasih.Tiga ketua perguruan hitam itu sudah mendekati Perguruan Matahari, dan berpisah menuju arah serangan yang sudah mereka sepakati.Ki Hasta, ketua Perguruan Walet Merah terlebih dahulu membawa semua muridnya menuju sisi selatan, meninggalkan Ki Gering dan Nyai Kedasih."Apa kau percaya padanya, Nyai?" tanya Ki Gering."Aku tidak tahu, tapi aku setuju karena aku benci pada Ki Badrun, ketua perguruan matahari," jawab Nyai Kedasih."Jadi itu alasanmu, ikut menyerang perguruan ini?" tanya Ki Gering."Iya, aku tidak terlalu yakin dengan firasat Ki Hasta," ucap Nyai Kedasih.Ki Gering diam, dia terpaku melihat Nyai Kedasih yang sudah meninggalkan dirinya, membawa semua murid perempuan yang dia bawa dari perguruannya.Kini tinggal Ki Gering dan semua murid perguruan yang dia bawa."Kenapa gu
"Bagaimana ketua Badrun? Apa kau akan tetap tak mengatakan dimana pemilik tubuh petir itu?" tanya ketua hasta."Sudah aku katakan, aku tidak tahu menahu tentang tubuh petir yang kau katakan itu," teriak Ki Badrun.Hiaaaaatttt!!Ki Badrun sudah mencabut pedangnya, dan saat dia alirkan tenaga dalam, pedangnya mengeluarkan cahaya merah. Itulah pamor dari pedang matahari.Ki hasta hanya tersenyum, meskipun mereka berasal dari jaman yang sama, tapi kemampuan ku hasta masih berada satu tingkat di atas Ki Badrun."Senjata mu akan segera tumpul!" kata Ki hasta.Wutttt ... whuuutt ... whuttttt..!!Ki Hasta memutar senjatanya, sebuah senjata berupa tongkat panjang dimana di ujung memiliki ukiran burung walet."Tidak akan aku biarkan!"Ki Badrun mulai gunakan jurus pedang matahari, jurus yang menggunakan kekuatan panas sebagai inti dari serangannya.Tapi Ki Hasta bukan tidak tahu semua itu, dan menunggu serangan Ki Badrun.Tranggggg!!Dua senjata andalan mereka beradu, dan tangan Ki Badrun berge
Arya juga tidak ingin diketahui oleh prajurit kadipaten, sehingga Arya segera membawa Adipati Sudira kedalam kamarnya."Aku tidak ingin melukai mu, Adipati! Tapi aku hanya ingin memberikanmu peringatan!" kata Arya.Adipati Sudira tidak menjawab, baginya pemuda itu sungguh berani melakukan itu padanya."Besok, saat kompetisi dimulai lagi, kau sebaiknya hati-hati!" kata Arya."Hati-hati? Apa maksudnya?""Akan ada serangan! Dan kau harus hati-hati juga pada orang yang selama ini kau percayai!" ucap Arya."Ki Suro? Jangan memfitnah dia, dia adalah orang yang paling aku percayai di kadipaten ini!" kata Adipati Sudira tidak suka perkataan Arya."Terserah padamu, aku hanya memperingatkan dirimu saja, Adipati!" kata Arya.Adipati Sudira diam, dia masih tidak yakin jika Ki Suro akan berkhianat pada dirinya."Itu tidak mungkin!" kata Adipati Sudira tetap tidak percaya pada ucapan Arya."Terserah padamu, tapi sebaiknya jika memang kau tidak yakin, maka jaga putrimu!" kata Arya.Huppppp!!Setelah
Rajino yang seperti di perkirakan akan masuk ke babak selanjutnya. Tidak hanya Rajino tapi Damar, Panji serta rasta yang memang di unggulkan melaju ke babak berikutnya.Dari mereka semua memang ketiga perguruan yang ada di kota Tangkuban yang diunggulkan akan masuk dan salah satu dari mereka yang akan terpilih jadi panglima kadipaten Tangkuban itu.Hahahahah!Aku menang dengan mudah!"Seorang lelaki yang memakai topeng berdiri angkuh di atas pentas, kemampuan yang dimiliki lelaki itu cukup tinggi, bahkan bisa dikatakan jauh di atas lawan yang sudah melaju ke babak berikutnya.Sentot, itulah lelaki itu. Tidak ada yang tahu asal usul lelaki itu, tapi wajah Ki suro sumbringah saat melihat Sentot melaju ke babak yang selanjutnya.Satu persatu peserta terus melaju hingga saat sore datang, tidak ada lagi yang memasuki arena."Apakah masih ada yang ingin mencoba keberuntungan?" teriak Ki suro.Tidak ada jawaban, sampai matahari hampir terbenam."Baiklah! Jika tidak ada lagi maka akan aku tut
Panggung pertarungan yang seharusnya hanya panggung untuk tiga perguruan yang ada di kota Tangkuban, sepertinya akan jadi panggung untuk pendekar yang datang dari berbagai daerah.Dan hari ini adalah hari dimana kompetisi akan dimulai. Ki suro sebagai juru bicara dari Adipati Sudira sudah berdiri di atas pentas di tengah halaman rumah Adipati."Kompetisi kali ini adalah kompetisi yang bebas, asalkan dia dari golongan putih, dan masih di bawah usia empat puluh tahun maka akan diberikan kesempatan untuk menaiki pentas ini!" kata Ki suro.Semua orang mendengar perkataan Ki suro tanpa ada yang menyela perkataan dari kepercayaan Adipati itu."Aturan untuk menuju babak selanjutnya adalah, Jika seseorang sudah mengalahkan dua lawan secara berturut-turut maka dia akan melaju ke babak berikutnya, tapi jika hanya satu kali menang dan dia gagal menang pada pertarungan berikutnya, maka dia akan dianggap gagal!" kata Ki suro menjelaskan peraturan dari kompetisi itu.Ki suro terpaksa ambil langkah
"Kak Damar, aku sudah mengetahui tingkat kemampuan dari pemuda yang bernama rasta itu!" "Setinggi apa?" "Dia baru sampai pada pendekar langit saja, dan mungkin tingkat akhir."Hahahaha!"Itu mudah aku kalahkan!" jawab Damar."Bagaimana dengan dua orang lainnya?" tanya Damar."Keduanya masih bawah kemampuan orang yang berbakat di kota ini," "Bagus, artinya kesempatan untuk kuasai kota ini terbuka dengan lebar!" kata lelaki yang bernama Damar."Benar kak Damar! Sangat besar kesempatan kakak jadi panglima di kota ini!""Bagus, informasi ini akan sangat berguna nantinya, karena hanya sedikit yang akan mendaftar jadi Panglima kota ini!" kata Damar."Benar kak Damar!""Saatnya kita menuju kejayaan!" kata Damar.***Seorang lelaki dengan wajah yang begitu halus berjalan di sekitar kota Tangkuban, dari Pakaian yang dia pakai, dia merupakan murid dari perguruan angin daun, perguruan ketiga di kota Tangkuban.Dia adalah Panji, pemuda yang juga akan ikut dalam kompetisi menjadi panglima di ko
Arya yang penasaran dengan identitas orang yang bicara disebelah kamarnya keluar, dan mencari siapa orang yang menyewa kamar itu, tapi Arya tidak menemukan jawaban apapun. Saat Arya akan memasuki kembali kamarnya, ia melihat dua orang yang sedang menunjuk kudanya, kuda gondola."Apa yang mereka inginkan dari kuda gondola?" gumam Arya.Arya keluar, dan dia mendengarkan pembicaraan dari orang itu secara tidak sengaja."Aku pemilik kuda itu!' ucap Arya.Dua orang yang tak lain adalah ketua Sembada dan murid kesayangannya, Rasta. Keduanya ingin jadikan kuda Arya sebagai kuda yang jadi tunggangan Rasta di kompetisi pemilihan panglima kadipaten Tangkuban.Rasta dan ketua Sembada menoleh ke arah Arya, sementara Arya menundukkan kepala tanda hormat pada ketua Sembada. Ketua besar dari perguruan mata dewa."Benarkah kau pemilik kuda itu, anak muda?" tanya ketua Sembada."Iya kek! Aku memang pemilik kuda itu!" jawab Arya."Apakah ada yang salah dengan kuda itu, kek?' tanya Arya lagi.Ketua sem
"Ada apa ayah? kenapa ayah begitu murung?"Adipati Sudira. Penguasa kota Tangkuban menoleh ke arah suara itu."Kinar! Kenapa kau belum tidur putriku?" tanya Adipati itu."Kinar tidak bisa tidur ayah, Kinar sangat gelisah malam ini!" jawab gadis itu.Adipati Sudira hanya diam, sejak istrinya meninggal dunia, hanya dialah keluarga satu-satunya dari putrinya itu.Jika bukan karena Kinar, mungkin Adipati itu sudah mencari istri yang baru, tapi Adipati Sudira lebih memilih membesarkan putrinya itu.Keadaan kota yang semakin hari semakin menegangkan membuat penjagaan di rumah Adipati itu semakin diperketat, tidak hanya itu, kamar Kinar juga semkain banyak penjagaan, dan itu membuat gadis itu merasa tidak nyaman.Sebelum kematian panglima, Kinar sangatlah merasakan kebebasan, meskipun masih di jaga tapi Kinar memiliki banyak waktu untuk berada di luar rumah, tapi sejak kematian panglima kadipaten, kehidupan Kinar berubah, dia lebih banyak berada di dalam rumahnya."Ayah tahu jika kau inginka
Jledaaarrr!!Ledakan keras terjadi di tubuh ular jelmaan nyai Rundu, dan itu membuat tubuh ular itu hancur berkeping-keping, pecahan dari daging ular itu menyebar di seluruh halaman rumah Adipati Sendah.Sementara tubuh Arya juga terlempar, itu karena ledakan yang terjadi di dalam tubuh ular itu, tidak mungkin lagi Arya hindari. Dan mau tidak mau, Arya harus merasakan ledakan dari energinya sendiri.Huakkkkk!"Sialan aku terluka karena seranga ku, sendiri!" kata Arya, yang meringankan darah dari mulutnya.Arya memang mengalami luka, tapi sedikit pun anak muda itu tidak merisaukan akan lukanya itu.Itu karena Arya sudah memiliki kitab seribu satu pengobatan dan racun. Dan Arya yakin akan mampu obati luka dalamnya itu.Setelah itu Arya kembali pada mode normal, dan sudah kembalikan tubuhnya menjadi tubuh biasa.Wajah Adipati Sendah pucat, dia kini sadar jika dia sudah salah melawan memilih lawan, yaitu melawan Arya. Dia mundur dan takut melihat Arya."Tidak ada gunanya kau menjauh Adipa
"Apa-apaan!'Adipati Sendah yang sedang menangisi putranya keluar dengan rasa amarah yang tidak tertahan.Tapi belum sempat dia keluar, pintunya sudah hancur, dan panglima kebanggaannya, panglima Deria sudah ada di depan pintu dengan kondisi yang mengenaskan.Mata Adipati Sendah melotot, dia tidak menyangka jika panglima yang selama ini selalu menjaga dirinya, kini dalam kondisi yang tidak berdaya."Siapa sesungguhnya anak muda ini!" ucap Adipati Sendah."Nyai Rundu! tugasmu sekarang sudah didepan mata, ambil kepala anak muda itu untukku!" kata Adipati Sendah memberikan perintah pada orang yang dibawa oleh panglima Deria."Dengan senang hati, tuan Adipati!" kata nyai Rundu dan merasa jika tugasnya tidaklah berat.Nyai Rundu berjalan ke arah Arya, dan berdiri hanya dua tombak di hadapan anak muda itu."Bagaimana jika kita lakukan dengan cepat?" kata nyai Rundu."Dengan cepat? Bagaimana maksudnya?" tanya Arya."Iya! Berikan kepalamu, maka tugasku akan selesai!" kata nyai Rundu."Begitu
Setelah tamparan di wajah Gurning, Arya menambah lagi pukulan demi pukulan ke tubuh Gurning, dan itu membuat tubuh putra Adipati itu tidak berdaya."Bagaimana rasanya?" tanya Arya.Plakkkkkk!!Belum puas, Arya menambah tamparan ke wajah anak muda itu, dan satu demi satu giginya tanggal dari tempatnya.Tubuh Gurning bergetar karena menahan rasa sakit di tubuhnya, sementara pengawal dan prajurit kadipaten tidak berani berbuat apa-apa."Bawa Kembali tuan muda kalian, aku tidak ingin melihat dia disini, atau dia akan mati!" kata Arya.Dengan tubuh gemetaran, pengawal dan prajurit kadipaten membawa tubuh Gurning kembali ke rumah Adipati Sendah. Mereka tidak berani melawan Arya karena Arya terlalu kuat bagi mereka."Kau akan merasakan akibat dari kebodohanmu ini!" kata prajurit kadipaten sebelum membawa tubuh Gurning."Kalian yang akan menangis!" kata Arya.Arya membantu gadis itu, dan membawa kembali pada kedua orang tuanya."Kau tidak apa-apa?" tanya Arya."Tidak, terimakasih!" jawab gadi