Andi melirik ke kolong meja itu, dan menemukan mayat pak Rektor yang bersimbah darah. Lehernya robek seperti habis di gorok dengan golok. Melihat itu semua, pak Kastan dan Andi berlari keluar untuk mencari pertolongan. Haa....! Teriak pak Kastan sambil terus berlari.
Kampus yang tadinya sepi, sekarang ramai kembali. Para wartawan, mahasiswa, dosen, polisi dan masyarakat setempat mengerumbungi tempat kejadian. Ini adalah pertama kalinya pembunuhan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Motif dibalik pembunuhan ini juga belum terungkap. Polisi juga sedang mengembangkan kasus ini.
Andi dan pak Kastan yang melihat kejadian itu tidak luput dari pantauan media. Mereka menanyakan berbagai hal terkait dengan kejadian itu. Setelah selesai diminta keterangan, Andi pulang ke kosnya. Dia memarkir si Jack di parkir kosnya. Kemudian, dia naik ke atas untuk menuju kamar kosnya.
Ternyata, di atas sudah ada Wahyu dan Taufik yang menunggunya.
Wahyu bertanya, "Gimana keadaan lo, Ndi? Baik-baik aja, Kan!"
Andi tidak lansung menjawabnya, tetapi terlebih dahulu membukakan pintu dan menyuruh mereka masuk.
"Gue baik-baik aja, cuma sedikit kaget aja tadi!" jawab Andi sambil meletakkan tas di kasurnya.
"Btw! Lo liat pelakunya engak, Ndi?" tanya Taufik penasaran.
"Kalo liat mah, udah gue tangkep kali!" jawab Andi sambil membuatkan mereka kopi.
"Yang lo liat apa?" sahut Wahyu yang juga penasaran.
Andi menjawab, "Gue cuma liat banyangan hitam!" ungkap Andi dengan serius.
Mereka berdua terdiam sejenak, Wahyu dan Taufik saling bertatapan. Gluup! Seteguk liur mengalir ketenggorokan mereka.
"Hah, Banyangan hitam!" sahut Wahyu dengan kagetnya.
"Maksud lo? Kaya ninja gitu, Ndi!" Taufik juga bertanya.
"Iya sebelas dua belaslah!" jawab Andi kepada mereka.
Kemudian, Wahyu menyahut "Kalo memang begitu, orang itu pasti punya ilmu hitam, Ndi!".
Taufik yang mendengar itu terlihat tak percaya.
"Ah yang bener? Zaman gini masih ada yang begituan!".
Mendengar obrolan kedua temannya itu, Andi hanya bisa tersenyum.
Kemudian, dia duduk dengan membawakan kopi kepada mereka.
Dia berkata "Lebih baik kita liat ini dulu!" Tangannya sambil memegang remote tv dan memencetnya.
Dari tv itu, terlihat polisi sedang mengadakan jumpa pers. Polisi menjelaskan berbagai macam temuan mereka seperti rekaman cctv yang memperlihatkan bayangan hitam pelaku pembunuhan itu, dan sebuah sobekan koran yang memberitakan tentang menghilangnya sepuluh aktivis pada sepuluh tahun lalu. Salah satu dari aktivis yang hilang itu bernama Irwan.
Melihat itu, Taufik berkata "Bukankah itu bokap lo, Ndi?".
Andi yang ditanya hanya diam seribu bahasa.
Taufik yang menanyakan hal tadi pun terlihat gugup dan menundukkan kepalanya.
Kemudian, polisi memutar rekaman cctv di tempat kejadian.
Dari rekaman itu, terlihat hanya dua kali banyangan hitam itu tertangkap kamera.
"Ini pasti ninja!" celetuk Taufik dengan wajah serius.
"Ninja mata lo soang, ini bukan jepang bos! Menurut gue, orang itu pasti punya ilmu panglimunan!" kata Wahyu menanggapinya.
Wajah Taufik sedikit berubah seperti ingin balas mengejek.
Namun, sebelum dia mengatakan sesuatu, Andi terlebih dahulu berkata "Zaman gini masih percaya begituan?".
Suara tertawa keras yang mengejek terdengar dari mulut Taufik membuat Wahyu sedikit malu-malu.
Kemudian, Andi menambahkan "Menurut gue, pembunuhan ini sudah direncanakan sejak awal.
"Karena tidak mungkin pembunuhan itu dapat melewati kamera cctv dan petugas keamanan kampus dengan begitu mudah, tanpa adanya rencana yang matang serta pengamatan yang mendalam!"
Pernyataan itu membuat Wahyu dan Taufik sekali lagi terperangah dan sedikit kaget.
"Berarti pelakunya orang dalam?" Taufik mengerutkan keningnya.
Wahyu dengan cepat menanggapi, "Bukan gitu, tetapi kampus kita sudah lama di mata-matai! ... Iyakan, Ndi?".
Huu.... Andi menghela nafas panjang.
"Iya, pendapat kalian berdua enggak ada yang salah.
"Karena kedua kemungkinan ini bisa saja terjadi ... Namun, yang harus kita cari tahu di sini adalah alasan pembunuhan itu."
Taufik lalu bertanya "Apakah mungkin ini ada hubungannya dengan sobekan koran itu?"
Wahyu yang mendengarnya menanggapi sambil tertawa.
"Iya iyalah Fik, Masa iya iya dong!"
"Kampret lo Yu, gue nanya serius nih!" jawab Taufik sedikit kesal.
"Iya gue juga serius!"kata Wahyu.
Andi yang mendengar itu hanya tersenyum melihat tingkah keduan temannya yang seperti anak-anak.
"Minum dulu kopinya, kalo enggak gue minum nih!" ucap Andi sambil menarik kedua cangkir kopi mereka.
Dengan sigap Wahyu menariknya dan berkata "Enak aja lo, emang tahan minum kopi tiga cangkir?".
"Enggak sih!" sahut Andi sambil tertawa.
"Jadi kita mau ngapain lagi nih? ... ohh iya, kalian berdua ngapain malam-malam ke sini? Nggak ngasih gue kabar lagi!" tanya Andi penasaran.
Wahyu dan taufik yang sedang meneguk kopinya saling berpandangan.
"Ciee" celetuk Andi sembarangan.
Taufik menanggapinya dengan kesal "Kamprett lo, gue masih normal."
Andi hanya tertawa mendengarkan jawaban Taufik itu.
Kemudian, Wahyu menjelaskan "Pertama, kita sangat khawatir dengan keadaan lo.
"Kedua, kita mau izin nginep di kos lo." Matanya sambil memandang ke arah Taufik duduk.
"Ya boleh aja sih, tapi lo udah izin sama bokep nyokap lo enggak, Fik?" tanya Andi kepada Taufik.
"Belum sih, tapi bokap nyokap gue juga lagi enggak di rumah" Taufik menjawabnya.
"Biarpun enggak di rumah, ya harus izin lah! Lo kan ada Hp, telpon minta izin, gitu!" Andi menasehati Taufik.
Kemudian, Taufik menelpon ibunya untuk meminta izin. Karena jika meminta izin dengan ayahnya, pasti tidak diizinkan. Dan akhirnya Taufik diizinkan untuk menginap. Setelah itu, Andi meminta izin kepada mereka untuk mandi. "Gue mandi dulu ya, gue belum mandi dari tadi sore!" "Emang enggak papa mandi jam segini?" Taufik bertanya sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 21.50. "Ya enggak papa lah, gue juga sering mandi jam segini!" celetuk Wahyu menanggapi pertanyaan Taufik. Andi menjawab "Ya enggak bagus sih sebenarnya! Tapi badan gue gatal, dan enggak enak kalo tidur belum mandi." "Nah, dengerin tu Yu, enggak baik! Ini Andi cuma karena terpaksa aja harus mandi pukul segini" Taufik memandang Wahyu, matanya seolah-olah menasehatinya. "I-iya gue tau, gue juga terpaksa!" desah Wahyu dengan nada rendah. "Terpaksa kenapa lo?" sahut Taufik kembali bertanya. "I-iya terpaksa, terpaksa karena n
Kemudian, ekonomi negara kita berangsur-angsur membaik sampai sekarang. Namun, jauh sebelum peristiwa Reformasi itu terjadi, telah banyak aktivis dan para kritikus pemerintahan yang hilang entah ke mana?. Tak ada satupun dari mereka yang terdengar kabarnya sampai sekarang. Pemerintah saat itu juga seakan-akan tutup mulut dan telingga terhadap kasus itu. Mendengar penjelasan dari pak Syariffudin itu, sebenarnya Andi sangat ingin bertanya. Namun, mulutnya seakan terkunci oleh hatinya yang berkata tidak. Tak lama berselang, ada salah satu mahasiswa yang bertanya begini. "Kalau memang begitu, kemungkinan pak Rektor kita yang telah terbunuh itu ada hubungannya dengan kejadian itu?. "Karena di tempat kejadian ditemukan barang bukti berupa sobekkan koran yang berisi tentang hilangnya para aktivis Reformasi itu." Pak Syariffudin tidak langsung menjawabnya. Huu.... Beliau menghela nafas panjang dan berkata "Kemungkinan se
"Itu memang benar! "Karena tidak mungkin masyarakat melakukan hal seperti itu jika mereka masih percaya dengan pemerintah. Hal ini sama dengan ketika dua orang pacaran, mereka akan berpisah ketika salah satu atau keduanya sudah memiliki rasa tidak percaya," jawab pak Ibnu Sabil sambil melogikakan jawabannya. Kemudian, Andi bertanya lagi, "Hal apa yang bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintahDan langkah terbaik apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus hilangnya kepercayaan ini?" Pertanyaan itu sedikit membuat pak Ibnu Sabil mengernyitkan dahinya. Ini merupakan pertanyaan yang bagus dan berbobot untuk dijawab. Kemudian, dia menarik nafas panjang dan menjawabnya. "Banyak hal yang bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu hilang. "Pertama, perbedaan visi & misi antara pemerintah dan masyarakat. Kedua,
Norma yang ditanya seperti itu, sekali lagi mematung. Sebenarnya Norma ingin mengatakan bahwa Andi tidak perlu minta maaf, karena Andi tidak salah. Namun, perasaan kagum yang dia miliki, membuatnya tak bisa berkata apa-apa, jika berhadapan langsung dengan Andi. Wajah Andi terlihat bingung dengan tingkah laku Norma sekarang ini. Karena yang dia tahu, bahwa gadis ini biasanya sangat anggun dan berwibawa. Namun, kali ini terlihat seperti kebalikannya. Taufik yang terlalu lama menunggu di luar, kembali masuk ke kelas itu. Dia tercengang melihat Norma memegang tangan Andi. Namun, semua itu tak berselang lama, karena Taufik ditarik kembali keluar oleh Wahyu. Wahyu berbisik, "Jangan diganggu!" "Oke!" jawab Taufik singkat. Sementara itu, Norma masih saja diam sambil terus memegang tangan Andi. Andi yang merasa tidak enak dengan teman-temannya, melepaskan tangan Norma yang memegang tangannya. Kemudian, seka
"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat. "Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada." Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu. "Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya. "Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi. "Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!" Wahyu kembali membantah pendapat Taufik. Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?" Sambil menatap Andi yang masih menonton tv. Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!" Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu. "Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius. "Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu du
Namun, saat dia berpaling, dia melihat bahwa berita di tv juga memberitakan tentang temuan rekaman cctv itu. Andi dan Taufik juga segera mengalihkan pandangannya ke tv itu. Dengan serius, mereka memperhatikan berita itu. Dan dalam berita itu, polisi juga mengkonfirmasi bahwa pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan di toko itu merupakan orang yang sama dengan pelaku pembunuhan rektor di Universitas Jaya Masa kemarin. Namun, sayangnya polisi belum menemukan motif sesungguhnya dari dua kejadian ini. Dugaan sementara, bahwa ini merupakan sebuah balas dendam. Polisi juga akan mencari tahu hubungan dari kedua korban ini. Dan polisi berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas agar terciptanya rasa aman di masyarakat. Berita terbaru itu, membuat Taufik semakin yakin bahwa pelakunya adalah pak Kastan. Sedangkan, Andi dan Wahyu masih memperhatikan berita itu sampai habis "Enggak gue sangka, pelakunya sama dengan pelaku pembun
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 17.20. Andi dan Wahyu bersiap-siap untuk pulang. Mereka berpamitan kepada Taufik dan kedua orang tuanya. Wahyu hari ini pulang diantar oleh Andi. Dengan motor CB150Rnya, Andi meluncur ke rumah Wahyu. Hilir mudik kendaraan terasa sangat padat. Karena ini merupakan jam pulang kantor semua orang. Sesaknya kota semakin terasa ketika pemandangan rumah-rumah kumuh di sekitar TPA mulai terlihat. Semakin jauh masuk kedalam, semakin terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang menggunung bagaikan semeru. Para bocah-bocah pemulung masih berhamburan mengais tumpukan-tumpukan sampah itu. Hahaha.. hehehe.. hihihi.. Suara canda tawa mereka, membuat hati siapa saja yang mendengarnya akan bergetar menyedihkan. Kebahagian yang mereka gambarkan ditengah kehidupan mereka yang serba kesusahan, menampar setiap wajah orang-orang berduit yang selalu mengeluh dengan keadaan. Namun sayang, secercah kehidupan masa depan yang mereka dambakan hanya menjadi
Setelah itu, Bi Lida menghantarkan kopi yang dibuatnya bersama dengan beberapa potong kue yang baru dibuatnya. "Bagaimana kuliah kamu, Ndi?" tanyanya kepada Andi. "Baik-baik aja, Bi!" sahut Andi sambil memegang gelas kopinya. "Oh iya! Ibu kemana, Bi?" Andi bertanya sambil memperhatikan rumahnya yang terlihat sunyi itu. "Ibumu lagi pergi ke kantor, ada rapat mendadak katanya" jawab Bi Lida. "Oh iya, Katanya di kota ada pembunuhan misterius ya?" tanya Bi Lida penasaran. "Iya Bi! Sudah dua orang yang menjadi korbannya, salah satunya rektor kami di kampus" jawab Andi sambil mengambil kue dihadapannya. "Kenapa bisa begitu? tanya Bi Lida kembali. "Kami juga tidak tahu! Sampai hari ini kasus itu belum terpecahkan, polisi juga masih berusaha mengungkapnya" jawab Andi. "Oh.. mudah-mudahan pelakunya bisa cepat tertangkap ya! Dan negara kita kembali aman" sahut Bi Lida. "Aamiin!" jawab Andi singkat.