Di perjalanan menuju rumah Wahyu, Andi menemukan beberapa keanehan di jalan. Jalanan yang tampak sunyi seketika dipenuhi oleh lalu lalang mobil yang cukup padat. Dan yang paling lucu, mobil-mobil itu seperti hanya menuju satu arah.
Andi bertanya dalam hatinya, "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Belum sempat dia memikirkan dan menemukan jawaban dari pertanyaannya. Andi dikejutkan dengan sirine dari mobil ambulan yang melaju dengan cepat di belakangnya.
Andi segera meminggirkan motornya dari jalan. Kemudian, Ambulan tadi segera lewat di sampingnya. Ambulan itu tidak sendirian, tetapi ada dua buah motor dinas polisi yang mengawal ambulan itu.
Andi semakin bingung melihat pemandangan itu. Karena dengan jelas dia melihat bahwa ambulan tadi kosong. Biasanya ambulan yang membunyikan sirine seperti itu membawa pasien atau seseorang yang sangat kritis.
"Atau mungkin ambulan itu ingin menjemput seseorang yang sedang kritis? Tetapi sangat jarang ada yang sampai dikawal polisi seperti itu!" pikir Andi dalam hatinya.
"Mungkin pasien itu orang penting!" katanya lagi dalam hati sambil menenangkan diri.
Andi sudah dekat dengan rumah Wahyu, tetapi jalan juga semakin padat. Andi sedikit berdiri dari motornya untuk melihat sesuatu yang ada di depan. Andi terkejut setelah melihat penyekatan yang dilakukan oleh beberapa petugas kepolisian di sana.
"Pantas saja kendaraan dari arah yang berlawanan dengannya terlihat tidak ada, ternyata itu semua karena ini!" kata Andi dalam hatinya.
Andi yang semakin dekat juga melihat banyak mobil-mobil media yang terparkir di dekat jalan menuju TPA itu. Di sana juga ada beberapa mobil pribadi yang sepertjnya sengaja stop untuk menonton sesuatu. Andi sungguh belum tahu apa yang mereka tonton.
Andi mengalihkan pandangannya ke depan. Dan melihat jalan menuju ke sana ternyata juga dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Banyak orang ingin masuk ke sana, tetapi harus putar balik karena tidak diizinkan oleh petugas yang berjaga.
Andi awalnya sedikit ragu ketika dia ingin menuju ke sana. Dia merasa dirinya tidak akan mampu melewati penjagaan itu. Akan tetapi, karena janjinya kepada Wahyu dan rasa penasarannya yang semakin besar, dia akhirnya memberani diri mendekati petugas yang berjaga itu.
Andi perlahan membawa motornya menuju ke sana. Andi berhenti tepat di depan seorang petugas yang berjaga di sana.
"Permisi! Boleh saya masuk, Pak?" tanya Andi dengan hormat.
"Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk!" ucap petugas itu dengan tegas dan wibawanya.
"Saya mau ke rumah teman saya Pak di dalam." Andi memberitahu tujuannya kepada petugas itu.
Petugas itu memperhatikan Andi dengan kata-katanya tadi. Namun, petugas itu sepertinya tetap tidak percaya. Petugas itu tetap tidak memberikannya izin untuk masuk.
Huuh!.... Andi menghela napas mendapati dirinya di tolak untuk masuk. Andi segera meminggirkan motornya dan dia langsung menelpon Wahyu yang ada di dalam. Dia menyuruhnya menjemputnya di tempat penjagaan. Karena dia tidak diberikan izin untuk masuk.
"Iya gue otw ke sana!" jawab Wahyu.
"Mau kemana lo?" tanya Taufik.
"Mau ngejemput Andi, dia ketahan di jalan masuk!" Wahyu memberitahu Taufik.
Taufik tampak kaget mendengar itu. Dia tidak menyangka secepat itu berita ini menyebar. Dan sampai ada penjagaan dari pihak kepolisian segala di sana.
"Ternyata ini adalah sebuah kasus besar!" katanya dalam hati.
Taufik kemudian kembali menatap Wahyu.
"Gue ikut!" kata Taufik singkat.
Taufik ingin melihat sendiri bagaimana kondisinya di luar. Apakah memang sudah seramai itu?
"Ayo!" jawab Wahyu sambil menaiki motor bututnya.
Taufik segera ikut naik ke atas motor itu dan mereka berdua segera meluncur.
Andi yang telah cukup lama menunggu merasa lega setelah teman-temannya telah datang menemuinya. Terlihat Wahyu dengan motor bututnya sedang membonceng Taufik dibelakangnya. Wahyu segera berhenti di depan petugas penjaga.
Wahyu berbicara dengan petugas di sana, "Permisi Pak!"
"Iya! Ada yang bisa saya bantu?" tanya petugas itu dengan wibawa.
"Saya mau ngejemput teman saya Pak! Kami mau mengerjakan tugas kuliah di rumah saya," ucap Wahyu dengan sopan sambil menujuk Andi.
Andi mengangguk dengan sopan. Petugas itu tidak langsung percaya, dia memandang ke arah Wahyu cukup lama. Dan kemudian kembali memandang ke arah Andi.
Setelah itu dia kembali menggelengkan kepalanya.
"Kamu orang sini?" tanya petugas itu seperti tidak percaya.
"Iya Pak!" jawab Wahyu singkat.
Namun, petugas itu sepertinya belum juga memberikan izin Andi untuk masuk.
Andi memberi kode kepada Wahyu untuk menujukkan KTPnya. Wahyu mengangguk dan mengambil KTPnya dari dalam dompet.
"Ini Pak KTP saya!" Wahyu menyerahkannya kepada petugas itu.
Barulah setelah Wahyu menujukkan KTPnya kepada petugas itu, petugas itu percaya dan memberikan Andi izin untuk masuk.
Sebelum pergi mengambil motornya, Andi terlebih dahulu mengucapkan terima kasih kepada petugas itu. Petugas itu membalas dengan anggukkan kepalanya. Setelah itu Andi kembali menaiki motornya dan segera mengikuti Wahyu dari belakang. Portal dadakan itu juga kemudian diangkat untuknya.
Setelah Andi masuk beberapa ratus meter, barulah Andi dapat melihat kejadian yang sebenarnya terjadi di dalam. Ada sebuah garis polisi yang terbentang mengelilingi sebuah tumpukkan sampah. Di dekat garis polisi itu, ada ambulan yang tadi ditemui Andi waktu di jalan. Ambulan itu dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Di sekitaranya banyak para wartawan yang mengerumbungi ambulan itu.Para wartawan itu terlihat sangat bersemangat dalam melakukan itu. Karena sejatinya mereka sadar bahwa ini adalah sebuah berita besar. Berita yang bisa membuat rating mereka naik.Dengan semangat seperti itu, ada beberapa orang dari mereka yang berani menerobos ke dalam penjagaan polisi. Para polisi pun bertindak untuk menahan mereka. Para polisi itu juga sadar betul privasi yang dimiliki orang yang di dalam perlindungannya. Hal ini membuat para kepolisian itu sangat tegas tanpa ampun kepada para wartawan yang tidak mematuhi perintah mereka. Terlihat ada seorang wartawan ya
Andi masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari buku itu. Tatapannya tetap tajam dan penuh pertanyaan. Andi kembali meletakkan cangkir kopinya dan beberapa kali membolak-balik buku itu. Dari setiap lembar buku, wajah Andi selalu berubah tidak menentu. "Dari mana kalian dapet ini?" tanya Andi. Mereka berdua menatap sebelum menjawab. "Lo aja yang jawab Yu!" Lempar Taufik kepada Wahyu. Wahyu menggangguk lalu menjelaskan semuanya. Huuh!....Andi menghembuskan napas lega setelah itu. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang dia pikirkan. "Lo kenapa, Ndi?" tanya Taufik yang terlihat penasaran. "Enggak apa-apa," jawab Andi sambil tersenyum. Taufik segera merajut alisnya mendengar jawaban Andi itu. Matanya semakin tajam menatap Andi. Tiba-tiba Taufik bertanya, "Lo serius?""Iya gue serius!" jawab Andi cepat. Wahyu yang melihatnya hanya bisa mengelengkan kepalanya. Dia tahu pasti banyak pemikiran di kepala Andi. Dan analisisnya di setiap masalah pasti mendalam dan kri
Wahyu hanya mengelengkan kepalanya."Lo tahan Andi bentar ya!" ucap Wahyu sambil berlari."Lo mau kemana?" tanya Taufik kaget dan penasaran."Udah jagain aja dulu!" teriak Wahyu yang mulai menjauh.Taufik tidak bisa berkata apa-apa lagi dan langsung mengunci Andi agar tidak bisa bergerak lagi.Beberapa kali tangan Andi memukul badan Taufik, tetapi Taufik pantang menyerah dan sama sekali tidak memberikan ruang gerak kepada Andi."Cepetan dong Yu!.." teriak Taufik yang sudah hampir mencapai batasnya.Beberapa saat kemudian Wahyu muncul dengan sebuah ember ditangannya."Lo, lo mau ngapain?" tanya Taufik.Tanpa mendengar kata-kata Taufik dan tanpa ragu-ragu dia langsung membalikkan air di ember itu pada Taufik dan Andi.Taufik hanya pasrah ketika air itu membasahi tubuhnya. Namun, Andi yang tadi dikuncinya kembali sadar."Apa-apaan lo?" teriak Andi dengan nada marah."Lo tuh yang apa-apaan!" balas
Kota ini menjadi tempat pecahnya bentrokkan saat Reformasi 98. Kota ini juga menjadi saksi bisu menghilang beberapa orang aktivis pada saat itu. Sepuluh tahun berlalu, kota ini telah menjelma menjadi kota yang maju. Dan kenangan kelam masa itu telah terkubur bersama runtuhnya rezim saat itu.Di pagi yang cerah itu, Andi sedang bersiap untuk berangkat kuliah. Dengan motornya, dia melewati gang yang cukup sempit di samping kosnya untuk pergi ke kampus. Andi merupakan anak seorang aktivis sekaligus penulis terkenal yang bernama Irwan. Sedangkan, Ibunya adalah seorang reporter dan jurnalis. Dia dibesarkan di lingkungan perkotaan yang cukup keras. Sehingga, membuatnya memiliki pola pikir yang kritis dan terbilang Apatis.Andi mengambil jurusan S-1 Ilmu Pemerintahan di kampus itu. Dia memiliki cita-cita menjadi seorang diplomat dan aktivis yang handal seperti ayahnya. kemahiran berdiplomasi dan pemikirannya yang kritis telah diakui oleh dosen dan
Keadaan kampus saat itu masih ramai, hal ini karena sekarang baru pukul 15.15. Dengan mobil Jazznya, Taufik meluncur bersama Andi dan Wahyu ke rumahnya. Rumah Taufik berada di kawasan perumahan militer yang tak jauh dari kampus itu. Setelah beberapa menit, Taufik menghentikan laju mobilnya dan memarkirnya di depan sebuah rumah yang cukup besar dan mewah. Setelah itu, Taufik berkata "Ayo masuk! Langsung ke kamar aja, bokap ama nyokap gue juga lagi ga ada." Andi dan Wahyu mengikutinya untuk masuk ke dalam rumah itu. Kemudian, Taufik langsung membawa mereka untuk masuk ke kamarnya dan dia berkata "Pake aja apa yang ada di sini, bebas kok!". Mereka berdua serempak menjawab "Oke bosque!" Kamar Taufik memang cukup besar dan memiliki fasilitas yang lengkap di dalamnya. Hal ini tidak mengherankan, karena dia adalah anak seorang perwira tinggi di kemiliteran negara. Ayahnya dulu sebenarnya ingin mema
Andi melirik ke kolong meja itu, dan menemukan mayat pak Rektor yang bersimbah darah. Lehernya robek seperti habis di gorok dengan golok. Melihat itu semua, pak Kastan dan Andi berlari keluar untuk mencari pertolongan. Haa....! Teriak pak Kastan sambil terus berlari. Kampus yang tadinya sepi, sekarang ramai kembali. Para wartawan, mahasiswa, dosen, polisi dan masyarakat setempat mengerumbungi tempat kejadian. Ini adalah pertama kalinya pembunuhan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Motif dibalik pembunuhan ini juga belum terungkap. Polisi juga sedang mengembangkan kasus ini. Andi dan pak Kastan yang melihat kejadian itu tidak luput dari pantauan media.Mereka menanyakan berbagai hal terkait dengan kejadian itu.Setelah selesai diminta keterangan, Andi pulang ke kosnya.Dia memarkir si Jack di parkir kosnya.Kemudian, dia naik ke atas untuk menuju kamar kosnya. Ternyata, di atas sudah ada Wahyu dan
Kemudian, Taufik menelpon ibunya untuk meminta izin. Karena jika meminta izin dengan ayahnya, pasti tidak diizinkan. Dan akhirnya Taufik diizinkan untuk menginap. Setelah itu, Andi meminta izin kepada mereka untuk mandi. "Gue mandi dulu ya, gue belum mandi dari tadi sore!" "Emang enggak papa mandi jam segini?" Taufik bertanya sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 21.50. "Ya enggak papa lah, gue juga sering mandi jam segini!" celetuk Wahyu menanggapi pertanyaan Taufik. Andi menjawab "Ya enggak bagus sih sebenarnya! Tapi badan gue gatal, dan enggak enak kalo tidur belum mandi." "Nah, dengerin tu Yu, enggak baik! Ini Andi cuma karena terpaksa aja harus mandi pukul segini" Taufik memandang Wahyu, matanya seolah-olah menasehatinya. "I-iya gue tau, gue juga terpaksa!" desah Wahyu dengan nada rendah. "Terpaksa kenapa lo?" sahut Taufik kembali bertanya. "I-iya terpaksa, terpaksa karena n
Kemudian, ekonomi negara kita berangsur-angsur membaik sampai sekarang. Namun, jauh sebelum peristiwa Reformasi itu terjadi, telah banyak aktivis dan para kritikus pemerintahan yang hilang entah ke mana?. Tak ada satupun dari mereka yang terdengar kabarnya sampai sekarang. Pemerintah saat itu juga seakan-akan tutup mulut dan telingga terhadap kasus itu. Mendengar penjelasan dari pak Syariffudin itu, sebenarnya Andi sangat ingin bertanya. Namun, mulutnya seakan terkunci oleh hatinya yang berkata tidak. Tak lama berselang, ada salah satu mahasiswa yang bertanya begini. "Kalau memang begitu, kemungkinan pak Rektor kita yang telah terbunuh itu ada hubungannya dengan kejadian itu?. "Karena di tempat kejadian ditemukan barang bukti berupa sobekkan koran yang berisi tentang hilangnya para aktivis Reformasi itu." Pak Syariffudin tidak langsung menjawabnya. Huu.... Beliau menghela nafas panjang dan berkata "Kemungkinan se