Wahyu hanya mengelengkan kepalanya.
"Lo tahan Andi bentar ya!" ucap Wahyu sambil berlari.
"Lo mau kemana?" tanya Taufik kaget dan penasaran.
"Udah jagain aja dulu!" teriak Wahyu yang mulai menjauh.
Taufik tidak bisa berkata apa-apa lagi dan langsung mengunci Andi agar tidak bisa bergerak lagi.
Beberapa kali tangan Andi memukul badan Taufik, tetapi Taufik pantang menyerah dan sama sekali tidak memberikan ruang gerak kepada Andi.
"Cepetan dong Yu!.." teriak Taufik yang sudah hampir mencapai batasnya.
Beberapa saat kemudian Wahyu muncul dengan sebuah ember ditangannya.
"Lo, lo mau ngapain?" tanya Taufik.
Tanpa mendengar kata-kata Taufik dan tanpa ragu-ragu dia langsung membalikkan air di ember itu pada Taufik dan Andi.
Taufik hanya pasrah ketika air itu membasahi tubuhnya. Namun, Andi yang tadi dikuncinya kembali sadar.
"Apa-apaan lo?" teriak Andi dengan nada marah.
"Lo tuh yang apa-apaan!" balas
Kota ini menjadi tempat pecahnya bentrokkan saat Reformasi 98. Kota ini juga menjadi saksi bisu menghilang beberapa orang aktivis pada saat itu. Sepuluh tahun berlalu, kota ini telah menjelma menjadi kota yang maju. Dan kenangan kelam masa itu telah terkubur bersama runtuhnya rezim saat itu.Di pagi yang cerah itu, Andi sedang bersiap untuk berangkat kuliah. Dengan motornya, dia melewati gang yang cukup sempit di samping kosnya untuk pergi ke kampus. Andi merupakan anak seorang aktivis sekaligus penulis terkenal yang bernama Irwan. Sedangkan, Ibunya adalah seorang reporter dan jurnalis. Dia dibesarkan di lingkungan perkotaan yang cukup keras. Sehingga, membuatnya memiliki pola pikir yang kritis dan terbilang Apatis.Andi mengambil jurusan S-1 Ilmu Pemerintahan di kampus itu. Dia memiliki cita-cita menjadi seorang diplomat dan aktivis yang handal seperti ayahnya. kemahiran berdiplomasi dan pemikirannya yang kritis telah diakui oleh dosen dan
Keadaan kampus saat itu masih ramai, hal ini karena sekarang baru pukul 15.15. Dengan mobil Jazznya, Taufik meluncur bersama Andi dan Wahyu ke rumahnya. Rumah Taufik berada di kawasan perumahan militer yang tak jauh dari kampus itu. Setelah beberapa menit, Taufik menghentikan laju mobilnya dan memarkirnya di depan sebuah rumah yang cukup besar dan mewah. Setelah itu, Taufik berkata "Ayo masuk! Langsung ke kamar aja, bokap ama nyokap gue juga lagi ga ada." Andi dan Wahyu mengikutinya untuk masuk ke dalam rumah itu. Kemudian, Taufik langsung membawa mereka untuk masuk ke kamarnya dan dia berkata "Pake aja apa yang ada di sini, bebas kok!". Mereka berdua serempak menjawab "Oke bosque!" Kamar Taufik memang cukup besar dan memiliki fasilitas yang lengkap di dalamnya. Hal ini tidak mengherankan, karena dia adalah anak seorang perwira tinggi di kemiliteran negara. Ayahnya dulu sebenarnya ingin mema
Andi melirik ke kolong meja itu, dan menemukan mayat pak Rektor yang bersimbah darah. Lehernya robek seperti habis di gorok dengan golok. Melihat itu semua, pak Kastan dan Andi berlari keluar untuk mencari pertolongan. Haa....! Teriak pak Kastan sambil terus berlari. Kampus yang tadinya sepi, sekarang ramai kembali. Para wartawan, mahasiswa, dosen, polisi dan masyarakat setempat mengerumbungi tempat kejadian. Ini adalah pertama kalinya pembunuhan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Motif dibalik pembunuhan ini juga belum terungkap. Polisi juga sedang mengembangkan kasus ini. Andi dan pak Kastan yang melihat kejadian itu tidak luput dari pantauan media.Mereka menanyakan berbagai hal terkait dengan kejadian itu.Setelah selesai diminta keterangan, Andi pulang ke kosnya.Dia memarkir si Jack di parkir kosnya.Kemudian, dia naik ke atas untuk menuju kamar kosnya. Ternyata, di atas sudah ada Wahyu dan
Kemudian, Taufik menelpon ibunya untuk meminta izin. Karena jika meminta izin dengan ayahnya, pasti tidak diizinkan. Dan akhirnya Taufik diizinkan untuk menginap. Setelah itu, Andi meminta izin kepada mereka untuk mandi. "Gue mandi dulu ya, gue belum mandi dari tadi sore!" "Emang enggak papa mandi jam segini?" Taufik bertanya sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 21.50. "Ya enggak papa lah, gue juga sering mandi jam segini!" celetuk Wahyu menanggapi pertanyaan Taufik. Andi menjawab "Ya enggak bagus sih sebenarnya! Tapi badan gue gatal, dan enggak enak kalo tidur belum mandi." "Nah, dengerin tu Yu, enggak baik! Ini Andi cuma karena terpaksa aja harus mandi pukul segini" Taufik memandang Wahyu, matanya seolah-olah menasehatinya. "I-iya gue tau, gue juga terpaksa!" desah Wahyu dengan nada rendah. "Terpaksa kenapa lo?" sahut Taufik kembali bertanya. "I-iya terpaksa, terpaksa karena n
Kemudian, ekonomi negara kita berangsur-angsur membaik sampai sekarang. Namun, jauh sebelum peristiwa Reformasi itu terjadi, telah banyak aktivis dan para kritikus pemerintahan yang hilang entah ke mana?. Tak ada satupun dari mereka yang terdengar kabarnya sampai sekarang. Pemerintah saat itu juga seakan-akan tutup mulut dan telingga terhadap kasus itu. Mendengar penjelasan dari pak Syariffudin itu, sebenarnya Andi sangat ingin bertanya. Namun, mulutnya seakan terkunci oleh hatinya yang berkata tidak. Tak lama berselang, ada salah satu mahasiswa yang bertanya begini. "Kalau memang begitu, kemungkinan pak Rektor kita yang telah terbunuh itu ada hubungannya dengan kejadian itu?. "Karena di tempat kejadian ditemukan barang bukti berupa sobekkan koran yang berisi tentang hilangnya para aktivis Reformasi itu." Pak Syariffudin tidak langsung menjawabnya. Huu.... Beliau menghela nafas panjang dan berkata "Kemungkinan se
"Itu memang benar! "Karena tidak mungkin masyarakat melakukan hal seperti itu jika mereka masih percaya dengan pemerintah. Hal ini sama dengan ketika dua orang pacaran, mereka akan berpisah ketika salah satu atau keduanya sudah memiliki rasa tidak percaya," jawab pak Ibnu Sabil sambil melogikakan jawabannya. Kemudian, Andi bertanya lagi, "Hal apa yang bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintahDan langkah terbaik apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus hilangnya kepercayaan ini?" Pertanyaan itu sedikit membuat pak Ibnu Sabil mengernyitkan dahinya. Ini merupakan pertanyaan yang bagus dan berbobot untuk dijawab. Kemudian, dia menarik nafas panjang dan menjawabnya. "Banyak hal yang bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu hilang. "Pertama, perbedaan visi & misi antara pemerintah dan masyarakat. Kedua,
Norma yang ditanya seperti itu, sekali lagi mematung. Sebenarnya Norma ingin mengatakan bahwa Andi tidak perlu minta maaf, karena Andi tidak salah. Namun, perasaan kagum yang dia miliki, membuatnya tak bisa berkata apa-apa, jika berhadapan langsung dengan Andi. Wajah Andi terlihat bingung dengan tingkah laku Norma sekarang ini. Karena yang dia tahu, bahwa gadis ini biasanya sangat anggun dan berwibawa. Namun, kali ini terlihat seperti kebalikannya. Taufik yang terlalu lama menunggu di luar, kembali masuk ke kelas itu. Dia tercengang melihat Norma memegang tangan Andi. Namun, semua itu tak berselang lama, karena Taufik ditarik kembali keluar oleh Wahyu. Wahyu berbisik, "Jangan diganggu!" "Oke!" jawab Taufik singkat. Sementara itu, Norma masih saja diam sambil terus memegang tangan Andi. Andi yang merasa tidak enak dengan teman-temannya, melepaskan tangan Norma yang memegang tangannya. Kemudian, seka
"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat. "Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada." Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu. "Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya. "Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi. "Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!" Wahyu kembali membantah pendapat Taufik. Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?" Sambil menatap Andi yang masih menonton tv. Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!" Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu. "Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius. "Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu du
Wahyu hanya mengelengkan kepalanya."Lo tahan Andi bentar ya!" ucap Wahyu sambil berlari."Lo mau kemana?" tanya Taufik kaget dan penasaran."Udah jagain aja dulu!" teriak Wahyu yang mulai menjauh.Taufik tidak bisa berkata apa-apa lagi dan langsung mengunci Andi agar tidak bisa bergerak lagi.Beberapa kali tangan Andi memukul badan Taufik, tetapi Taufik pantang menyerah dan sama sekali tidak memberikan ruang gerak kepada Andi."Cepetan dong Yu!.." teriak Taufik yang sudah hampir mencapai batasnya.Beberapa saat kemudian Wahyu muncul dengan sebuah ember ditangannya."Lo, lo mau ngapain?" tanya Taufik.Tanpa mendengar kata-kata Taufik dan tanpa ragu-ragu dia langsung membalikkan air di ember itu pada Taufik dan Andi.Taufik hanya pasrah ketika air itu membasahi tubuhnya. Namun, Andi yang tadi dikuncinya kembali sadar."Apa-apaan lo?" teriak Andi dengan nada marah."Lo tuh yang apa-apaan!" balas
Andi masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari buku itu. Tatapannya tetap tajam dan penuh pertanyaan. Andi kembali meletakkan cangkir kopinya dan beberapa kali membolak-balik buku itu. Dari setiap lembar buku, wajah Andi selalu berubah tidak menentu. "Dari mana kalian dapet ini?" tanya Andi. Mereka berdua menatap sebelum menjawab. "Lo aja yang jawab Yu!" Lempar Taufik kepada Wahyu. Wahyu menggangguk lalu menjelaskan semuanya. Huuh!....Andi menghembuskan napas lega setelah itu. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang dia pikirkan. "Lo kenapa, Ndi?" tanya Taufik yang terlihat penasaran. "Enggak apa-apa," jawab Andi sambil tersenyum. Taufik segera merajut alisnya mendengar jawaban Andi itu. Matanya semakin tajam menatap Andi. Tiba-tiba Taufik bertanya, "Lo serius?""Iya gue serius!" jawab Andi cepat. Wahyu yang melihatnya hanya bisa mengelengkan kepalanya. Dia tahu pasti banyak pemikiran di kepala Andi. Dan analisisnya di setiap masalah pasti mendalam dan kri
Setelah Andi masuk beberapa ratus meter, barulah Andi dapat melihat kejadian yang sebenarnya terjadi di dalam. Ada sebuah garis polisi yang terbentang mengelilingi sebuah tumpukkan sampah. Di dekat garis polisi itu, ada ambulan yang tadi ditemui Andi waktu di jalan. Ambulan itu dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Di sekitaranya banyak para wartawan yang mengerumbungi ambulan itu.Para wartawan itu terlihat sangat bersemangat dalam melakukan itu. Karena sejatinya mereka sadar bahwa ini adalah sebuah berita besar. Berita yang bisa membuat rating mereka naik.Dengan semangat seperti itu, ada beberapa orang dari mereka yang berani menerobos ke dalam penjagaan polisi. Para polisi pun bertindak untuk menahan mereka. Para polisi itu juga sadar betul privasi yang dimiliki orang yang di dalam perlindungannya. Hal ini membuat para kepolisian itu sangat tegas tanpa ampun kepada para wartawan yang tidak mematuhi perintah mereka. Terlihat ada seorang wartawan ya
Di perjalanan menuju rumah Wahyu, Andi menemukan beberapa keanehan di jalan. Jalanan yang tampak sunyi seketika dipenuhi oleh lalu lalang mobil yang cukup padat. Dan yang paling lucu, mobil-mobil itu seperti hanya menuju satu arah. Andi bertanya dalam hatinya, "Apa yang sebenarnya terjadi?" Belum sempat dia memikirkan dan menemukan jawaban dari pertanyaannya. Andi dikejutkan dengan sirine dari mobil ambulan yang melaju dengan cepat di belakangnya. Andi segera meminggirkan motornya dari jalan. Kemudian, Ambulan tadi segera lewat di sampingnya. Ambulan itu tidak sendirian, tetapi ada dua buah motor dinas polisi yang mengawal ambulan itu. Andi semakin bingung melihat pemandangan itu. Karena dengan jelas dia melihat bahwa ambulan tadi kosong. Biasanya ambulan yang membunyikan sirine seperti itu membawa pasien atau seseorang yang sangat kritis. "Atau mungkin ambulan itu ingin menjemput seseorang yang sedang kritis? Tet
Andi yang baru sadar segera mengosok-gosok matanya. Kepalanya terasa sedikit pusing karena terkejut tadi. Samar-samar Andi masih bisa mendengar suara kucing yang sedang berkelahi. Namun suara itu terdengar terus menjauh. Dalam hatinya dia berkata, "Berarti memang suara kucing itu tadi yang ngebangunin gue."Andi menundukkan kepalanya ke bawah dan menemukan layar hpnya yang hidup. Andi memperhatikan dengan jelas dan melihat sebuah chat yang masuk ke dalam hpnya. Andi meraih hpnya dan membuka chat itu. Chat itu dari Taufik yang menanyakan dimana posisinya."Gue di kos," balas Andi.Tidak berapa lama Taufik kembali membalas, "Oke! Gue otw ke sana.""Yoi!" balas Andi singkat.Andi kemudian kembali meletakkan hpnya di depannya. Matanya kembali ke komputernya, dia kembali mencari-cari sesuatu di mesin pencarian yang mungkin dapat membantunya. Setelah beberapa kali menscroll, Andi akhirnya menemukan sebuah situs yang sedikit an
Di kamar kosnya, Andi kembali membuka beberapa buku yang di bawanya dari rumahnya kemarin. Andi membaca buku-buku lama itu dan menemukan beberapa hal yang menarik. Namun, sayangnya di buku-buku itu tidak tergambar dengan jelas. Oleh sebab itu, Andi membuka komputernya untuk mencari refensi lainnya yang mungkin dapat membantunya.Sejujurnya Andi masih penasaran dengan kasus dua pembunuhan kemarin. Walaupun keduanya tidak mempunyai keterkaitan seperti yang disampaikan oleh pihak kepolisian, tetapi andi masih belum yakin seratus persen soal itu. Menurutnya polisi terlalu cepat mengambil keputusan mengenai ini, dan akhirnya menjadikan ketajaman mereka sendiri yang berkurang. Seharusnya mereka tidak memberikan stegmen itu kepada masyarakat. Memang, ini dilakukan oleh pihak kepolisian untuk menenangkan masyarakat yang sudah mulai panik dengan kejadian kemarin. Akan tetapi, menurutnya ini akan membuat masyarakat kembali terlena.Andi sendiri
Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa sudah sebulan berlalu sejak hari itu. Dalam sebulan ini tidak terjadi apapun di kota itu. Pembunuh misterius yang telah mengegerkan beberapa waktu yang lalu seperti menghilang begitu saja. Darah yang ditumpahkannya mungkin sudah kering, tetapi misteri dibalik semuanya masih bergentayangan. Menghantui pikiran-pikiran mereka yang mempunyai masa lalu dengan dirinya. Pagi itu seperti biasa Andi berangkat ke kampusnya. Si Jack sudah menunggu di bawah. Andi menememui si Jack dan segera menghidupkannya. Lima menit kemudian dia sudah sampai di kampusnya. Dan seperti biasa dia terlebih dahulu menemui pak Kastan untuk memberi beliau makanan yang memang sengaja Andi siapkan. "Terima kasih Mas, semoga sukses!" Begitulah doa pak Kastan untuk Andi. Setelah masuk kelas Andi belajar seperti biasanya. Pembelajaran hari ini terasa membosankan bagi Andi. Tidak ada bahasan materi yang menarik perhatiannya. P
Setelah selesai, Andi secara tidak sengaja menanyakan bagaimana perasaan Norma saat ini. Norma yang mendengar itu seketika kembali mematung. Pipinya merah dan matanya tak bisa berkedip. Karena dia menyangka bahwa Andi sedang menanyakan perasaannya selama ini.Andi yang melihat itu kaget, "Nor! Nor! Kamu enggak apa-apa?" tanya Andi sedikit panik."Kamu enggak senang ya, aku ajak ke sini?" sambung Andi sambil menepuk bahu Norma.Dengan replek Norma menjawab, "Iya, aku suka sama kamu!"Andi terkejut sekaligus kaget mendengar jawaban dari Norma tadi.Andi terdiam sebentar memikirkan jawaban Norma tadi. Norma yang sekarang telah sadar meminta Andi untuk melupakan kata-katanya tadi.Dengan sengaja Andi bertanya, "Memangnya kenapa harus dilupain? Tadi kamu jujurkan?" Andi menggoda Norma."Sudah lupain!" Norma memelas."Kok, dilupain?" balas Andi sambil tertawa."Malu, ah!" Norma memalingkan wajahnya."Engga
Selama di motor, Norma hanya diam membisu. Pipinya memerah dan tambak jelas senyum malu-malu di wajahnya. Untuk mencairkan suasana Andi mengajak Norma untuk mengobrol."Pegangan Nor, Nanti jatoh lo," tegur Andi sambil tersenyum.Tanpa menjawab, Norma langsung melingkarkan tangannya ke pinggang Andi."Kekencangan, Nor!" canda Andi kepada Norma yang terlihat gugup.Norma terlihat kagok dan segera melepaskan tanggannya dari pinggang Andi."Bercanda, Nor!" ucap Andi sambil tertawa."Pegang aja enggak papa, Kok!" sambung Andi.Norma sedikit bingung, tetapi tangan Andi segera memegang tangan Norma dan membimbing Norma untuk melingkarkan tangannya kembali. Tanpa perlawanan, Norma mengikuti bimbingan Andi itu.Mereka berdua terus melaju dengan motornya. Tak sengaja, dari jauh Andi melihat sebuah pameran mingguan yang masih buka. Andi berinisiatif untuk mengajak Norma mampir sebentar ke sana."Nor, kita mampir ke pa