"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat.
"Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada."
Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu.
"Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya.
"Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi.
"Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!"
Wahyu kembali membantah pendapat Taufik.
Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?"
Sambil menatap Andi yang masih menonton tv.
Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!"
Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu.
"Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius.
"Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu dulu para aparat menyelesaikan kasus ini," jawab Andi.
"Tapi kelamaan, Ndi!" jawab Taufik penuh semangat.
"Namun paling tidak, kita bisa dapat informasi yang lebih banyak dan lebih valid lagi! Dan kita juga enggak boleh menuduh orang sembarangan, karena ada asas praduga tak bersalah didalam hukum itu.
"Jadi! lebih baik, kita tunggu saja informasi terbarunya dari pihak berwenang," jawab Andi dengan serius.
Taufik terdiam sebentar, jujur mulut sebenarnya sangat ingin membantah pendapat Taufik. Namun, pendapat Andi itu juga ada benarnya.
Sedangkan Wahyu, dia sedang asik berselancar di internet tentang perkembangan kasus pembunuhan rektor mereka kemarin. Tak sengaja, dia menemukan opini liar tentang dalang pembunuhan itu. Mereka menyebutnya AT98. AT98 merupakan sebuah kelompok yang sudah berdiri sebelum reformasi terjadi. Mereka merupakan kumpulan aktivis dan akademisi yang pertama kali menyuarakan reformasi. Mereka bergerak secara terstruktur dan terorganisir dengan baik. Mereka juga memiliki anggota cabang yang tersebar diseluruh penjuru negeri. Keberadaan mereka sangat mengkhawatirkan pemerintahan saat itu. Dan pada akhirnya mereka berhasil melakukan gerakan reformasi itu. Namun, sebelum itu semua terjadi, satu persatu dari mereka telah menghilang secara misterius. Termasuk sepuluh orang yang berada di dalam sobekkan koran itu. Mereka diketahui merupakan pendiri sekaligus pengurus inti dari organisasi AT98. Dan banyak orang yang masih meyakini bahwa mereka masih hidup, serta kembali bergerak untuk sebuah tujuan yang belum diketahui.
Mereka yang dari tadi melihat Wahyu fokus membaca sesuatu menjadi penasaran.
Taufik memanggil, "Yu ... Wahyu!". Namun, Wahyu masih fokus dengan membacanya.
Kemudian, Andi yang melihat itu, mendekati Wahyu dan menepuk pundaknya. Puk!
"Iya! Apa?" jawab Wahyu terkejut.
"Lo lagi ngapain?" tanya Taufik.
"Ini! Gue lagi cari-cari info tentang pembunuhan pak rektor kemarin," sahut Wahyu sambil menunjukkan sesuatu yang dia baca tadi.
Kemudian, mata mereka berdua terfokus pada layar komputer itu.
Andi dan Taufik dengan teliti membaca artikel itu.
Setelah itu, Taufik berkata "Benerkan! Apa yang gue bilang?"
"Emang lo bilang apa, Fik?" tanya Wahyu sambil mengerutkan dahinya.
Taufik menjawab, "Itu soal pem-."
Namun, perkataannya dipotong oleh Andi.
"Coba cari lagi informasi tentang kelompok tadi!"
Andi menyuruh Wahyu dengan serius. Wahyu langsung melaksanakan perintah dari Andi itu. Taufik yang berada disampingnya terlihat sedikit kaget dengan perubahan ekspresi dari Andi itu. Sementara itu, Wahyu terus berselancar di internet untuk menemukan sesuatu yang diminta oleh Andi tadi. Namun, sudah sekitar setengah jam berlalu, informasi yang mereka cari belum juga dapat ditemukan.
Ditengah keputusasaan, Wahyu akhirnya menggunakan sedikit kemampuannya untuk mencari sesuatu yang tak terbaca diinternet. Dan akhirnya, dia menemukan satu file yang ada sangkutpautnya dengan kelompok AT98. Wahyu bergegas membuka file itu, tetapi sayang file itu tidak bisa dibuka dan hanya bisa diunduh. Namun, setelah diunduh dan dibuka, ternyata file itu hanyalah sebuah puisi yang berjudul AT98. Puisi singkat itu yang hanya terdiri dari 10 baris kata. Dan yang paling mengejutkan adalah pencipta puisi itu ternyata bernama Irwan. Nama yang sama dengan ayah dari Andi.
Penasaran dengan itu, Andi menyuruh Wahyu untuk memprintnya. Setelah diprint, Andi langsung membacanya dengan serius.
Kemudian, Wahyu membuka facebooknya dan menemukan rekaman cctv dari sebuah laman berita yang memperlihatkan seseorang yang mencurigakan sebelum kejadian percobaan pembunuhan tadi terjadi. Dalam rekaman itu, terlihat orang itu ada disana, tak lama setelah pak Kastan keluar dari toko itu. Dari postur tubuhnya, orang itu sangat mirip dengan pak Kastan. Dan setelah beberapa saat, orang itu menghilang entah kemana. Lima menit kemudian, ada seorang pemuda yang masuk ke toko itu dan langsung berlari keluar setelah beberapa detik.
Melihat itu, Wahyu ingin memberi tahu Andi dan Taufik yang sedang fokus membaca puisi tadi.
Namun, saat dia berpaling, dia melihat bahwa berita di tv juga memberitakan tentang temuan rekaman cctv itu. Andi dan Taufik juga segera mengalihkan pandangannya ke tv itu. Dengan serius, mereka memperhatikan berita itu. Dan dalam berita itu, polisi juga mengkonfirmasi bahwa pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan di toko itu merupakan orang yang sama dengan pelaku pembunuhan rektor di Universitas Jaya Masa kemarin. Namun, sayangnya polisi belum menemukan motif sesungguhnya dari dua kejadian ini. Dugaan sementara, bahwa ini merupakan sebuah balas dendam. Polisi juga akan mencari tahu hubungan dari kedua korban ini. Dan polisi berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas agar terciptanya rasa aman di masyarakat. Berita terbaru itu, membuat Taufik semakin yakin bahwa pelakunya adalah pak Kastan. Sedangkan, Andi dan Wahyu masih memperhatikan berita itu sampai habis "Enggak gue sangka, pelakunya sama dengan pelaku pembun
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 17.20. Andi dan Wahyu bersiap-siap untuk pulang. Mereka berpamitan kepada Taufik dan kedua orang tuanya. Wahyu hari ini pulang diantar oleh Andi. Dengan motor CB150Rnya, Andi meluncur ke rumah Wahyu. Hilir mudik kendaraan terasa sangat padat. Karena ini merupakan jam pulang kantor semua orang. Sesaknya kota semakin terasa ketika pemandangan rumah-rumah kumuh di sekitar TPA mulai terlihat. Semakin jauh masuk kedalam, semakin terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang menggunung bagaikan semeru. Para bocah-bocah pemulung masih berhamburan mengais tumpukan-tumpukan sampah itu. Hahaha.. hehehe.. hihihi.. Suara canda tawa mereka, membuat hati siapa saja yang mendengarnya akan bergetar menyedihkan. Kebahagian yang mereka gambarkan ditengah kehidupan mereka yang serba kesusahan, menampar setiap wajah orang-orang berduit yang selalu mengeluh dengan keadaan. Namun sayang, secercah kehidupan masa depan yang mereka dambakan hanya menjadi
Setelah itu, Bi Lida menghantarkan kopi yang dibuatnya bersama dengan beberapa potong kue yang baru dibuatnya. "Bagaimana kuliah kamu, Ndi?" tanyanya kepada Andi. "Baik-baik aja, Bi!" sahut Andi sambil memegang gelas kopinya. "Oh iya! Ibu kemana, Bi?" Andi bertanya sambil memperhatikan rumahnya yang terlihat sunyi itu. "Ibumu lagi pergi ke kantor, ada rapat mendadak katanya" jawab Bi Lida. "Oh iya, Katanya di kota ada pembunuhan misterius ya?" tanya Bi Lida penasaran. "Iya Bi! Sudah dua orang yang menjadi korbannya, salah satunya rektor kami di kampus" jawab Andi sambil mengambil kue dihadapannya. "Kenapa bisa begitu? tanya Bi Lida kembali. "Kami juga tidak tahu! Sampai hari ini kasus itu belum terpecahkan, polisi juga masih berusaha mengungkapnya" jawab Andi. "Oh.. mudah-mudahan pelakunya bisa cepat tertangkap ya! Dan negara kita kembali aman" sahut Bi Lida. "Aamiin!" jawab Andi singkat.
Andi dan Candra berjalan menuju rumah.Dari jauh mereka sudah mencium bau harum yang khas.Kemudian, mereka berdua berlari sambil berteriak "Sambal Petai!" dengan cukup keras. Dan benar saja, setelah mereka sampai di meja makan.Mereka melihat sambal petai yang baru saja dimasak dan masih mengeluarkan kukus diatasnya.Candra langsung duduk di kursi makan. Sedangkan Andi terlebih dahulu mencuci tangannya. "De! Lupa?" tanya Andi. Candra menoleh dan berkata "Oh.. iya!" sambil mendekati Andi. Setelah selesai mencuci tangan, mereka duduk dan bersiap untuk makan. Namun, sebelum mereka mulai makan. Kreeekk...! Pintu rumah terbuka dan ternyata itu ibu mereka. "Nah pas banget!" ucap Bi Lida. "Hari ini kerjaan banyak! Esok harus berangkat ke kota Tanjung Puri buat meliput berita," keluh Ibunya. "Esok anterin Ibu ke kota ya, Nak!" pinta Ibunya. "Iya, Bu!" jawab Andi. Mende
Jreng! Genjreng! Suara gitar yang sedang Candra mainkan memecah kesunyian malam. Petikan nada mengalir bagaikan alunan angin yang menghanyutkan. Alunan melodi tanpa lirik itu semakin sempurna dengan senandung dari Andi yang berjalan mendekat. Sebuah lagu kangen mengalun dengan lembut yang membuat pendengarnya merasakan rindu yang tak tertahankan. Candra yang mendengar senandung dari Abangnya itu juga terlihat tersenyum. Sebuah lagu telah habis dinyanyikan. Kemudian, Andi berkata "Semakin jago saja kamu main gitarnya!" Sambil tersenyum kepada candra. "Tidak juga Bang! Masih kalah sama Abang," jawab Candra sambil meletakkan gitarnya. "Tidak usah merendah!" sahut Andi singkat. Candra hanya tersenyum dan bertanya, "Bawa apa tuh Bang?" Menunjuk bungkusan plastik yang dibawa Andi. "Ini martabak buat kamu." Andi memberikan bungkusan itu kepada Candra. "Nah! Pas nih Bang." Candra segera me
Setelah selesai makan, mereka kembali ke kamar masing-masing. Candra kembali ke kandang ayamnya di belakang.Andi merebahkan badannya dan bersiap untuk tidur. Namun, saat dia ingin memejamkan matanya. Hpnya berbunyi dan setelah diangkat ternyata itu dari Taufik.Taufik bertanya, "Lo lagi dimana?""Gue lagi di kamar," sahut Andi singkat."Ini gue sama Wahyu di depan kos lo," kata Taufik memberitahunya."Ngapain?" tanya Andi sambil duduk."Seperti biasa! Kita mau ngajak lo nongkrong di cafe," ajak Taufik."Gue lagi di rumah, Bro!" jawab Andi sedikit tertawa."Kamprett lo! Tadi lo bilang di kamar," sahut Taufik sedikit kesal."Iya gue dikamar, tapi kamar di rumah!" Andi berusaha menahan tawanya."Heleh! Ya udah gue cabut aja kalo gitu!" jawab Taufik sedikit marah."Jangan gitu dong, Bos!" Andi mencoba menenangkan Taufik."Sini biar gue yang ngomong," suara bisik-bisik wahyu terdengar.
Andi merebahkan dirinya di kasur. Merasa bosan dengan kesunyian yang ada, Andi bangun dan duduk di depan tvnya. Andi segera menghidupkan tv dan menontonnya. Tak lupa juga secangkir kopi dan beberapa potong kue kering di hadapannya. Beberapa film kartun animasi yang tayang di tv menemaninya hari minggunya yang terasa membosankan. Setelah film-film kartun animasi itu berakhir, beberapa acara berita menghiasi berbaga channel di tv.Andi sudah merasa bosan dan ingin mematikan tvnya. Akan tetapi, niatnya terhenti setelah seorang pembawa acara memberitakan bahwa ada penemuan baru mengenai salah satu pembunuhan kemarin. Andi yang sudah dalam posisi rebahan kembali bangun dan duduk sambil memperhatikan berita itu dengan serius. Dari keterangan reporter yang berada di lapangan, polisi baru saja menemukan sebuah rekaman cctv yang telah terhapus dari toko itu. Diri rekaman cctv itu terlihat seseorang yang datang untuk membeli gitar. Setelah orang itu pergi, tak berapa lama
Taufik masih bingung dengar pertanyaan Mahlini tadi."Kenapa sih mereka mencari gula merah, padahalkan udah gue beli'in gula putih tadi." Taufik menatap ke arah Wahyu yang sedang mengupas kelapa."Gue enggak tau! Tanya langsung sama mereka aja!" suruh Wahyu.Mendengar itu, Taufik meningalkan Wahyu dan segera naik ke atas.Taufik bertanya, "Emang gula merahnya buat apa, Sih?""Ini buat ngebuat bumbu rujaknya," sahut Mahlini."Emang enggak bisa pake gula putih?" tanya Taufik kembali."Bisa aja sih, tapi kurang sip," jawab Ummi menjelaskan."Oh.. ya udah! Gue beli aja dulu ya," sahut Taufik."Enggak usah, Fik! Biar gue aja sekalian," pinta Andi sambil berdiri."Yakin lo? Emangnya lo mau kemana?" tanya Taufik sedikit menyelidiki."Gue sekalian beli kopi sama batu es," jawab Andi."Cocok tu," sahut Taufik.Kemudian, Andi segera turun dari kosnya. Dia naikki Si Jack dan meninggal teman-temannya yang