Kemudian, Taufik menelpon ibunya untuk meminta izin. Karena jika meminta izin dengan ayahnya, pasti tidak diizinkan. Dan akhirnya Taufik diizinkan untuk menginap.
Setelah itu, Andi meminta izin kepada mereka untuk mandi.
"Gue mandi dulu ya, gue belum mandi dari tadi sore!"
"Emang enggak papa mandi jam segini?"
Taufik bertanya sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 21.50.
"Ya enggak papa lah, gue juga sering mandi jam segini!" celetuk Wahyu menanggapi pertanyaan Taufik.
Andi menjawab "Ya enggak bagus sih sebenarnya! Tapi badan gue gatal, dan enggak enak kalo tidur belum mandi."
"Nah, dengerin tu Yu, enggak baik! Ini Andi cuma karena terpaksa aja harus mandi pukul segini" Taufik memandang Wahyu, matanya seolah-olah menasehatinya.
"I-iya gue tau, gue juga terpaksa!" desah Wahyu dengan nada rendah.
"Terpaksa kenapa lo?" sahut Taufik kembali bertanya.
"I-iya terpaksa, terpaksa karena nyokap yg nyuruh mandi!" jawab Wahyu sambil nyengir.
"Itu mah artinya lo malas mandi, Yu!" sahut taufik dengan nada tinggi.
Wahyu yang mendengar itu hanya tertawa.
Dan diikuti oleh Taufik dan Andi.
Setelah itu Andi masuk ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, Andi kembali ke kamarnya. Andi melihat teman-temannya sudah tertidur pulas. Kemudian, dia mematikan tv dan ikut tidur bersama teman-temannya.
Pagi yang cerah tiba. Dinginnya malam telah berganti hangatnya mentari. Andi segera bangun dari tidurnya, dia bergegas untuk mandi. Byur! Byur!
Selesai mandi, Andi membasuh beras untuk memasaknya. Kemudian, dia membangunkan Wahyu dan Taufik yang masih tertidur. Wahyu bangun duluan dan langsung ke kamar mandi. Sementara itu, Taufik masih terlelap dalam tidurnya.
Andi tidak kehabisan akal untuk membangunkan temannya yang satu ini. Dia mengambil hpnya, lalu memutar rekaman suara ayah Taufik yang sedang memarahi anak buahnya yang telat bagun diasrama. Rekaman itu didapat Andi dari ibunya Taufik, karena Taufik selalu takut mendengar suara ayahnya. Taufik yang mendengar rekaman suara ayahnya itu langsung bangun dengan sikap hormat. Setelah melihat Andi yang tertawa, Taufik langsung ngomel marah-marah.
"Kamprett lo Ndi! Hampir aja jantung gue copot" teriak Taufik sambil mengelus dadanya.
Andi menjawab, "Lo juga sih yang dibangunin, enggak bangun-bangun" Mukanya merah karena tertawa.
"Iya gue tau, cuman jangan pake suara bokap gue juga kali!" suara Taufik memelas.
"Ya udah maaf!" jawab Andi.
Tak lama kemudian, Wahyu keluar dari kamar mandi. Brrr...
"Waduh, udah seger nih?" celetuk Taufik kepada Wahyu.
"Iya dong, tapi airnya kurang?" jawab wahyu sambil nyengir.
Mendengar itu Taufik langsung berkata "Abis dong kalo gitu, gue juga mau mandi, Yu!".
Wahyu tak menghiraukannya, dia hanya tersenyum kecil dan tertawa.
Andi yang melihat itu berkata "Coba lo periksa sendiri Fik! Bener enggak?"
Taufik dengan sigap berlari ke arah kamar mandi.
Huu.... Dia terlihat tersenyum setelah membuka kamar mandi itu.
Namun, sebelum dia masuk, Wahyu berteriak kecil.
"Handuk lo Fik!" Sambil melemparkannya ke arah Taufik.
Taufik menyambut dan berkata "Thanks you brother!".
Setelah itu, mereka sarapan bersama sambil menonton tv. Selesai sarapan, mereka masih rebahan karena belum waktunya masuk kelas. Hari ini jadwalnya mereka akan masuk pukul 10.00 dan sekarang baru pukul 09.00.
Tak lama berselang, dua orang teman sekelas mereka juga mampir ke kos Andi.
Memang, kamar kos Andi adalah tempat mereka sering kumpul. Selain dekat dengan kampus, kos Andi juga memiliki fasilitas yang cukup memadai. Namun, sebenarnya fasilitas seperti tv, kipas angin, meja belajar, dan komputer, itu adalah pemberian dari orang tua Taufik. Mereka memfasilitasi itu, karena mereka tahu bahwa Taufik sering nongkrong dan menginap di situ. Dengan adanya fasilitas itu, mereka berharap Taufik dan teman-teman lebih betah di situ dan tidak jalan kemana-mana.
Mereka di sana juga menanyakan tentang keadaan Andi.
Andi menjawab dengan ramah "Aku baik-baik saja!".
Mereka berdua juga bertanya mengenai beberapa hal yang mereka kurang pahami dalam tugas pak Sahruli kemarin kepada Andi.
Kemudian, Andi menjelaskan tentang apa saja yang harus mereka perhatikan dalam mengerjakan tugas itu.
Mereka mendengarkan masukkan dan penjelasan dari Andi dengan seksama.
Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 09.45. Mereka yang berada didalam kos bergegas ke kampus. Dari luar kampus mereka dapat melihat police line yang masih terpasang mengelilingi tempat kejadian kemarin. Polisi juga masih berjaga dan melakukan investigasi disana. Walaupun di sana masih banyak polisi dan wartawan, tetapi pembelajaran tetap berlangsung seperti biasanya. Tidak ada perubahan jadwal atau yang sebagainya. Mahasiswa dan dosen tetap masuk kelas.
Mata kuliah hari ini adalah ekonomi pemerintahan dan komunikasi pemerintahan. Pada jam pertama ini mata kuliahnya adalah ekonomi pemerintahan.
Pak Syariffudin yang mengajar memfokuskan pembahasannya pada situasi ekonomi pemerintahan negara pada saat Reformasi. Beliu menjelaskan bahwa pada saat itu negara kita mengalami krisis moneter yang hebat. Rupiah turun drastis ke angka 20.000.00/Dollar. Kerusuhan dan demostrasi terjadi di mana-mana. Hingga puncaknya pada pengunduran diri presiden terpilih saat itu.
Kemudian, ekonomi negara kita berangsur-angsur membaik sampai sekarang. Namun, jauh sebelum peristiwa Reformasi itu terjadi, telah banyak aktivis dan para kritikus pemerintahan yang hilang entah ke mana?. Tak ada satupun dari mereka yang terdengar kabarnya sampai sekarang. Pemerintah saat itu juga seakan-akan tutup mulut dan telingga terhadap kasus itu. Mendengar penjelasan dari pak Syariffudin itu, sebenarnya Andi sangat ingin bertanya. Namun, mulutnya seakan terkunci oleh hatinya yang berkata tidak. Tak lama berselang, ada salah satu mahasiswa yang bertanya begini. "Kalau memang begitu, kemungkinan pak Rektor kita yang telah terbunuh itu ada hubungannya dengan kejadian itu?. "Karena di tempat kejadian ditemukan barang bukti berupa sobekkan koran yang berisi tentang hilangnya para aktivis Reformasi itu." Pak Syariffudin tidak langsung menjawabnya. Huu.... Beliau menghela nafas panjang dan berkata "Kemungkinan se
"Itu memang benar! "Karena tidak mungkin masyarakat melakukan hal seperti itu jika mereka masih percaya dengan pemerintah. Hal ini sama dengan ketika dua orang pacaran, mereka akan berpisah ketika salah satu atau keduanya sudah memiliki rasa tidak percaya," jawab pak Ibnu Sabil sambil melogikakan jawabannya. Kemudian, Andi bertanya lagi, "Hal apa yang bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintahDan langkah terbaik apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus hilangnya kepercayaan ini?" Pertanyaan itu sedikit membuat pak Ibnu Sabil mengernyitkan dahinya. Ini merupakan pertanyaan yang bagus dan berbobot untuk dijawab. Kemudian, dia menarik nafas panjang dan menjawabnya. "Banyak hal yang bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu hilang. "Pertama, perbedaan visi & misi antara pemerintah dan masyarakat. Kedua,
Norma yang ditanya seperti itu, sekali lagi mematung. Sebenarnya Norma ingin mengatakan bahwa Andi tidak perlu minta maaf, karena Andi tidak salah. Namun, perasaan kagum yang dia miliki, membuatnya tak bisa berkata apa-apa, jika berhadapan langsung dengan Andi. Wajah Andi terlihat bingung dengan tingkah laku Norma sekarang ini. Karena yang dia tahu, bahwa gadis ini biasanya sangat anggun dan berwibawa. Namun, kali ini terlihat seperti kebalikannya. Taufik yang terlalu lama menunggu di luar, kembali masuk ke kelas itu. Dia tercengang melihat Norma memegang tangan Andi. Namun, semua itu tak berselang lama, karena Taufik ditarik kembali keluar oleh Wahyu. Wahyu berbisik, "Jangan diganggu!" "Oke!" jawab Taufik singkat. Sementara itu, Norma masih saja diam sambil terus memegang tangan Andi. Andi yang merasa tidak enak dengan teman-temannya, melepaskan tangan Norma yang memegang tangannya. Kemudian, seka
"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat. "Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada." Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu. "Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya. "Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi. "Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!" Wahyu kembali membantah pendapat Taufik. Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?" Sambil menatap Andi yang masih menonton tv. Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!" Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu. "Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius. "Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu du
Namun, saat dia berpaling, dia melihat bahwa berita di tv juga memberitakan tentang temuan rekaman cctv itu. Andi dan Taufik juga segera mengalihkan pandangannya ke tv itu. Dengan serius, mereka memperhatikan berita itu. Dan dalam berita itu, polisi juga mengkonfirmasi bahwa pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan di toko itu merupakan orang yang sama dengan pelaku pembunuhan rektor di Universitas Jaya Masa kemarin. Namun, sayangnya polisi belum menemukan motif sesungguhnya dari dua kejadian ini. Dugaan sementara, bahwa ini merupakan sebuah balas dendam. Polisi juga akan mencari tahu hubungan dari kedua korban ini. Dan polisi berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas agar terciptanya rasa aman di masyarakat. Berita terbaru itu, membuat Taufik semakin yakin bahwa pelakunya adalah pak Kastan. Sedangkan, Andi dan Wahyu masih memperhatikan berita itu sampai habis "Enggak gue sangka, pelakunya sama dengan pelaku pembun
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 17.20. Andi dan Wahyu bersiap-siap untuk pulang. Mereka berpamitan kepada Taufik dan kedua orang tuanya. Wahyu hari ini pulang diantar oleh Andi. Dengan motor CB150Rnya, Andi meluncur ke rumah Wahyu. Hilir mudik kendaraan terasa sangat padat. Karena ini merupakan jam pulang kantor semua orang. Sesaknya kota semakin terasa ketika pemandangan rumah-rumah kumuh di sekitar TPA mulai terlihat. Semakin jauh masuk kedalam, semakin terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang menggunung bagaikan semeru. Para bocah-bocah pemulung masih berhamburan mengais tumpukan-tumpukan sampah itu. Hahaha.. hehehe.. hihihi.. Suara canda tawa mereka, membuat hati siapa saja yang mendengarnya akan bergetar menyedihkan. Kebahagian yang mereka gambarkan ditengah kehidupan mereka yang serba kesusahan, menampar setiap wajah orang-orang berduit yang selalu mengeluh dengan keadaan. Namun sayang, secercah kehidupan masa depan yang mereka dambakan hanya menjadi
Setelah itu, Bi Lida menghantarkan kopi yang dibuatnya bersama dengan beberapa potong kue yang baru dibuatnya. "Bagaimana kuliah kamu, Ndi?" tanyanya kepada Andi. "Baik-baik aja, Bi!" sahut Andi sambil memegang gelas kopinya. "Oh iya! Ibu kemana, Bi?" Andi bertanya sambil memperhatikan rumahnya yang terlihat sunyi itu. "Ibumu lagi pergi ke kantor, ada rapat mendadak katanya" jawab Bi Lida. "Oh iya, Katanya di kota ada pembunuhan misterius ya?" tanya Bi Lida penasaran. "Iya Bi! Sudah dua orang yang menjadi korbannya, salah satunya rektor kami di kampus" jawab Andi sambil mengambil kue dihadapannya. "Kenapa bisa begitu? tanya Bi Lida kembali. "Kami juga tidak tahu! Sampai hari ini kasus itu belum terpecahkan, polisi juga masih berusaha mengungkapnya" jawab Andi. "Oh.. mudah-mudahan pelakunya bisa cepat tertangkap ya! Dan negara kita kembali aman" sahut Bi Lida. "Aamiin!" jawab Andi singkat.
Andi dan Candra berjalan menuju rumah.Dari jauh mereka sudah mencium bau harum yang khas.Kemudian, mereka berdua berlari sambil berteriak "Sambal Petai!" dengan cukup keras. Dan benar saja, setelah mereka sampai di meja makan.Mereka melihat sambal petai yang baru saja dimasak dan masih mengeluarkan kukus diatasnya.Candra langsung duduk di kursi makan. Sedangkan Andi terlebih dahulu mencuci tangannya. "De! Lupa?" tanya Andi. Candra menoleh dan berkata "Oh.. iya!" sambil mendekati Andi. Setelah selesai mencuci tangan, mereka duduk dan bersiap untuk makan. Namun, sebelum mereka mulai makan. Kreeekk...! Pintu rumah terbuka dan ternyata itu ibu mereka. "Nah pas banget!" ucap Bi Lida. "Hari ini kerjaan banyak! Esok harus berangkat ke kota Tanjung Puri buat meliput berita," keluh Ibunya. "Esok anterin Ibu ke kota ya, Nak!" pinta Ibunya. "Iya, Bu!" jawab Andi. Mende