Kemudian, ekonomi negara kita berangsur-angsur membaik sampai sekarang. Namun, jauh sebelum peristiwa Reformasi itu terjadi, telah banyak aktivis dan para kritikus pemerintahan yang hilang entah ke mana?. Tak ada satupun dari mereka yang terdengar kabarnya sampai sekarang. Pemerintah saat itu juga seakan-akan tutup mulut dan telingga terhadap kasus itu.
Mendengar penjelasan dari pak Syariffudin itu, sebenarnya Andi sangat ingin bertanya.
Namun, mulutnya seakan terkunci oleh hatinya yang berkata tidak.
Tak lama berselang, ada salah satu mahasiswa yang bertanya begini.
"Kalau memang begitu, kemungkinan pak Rektor kita yang telah terbunuh itu ada hubungannya dengan kejadian itu?.
"Karena di tempat kejadian ditemukan barang bukti berupa sobekkan koran yang berisi tentang hilangnya para aktivis Reformasi itu."
Pak Syariffudin tidak langsung menjawabnya.
Huu.... Beliau menghela nafas panjang dan berkata "Kemungkinan seperti itu memang ada, tetapi kita tidak tahu pasti kebenarannya.
"Dan lebih baik kita tunggu hasil investigasi pihak kepolisian!"
Kemudian, dari ujung kelas terdengar suara seorang mahasiswi yang ikut bertanya.
"Apakah berarti ada indikasi bahwa pembunuhan ini merupakan sebuah balas dendam?"
Dengan wajah tenangnya, pak Syariffudin menjelaskan jawaban dan tanggapannya terhadap kasus ini kepada mereka.
"Jujur, saya tidak bisa menjawabnya dengan pasti, ya atau tidak!
"Karena kita tahu bahwa orang-orang yang berada dalam foto itu telah menghilang selama sepuluh tahun yang lalu, antara hidup dan matinya, kita juga tidak tahu. Dan kemungkinan mereka bertahan untuk balas dendam dalam waktu selama itu juga patut dipertanyakan. Apalagi, sekarang zaman sudah berubah, tidak ada lagi pengekangan berekspresi seperti zaman itu. Kemudian, jejak karir pak Rektor yang telah terbunuh juga harus dipertanyakan?. Karena sepengetahuan saya, beliau adalah orang yang baik dan bijaksana. Jejak karirnya juga cemerlang dan bersih. Dan kalau memang ini motifnya balas dendam, pasti ada alasan tertentu yang mendasarinya."
Penjelasan pak Syariffudin itu, telah memberikan mereka pelajaran tambahan tentang cara memandang sebuah kasus dengan baik. Pola pikir seperti itu juga membuat mereka terdiam tanpa menyela atau bertanya hal-hal tidak penting lainnya. Kemudian, pak Syariffudin melanjutkan pembelajarannya hingga selesai.
Jam istirahat tiba, Andi dan teman-temannya pergi ke kantin untuk makan siang. Di sana juga berkumpul para wartawan yang masih memantau kasus pembunuhan kemarin. Dari percakapan mereka terdengar desas-desus tentang kemungkinan siapa dalang dibalik pembunuhan itu. Mereka menyebutnya AT98, tetapi keberadaannya sendiri masih menjadi teka-teki. Apakah hanya cerita belaka, atau memang benar-benar ada.
Andi yang berada di dekat mereka, terus mendengarkan percakapan mereka dengan serius.
Taufik penasaran dan bertanya "Lagi apa sih lo, Ndi?"
"Sssst... dia lagi fokus," bisik Wahyu pelan.
"Ohh ... gue tadi takut aja kalo Andi kesurupan, diem gitu kaya patung," sahut Taufik sambil berbisik.
Kemudian, para wartawan itu pergi dan Andi kembali dari lamunannya.
"Oh iya mau makan apa? tanya Taufik kepada mereka.
"Lo yang teraktir, Fik?" Andi bertanya.
"Iya dong!" jawab Taufik singkat.
Mendengar itu, Wahyu langsung memesan.
"Gue sate, nasi goreng, sama capcay ... udah itu aja!" Mukanya nyengir bahagia.
Taufik yang mendengar itu, menyahutnya terkejut.
"Buseett! Enggak makan setahun lo?"
Wahyu menjawab, "Lo kan tau, Gue makannya gimana? Sarapan di kos tadi kurang boss!"
"Heleh, ya udah ... kalo gue nasi uduk aja deh, kalo lo apa, Ndi?" tanya Taufik ke arah Andi.
"Gue seperti biasa, nasi sop aja!" jawab Andi singkat.
Setelah selesai makan, mereka kembali ke kelas. Jam pelajaran selanjutnya pun dimulai.
Kali ini mata kuliah komunikasi pemerintahan yang disampaikan oleh dosen mereka yang bernama pak Ibnu Sabil. Beliau membahas tentang pentingnya sebuah kepercayaan ( _trust_ ) dalam sebuah komunikasi pemerintahan. Karena dengan kepercayaan ini, maka setiap informasi atau sebuah komunikasi yang disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat akan tersampaikan dengan baik. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah juga akan membuat pembangunan suatu negara semakin cepat terlaksana. Dan dengan kepercayaan itu juga, Negara bisa merdeka dari penjajah di masa lalu. Karena rasa kepercayaan akan membawa pada rasa persatuan dan pesaudaraan. Namun, akhir-akhir ini kepercayaan masyarakat kepada pemerintah telah menurun. Hal ini karena banyaknya berita-berita hoaks yang semakin menyebar di masyarakat. Oleh sebab itu, kalian sebagai mahasiswa harus mampu menjadi agen perubahan dalam meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dan saya yakin kalian semua pasti bisa!.
Penjelasan pak Ibnu Sabil yang menggebu-gebu dan penuh semangat itu, mampu membakar semangat mahasiswanya di kelas itu. Wajah penuh harapan untuk masa depan terpampang jelas di wajah mereka. Kata-kata itu mengetuk hati mereka yang mulai terlena dalam kehidupan pribadinya.
Namun, semuanya kembali sunyi, setelah Andi melemparkan sebuah pertanyaan kepada pak Ibnu Sabil.
"Kalau memang begitu, berarti pemberontakan ataupun aksi lainnya yang serupa, bisa dikatakan berawal dari hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah?"
"Itu memang benar! "Karena tidak mungkin masyarakat melakukan hal seperti itu jika mereka masih percaya dengan pemerintah. Hal ini sama dengan ketika dua orang pacaran, mereka akan berpisah ketika salah satu atau keduanya sudah memiliki rasa tidak percaya," jawab pak Ibnu Sabil sambil melogikakan jawabannya. Kemudian, Andi bertanya lagi, "Hal apa yang bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintahDan langkah terbaik apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus hilangnya kepercayaan ini?" Pertanyaan itu sedikit membuat pak Ibnu Sabil mengernyitkan dahinya. Ini merupakan pertanyaan yang bagus dan berbobot untuk dijawab. Kemudian, dia menarik nafas panjang dan menjawabnya. "Banyak hal yang bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu hilang. "Pertama, perbedaan visi & misi antara pemerintah dan masyarakat. Kedua,
Norma yang ditanya seperti itu, sekali lagi mematung. Sebenarnya Norma ingin mengatakan bahwa Andi tidak perlu minta maaf, karena Andi tidak salah. Namun, perasaan kagum yang dia miliki, membuatnya tak bisa berkata apa-apa, jika berhadapan langsung dengan Andi. Wajah Andi terlihat bingung dengan tingkah laku Norma sekarang ini. Karena yang dia tahu, bahwa gadis ini biasanya sangat anggun dan berwibawa. Namun, kali ini terlihat seperti kebalikannya. Taufik yang terlalu lama menunggu di luar, kembali masuk ke kelas itu. Dia tercengang melihat Norma memegang tangan Andi. Namun, semua itu tak berselang lama, karena Taufik ditarik kembali keluar oleh Wahyu. Wahyu berbisik, "Jangan diganggu!" "Oke!" jawab Taufik singkat. Sementara itu, Norma masih saja diam sambil terus memegang tangan Andi. Andi yang merasa tidak enak dengan teman-temannya, melepaskan tangan Norma yang memegang tangannya. Kemudian, seka
"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat. "Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada." Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu. "Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya. "Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi. "Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!" Wahyu kembali membantah pendapat Taufik. Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?" Sambil menatap Andi yang masih menonton tv. Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!" Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu. "Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius. "Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu du
Namun, saat dia berpaling, dia melihat bahwa berita di tv juga memberitakan tentang temuan rekaman cctv itu. Andi dan Taufik juga segera mengalihkan pandangannya ke tv itu. Dengan serius, mereka memperhatikan berita itu. Dan dalam berita itu, polisi juga mengkonfirmasi bahwa pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan di toko itu merupakan orang yang sama dengan pelaku pembunuhan rektor di Universitas Jaya Masa kemarin. Namun, sayangnya polisi belum menemukan motif sesungguhnya dari dua kejadian ini. Dugaan sementara, bahwa ini merupakan sebuah balas dendam. Polisi juga akan mencari tahu hubungan dari kedua korban ini. Dan polisi berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas agar terciptanya rasa aman di masyarakat. Berita terbaru itu, membuat Taufik semakin yakin bahwa pelakunya adalah pak Kastan. Sedangkan, Andi dan Wahyu masih memperhatikan berita itu sampai habis "Enggak gue sangka, pelakunya sama dengan pelaku pembun
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 17.20. Andi dan Wahyu bersiap-siap untuk pulang. Mereka berpamitan kepada Taufik dan kedua orang tuanya. Wahyu hari ini pulang diantar oleh Andi. Dengan motor CB150Rnya, Andi meluncur ke rumah Wahyu. Hilir mudik kendaraan terasa sangat padat. Karena ini merupakan jam pulang kantor semua orang. Sesaknya kota semakin terasa ketika pemandangan rumah-rumah kumuh di sekitar TPA mulai terlihat. Semakin jauh masuk kedalam, semakin terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang menggunung bagaikan semeru. Para bocah-bocah pemulung masih berhamburan mengais tumpukan-tumpukan sampah itu. Hahaha.. hehehe.. hihihi.. Suara canda tawa mereka, membuat hati siapa saja yang mendengarnya akan bergetar menyedihkan. Kebahagian yang mereka gambarkan ditengah kehidupan mereka yang serba kesusahan, menampar setiap wajah orang-orang berduit yang selalu mengeluh dengan keadaan. Namun sayang, secercah kehidupan masa depan yang mereka dambakan hanya menjadi
Setelah itu, Bi Lida menghantarkan kopi yang dibuatnya bersama dengan beberapa potong kue yang baru dibuatnya. "Bagaimana kuliah kamu, Ndi?" tanyanya kepada Andi. "Baik-baik aja, Bi!" sahut Andi sambil memegang gelas kopinya. "Oh iya! Ibu kemana, Bi?" Andi bertanya sambil memperhatikan rumahnya yang terlihat sunyi itu. "Ibumu lagi pergi ke kantor, ada rapat mendadak katanya" jawab Bi Lida. "Oh iya, Katanya di kota ada pembunuhan misterius ya?" tanya Bi Lida penasaran. "Iya Bi! Sudah dua orang yang menjadi korbannya, salah satunya rektor kami di kampus" jawab Andi sambil mengambil kue dihadapannya. "Kenapa bisa begitu? tanya Bi Lida kembali. "Kami juga tidak tahu! Sampai hari ini kasus itu belum terpecahkan, polisi juga masih berusaha mengungkapnya" jawab Andi. "Oh.. mudah-mudahan pelakunya bisa cepat tertangkap ya! Dan negara kita kembali aman" sahut Bi Lida. "Aamiin!" jawab Andi singkat.
Andi dan Candra berjalan menuju rumah.Dari jauh mereka sudah mencium bau harum yang khas.Kemudian, mereka berdua berlari sambil berteriak "Sambal Petai!" dengan cukup keras. Dan benar saja, setelah mereka sampai di meja makan.Mereka melihat sambal petai yang baru saja dimasak dan masih mengeluarkan kukus diatasnya.Candra langsung duduk di kursi makan. Sedangkan Andi terlebih dahulu mencuci tangannya. "De! Lupa?" tanya Andi. Candra menoleh dan berkata "Oh.. iya!" sambil mendekati Andi. Setelah selesai mencuci tangan, mereka duduk dan bersiap untuk makan. Namun, sebelum mereka mulai makan. Kreeekk...! Pintu rumah terbuka dan ternyata itu ibu mereka. "Nah pas banget!" ucap Bi Lida. "Hari ini kerjaan banyak! Esok harus berangkat ke kota Tanjung Puri buat meliput berita," keluh Ibunya. "Esok anterin Ibu ke kota ya, Nak!" pinta Ibunya. "Iya, Bu!" jawab Andi. Mende
Jreng! Genjreng! Suara gitar yang sedang Candra mainkan memecah kesunyian malam. Petikan nada mengalir bagaikan alunan angin yang menghanyutkan. Alunan melodi tanpa lirik itu semakin sempurna dengan senandung dari Andi yang berjalan mendekat. Sebuah lagu kangen mengalun dengan lembut yang membuat pendengarnya merasakan rindu yang tak tertahankan. Candra yang mendengar senandung dari Abangnya itu juga terlihat tersenyum. Sebuah lagu telah habis dinyanyikan. Kemudian, Andi berkata "Semakin jago saja kamu main gitarnya!" Sambil tersenyum kepada candra. "Tidak juga Bang! Masih kalah sama Abang," jawab Candra sambil meletakkan gitarnya. "Tidak usah merendah!" sahut Andi singkat. Candra hanya tersenyum dan bertanya, "Bawa apa tuh Bang?" Menunjuk bungkusan plastik yang dibawa Andi. "Ini martabak buat kamu." Andi memberikan bungkusan itu kepada Candra. "Nah! Pas nih Bang." Candra segera me