"Itu memang benar!
"Karena tidak mungkin masyarakat melakukan hal seperti itu jika mereka masih percaya dengan pemerintah. Hal ini sama dengan ketika dua orang pacaran, mereka akan berpisah ketika salah satu atau keduanya sudah memiliki rasa tidak percaya," jawab pak Ibnu Sabil sambil melogikakan jawabannya.
Kemudian, Andi bertanya lagi, "Hal apa yang bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintah Dan langkah terbaik apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus hilangnya kepercayaan ini?"
Pertanyaan itu sedikit membuat pak Ibnu Sabil mengernyitkan dahinya.
Ini merupakan pertanyaan yang bagus dan berbobot untuk dijawab.
Kemudian, dia menarik nafas panjang dan menjawabnya.
"Banyak hal yang bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu hilang.
"Pertama, perbedaan visi & misi antara pemerintah dan masyarakat. Kedua, penyelewengan visi & misi yang telah disepakati bersama oleh pemerintah. Ketiga, ketidak-sepahaman dalam menjalankan visi & misi antara masyarakat dengan pemerintah."
"Dan untuk pertanyaan tentang langkah terbaik apa yang harus diambil pemerintah dan masyarakat dalam kasus ini?
"Mungkin teman-teman mahasiswa lain bisa menjawab terlebih dahulu!"
Pak Ibnu melemparkan kembali pertanyaan itu kepada mahasiswa yang lain.
Seisi kelas tiba-tiba kembali sunyi dan beberapa pasang mata saling melempar tatapannya satu sama lain.
Namun, tak berselang lama, suara halus dan lembut menyapa mereka semua.
"Kalau menurut saya pak, langkah terbaiknya itu adalah kedua belah pihak harus bisa mendiskusikan atau memusyawarahkan masalah-masalah yang terjadi dengan cara baik-baik.
"Kedua belah pihak harus mau membuka diri dan saling berinteraksi agar ditemukan sebuah solusi yang sama-sama menguntungkan. Karena ini berbicara tentang negara dan pemerintahan, banyak aspek yang ada didalamnya. Saya yakin mereka mau melakukan diskusi itu. Dan ini bukan tentang kamu dan aku, tetapi tentang kita."
Begitulah jawaban dari mulut manis Norma yang duduk di barisan kursi depan.
Seisi kelas memberikan tepuk tangan kepada norma atas jawabannya.
Kemudian, pak Ibnu Sabil melirik kearah Andi yang terlihat kurang puas dengan jawaban Norma tadi.
Setelah itu, Beliau menanyakan tanggapan Andi tentang jawaban Norma tadi.
"Bagaimana Andi dengan jawaban Norma tadi? Apakah kamu sudah puas?"
Hampir semua mata tertuju kepada Andi yang terlihat malas untuk berbicara.
Pak Ibnu Sabil yang melihat itu, ingin kembali melanjutkan penjelasannya.
Namun, sebelum beliau mengucap satu kata dari mulutnya.
Andi bersuara untuk menanggapi jawaban Norma tadi.
"Jujur saya tidak puas dengan jawaban Norma tadi ...."
Semua mata kembali tertuju padanya.
"Namun, saya salut dan berterima kasih dengan norma yang sudah berani menjawabnya.
"Saya tahu bahwa cara yang disampaikan Norma tadi merupakan salah satu cara terbaik untuk menangani masalah-masalah seperti ini, tetapi itu hanya sebatas teori! Yang saya minta di sini adalah sebuah cara atau metode baru yang sudah pernah dilakukan dan berhasil. Karena setahu saya beberapa kali kita melakukan diskusi atau musyawarah, hampir tujuh puluh persen berakhir dengan kegagalan. Ini juga terlihat dari sistem musyawarah yang sekarang sudah mulai berganti sistem voting contohnya seperti sistem pemilu sekarang." Andi menyuarakan sanggahan dan pernyataannya.
Sanggahan dan pernyataan yang di berikan Andi itu, memicu keributan di dalam kelas. Ada pihak yang sependapat dengannya dan ada juga yang tidak. Namun, wajah Norma yang jawabannya disanggah oleh Andi terlihat memerah. Bagaimanapun dia tidak bisa menyembunyikan rasa malu sekaligus bahagia, karena mendapat ucapan terima kasih dari orang yang sangat dia kagumi.
Melihat itu, pak Ibnu Sabil berbicara.
"Sanggahan dan pernyataan Andi itu juga ada benarnya.
"Memang ini bukan masalah yang kecil, karena solusi terbaik hanya bisa didapat jika kedua belah pihak mau saling mengalah dan menerima satu sama lain. Nah, inilah yang biasanya sulit untuk dilakukan, kerena setiap pemimpin biasanya memiliki egoisme dan prinsipnya masin-masing. Oleh sebab itu, jika ingin mengatasi atau menangani masalah ini! Kedua belah pihak harus memiliki tujuan yang sama dan mau berbagi luka dan duka bersama. Barulah setelah itu diskusi dan musyawarah bisa di laksanakan dan menghasilkan solusi terbaik."
Penjelasan beliau tadi membawa ketenangan di kelas itu.
Andi juga sudah merasa sedikit terbantu dengan jawaban yang diberikan oleh pak Ibnu Sabil tadi.
Kemudian, pembelajaran berlanjut hingga jam pelajaran itu berakhir.
Setelah pembelajaran selesai, Andi merapikan buku dan mengendong tasnya menuju ke luar kelas.
Waktu berpapasan dengan Norma, Andi menyapanya dan meminta maaf.
"Aku minta maaf ya, udah membuat kamu malu hari ini!" Pipi Norma kembali memerah.
Dalam hatinya Norma bertanya, "Apakah Andi juga memperhatikannya?".
Deg, deg deg! Mulutnya kaku tak bisa mengucap apa-apa. Andi yang melihat Norma mengangguk dan senyum manis kepadanya, mengartikan bahwa Norma telah memaafkannya.
Kemudian, Dia ingin berlari mengejar Wahyu dan Taufik yang duluan keluar.
Namun, sebelum itu terjadi, tangannya ditahan oleh Norma.
Dia yang melihat itu bertanya, "Ada apa, Nor? Apa kamu masih marah sama aku?" Sambil memandang wajah Norma.
Norma yang ditanya seperti itu, sekali lagi mematung. Sebenarnya Norma ingin mengatakan bahwa Andi tidak perlu minta maaf, karena Andi tidak salah. Namun, perasaan kagum yang dia miliki, membuatnya tak bisa berkata apa-apa, jika berhadapan langsung dengan Andi. Wajah Andi terlihat bingung dengan tingkah laku Norma sekarang ini. Karena yang dia tahu, bahwa gadis ini biasanya sangat anggun dan berwibawa. Namun, kali ini terlihat seperti kebalikannya. Taufik yang terlalu lama menunggu di luar, kembali masuk ke kelas itu. Dia tercengang melihat Norma memegang tangan Andi. Namun, semua itu tak berselang lama, karena Taufik ditarik kembali keluar oleh Wahyu. Wahyu berbisik, "Jangan diganggu!" "Oke!" jawab Taufik singkat. Sementara itu, Norma masih saja diam sambil terus memegang tangan Andi. Andi yang merasa tidak enak dengan teman-temannya, melepaskan tangan Norma yang memegang tangannya. Kemudian, seka
"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat. "Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada." Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu. "Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya. "Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi. "Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!" Wahyu kembali membantah pendapat Taufik. Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?" Sambil menatap Andi yang masih menonton tv. Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!" Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu. "Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius. "Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu du
Namun, saat dia berpaling, dia melihat bahwa berita di tv juga memberitakan tentang temuan rekaman cctv itu. Andi dan Taufik juga segera mengalihkan pandangannya ke tv itu. Dengan serius, mereka memperhatikan berita itu. Dan dalam berita itu, polisi juga mengkonfirmasi bahwa pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan di toko itu merupakan orang yang sama dengan pelaku pembunuhan rektor di Universitas Jaya Masa kemarin. Namun, sayangnya polisi belum menemukan motif sesungguhnya dari dua kejadian ini. Dugaan sementara, bahwa ini merupakan sebuah balas dendam. Polisi juga akan mencari tahu hubungan dari kedua korban ini. Dan polisi berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas agar terciptanya rasa aman di masyarakat. Berita terbaru itu, membuat Taufik semakin yakin bahwa pelakunya adalah pak Kastan. Sedangkan, Andi dan Wahyu masih memperhatikan berita itu sampai habis "Enggak gue sangka, pelakunya sama dengan pelaku pembun
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 17.20. Andi dan Wahyu bersiap-siap untuk pulang. Mereka berpamitan kepada Taufik dan kedua orang tuanya. Wahyu hari ini pulang diantar oleh Andi. Dengan motor CB150Rnya, Andi meluncur ke rumah Wahyu. Hilir mudik kendaraan terasa sangat padat. Karena ini merupakan jam pulang kantor semua orang. Sesaknya kota semakin terasa ketika pemandangan rumah-rumah kumuh di sekitar TPA mulai terlihat. Semakin jauh masuk kedalam, semakin terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang menggunung bagaikan semeru. Para bocah-bocah pemulung masih berhamburan mengais tumpukan-tumpukan sampah itu. Hahaha.. hehehe.. hihihi.. Suara canda tawa mereka, membuat hati siapa saja yang mendengarnya akan bergetar menyedihkan. Kebahagian yang mereka gambarkan ditengah kehidupan mereka yang serba kesusahan, menampar setiap wajah orang-orang berduit yang selalu mengeluh dengan keadaan. Namun sayang, secercah kehidupan masa depan yang mereka dambakan hanya menjadi
Setelah itu, Bi Lida menghantarkan kopi yang dibuatnya bersama dengan beberapa potong kue yang baru dibuatnya. "Bagaimana kuliah kamu, Ndi?" tanyanya kepada Andi. "Baik-baik aja, Bi!" sahut Andi sambil memegang gelas kopinya. "Oh iya! Ibu kemana, Bi?" Andi bertanya sambil memperhatikan rumahnya yang terlihat sunyi itu. "Ibumu lagi pergi ke kantor, ada rapat mendadak katanya" jawab Bi Lida. "Oh iya, Katanya di kota ada pembunuhan misterius ya?" tanya Bi Lida penasaran. "Iya Bi! Sudah dua orang yang menjadi korbannya, salah satunya rektor kami di kampus" jawab Andi sambil mengambil kue dihadapannya. "Kenapa bisa begitu? tanya Bi Lida kembali. "Kami juga tidak tahu! Sampai hari ini kasus itu belum terpecahkan, polisi juga masih berusaha mengungkapnya" jawab Andi. "Oh.. mudah-mudahan pelakunya bisa cepat tertangkap ya! Dan negara kita kembali aman" sahut Bi Lida. "Aamiin!" jawab Andi singkat.
Andi dan Candra berjalan menuju rumah.Dari jauh mereka sudah mencium bau harum yang khas.Kemudian, mereka berdua berlari sambil berteriak "Sambal Petai!" dengan cukup keras. Dan benar saja, setelah mereka sampai di meja makan.Mereka melihat sambal petai yang baru saja dimasak dan masih mengeluarkan kukus diatasnya.Candra langsung duduk di kursi makan. Sedangkan Andi terlebih dahulu mencuci tangannya. "De! Lupa?" tanya Andi. Candra menoleh dan berkata "Oh.. iya!" sambil mendekati Andi. Setelah selesai mencuci tangan, mereka duduk dan bersiap untuk makan. Namun, sebelum mereka mulai makan. Kreeekk...! Pintu rumah terbuka dan ternyata itu ibu mereka. "Nah pas banget!" ucap Bi Lida. "Hari ini kerjaan banyak! Esok harus berangkat ke kota Tanjung Puri buat meliput berita," keluh Ibunya. "Esok anterin Ibu ke kota ya, Nak!" pinta Ibunya. "Iya, Bu!" jawab Andi. Mende
Jreng! Genjreng! Suara gitar yang sedang Candra mainkan memecah kesunyian malam. Petikan nada mengalir bagaikan alunan angin yang menghanyutkan. Alunan melodi tanpa lirik itu semakin sempurna dengan senandung dari Andi yang berjalan mendekat. Sebuah lagu kangen mengalun dengan lembut yang membuat pendengarnya merasakan rindu yang tak tertahankan. Candra yang mendengar senandung dari Abangnya itu juga terlihat tersenyum. Sebuah lagu telah habis dinyanyikan. Kemudian, Andi berkata "Semakin jago saja kamu main gitarnya!" Sambil tersenyum kepada candra. "Tidak juga Bang! Masih kalah sama Abang," jawab Candra sambil meletakkan gitarnya. "Tidak usah merendah!" sahut Andi singkat. Candra hanya tersenyum dan bertanya, "Bawa apa tuh Bang?" Menunjuk bungkusan plastik yang dibawa Andi. "Ini martabak buat kamu." Andi memberikan bungkusan itu kepada Candra. "Nah! Pas nih Bang." Candra segera me
Setelah selesai makan, mereka kembali ke kamar masing-masing. Candra kembali ke kandang ayamnya di belakang.Andi merebahkan badannya dan bersiap untuk tidur. Namun, saat dia ingin memejamkan matanya. Hpnya berbunyi dan setelah diangkat ternyata itu dari Taufik.Taufik bertanya, "Lo lagi dimana?""Gue lagi di kamar," sahut Andi singkat."Ini gue sama Wahyu di depan kos lo," kata Taufik memberitahunya."Ngapain?" tanya Andi sambil duduk."Seperti biasa! Kita mau ngajak lo nongkrong di cafe," ajak Taufik."Gue lagi di rumah, Bro!" jawab Andi sedikit tertawa."Kamprett lo! Tadi lo bilang di kamar," sahut Taufik sedikit kesal."Iya gue dikamar, tapi kamar di rumah!" Andi berusaha menahan tawanya."Heleh! Ya udah gue cabut aja kalo gitu!" jawab Taufik sedikit marah."Jangan gitu dong, Bos!" Andi mencoba menenangkan Taufik."Sini biar gue yang ngomong," suara bisik-bisik wahyu terdengar.
Wahyu hanya mengelengkan kepalanya."Lo tahan Andi bentar ya!" ucap Wahyu sambil berlari."Lo mau kemana?" tanya Taufik kaget dan penasaran."Udah jagain aja dulu!" teriak Wahyu yang mulai menjauh.Taufik tidak bisa berkata apa-apa lagi dan langsung mengunci Andi agar tidak bisa bergerak lagi.Beberapa kali tangan Andi memukul badan Taufik, tetapi Taufik pantang menyerah dan sama sekali tidak memberikan ruang gerak kepada Andi."Cepetan dong Yu!.." teriak Taufik yang sudah hampir mencapai batasnya.Beberapa saat kemudian Wahyu muncul dengan sebuah ember ditangannya."Lo, lo mau ngapain?" tanya Taufik.Tanpa mendengar kata-kata Taufik dan tanpa ragu-ragu dia langsung membalikkan air di ember itu pada Taufik dan Andi.Taufik hanya pasrah ketika air itu membasahi tubuhnya. Namun, Andi yang tadi dikuncinya kembali sadar."Apa-apaan lo?" teriak Andi dengan nada marah."Lo tuh yang apa-apaan!" balas
Andi masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari buku itu. Tatapannya tetap tajam dan penuh pertanyaan. Andi kembali meletakkan cangkir kopinya dan beberapa kali membolak-balik buku itu. Dari setiap lembar buku, wajah Andi selalu berubah tidak menentu. "Dari mana kalian dapet ini?" tanya Andi. Mereka berdua menatap sebelum menjawab. "Lo aja yang jawab Yu!" Lempar Taufik kepada Wahyu. Wahyu menggangguk lalu menjelaskan semuanya. Huuh!....Andi menghembuskan napas lega setelah itu. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang dia pikirkan. "Lo kenapa, Ndi?" tanya Taufik yang terlihat penasaran. "Enggak apa-apa," jawab Andi sambil tersenyum. Taufik segera merajut alisnya mendengar jawaban Andi itu. Matanya semakin tajam menatap Andi. Tiba-tiba Taufik bertanya, "Lo serius?""Iya gue serius!" jawab Andi cepat. Wahyu yang melihatnya hanya bisa mengelengkan kepalanya. Dia tahu pasti banyak pemikiran di kepala Andi. Dan analisisnya di setiap masalah pasti mendalam dan kri
Setelah Andi masuk beberapa ratus meter, barulah Andi dapat melihat kejadian yang sebenarnya terjadi di dalam. Ada sebuah garis polisi yang terbentang mengelilingi sebuah tumpukkan sampah. Di dekat garis polisi itu, ada ambulan yang tadi ditemui Andi waktu di jalan. Ambulan itu dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Di sekitaranya banyak para wartawan yang mengerumbungi ambulan itu.Para wartawan itu terlihat sangat bersemangat dalam melakukan itu. Karena sejatinya mereka sadar bahwa ini adalah sebuah berita besar. Berita yang bisa membuat rating mereka naik.Dengan semangat seperti itu, ada beberapa orang dari mereka yang berani menerobos ke dalam penjagaan polisi. Para polisi pun bertindak untuk menahan mereka. Para polisi itu juga sadar betul privasi yang dimiliki orang yang di dalam perlindungannya. Hal ini membuat para kepolisian itu sangat tegas tanpa ampun kepada para wartawan yang tidak mematuhi perintah mereka. Terlihat ada seorang wartawan ya
Di perjalanan menuju rumah Wahyu, Andi menemukan beberapa keanehan di jalan. Jalanan yang tampak sunyi seketika dipenuhi oleh lalu lalang mobil yang cukup padat. Dan yang paling lucu, mobil-mobil itu seperti hanya menuju satu arah. Andi bertanya dalam hatinya, "Apa yang sebenarnya terjadi?" Belum sempat dia memikirkan dan menemukan jawaban dari pertanyaannya. Andi dikejutkan dengan sirine dari mobil ambulan yang melaju dengan cepat di belakangnya. Andi segera meminggirkan motornya dari jalan. Kemudian, Ambulan tadi segera lewat di sampingnya. Ambulan itu tidak sendirian, tetapi ada dua buah motor dinas polisi yang mengawal ambulan itu. Andi semakin bingung melihat pemandangan itu. Karena dengan jelas dia melihat bahwa ambulan tadi kosong. Biasanya ambulan yang membunyikan sirine seperti itu membawa pasien atau seseorang yang sangat kritis. "Atau mungkin ambulan itu ingin menjemput seseorang yang sedang kritis? Tet
Andi yang baru sadar segera mengosok-gosok matanya. Kepalanya terasa sedikit pusing karena terkejut tadi. Samar-samar Andi masih bisa mendengar suara kucing yang sedang berkelahi. Namun suara itu terdengar terus menjauh. Dalam hatinya dia berkata, "Berarti memang suara kucing itu tadi yang ngebangunin gue."Andi menundukkan kepalanya ke bawah dan menemukan layar hpnya yang hidup. Andi memperhatikan dengan jelas dan melihat sebuah chat yang masuk ke dalam hpnya. Andi meraih hpnya dan membuka chat itu. Chat itu dari Taufik yang menanyakan dimana posisinya."Gue di kos," balas Andi.Tidak berapa lama Taufik kembali membalas, "Oke! Gue otw ke sana.""Yoi!" balas Andi singkat.Andi kemudian kembali meletakkan hpnya di depannya. Matanya kembali ke komputernya, dia kembali mencari-cari sesuatu di mesin pencarian yang mungkin dapat membantunya. Setelah beberapa kali menscroll, Andi akhirnya menemukan sebuah situs yang sedikit an
Di kamar kosnya, Andi kembali membuka beberapa buku yang di bawanya dari rumahnya kemarin. Andi membaca buku-buku lama itu dan menemukan beberapa hal yang menarik. Namun, sayangnya di buku-buku itu tidak tergambar dengan jelas. Oleh sebab itu, Andi membuka komputernya untuk mencari refensi lainnya yang mungkin dapat membantunya.Sejujurnya Andi masih penasaran dengan kasus dua pembunuhan kemarin. Walaupun keduanya tidak mempunyai keterkaitan seperti yang disampaikan oleh pihak kepolisian, tetapi andi masih belum yakin seratus persen soal itu. Menurutnya polisi terlalu cepat mengambil keputusan mengenai ini, dan akhirnya menjadikan ketajaman mereka sendiri yang berkurang. Seharusnya mereka tidak memberikan stegmen itu kepada masyarakat. Memang, ini dilakukan oleh pihak kepolisian untuk menenangkan masyarakat yang sudah mulai panik dengan kejadian kemarin. Akan tetapi, menurutnya ini akan membuat masyarakat kembali terlena.Andi sendiri
Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa sudah sebulan berlalu sejak hari itu. Dalam sebulan ini tidak terjadi apapun di kota itu. Pembunuh misterius yang telah mengegerkan beberapa waktu yang lalu seperti menghilang begitu saja. Darah yang ditumpahkannya mungkin sudah kering, tetapi misteri dibalik semuanya masih bergentayangan. Menghantui pikiran-pikiran mereka yang mempunyai masa lalu dengan dirinya. Pagi itu seperti biasa Andi berangkat ke kampusnya. Si Jack sudah menunggu di bawah. Andi menememui si Jack dan segera menghidupkannya. Lima menit kemudian dia sudah sampai di kampusnya. Dan seperti biasa dia terlebih dahulu menemui pak Kastan untuk memberi beliau makanan yang memang sengaja Andi siapkan. "Terima kasih Mas, semoga sukses!" Begitulah doa pak Kastan untuk Andi. Setelah masuk kelas Andi belajar seperti biasanya. Pembelajaran hari ini terasa membosankan bagi Andi. Tidak ada bahasan materi yang menarik perhatiannya. P
Setelah selesai, Andi secara tidak sengaja menanyakan bagaimana perasaan Norma saat ini. Norma yang mendengar itu seketika kembali mematung. Pipinya merah dan matanya tak bisa berkedip. Karena dia menyangka bahwa Andi sedang menanyakan perasaannya selama ini.Andi yang melihat itu kaget, "Nor! Nor! Kamu enggak apa-apa?" tanya Andi sedikit panik."Kamu enggak senang ya, aku ajak ke sini?" sambung Andi sambil menepuk bahu Norma.Dengan replek Norma menjawab, "Iya, aku suka sama kamu!"Andi terkejut sekaligus kaget mendengar jawaban dari Norma tadi.Andi terdiam sebentar memikirkan jawaban Norma tadi. Norma yang sekarang telah sadar meminta Andi untuk melupakan kata-katanya tadi.Dengan sengaja Andi bertanya, "Memangnya kenapa harus dilupain? Tadi kamu jujurkan?" Andi menggoda Norma."Sudah lupain!" Norma memelas."Kok, dilupain?" balas Andi sambil tertawa."Malu, ah!" Norma memalingkan wajahnya."Engga
Selama di motor, Norma hanya diam membisu. Pipinya memerah dan tambak jelas senyum malu-malu di wajahnya. Untuk mencairkan suasana Andi mengajak Norma untuk mengobrol."Pegangan Nor, Nanti jatoh lo," tegur Andi sambil tersenyum.Tanpa menjawab, Norma langsung melingkarkan tangannya ke pinggang Andi."Kekencangan, Nor!" canda Andi kepada Norma yang terlihat gugup.Norma terlihat kagok dan segera melepaskan tanggannya dari pinggang Andi."Bercanda, Nor!" ucap Andi sambil tertawa."Pegang aja enggak papa, Kok!" sambung Andi.Norma sedikit bingung, tetapi tangan Andi segera memegang tangan Norma dan membimbing Norma untuk melingkarkan tangannya kembali. Tanpa perlawanan, Norma mengikuti bimbingan Andi itu.Mereka berdua terus melaju dengan motornya. Tak sengaja, dari jauh Andi melihat sebuah pameran mingguan yang masih buka. Andi berinisiatif untuk mengajak Norma mampir sebentar ke sana."Nor, kita mampir ke pa