"Itu memang benar!
"Karena tidak mungkin masyarakat melakukan hal seperti itu jika mereka masih percaya dengan pemerintah. Hal ini sama dengan ketika dua orang pacaran, mereka akan berpisah ketika salah satu atau keduanya sudah memiliki rasa tidak percaya," jawab pak Ibnu Sabil sambil melogikakan jawabannya.
Kemudian, Andi bertanya lagi, "Hal apa yang bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintah Dan langkah terbaik apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus hilangnya kepercayaan ini?"
Pertanyaan itu sedikit membuat pak Ibnu Sabil mengernyitkan dahinya.
Ini merupakan pertanyaan yang bagus dan berbobot untuk dijawab.
Kemudian, dia menarik nafas panjang dan menjawabnya.
"Banyak hal yang bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu hilang.
"Pertama, perbedaan visi & misi antara pemerintah dan masyarakat. Kedua, penyelewengan visi & misi yang telah disepakati bersama oleh pemerintah. Ketiga, ketidak-sepahaman dalam menjalankan visi & misi antara masyarakat dengan pemerintah."
"Dan untuk pertanyaan tentang langkah terbaik apa yang harus diambil pemerintah dan masyarakat dalam kasus ini?
"Mungkin teman-teman mahasiswa lain bisa menjawab terlebih dahulu!"
Pak Ibnu melemparkan kembali pertanyaan itu kepada mahasiswa yang lain.
Seisi kelas tiba-tiba kembali sunyi dan beberapa pasang mata saling melempar tatapannya satu sama lain.
Namun, tak berselang lama, suara halus dan lembut menyapa mereka semua.
"Kalau menurut saya pak, langkah terbaiknya itu adalah kedua belah pihak harus bisa mendiskusikan atau memusyawarahkan masalah-masalah yang terjadi dengan cara baik-baik.
"Kedua belah pihak harus mau membuka diri dan saling berinteraksi agar ditemukan sebuah solusi yang sama-sama menguntungkan. Karena ini berbicara tentang negara dan pemerintahan, banyak aspek yang ada didalamnya. Saya yakin mereka mau melakukan diskusi itu. Dan ini bukan tentang kamu dan aku, tetapi tentang kita."
Begitulah jawaban dari mulut manis Norma yang duduk di barisan kursi depan.
Seisi kelas memberikan tepuk tangan kepada norma atas jawabannya.
Kemudian, pak Ibnu Sabil melirik kearah Andi yang terlihat kurang puas dengan jawaban Norma tadi.
Setelah itu, Beliau menanyakan tanggapan Andi tentang jawaban Norma tadi.
"Bagaimana Andi dengan jawaban Norma tadi? Apakah kamu sudah puas?"
Hampir semua mata tertuju kepada Andi yang terlihat malas untuk berbicara.
Pak Ibnu Sabil yang melihat itu, ingin kembali melanjutkan penjelasannya.
Namun, sebelum beliau mengucap satu kata dari mulutnya.
Andi bersuara untuk menanggapi jawaban Norma tadi.
"Jujur saya tidak puas dengan jawaban Norma tadi ...."
Semua mata kembali tertuju padanya.
"Namun, saya salut dan berterima kasih dengan norma yang sudah berani menjawabnya.
"Saya tahu bahwa cara yang disampaikan Norma tadi merupakan salah satu cara terbaik untuk menangani masalah-masalah seperti ini, tetapi itu hanya sebatas teori! Yang saya minta di sini adalah sebuah cara atau metode baru yang sudah pernah dilakukan dan berhasil. Karena setahu saya beberapa kali kita melakukan diskusi atau musyawarah, hampir tujuh puluh persen berakhir dengan kegagalan. Ini juga terlihat dari sistem musyawarah yang sekarang sudah mulai berganti sistem voting contohnya seperti sistem pemilu sekarang." Andi menyuarakan sanggahan dan pernyataannya.
Sanggahan dan pernyataan yang di berikan Andi itu, memicu keributan di dalam kelas. Ada pihak yang sependapat dengannya dan ada juga yang tidak. Namun, wajah Norma yang jawabannya disanggah oleh Andi terlihat memerah. Bagaimanapun dia tidak bisa menyembunyikan rasa malu sekaligus bahagia, karena mendapat ucapan terima kasih dari orang yang sangat dia kagumi.
Melihat itu, pak Ibnu Sabil berbicara.
"Sanggahan dan pernyataan Andi itu juga ada benarnya.
"Memang ini bukan masalah yang kecil, karena solusi terbaik hanya bisa didapat jika kedua belah pihak mau saling mengalah dan menerima satu sama lain. Nah, inilah yang biasanya sulit untuk dilakukan, kerena setiap pemimpin biasanya memiliki egoisme dan prinsipnya masin-masing. Oleh sebab itu, jika ingin mengatasi atau menangani masalah ini! Kedua belah pihak harus memiliki tujuan yang sama dan mau berbagi luka dan duka bersama. Barulah setelah itu diskusi dan musyawarah bisa di laksanakan dan menghasilkan solusi terbaik."
Penjelasan beliau tadi membawa ketenangan di kelas itu.
Andi juga sudah merasa sedikit terbantu dengan jawaban yang diberikan oleh pak Ibnu Sabil tadi.
Kemudian, pembelajaran berlanjut hingga jam pelajaran itu berakhir.
Setelah pembelajaran selesai, Andi merapikan buku dan mengendong tasnya menuju ke luar kelas.
Waktu berpapasan dengan Norma, Andi menyapanya dan meminta maaf.
"Aku minta maaf ya, udah membuat kamu malu hari ini!" Pipi Norma kembali memerah.
Dalam hatinya Norma bertanya, "Apakah Andi juga memperhatikannya?".
Deg, deg deg! Mulutnya kaku tak bisa mengucap apa-apa. Andi yang melihat Norma mengangguk dan senyum manis kepadanya, mengartikan bahwa Norma telah memaafkannya.
Kemudian, Dia ingin berlari mengejar Wahyu dan Taufik yang duluan keluar.
Namun, sebelum itu terjadi, tangannya ditahan oleh Norma.
Dia yang melihat itu bertanya, "Ada apa, Nor? Apa kamu masih marah sama aku?" Sambil memandang wajah Norma.
Norma yang ditanya seperti itu, sekali lagi mematung. Sebenarnya Norma ingin mengatakan bahwa Andi tidak perlu minta maaf, karena Andi tidak salah. Namun, perasaan kagum yang dia miliki, membuatnya tak bisa berkata apa-apa, jika berhadapan langsung dengan Andi. Wajah Andi terlihat bingung dengan tingkah laku Norma sekarang ini. Karena yang dia tahu, bahwa gadis ini biasanya sangat anggun dan berwibawa. Namun, kali ini terlihat seperti kebalikannya. Taufik yang terlalu lama menunggu di luar, kembali masuk ke kelas itu. Dia tercengang melihat Norma memegang tangan Andi. Namun, semua itu tak berselang lama, karena Taufik ditarik kembali keluar oleh Wahyu. Wahyu berbisik, "Jangan diganggu!" "Oke!" jawab Taufik singkat. Sementara itu, Norma masih saja diam sambil terus memegang tangan Andi. Andi yang merasa tidak enak dengan teman-temannya, melepaskan tangan Norma yang memegang tangannya. Kemudian, seka
"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat. "Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada." Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu. "Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya. "Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi. "Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!" Wahyu kembali membantah pendapat Taufik. Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?" Sambil menatap Andi yang masih menonton tv. Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!" Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu. "Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius. "Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu du
Namun, saat dia berpaling, dia melihat bahwa berita di tv juga memberitakan tentang temuan rekaman cctv itu. Andi dan Taufik juga segera mengalihkan pandangannya ke tv itu. Dengan serius, mereka memperhatikan berita itu. Dan dalam berita itu, polisi juga mengkonfirmasi bahwa pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan di toko itu merupakan orang yang sama dengan pelaku pembunuhan rektor di Universitas Jaya Masa kemarin. Namun, sayangnya polisi belum menemukan motif sesungguhnya dari dua kejadian ini. Dugaan sementara, bahwa ini merupakan sebuah balas dendam. Polisi juga akan mencari tahu hubungan dari kedua korban ini. Dan polisi berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas agar terciptanya rasa aman di masyarakat. Berita terbaru itu, membuat Taufik semakin yakin bahwa pelakunya adalah pak Kastan. Sedangkan, Andi dan Wahyu masih memperhatikan berita itu sampai habis "Enggak gue sangka, pelakunya sama dengan pelaku pembun
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 17.20. Andi dan Wahyu bersiap-siap untuk pulang. Mereka berpamitan kepada Taufik dan kedua orang tuanya. Wahyu hari ini pulang diantar oleh Andi. Dengan motor CB150Rnya, Andi meluncur ke rumah Wahyu. Hilir mudik kendaraan terasa sangat padat. Karena ini merupakan jam pulang kantor semua orang. Sesaknya kota semakin terasa ketika pemandangan rumah-rumah kumuh di sekitar TPA mulai terlihat. Semakin jauh masuk kedalam, semakin terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang menggunung bagaikan semeru. Para bocah-bocah pemulung masih berhamburan mengais tumpukan-tumpukan sampah itu. Hahaha.. hehehe.. hihihi.. Suara canda tawa mereka, membuat hati siapa saja yang mendengarnya akan bergetar menyedihkan. Kebahagian yang mereka gambarkan ditengah kehidupan mereka yang serba kesusahan, menampar setiap wajah orang-orang berduit yang selalu mengeluh dengan keadaan. Namun sayang, secercah kehidupan masa depan yang mereka dambakan hanya menjadi
Setelah itu, Bi Lida menghantarkan kopi yang dibuatnya bersama dengan beberapa potong kue yang baru dibuatnya. "Bagaimana kuliah kamu, Ndi?" tanyanya kepada Andi. "Baik-baik aja, Bi!" sahut Andi sambil memegang gelas kopinya. "Oh iya! Ibu kemana, Bi?" Andi bertanya sambil memperhatikan rumahnya yang terlihat sunyi itu. "Ibumu lagi pergi ke kantor, ada rapat mendadak katanya" jawab Bi Lida. "Oh iya, Katanya di kota ada pembunuhan misterius ya?" tanya Bi Lida penasaran. "Iya Bi! Sudah dua orang yang menjadi korbannya, salah satunya rektor kami di kampus" jawab Andi sambil mengambil kue dihadapannya. "Kenapa bisa begitu? tanya Bi Lida kembali. "Kami juga tidak tahu! Sampai hari ini kasus itu belum terpecahkan, polisi juga masih berusaha mengungkapnya" jawab Andi. "Oh.. mudah-mudahan pelakunya bisa cepat tertangkap ya! Dan negara kita kembali aman" sahut Bi Lida. "Aamiin!" jawab Andi singkat.
Andi dan Candra berjalan menuju rumah.Dari jauh mereka sudah mencium bau harum yang khas.Kemudian, mereka berdua berlari sambil berteriak "Sambal Petai!" dengan cukup keras. Dan benar saja, setelah mereka sampai di meja makan.Mereka melihat sambal petai yang baru saja dimasak dan masih mengeluarkan kukus diatasnya.Candra langsung duduk di kursi makan. Sedangkan Andi terlebih dahulu mencuci tangannya. "De! Lupa?" tanya Andi. Candra menoleh dan berkata "Oh.. iya!" sambil mendekati Andi. Setelah selesai mencuci tangan, mereka duduk dan bersiap untuk makan. Namun, sebelum mereka mulai makan. Kreeekk...! Pintu rumah terbuka dan ternyata itu ibu mereka. "Nah pas banget!" ucap Bi Lida. "Hari ini kerjaan banyak! Esok harus berangkat ke kota Tanjung Puri buat meliput berita," keluh Ibunya. "Esok anterin Ibu ke kota ya, Nak!" pinta Ibunya. "Iya, Bu!" jawab Andi. Mende
Jreng! Genjreng! Suara gitar yang sedang Candra mainkan memecah kesunyian malam. Petikan nada mengalir bagaikan alunan angin yang menghanyutkan. Alunan melodi tanpa lirik itu semakin sempurna dengan senandung dari Andi yang berjalan mendekat. Sebuah lagu kangen mengalun dengan lembut yang membuat pendengarnya merasakan rindu yang tak tertahankan. Candra yang mendengar senandung dari Abangnya itu juga terlihat tersenyum. Sebuah lagu telah habis dinyanyikan. Kemudian, Andi berkata "Semakin jago saja kamu main gitarnya!" Sambil tersenyum kepada candra. "Tidak juga Bang! Masih kalah sama Abang," jawab Candra sambil meletakkan gitarnya. "Tidak usah merendah!" sahut Andi singkat. Candra hanya tersenyum dan bertanya, "Bawa apa tuh Bang?" Menunjuk bungkusan plastik yang dibawa Andi. "Ini martabak buat kamu." Andi memberikan bungkusan itu kepada Candra. "Nah! Pas nih Bang." Candra segera me
Setelah selesai makan, mereka kembali ke kamar masing-masing. Candra kembali ke kandang ayamnya di belakang.Andi merebahkan badannya dan bersiap untuk tidur. Namun, saat dia ingin memejamkan matanya. Hpnya berbunyi dan setelah diangkat ternyata itu dari Taufik.Taufik bertanya, "Lo lagi dimana?""Gue lagi di kamar," sahut Andi singkat."Ini gue sama Wahyu di depan kos lo," kata Taufik memberitahunya."Ngapain?" tanya Andi sambil duduk."Seperti biasa! Kita mau ngajak lo nongkrong di cafe," ajak Taufik."Gue lagi di rumah, Bro!" jawab Andi sedikit tertawa."Kamprett lo! Tadi lo bilang di kamar," sahut Taufik sedikit kesal."Iya gue dikamar, tapi kamar di rumah!" Andi berusaha menahan tawanya."Heleh! Ya udah gue cabut aja kalo gitu!" jawab Taufik sedikit marah."Jangan gitu dong, Bos!" Andi mencoba menenangkan Taufik."Sini biar gue yang ngomong," suara bisik-bisik wahyu terdengar.