Keadaan kampus saat itu masih ramai, hal ini karena sekarang baru pukul 15.15. Dengan mobil Jazznya, Taufik meluncur bersama Andi dan Wahyu ke rumahnya. Rumah Taufik berada di kawasan perumahan militer yang tak jauh dari kampus itu. Setelah beberapa menit, Taufik menghentikan laju mobilnya dan memarkirnya di depan sebuah rumah yang cukup besar dan mewah.
Setelah itu, Taufik berkata "Ayo masuk! Langsung ke kamar aja, bokap ama nyokap gue juga lagi ga ada."
Andi dan Wahyu mengikutinya untuk masuk ke dalam rumah itu.
Kemudian, Taufik langsung membawa mereka untuk masuk ke kamarnya dan dia berkata "Pake aja apa yang ada di sini, bebas kok!".
Mereka berdua serempak menjawab "Oke bosque!"
Kamar Taufik memang cukup besar dan memiliki fasilitas yang lengkap di dalamnya. Hal ini tidak mengherankan, karena dia adalah anak seorang perwira tinggi di kemiliteran negara.
Ayahnya dulu sebenarnya ingin memasukkan dia di sekolah kemiliteran, tetapi dia menolak dan lebih memilih untuk kuliah di jurusan ilmu pemerintahan. Karena menurutnya, menjadi militer itu sangat membosankan dan melelahkan. Dan dia tidak mau menjadi seperti ayahnya yang jarang pulang karena tugas. Namun, menurut ayahnya pekerjaan sebagai seorang militer itu adalah pekerjaan yang mulia dan berwibawa. Pertentangan ini juga yang membuatnya pernah diusir dari rumah dan tinggal bersama Andi selama sebulan. Dan itu juga yang membuat mereka sedekat sekarang.
Di kamar Taufik ada sebuah komputer canggih yang membuat Wahyu selalu merindukannya. Wahyu sendiri memang memiliki kemampuan IT yang mempuni, tetapi dia tidak memiliki akses untuk itu. Faktor ekonomilah yang membatasi ruang gerak kemampuannya itu.
Mereka mulai berselancar di internet untuk mencari informasi tentang tugas mereka tadi. Wahyu dengan cepat telah mengumpulkan beberapa kasus yang dimaksud oleh Andi. Andi memilah-milah kasus mana yang akan mereka angkat. Sementara itu, Taufik sedang ke dapur untuk membuatkan mereka minum. Karena hari ini pembantunya sedang cuti. Wahyu yang membantu Andi memilah-milah kasus, seketika melihat wajah Andi berubah seperti orang yang sedang marah. Namun, sebelum dia bertanya, wajah Andi kembali terlihat kembali seperti biasanya. Wahyu cukup kaget dan kelihatan bingung melihat itu. Namun, suasana kembali hangat, setelah Taufik datang membawakan mereka minuman dengan ala baristanya.
Andi berkata sambil tertawa "Kenapa enggak jadi barista aja lo, Fik?"
"Iya bener tu, udah cocok, kok!" Wahyu menambahkan.
Taufik yang mendengar dirinya diejek hanya bisa menjawab, "Kamprett lo pada, bakalan mati gue!".
Namun, Andi dan Wahyu malah semakin menetertawakannya.
Kemudian, mereka bertiga kembali menyusun tugas itu. Setelah bukti dan fakta terhadap kasus itu dianggap cukup, mereka langsung menjilidnya untuk dikumpul nanti.
Setelah tugas itu selesai mereka kerjakan, mereka pergi untuk mengantarkan wahyu pulang. Rumah Wahyu berada di sekitaran TPA kota itu. Dia adalah anak seorang bos pengepul di sana. Setelah sampai, wahyu turun dan berjalan menuju rumahnya. Praak!
Kemudian, Taufik berkata "Hati-hati keinjek tai lo!" Sambil mengejek Wahyu.
Wahyu yang diejek menjawab, "Kampret lo tentara gagal!".
Mendengar ocehan itu, mereka bertiga tertawa bersama-sama.
Setelah mengantar Wahyu, Taufik bergegas mengantarkan Andi kembali ke kosannya. Namun, tepat di depan kampus, Andi menyuruh Taufik untuk berhenti. Ssst.... Taufik menghentikan mobiknya.
Taufik bingun dan bertanya, "Kenapa berhenti di sini, Ndi?".
Andi menjawab "Si Jack ada di dalam!" Sambil menunjuk parkiran kampus.
Taufik menjawabnya, "Bilang dong! Emang Si Jack udah bisa jalan?".
"Udah, udah gue ganti kemarin kakinya!" jawab Andi sambil membuka pintu mobil Taufik. Buk! Andi menutupnya kembali.
Tak lupa juga, dia melambaikan tangannya kepada taufik sebagai tanda perpisahan. Taufik yang melihat itu, kembali meluncur untuk pulang ke rumahnya.
Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul 18.15. Matahari sudah mulai menghilang dari cakrawala. Kampus yang tadinya ramai, sekarang sudah mulai sepi.
Andi masuk ke parkiran untuk mengambil si Jack. Ketika dia menaiki si Jack, dia merasakan samar-samar seperti ada orang yang sedang memperhatikannya. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak menemukan siapa-siapa. Rasa penasaran di hatinya semakin besar, ketika dia melihat sesosok hitam yang melintas di depan ruangan pak Rektor. Dengan hati-hati, dia mendekati ruangan itu.
Namun, sebelum dia membuka pintu ruangan itu, pak Kastan secara tiba-tiba datang dari belakang dan mengagetkannya.
Pak Kastan bertanya sambil berbisik "Apakah Mas Andi juga melihat bayangan hitam itu?"
"Iya! Bapak tahu dari mana?" jawab Andi curiga.
Pak Kastan menjawab dengan cepat, "Saya juga melihatnya, waktu saya sedang membersihkan toilet tadi!".
Sambil melirik ke arah pak Kastan, Andi berbisik "Sosok itu mengarah ke sini, pasti ada sesuatu didalam?".
"Mungkin, tetapi saya juga tidak tahu, lebih baik kita periksa dulu!" ucap pak Kastan.
Akhirnya, mereka berdua memutuskan untuk memasuki ruangan rektor itu. Dengan langkah kaki yang hati-hati, mereka membuka pintu ruangan itu. Kreek....
Baru saja dibuka, aroma amis darah sudah mulai tercium.
Dag, dig, dug! Pak Kastan menghentikan langkahnya karena merasa takut.
Melihat itu, Andi berkata "Tenang aja pak, ada Saya!".
Sejenak pak Kastan memandang wajah Andi.
Setelah itu, beliau mengangguk dan mulai kembali mengikuti langkah Andi.
Baru beberapa langkah mereka berjalan, mereka melihat darah segar yang mengucur dari balik meja kerja pak Rektor. Andi maju beberapa langkah untuk memastikan dari mana asal darah tersebut.
Andi melirik ke kolong meja itu, dan menemukan mayat pak Rektor yang bersimbah darah. Lehernya robek seperti habis di gorok dengan golok. Melihat itu semua, pak Kastan dan Andi berlari keluar untuk mencari pertolongan. Haa....! Teriak pak Kastan sambil terus berlari. Kampus yang tadinya sepi, sekarang ramai kembali. Para wartawan, mahasiswa, dosen, polisi dan masyarakat setempat mengerumbungi tempat kejadian. Ini adalah pertama kalinya pembunuhan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Motif dibalik pembunuhan ini juga belum terungkap. Polisi juga sedang mengembangkan kasus ini. Andi dan pak Kastan yang melihat kejadian itu tidak luput dari pantauan media.Mereka menanyakan berbagai hal terkait dengan kejadian itu.Setelah selesai diminta keterangan, Andi pulang ke kosnya.Dia memarkir si Jack di parkir kosnya.Kemudian, dia naik ke atas untuk menuju kamar kosnya. Ternyata, di atas sudah ada Wahyu dan
Kemudian, Taufik menelpon ibunya untuk meminta izin. Karena jika meminta izin dengan ayahnya, pasti tidak diizinkan. Dan akhirnya Taufik diizinkan untuk menginap. Setelah itu, Andi meminta izin kepada mereka untuk mandi. "Gue mandi dulu ya, gue belum mandi dari tadi sore!" "Emang enggak papa mandi jam segini?" Taufik bertanya sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 21.50. "Ya enggak papa lah, gue juga sering mandi jam segini!" celetuk Wahyu menanggapi pertanyaan Taufik. Andi menjawab "Ya enggak bagus sih sebenarnya! Tapi badan gue gatal, dan enggak enak kalo tidur belum mandi." "Nah, dengerin tu Yu, enggak baik! Ini Andi cuma karena terpaksa aja harus mandi pukul segini" Taufik memandang Wahyu, matanya seolah-olah menasehatinya. "I-iya gue tau, gue juga terpaksa!" desah Wahyu dengan nada rendah. "Terpaksa kenapa lo?" sahut Taufik kembali bertanya. "I-iya terpaksa, terpaksa karena n
Kemudian, ekonomi negara kita berangsur-angsur membaik sampai sekarang. Namun, jauh sebelum peristiwa Reformasi itu terjadi, telah banyak aktivis dan para kritikus pemerintahan yang hilang entah ke mana?. Tak ada satupun dari mereka yang terdengar kabarnya sampai sekarang. Pemerintah saat itu juga seakan-akan tutup mulut dan telingga terhadap kasus itu. Mendengar penjelasan dari pak Syariffudin itu, sebenarnya Andi sangat ingin bertanya. Namun, mulutnya seakan terkunci oleh hatinya yang berkata tidak. Tak lama berselang, ada salah satu mahasiswa yang bertanya begini. "Kalau memang begitu, kemungkinan pak Rektor kita yang telah terbunuh itu ada hubungannya dengan kejadian itu?. "Karena di tempat kejadian ditemukan barang bukti berupa sobekkan koran yang berisi tentang hilangnya para aktivis Reformasi itu." Pak Syariffudin tidak langsung menjawabnya. Huu.... Beliau menghela nafas panjang dan berkata "Kemungkinan se
"Itu memang benar! "Karena tidak mungkin masyarakat melakukan hal seperti itu jika mereka masih percaya dengan pemerintah. Hal ini sama dengan ketika dua orang pacaran, mereka akan berpisah ketika salah satu atau keduanya sudah memiliki rasa tidak percaya," jawab pak Ibnu Sabil sambil melogikakan jawabannya. Kemudian, Andi bertanya lagi, "Hal apa yang bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintahDan langkah terbaik apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus hilangnya kepercayaan ini?" Pertanyaan itu sedikit membuat pak Ibnu Sabil mengernyitkan dahinya. Ini merupakan pertanyaan yang bagus dan berbobot untuk dijawab. Kemudian, dia menarik nafas panjang dan menjawabnya. "Banyak hal yang bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu hilang. "Pertama, perbedaan visi & misi antara pemerintah dan masyarakat. Kedua,
Norma yang ditanya seperti itu, sekali lagi mematung. Sebenarnya Norma ingin mengatakan bahwa Andi tidak perlu minta maaf, karena Andi tidak salah. Namun, perasaan kagum yang dia miliki, membuatnya tak bisa berkata apa-apa, jika berhadapan langsung dengan Andi. Wajah Andi terlihat bingung dengan tingkah laku Norma sekarang ini. Karena yang dia tahu, bahwa gadis ini biasanya sangat anggun dan berwibawa. Namun, kali ini terlihat seperti kebalikannya. Taufik yang terlalu lama menunggu di luar, kembali masuk ke kelas itu. Dia tercengang melihat Norma memegang tangan Andi. Namun, semua itu tak berselang lama, karena Taufik ditarik kembali keluar oleh Wahyu. Wahyu berbisik, "Jangan diganggu!" "Oke!" jawab Taufik singkat. Sementara itu, Norma masih saja diam sambil terus memegang tangan Andi. Andi yang merasa tidak enak dengan teman-temannya, melepaskan tangan Norma yang memegang tangannya. Kemudian, seka
"Ya enggak mungkinlah!" sahut Wahyu cepat. "Tapi, Kan! Kita baru aja ngeliat beliau di sana, kejadian di kampus kemaren beliau juga ada." Taufik menyakinkan kedua sahabatnya itu. "Iya! ... Tapi! Mana mungkin beliau bisa keluar dengan santai, seperti kata Andi tadi!" sahut Wahyu dengan wajah seriusnya. "Ya mungkin aja, Kan! Kita juga enggak tau pastinya," jawab Taufik lagi. "Makanya! Kalo ga tau pastinya, enggak usah nuduh orang kaya gitu!" Wahyu kembali membantah pendapat Taufik. Taufik terdiam sebentar, kemudian dia berkata "Lo kenapa diam aja dari tadi, Ndi?" Sambil menatap Andi yang masih menonton tv. Dengan menarik nafas panjang, Andi menjawab "Ya! gimana gue mau ngomong, lo berdua ribut kaya anak kecil!" Hehe!" Mereka berdua sedikit nyengir mendengar itu. "Jadi! Gimana menurut lo, Ndi?" Taufik bertanya dengan wajah serius. "Ya! Kalo menurut pendapat gue sih, lebih baik kita tunggu du
Namun, saat dia berpaling, dia melihat bahwa berita di tv juga memberitakan tentang temuan rekaman cctv itu. Andi dan Taufik juga segera mengalihkan pandangannya ke tv itu. Dengan serius, mereka memperhatikan berita itu. Dan dalam berita itu, polisi juga mengkonfirmasi bahwa pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan di toko itu merupakan orang yang sama dengan pelaku pembunuhan rektor di Universitas Jaya Masa kemarin. Namun, sayangnya polisi belum menemukan motif sesungguhnya dari dua kejadian ini. Dugaan sementara, bahwa ini merupakan sebuah balas dendam. Polisi juga akan mencari tahu hubungan dari kedua korban ini. Dan polisi berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas agar terciptanya rasa aman di masyarakat. Berita terbaru itu, membuat Taufik semakin yakin bahwa pelakunya adalah pak Kastan. Sedangkan, Andi dan Wahyu masih memperhatikan berita itu sampai habis "Enggak gue sangka, pelakunya sama dengan pelaku pembun
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 17.20. Andi dan Wahyu bersiap-siap untuk pulang. Mereka berpamitan kepada Taufik dan kedua orang tuanya. Wahyu hari ini pulang diantar oleh Andi. Dengan motor CB150Rnya, Andi meluncur ke rumah Wahyu. Hilir mudik kendaraan terasa sangat padat. Karena ini merupakan jam pulang kantor semua orang. Sesaknya kota semakin terasa ketika pemandangan rumah-rumah kumuh di sekitar TPA mulai terlihat. Semakin jauh masuk kedalam, semakin terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang menggunung bagaikan semeru. Para bocah-bocah pemulung masih berhamburan mengais tumpukan-tumpukan sampah itu. Hahaha.. hehehe.. hihihi.. Suara canda tawa mereka, membuat hati siapa saja yang mendengarnya akan bergetar menyedihkan. Kebahagian yang mereka gambarkan ditengah kehidupan mereka yang serba kesusahan, menampar setiap wajah orang-orang berduit yang selalu mengeluh dengan keadaan. Namun sayang, secercah kehidupan masa depan yang mereka dambakan hanya menjadi