“Sial! Sepertinya ada yang telah berusaha menjebakku”
Dylan merasa ada yang tidak beres di dalam tubuhnya. Ia mulai merasa tubuhnya panas dingin dan sangat sulit untuk melawan desakan hebat di bagian bawah tubuhnya. Dylan layaknya membawa sebuah bom yang siap meledak. Pria ini kelimpungan untuk mengatasi rasa tidak nyaman tersebut. Semua ini bermula karena dirinya diundang untuk turut hadir dalam acara kenaikan jabatan salah satu staf-nya. Meskipun awalnya ia sempat ingin menolak, tetapi karena tidak enak hati akhirnya Dylan turut hadir dalam acara yang diadakan di salah satu bar di kawasan Jakarta Selatan ini. Di sisi lain, Vira yang adalah asisten sous chef– tiba-tiba datang dan mulai memegang tangan Dylan. “Chef, Anda tidak apa-apa? Sepertinya Anda terlihat butuh bantuan,” ucapnya dengan nada genit. Vira tampak cantik dan seksi dengan pakaian berwarna hitam. Bagian depan memiliki potongan rendah, hingga belahan dada tertampang jelas. Apalagi Vira dengan sengaja menunduk saat berhadapan. "Penampilan aku kurang seksi? Chef nggak suka?" Vira bertanya dengan berbisik di telinga Dylan. Hawa hangat dari embusan napas si wanita menerpa telinga dan leher Dylan. Pria ini sekuat tenaga menahan hasrat yang telah meletup-letup sedari tadi, apalagi sekarang semakin dikacaukan oleh kehadiran Vira. Mendengar itu, Dylan mulai menyadari siapa orang yang telah menjebaknya ini. Tentu saja, ia semakin tidak rela jika harus kalah dan terjebak dalam permainan Vira. Dylan segera melepaskan tangan Vira dengan paksa. Gadis itu memang cukup cantik, akan tetapi sikapnya yang genit dan tidak sopan membuat Dylan enggan menanggapinya. Apalagi dirinya sadar bahwa Vira memang selalu berusaha untuk mendekatinya, hanya saja ia selalu mengabaikan apa pun bentuk perhatian yang dilakukan oleh gadis itu untuk menarik hatinya. Dylan tidak mau terjebak oleh perilaku genit Vira. Dylan hanya berusaha untuk menjaga sikap profesional dalam bekerja. Vira yang melihat ekspresi wajah Dylan, semakin berusaha mendekatkan tubuhnya pada Dylan. Dirinya tidak boleh gagal malam ini! Dirinya bahkan sudah merencanakan matang-matang untuk membayar barista memasukan obat ke gelas minuman Dylan. Bahkan gadis ini telah membooking sebuah kamar hotel untuk menemani Dylan malam ini. Vira sudah menyukai Dylan sejak lama. Bagi Vira, Dylan terlihat begitu tampan dan seksi terutama saat sedang memasak, kepintarannya bahkan sudah diakui secara internasional dan ia juga sangat kaya. Sehingga Dylan sungguh menjadi tipe pria idaman Vira yang harus segera didapatkan. Dengan menjadi pasangan Dylan, otomatis status sosial dan juga materi yang didapat akan meningkat. Bibir merah Vira tersenyum penuh arti. Dylan mendengus kesal sambil bertahan dengan gejolak dalam tubuh. Hingga ketika kulitnya mulai bersentuhan dengan Vira, ia segera buru-buru berdiri sambil membetulkan bagian celana yang sesak. Dylan berharap tidak ada yang menyadari perubahan bagian depan celananya. "Maaf semuanya, saya pulang lebih dahulu karena ada urusan penting. Silakan kalian lanjutkan makan- makannya," pamit Dylan yang berjalan cepat meninggalkan meja. Kemudian segera disusul oleh Vira. Hanya saja saat berlari menyusul, Vira justru ketumpahan jus Umaya - Salah satu staff Dylan juga. Karena hal itu, Vira akhirnya kehilangan jejak Dylan yang sudah mengendarai mobilnya menjauh dari lokasi bar. "Arghh, sial!” Vira berteriak frustasi. Rencananya malam ini untuk mendapatkan Dylan kembali gagal. *** Oleh karena mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, Dylan akhirnya sampai di rumah hanya dalam waktu 15 menit. Ia sudah berencana untuk merendam tubuhnya di air dingin untuk menghilangkan sensasi dalam tubuhnya yang terasa tidak nyaman. Sayangnya ketika ia berjalan melewati kamar mamanya, Dylan justru melihat Adisti - perawat mamanya yang sedang menidurkan sang mama. Sudut bibir Dylan terangkat sebelah. Kenapa perawat mamanya ini terlihat semakin manis di matanya malam ini? "Astaga!" jerit Adista yang terlonjak kaget karena baru menyadari kehadirannya. "Saya bukan hantu, Adis." Katanya dengan nada suara sedikit parau karena hormon testosteron yang terpacu lebih kencang karena obat. "Tuan Dylan datang tiba-tiba seperti hantu. Saya jadi kaget!" bibir ranumnya mencebik tidak terima. Itu membuat gejolak dalam darah Dylan semakin mendidih. Dylan geleng-geleng kepala untuk lenyapkan pikiran sesat sesaat. "Dylan yang melihat bibir gadis itu semakin tidak bisa menahan hasrat. Seketika ada yang membakar alam bawah sadarnya. Sehingga akhirnya Dylan dalam keadaan melayang sudah tidak bisa menguasai diri mulai membawa Adisti menuju kamarnya. Gadis itu pun dibuat kebingungan dengan perilaku tidak biasa dari Dylan. "To-tolong saya!"pinta Dylan dengan terbata-bata. Sungguh ia sudah tak sanggup lagi menahannya. Efek obat tersebut sungguh luar biasa. "Sial!" Dylan mengumpat keras ketika miliknya semakin ngilu luar biasa. Ia benar-benar butuh pelepasan apalagi setelah melihat bibir dan leher putih mulus milik Adista yang sangat menantang. Belum sempat melawan, tubuh Adista akhirnya didekap erat dari belakang oleh Dylan. "Maafkan aku! Aku berjanji apa pun akan aku berikan untukmu Adista" bisik Dylan di telinga gadis itu. Sebelum keduanya akhirnya terlarut dalam kegiatan yang akan mengubah hubungan mereka di masa depan. Keesokan paginya, Dylan terbangun dengan beberapa bagian tubuh yang terasa pegal. Namun anehnya, kepala serta otaknya terasa lebih fresh. Ia merasa sangat bersemangat seperti baru saja dapat injeksi vitamin B kompleks dan C. Shit! Jam berapa ini? Rutuk Dylan dalam hati.Keesokan paginya, Dylan terbangun dengan beberapa bagian tubuh yang terasa pegal. Namun anehnya, kepala serta otaknya terasa lebih fresh. Ia merasa sangat bersemangat seperti baru saja dapat injeksi vitamin B kompleks dan C.Shit! Jam berapa ini? Rutuk Dylan dalam hati.Padahal pagi ini, Dylan harus melakukan plating jam 9 tepat. Selama ini dirinya adalah executive chef yang bertanggung jawab dengan tugas.Tampak pada jam dinding jarum panjang menunjuk angka delapan, sedangkan jarum pendek ke lurus ke arah angka enam.Dylan buru-buru turun dari ranjang dan seketika hatinya dibuat syok saat melihat tubuhnya tertutup selimut dalam keadaan polos. Pria berbadan kekar ini langsung duduk kembali dengan pikiran kacau. Otaknya langsung berputar keras lalu teringat tentang kejadian panas semalam bersama Adista. "Jangan, Tuan! To-toloong!" Suara Adista menghilang bersamaan dengan derai air mata. Jerit tangis Adista membuat imajinasi nakal Dylan semakin terpatik. Ekspresi ketakutan dan kesaki
Dylan gegas menuju kamar Nyonya Kusumasari dan telah siap dengan jawaban masuk akal. Jika maminya merasa curiga dengan kepulangan Adista yang mendadak. Apalagi gaji terakhir Adista tidak diambil. Saat pulang Adista tidak membawa bekal uang yang cukup karena gaji bulan kemarin sebagian besar dikirim ke kampung. 'Tok tok tok!'"Selamat pagi, Momy!"Tidak ada sahutan. Dylan teringat jika maminya sedang tidur, selalu Adista yang berlari membuka pintu. Dylan mendorong pintu dan melihat kamar dalam keadaan kosong. Executif chef berhidung bangir ini segera beranjak ke ruang makan. Ada Bik Supi sedang mempersiapkan menu makan pagi."Selamat pagi, Tuan Muda. Bibik bikin nasi goreng sosis, lho.""Selamat pagi, Bik. Terima kasih telah dibikinkan menu favorit aku. Tahu Momy ke mana?""Bibik lihat tadi sedang menikmati makan pagi di beranda belakang sama Tuan Albert.""Bik Supi tahu Adista ke mana?""Non Adista, tadi jam 2 pagi pamit pulang kampung. Ada keluarga yang sakit.""Terima kasih atas in
"Adista pergi saat saya masih tidur. Saya sudah mencari ke indekos dia dulu, tapi gak ada. Saya ingin mencari ke rumah orang tuanya,"jelas Dylan tatapan lurus ke pupil mata Umaya. Tatapannya membuat wanita ini jadi gugup. Sepertinya ada yang aneh dengan gesture tubuh Dylan. Pria itu bahkan berbicara tanpa menggunakan intonasi sama sekali, benar-benar datar."Maaf, Chef. Sebenarnya ada masalah apa dengan Adista?"tanya Umaya yang semakin penasaran."Ini soal pribadi antara saya dengan Adista. Nanti setelah Adista ketemu baru bisa saya jelaskan. Mana alamat Adista?"Masalah pribadi? Kenapa Adista minggat? Banyak tanya yang tersimpan dalam benak Umaya."Baik, Chef. Saya kasih alamat lengkap Adista saja. Sebentar!" Umaya membuka menu dalam ponsel lalu mencari catatan tentang alamat-alamat penting. "Saya langsung kirim ke nomor Tuan.""Silakan,"ucap Dylan sambil menatap layar ponsel dengan harap-harap cemas. Dalam hitungan detik, pesan pun sampai. Dylan segera membuka lalu membacanya. Pria
"Gimana?"tanya Dylan antusias."Alamat yang kamu kasih tadi, aku paham betul. Dulu aku sempat ada sekitar enam taon jadi Kapolsek di sana. Aku temani.""Wah, Kebetulan sekali. Oke, aku tunggu di rest area."*****Sementara itu, Adista yang pergi tanpa tujuan telah mendapat sebuah kamar untuk disewa sambil mencari kerja. Beruntung sekali tetangga kos Adista sangat baik dan ramah. Gadis ini tidak begitu kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan karena informasi dari para tetangga."Kebetulan aku kemarin tengok teman melahirkan. Ada lowongan kerja jadi asisten dokter di klinik sana. Coba kamu melamar kerja ke sana, Adista," ucap seorang wanita setengah baya yang menjadi tetangga kos Adista."Wah, kebetulan sekali. Terima kasih banyak informasinya, Bu," balas Adista dengan mata berbinar-binar."Buruan bikin surat lamaran kerja. Biar gak keduluan yang lain.""Baik, Bu. Saya permisi dulu mau persiapkan berkas-berkas."Itu tadi pembicaraan Adista dengan salah satu tetangganya semalam. Pagi ini,
"Terima kasih banyak atas jamuannya. Kami permisi dulu. Selamat sore ""Terima kasih kembali. Selamat sore dan selamat bekerja,"balas Dylan, sesaat sebelum dua petugas patroli meninggalkan tempat. Setelah mobil patroli beranjak pergi, Dylan dan Bara pun melanjutkan perjalanan.Sepanjang perjalanan dua orang yang bersahabat dengan profesi berbeda tersebut tidak banyak bicara. Dylan masih asyik dengan pikirannya sendiri dan Bara paham bahwa sang sahabat sedang ada masalah besar. Perwira polisi tersebut memilih menikmati musik dari tape mobil."Bara, nanti bantu aku jika keluarga kudatangi bersikap bar-bar." Akhirnya Dylan membuka mulut juga."Memang kamu bikin ulah apaan?"tanya Bara sambil mengernyitkan dahi."Hal memalukan. Ini akibat ulah Vira.""Vira yang sekongkol dengan polisi patroli? Cerita ke aku, kalo gak keberatan."Akhirnya Dylan menceritakan semua, dari saat acara makan bersama lalu reaksi obat yang diberikan oleh Vira membuat Dylan kelimpungan. Adista yang jadi korban pelam
Drrrt! Drrrt!Akhirnya, ponsel Adista berdering. Dia yang sedang ada di dapur gegas berlari ke kamar. Dia sudah tidak sabar akan bercerita banyak dengan teman karibnya tersebut. Namun, ....Ini nomor kontak Tuan Dylan? Kedua mata Adista langsung melotot dan seketika timbul rasa jengkel terhadap Umaya. Pengkhianat!Adista tersenyum miris. Akhirnya dengan tetesan air mata dia blokir nomor Dylan dan juga Umaya. Dirinya merasa jadi wanita paling sial oleh sikap lugu selama ini. Sungguh Adista tidak menyangka jika Umaya telah akrab dengan Dylan.Dia tidak menyangka bahwa persahabatan mereka tidak ada artinya bagi Umaya. Padahal saat dirinya berpamitan lewat telepon sedikit banyak dia jelaskan kepada Umaya bahwa Dylan telah bersikap kurang ajar."Kurang ajar gimana, Adis? Yang aku tahu, Chef Dylan itu sopan dan baik. Ada apa sebenarnya? Cerita, dong!""Habis ini aku malu ketemu semua. Aku gak mampu jaga diri. Dia serigala berbulu domba. Gara-gara dia, aku malu bertemu keluarga. Aku telah me
Dokter Pamela keluar dari mobil lalu mendekat ke arah pintu. Wanita ini bisa memastikan bahwa Adista ada dalam kamarnya. Itu pasti ada sesuatu yang membuatnya harus sembunyi dari Tuan Dylan. Jiwa keibuannya telah mendominasi suasana hatinya. Ada yang istimewa dengan pegawai barunya itu dan hal itu telah dirasakan sejak mereka bertatap muka.Tok! Tok! Tok!"Nona Adista! Saya tahu, kamu ada di dalam,"ucap Dokter Pamela dengan menempelkan mulut pada lubang kunci. Wanita pemilik klinik tersebut berdiri menunggu reaksi dari dalam. Namun, hingga beberapa menit belum juga ada respon."Nona Adista! Saya mau menolong."Tak berapa lama, pintu dibuka dari dalam dan Adista membuka sedikit daun pintu."Dokter Pamela, maaf,"ucap Adista dengan terbata-bata."Buruan beresin barang-barang kamu. Ikut saya sekarang!"pinta Dokter Pamela dengan tatapan mata serius.Adista sudah tidak mampu menolak lagi karena dalam otaknya kini memang harus segera pergi dari tempat yang telah terendus oleh Dylan. Dia tida
"Den, jangan naik kasur! Kusut lagi, kan!" Suara omelan seorang wanita menimpali jeritan Rendi pun tidak kalah heboh. Dokter Pamela yang mendengar suara mereka, seketika tertawa terpingkal-pingkal. "Itu pasti si Rendi liat kupu-kupu." "Kupu-kupu, Nyonya?"tanya Adista sambil mengernyitkan dahi. Perawat muda ini ikut vibe bahagia yang ditularkan oleh Dokter Pamela. Dia yang tidak pernah senyum sejak peristiwa tragis yang dialaminya, baru saja bisa tersenyum meski tipis. Adista merasakan bahwa atmosfer dalam lingkungan Dokter Pamela sangat menyenangkan. Rasa takut, marah, khawatir yang semula membelenggu dirinya sedikit-sedikit mulai terlepas. "Ayo, lihat Rendi!"ajak Dokter Pamela sambil berjalan cepat ke arah kamar. Mau tidak mau, Adista jadi menyusul langkahnya. Saat mereka sampai di ambang pintu, tampak Rendi dengan wajah pucat pasi duduk menekuk lutut sambil memandangi kupu-kupu yang terbang mengitari ranjang. Binatang bersayap cantik tersebut seperti sengaja menggoda pria tamp
"Rendi, kamu ditangkap!" seru Bara. Rendi mencoba melawan, tetapi Dylan cepat mengatasi situasi tersebut. Rendi dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Bara dan Dylan lega karena berhasil menangkap pelaku. Dokter Pamela dan Alena telah mendengar kabar penangkapan Rendi. Namun, mereka masih cemas tentang motif Rendi dan dampaknya pada keluarga serta reputasi klinik. Beberapa hari kemudian Pengadilan dimulai. Pengacara Umaya berhasil membuktikan bahwa tindakan Umaya kepada Anton adalah murni kecelakaan. Ada rekaman CCTV soal hal itu. Hakim memutuskan bahwa Umaya dibebaskan dari segala tuduhan. Namun ada kewajiban wajib rapor dan tidak boleh keluar kota sementara waktu sampai kasus Anton dan Gopar selesai diusut. Hati Umaya, Alena dan Dokter Pamela belum bisa lega 100% karena harus menunggu keputusan negosiasi interpol dengan pihak kepolisian Singapura soal kasus Alan. Mereka masih harus menunggu kepastian. Pada suatu hari Dokter Pamela menerima panggilan misterius dari seseor
"Dia sedang ambil cuti dua hari untuk riset. Ada apa?"tanya balik Dokter Pamela dengan raut wajah heran. "Sedari pagi hapenya gak aktif. Padahal bilang akan bawain obat buat aku." "Obat apa lagi? Bukankah kamu sudah gak perlu obat lagi?" "Bukan, Mom. Ini obat herbal sekaligus buat terapi." Tak berapa lama terdengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Kedua wanita tersebut menoleh ke belakang. Tampak Dylan dan Bara tersenyum ke arah mereka. "Selamat siang,"sapa kedua pria bersamaan. "Selamat siang,"balas dua wanita. Mereka berdiri berhadapan lalu saling menjabat tangan. Dokter Pamela mengajak kedua pria untuk duduk di ruang keluarga. Setelah mereka duduk di tempat masing-masing, barulah Alena bertanya,"Ada apa, nih, kalian barengan kemari?" Dylan segera menjawab,"Yang punya kepentingan si Bara, tuh." Pria yang dimaksud pun tersenyum ke arah kedua wanita. Ia berkata,"Maaf, gak kasih kabar dahulu. Saya dapat kabar mendadak dari kantor." Dokter Pamela dan Alena segera mengara
"Apakah kamu masih mau bersahabat dengan seorang pembunuh?" Alena terkejut dan mundur selangkah. "Apaan, sih, kamu! Apa yang terjadi padamu, Uma?"tanya Alena dengan kedua mata berkaca-kaca. Kini hatinya semakin tidak enak. Ada peristiwa dahsyat yang baru dialami oleh sahabatnya itu. Namun, kata pembunuh yang diucapkan oleh Umaya membuat pikiran Alena sempat oleng. Ia lalu bertanya dengan tubuh gemetar. "Apa maksudmu? Siapa yang kamu bunuh?" Umaya menunduk, air matanya jatuh. "Aku... aku membunuh Bang Anton." Alena terkejut. "Bang Anton? Bagaimana bisa? Kau selalu sangat perhatian padanya." Umaya mengisahkan peristiwa tragis tersebut. "Aku marah karena Bang Anton telah menjebak Alan. Adikku itu sekarang terancam hukuman mati di Singapura. Ia tertangkap tangan sedang membawa paket sabu-sabu seberat 500 gram. Bang Anton sengaja menyelipkan paket sabu-sabu pada makanan kemasan kaleng." "Alan ke Singapura dalam rangka apa?"tanya Alena penasaran. "Ia disuruh Bang Anton untuk mengirim
Di tempat lain, Umaya menatap foto Alena dengan perasaan menyesal. "Alena, maafkan aku. Besok aku jelaskan semua." "Semoga Alena gak kaget melihat keadaan kamu,"sahut Bara yang langsung ditanggapi linangan air mata oleh Umaya. "Saya gak pernah menyangka nasib persahabatan kami harus terpisah,"balas Umaya seraya menyeka sisa air mata. Bara tersenyum lalu berdiri dan menepuk pundak Umaya. Perwira polisi ini berkata,"Kamu telah berjasa terhadap kepolisian. Pasti ada keringanan hukuman. Nanti saya akan sewakan pengacara terbaik." "Terima kasih, Tuan Bara,"balas Umaya yang langsung dikawal seorang polwan masuk ke bagian belakang. *** Pukul 7 pagi Alena telah tiba di kantor polisi dengan diantar oleh Dylan. Dari semalam dokter muda ini tidak nyenyak tidur karena memikirkan kondisi yang terjadi dengan Umaya. "Tuan Bara sama sekali gak kasih bocoran?"tanya Alena kepada Dylan sambil mereka berjalan menuju ruang pemeriksaan. "Bara enggak mau kasih tahu. Katanya biar Umaya ngomong langs
"Kita tinggal ambil rekaman CCTV saat kejadian. Begitu tertangkap langsung bikin laporan,"ucap Rendi yang langsung diacungi jempol oleh Dylan. "Kita akan tahu, modus Pak Gopar merusak kepercayaan Dokter Pamela,"balas Dylan. Dorr! Terdengar tembakan dari arah pintu gerbang. Rendi segera memberi peringatan kepada kedua wanita. "Ma, Alena, tutup semua pintu dan jendela! Kalian bisa jadi incaran penjahat!" Kedua pria membantu menutup jendela dan pintu bagian depan lalu berlari ke halaman. "Ada apa ini?"tanya Dokter Pamela yang muncul dari ruang tengah. Alena berlari menyusul mommynya. Alena juga bingung dengan situasi yang menegangkan tersebut. "Mom, penjahat apa?" "Kita tutup semua jendela dan pintu. Kamu bagian belakang, Mommy cek depan,"ucap Dokter Pamela kepada Alena. Kedua wanita bergerak cepat. Mereka menutup semua pintu dan jendela. Benar yang diucapkan oleh Rendi, begitu terdengar langkah kejar-kejaran lalu suara pintu didobrak dari luar. Brakk! Pyaarr! Beruntung jendela
"Tentu saja benar. Aku sengaja bikin menu favorit Mommy,"balas Alena. "Wah, kebetulan. Hari ini Tuan Dylan akan datang untuk memberikan resep menu khusus untuk kamu. Bisa jadi sambil praktek cara bikinnya." Pernyataan Dokter Pamela barusan, membuat hati Rendi memanas. Bagaimanapun hatinya berharap bisa segera menikah dengan Alena. Sementara waktu, ia diminta Dokter Pamela untuk mengabaikan keinginan itu sampai emosi Alena stabil. Rendi gegas pergi ke luar rumah untuk menghindari hatinya bertambah panas. Hal itu bisa merusak rencana mama angkatnya untuk memberi rasa tenang kepada Alena. Sekitar sepuluh menit kemudian, datang sebuah mobil yang dikemudikan oleh Dylan. "Apa kabar, Bang?"sapa Dylan begitu keluar dari mobil. Tampak pria ini menenteng sebuah kantong plastik besar. "Baik. Kelihatannya bisnis lo semakin maju,"sahut Rendi sambil menghampiri Dylan. "Masih merintis kedai menu khusus,"balas Dylan sambil menjabat tangan Rendi. "Ini juga mau praktek buat menu khusus Alena. Aban
"Iya. Mama paham. Alena cinta Dylan dan kamu dianggap sebagai Abang." "Buat apa mencintai pria yang sering menyakiti hati? Aku baru kali ini bikin luka hati Alena, itu pun terpaksa kulakukan. Aku ingin Alena hanya untukku dan rasa cinta bisa ditumbuhkan pelan-pelan." Dokter Pamela sudah tidak bisa menanggapi omongan Rendi. Dia akan pasrahkan keputusan akhir kepada Alena. Padahal saat ini kondisi psikis Alena belum stabil. Pemilik klinik kesehatan ini harus pandai-pandai mengatur strategi agar sama-sama nyaman. "Kali ini Mama mohon belas kasihan dari kamu. Tunggu keadaan Alena sampai sehat dulu. Tolong jangan ganggu dengan situasi yang bisa memicu kepanikan dia. Bisa, kan?" Permintaan dari Dokter Pamela ini layaknya buah simalakama bagi Rendi. Di satu sisi, ia ingin segera menikah dengan Alena dan di sisi yang lain, dia terpaksa menuruti kemauan wanita yang telah banyak berjasa dalam hidupnya itu. Tiada lagi yang bisa Rendi lakukan, selain .... "Baik, Ma! Aku akan tunggu sampe Alen
Setelah itu, Dokter itu menutup pintu lalu buru-buru ke ruang kemudi. Mereka harus segera menemui psikiater langganan Alena. Sejak kasus penculikan dan pelecehan di gudang milik Pak Gunadi, Alena menjadi pelanggan setia psikiater. Hal ini sudah berhasil disembuhkan, akan tetapi kambuh kembali karena guncangan yang dialaminya kembali. Anxiety disorder yang dialami oleh Alena, sudah lama sembuh. Namun gangguan tersebut sekarang mulai terlihat gejalanya kembali. Wanita cantik ini tampak gelisah, sekujur tubuh gemetar dengan keringat membasahi raut wajah dan leher. Dalam waktu 30 menit, mereka pun telah sampai tujuan. Alena yang masih dilanda kecemasan duduk meringkuk dengan tubuh menggigil. Dokter Pamela langsung memeluknya. Wanita ini berkata,"Tenang, Sayang! Mama ada sama kamu." Beberapa saat, Dokter Pamela perlu memberi waktu pada Alena agar bisa stabil emosinya. Setelah Alena sedikit tenang, akhirnya mereka keluar mobil dan langsung menuju ruang pemeriksaan. Psikiater melakukan pe
"Syok! Bangun dari tidur tanpa pakaian ditutup selimut." "Oke. Kita lapor polisi. Bisa-bisanya, tadi di kafe, dia gak bilang apa-apa ke Mommy." Baru juga mulut Dokter Pamela berhenti berucap, terdengar nada dering ponsel. Wanita ini mengambilnya dari dalam tas. Ia menatap layar ponsel lalu menoleh ke arah Alena. "Rendi,"ucapnya hampir seperti orang berbisik. "Apa pun ucapan dia, Mommy gak boleh pergi!"pinta Alena segera. Dokter Pamela pun mengangguk lalu menerima panggilan masuk. $Iya, Ren. Ada apa?"tanyanya kepada anak angkatnya itu. "Mama ada di mana? Aku mau bicara empat mata,"balas Rendi dari ujung telepon. "Mama lagi home care, nih,"jawab Dokter Pamela yang langsung diacungi jempol oleh Alena. "Kapan selesai, Ma?" "Bisa sejam atau lebih. Setelah perawatan biasanya ada sesi diskusi. Ada apa, sih? Macam emergency saja,"sahut Dokter Pamela berniat memancing omongan lawan bicaranya. "Bisa dibilang gitu. Hari ini aku harus bisa bicara dengan Mama." "Ngomong saja sekarang. S