Share

DILACAK POLISI

"Gimana?"tanya Dylan antusias.

"Alamat yang kamu kasih tadi, aku paham betul. Dulu aku sempat ada sekitar enam taon jadi Kapolsek di sana. Aku temani."

"Wah, Kebetulan sekali. Oke, aku tunggu di rest area."

*****

Sementara itu, Adista yang pergi tanpa tujuan telah mendapat sebuah kamar untuk disewa sambil mencari kerja. Beruntung sekali tetangga kos Adista sangat baik dan ramah. Gadis ini tidak begitu kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan karena informasi dari para tetangga.

"Kebetulan aku kemarin tengok teman melahirkan. Ada lowongan kerja jadi asisten dokter di klinik sana. Coba kamu melamar kerja ke sana, Adista," ucap seorang wanita setengah baya yang menjadi tetangga kos Adista.

"Wah, kebetulan sekali. Terima kasih banyak informasinya, Bu," balas Adista dengan mata berbinar-binar.

"Buruan bikin surat lamaran kerja. Biar gak keduluan yang lain."

"Baik, Bu. Saya permisi dulu mau persiapkan berkas-berkas."

Itu tadi pembicaraan Adista dengan salah satu tetangganya semalam. Pagi ini, gadis berpenampilan bersahaja ini sedang menunggu waktu interview di ruang tunggu sebuah klinik.

"Adista Prativi. Dimohon menuju ruang direktur utama. Terima kasih." Terdengar panggilan dari speaker di ruang tunggu. Adista gegas berdiri lalu beranjak menuju ruangan yang dimaksud.

Gadis ini hanya perlu berjalan sekitar 30 meter dan kini telah berdiri di depan pintu ruangan yang dimaksud.

'Tok tok tok!'

"Permisi!"teriak Adista.

"Silakan masuk!"

Adista memutar handle pintu lalu mendorongnya. Tampak ruangan dalam yang luas untuk ukuran ruang kerja sebuah klinik. Ruangan full berdinding putih bersih dengan fasilitas super lux.

Adista terkesima sekaligus takjub menatap setiap sudut ruangan. Ia berjalan menuju meja direktur utama sambil berdecak kagum. Saat dirinya sampai di hadapan seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan, kakinya sedikit gemetar.

Wajah wanita ini sangat familiar baginya, tetapi buru-buru ditepisnya. Namun hati Adista berdebar hebat karenanya. Wanita cantik dengan wajah blasteran tersebut tersenyum ramah. "Silakan duduk, Nona."

"Terima kasih, Nyonya," balas Adista sembari duduk di hadapan wanita tampak cantik dan elegan tersebut.

"Perkenalkan, saya Nyonya Pamela Smith, direktur utama sekaligus owner klinik ini."

"Saya Adista Prativi, Nyonya. Mohon kiranya saya bisa diterima kerja di klinik ini,"balas Adista dengan tatapan sendu.

"Kenapa harus memohon. Kamu telah saya terima sebagai pegawai klinik mulai besok. Tolong bersiaplah diri untuk training. Selamat," ucap Nyonya Pamela sambil berdiri lalu mengulurkan tangan.

Adista yang tidak percaya dengan pendengarannya sendiri langsung berdiri lalu menjabat tangan wanita di depannya dengan ragu-ragu. "Benarkah, saya telah diterima kerja?"

"Benar. Kenapa, ada yang salah?"

"Enggak, Nyonya. Saya tidak percaya bisa langsung diterima kerja di sini. Terima kasih banyak, Nyonya. Saya akan bekerja semaksimal kemampuan," ucap Adista dengan raut wajah berseri-seri.

"Silakan pulang dan saya tunggu Anda, besok tepat jam 8 pagi."

"Baik, Nyonya Pamela. Terima kasih banyak. Selamat pagi."

Adista beranjak meninggalkan ruang Nyonya Pamela dengan hati berbunga-bunga. Wanita yang tidak lagi gadis ini berniat akan ke konter ponsel untuk membeli nomor SIM card.

Dia bertekad akan melupakan semua kejadian tragis yang dialaminya. Dengan berat hati, terpaksa menahan rindu sementara waktu kepada keluarganya. Adista tidak pernah bisa berbohong kepada keluarga, terutama ibunya.

Dia tidak mau derita yang dialaminya menambah beban pikiran sang ibu. Sejak bapaknya meninggal, beban ibunya sudah semakin berat. Adista hanya ingin selalu terhubung dengan Umaya saja.

"Kak, beli SIM card sekaligus isi pulsa,"ucap Adista saat sampai di depan etalase konter ponsel.

"Ada, Kak. Sebelah sini. Silakan dipilih,"balas penjaga konter.

Adista memilih salah satu sesuai provider yang biasa dipakainya. Setelah itu dengan dibantu penjaga konter mulai melakukan proses registrasi dan isi ulang pulsa.

Wanita muda berusia 22 tahun ini mengulurkan selembar uang merah sambil berucap,"Silakan ambil kembalianya."

"Terima kasih banyak, Kak," balas penjaga konter dengan wajah berseri-seri. Setelah itu, Adista buru-buru berlari ke arah halte karena sudah mulai gerimis. Bus yang ditunggu tidak kunjung datang dan Adista iseng-iseng mengirim pesan ke aplikasi W******p.

[Selamat siang. Benar ini Suster Umaya?]

Tak perlu menunggu waktu lama, pesan dari Adista langsung dibaca oleh Umaya. Seketika pesan balasan pun diterimanya.

[Selamat siang juga. Iya, benar. Saya Suster Umaya. Ada yang bisa saya bantu?]

[Bisa minta tolong, pesankan baso daging sapi tanpa kuah, saos dan kecap. Kasih sambal doang.]

Umaya langsung membaca pesan barusan, tetapi tidak langsung dibalas. Adista menunggu dengan hati berdebar-debar. Bus pun telah tiba dan Adista bergegas naik. Sepanjang perjalanan dirinya menunggu balasan dari Umaya.

Dia berharap bisa membuat surprise untuk teman karibnya itu. Bus telah sampai depan komplek indekos dan Adista turun pelan-pelan karena hujan masih turun rintik-rintik. Hingga wanita muda ini membuka pintu kamar, tidak ada balasan dari Umaya.

Padahal dia tahu pasti, dengan menyebutkan makanan favoritnya saja, Umaya sudah tahu bahwa itu dirinya.

Drrrt! Drrrt!

Ponsel Adista berdering bersamaan dengan kepalanya yang tiba-tiba pening dan perut mual-mual. Ia bergegas berlari ke toilet. Isi perut terkuras habis. Dengan badan sedikit terhuyung-huyung, ia keluar dari kamar mandi.

"Aku harus beli testpack,"gumam Adista lirih. Di pelupuk mata, melintas lagi saat usai dirinya dipaksa melayani hasrat liat Dylan.

"I love you, Adista. Aku akan menikahi kamu,"ucap Dylan lalu mencium kening Adista. Setelah itu, pria tampan ini langsung tertidur pulas.

Dengan berurai air mata, Adista mengingat itu. Ia yang telah terjerat pesona pria itu, akhirnya harus terluka. Masih ada rasa cinta itu, tetapi hatinya sakit. Benci tapi rindu. Adista gegas mengambil ponsel untuk segera bercerita banyak dengan Umaya. Namun, ....

Ini nomor kontak Dokter Dylan? Kedua mata Adista langsung melotot dan seketika timbul rasa jengkel terhadap Umaya. Pengkhianat!

****

Rest Area

Bara telah sampai dengan diantar sebuah mobil polisi. Dylan berdiri menyambut kedatangan perwira polisi yang telah jadi kerabat dekatnya sejak bertahun-tahun tersebut. Pria rupawan ini dibuat heran, saat dua polisi ikut turun mendampingi Bara.

"Selamat siang, Chef Dylan," salam dari Bara sambil memberi hormat diikuti oleh kedua polisi.

"Selamat siang. Silakan duduk. Suatu kehormatan saya didatangi seorang perwira polisi dengan dua petugas yang sedang berpatroli." Dylan usai berbicara lalu memanggil seorang pelayan untuk memesankan minuman dan makanan bagi ketiga tamunya. Beberapa menit kemudian, pelayan tersebut beranjak pergi.

"Katanya tadi bisa kemalaman sampe kota tujuan. Kenapa pula kami dipesankan makanan pula?"Bara pun langsung protes karena dipaksa makan oleh Dylan. Kedua polisi yang mendampinginya hanya tersenyum.

"Anggap saja itu sebagai rasa terima kasih karena telah didatangi tiga polisi di antara waktu bertugas," balas Dylan sambil melempar senyum ke arah ketiga polisi.

Pembicaraan terpaksa dihentikan karena menu pesanan mereka telah tiba. Akhirnya mereka menikmati hidangan sambil melanjutkan pembahasan tentang kasus yang dialami Dylan.

"Aku barusan dapat nomor kontak perawat itu. Apakah bisa dilacak?"tanya Dylan sembari mengulurkan ponsel ke arah Bara. Kemudian benda tersebut diberikan Bara kepada anak buahnya.

"Kami simpan dulu nomornya. Begitu terlacak, segera kasih kabar," balas salah satu anak buah Bara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status