Share

Bab 6

Judul: Suami yang berpura-pura mencintaiku

Part: 6.

***

POV Zacky.

Aku gemetar menghadapi pertanyaan serius dari istriku. Sungguh aku tak menyangka, kalau dia sudah mengetahui segalanya. Bahkan, rasa gelisahku atas pesan Pak Joni semalam saja belum hilang. Beruntung aku mampu memberikan alasan agar dia tak curiga padaku. 

Namun, sore ini aku tak akan bisa mengelak dari Ariyana.

“Apa yang harus Abang katakan padamu, Dik? Abang takut semakin menyakiti perasaanmu,” ucapku tak berdaya.

Ariyana menatapku dengan lekat. Tergambar kesedihan yang mendalam di balik indah dua bola matanya itu. Aku adalah seorang suami yang berdosa, tetapi sungguh cintaku pada Sundari begitu besar dan suci.

“Lalu, dengan Abang diam dan menutupi semuanya akan membuat aku kembali bahagia?” 

“Abang … Abang tidak tahu cara mengungkapkannya padamu, Dik! Abang memang bersalah. Akan tetapi, asal adik tahu, Abang juga sangat tersiksa.”

“Abang tersiksa atas dasar apa? Hah! Tentunya karena Sundari yang masih Abang dambakan dan belum tercapai memilikinya, bukan?”

Aku terdiam. Kalimat Ariyana benar-benar terdengar memilukan. Aku tak sanggup melukainya lebih dalam.

“Abang minta maaf, Dik!”

“Maaf tidak akan berarti, jika tak disertai dengan tindakkan, Bang! Hatiku memang sakit, tapi aku bisa mencoba mengikhlaskan semuanya dan memulai dari awal lagi denganmu. Asalkan Abang mau berjanji dan membuktikan, bahwa Abang bisa berubah dan mencintai aku,” paparnya dengan berjatuhan air mata.

Maafkan aku, Ariyana. Seharusnya luka ini tak aku tancapkan di hatimu yang teramat tulus.

"Abang akan berusaha menghapus nama lain itu dari hati dan pikiran Abang, Dik! Semuanya demi calon buah hati kita,” ucapku yang sebenarnya aku sendiri tak yakin mampu melakukannya. 

Namun, demi ketenangan dan menjaga perasaan Ariyana, aku rela menuruti apa saja perkataannya. Barangkali cinta akan tumbuh setelah ini. 

Aku bukan tak pernah mencoba mencintai Ariyana, tetapi hasilnya selalu saja kembali pada sosok Sundari. Apa aku salah?

Aku hanya insan biasa yang tak kuasa menahan rasa yang bergejolak di dada. Ya, aku mencintainya. Mencintai Sundari Saraswati sejak lama.

***

Aku dan Ariyana akhirnya keluar dari kamar bersamaan. Mama masih duduk di sofa menatap kami dengan tak biasa.

"Ma, saya minta maaf. Permasalahan rumah tangga saya sudah selesai. Saya berjanji akan menjadi suami yang jauh lebih baik lagi untuk ke depannya. Mama jangan khawatir! Silakan Mama dan Sundari mengatur acara syukuran," ujarku seraya mengukir sebuah senyuman.

"Sundari?" protes Ariyana.

Astagfirullah .... aku salah menyebutkan nama.

"E--eeh, maksud Abang, tidak ada salahnya meminta bantuan Sundari seperti biasa, Dik! Mama dan Sundari selalu mengerjakan apa saja bersama."

"Tidak, Zacky! Untuk kali ini Sundari tak boleh berkeliaran lagi di kehidupanmu! Mama tahu dia wanita yang baik. Akan tetapi, semua demi kebaikan dirimu dan Ariyana pula. Mama senang melihat kalian berdamai. Mama harap janjimu memang bisa dipercaya," sambung Mama dengan intonasi penuh penekanan.

Aku menelan ludah getir mendengar ucapannya yang terdengar tajam di telingaku. Sungguh, ada kepiluan di hati ini ketika Sundari harus dijauhkan dari keluargaku. 

"Saya berjanji, Ma."

"Kalau begitu, aku mau acara syukuran nanti digelar sesederhana mungkin, Bang! Tidak perlu mengundang banyak orang. Cukuplah anggota keluarga kita saja," seru Ariyana.

Aku mengangguk setuju. Sudah kukatakan, akan aku lakukan apa saja yang dia mau, demi mengobati rasa sakit hatinya. 

Akan aku korbankan hatiku sendiri. Walau terluka parah, aku adalah lelaki. Aku tak mungkin mati hanya karena keadaan ini.

***

Tiba di hari syukuran yang digelar Mama untuk merayakan kehamilan Ariyana, ternyata Sundari datang ke rumah ini.

Jantungku kembali berdebar kencang. Semilir angin petang seolah merasakan kegugupan yang ada di diriku sekarang.

"Assalamualaikum," ujar wanita yang meluluhkan segala kerasnya pertahananku itu.

"Walaikumsalam," jawab Ariyana yang menyambutnya mendahului aku.

"Maaf, baru bisa datang sekarang. Harusnya saya membantu menyiapkan semuanya. Terima kasih, Ariyana ... kau baik sekali. Acara ini digelar hanya untuk anggota keluarga, lalu kau tetap mengundang saya. Itu artinya kita adalah keluarga, bukan?" papar Sundari dengan suara lemah lembutnya.

Oh, rupanya istriku memang mengundang dia. Sungguh, dua wanita yang ada di hadapanku ini adalah wanita surga. Namun, tetap saja pandanganku hanya tertuju untuk Sundari Saraswati yang lama menghuni relung jiwa.

"Aku percaya dirimu akan menjadi sahabat sekaligus keluarga yang terbaik untukku, Sundari. Di kota ini aku jauh dari orang tua. Hanya kau dan Mama mertua yang melengkapiku di sini. Aku harap kau mampu menjaga nilai kesucian persaudaraan kita."

Entah apa maksud dari ucapan Ariyana. Namun, pujian itu terdengar seperti peringatan yang serius. Bulu kudukku merinding seketika. 

"InsyaAllah, Ariyana."

"Mari kita berbincang-bincang di dalam!" 

Keduanya melangkah bersama. Aku langsung membalikkan badan dan mencari pengalihan pekerjaan. Aku tak mampu menghadapi Sundari di depan Ariyana. Aku takut tak akan sanggup mencoba menepikannya dalam pikiranku walau sesaat saja.

"Bang Zacky!" Suara lantang Ariyana membuat aku terpaksa mendekatinya.

"Ya, Dik!"

"Sahabatmu datang, tapi kenapa Abang tak menyambutnya?"

"A-aah ... Abang ... ta--tadi ...."

Aku salah tingkah menerima jebakan Ariyana. Sepertinya istriku sengaja ingin menguji diri ini.

Ya Allah ... tenangkan hatiku.

"Zacky, kau terlihat gugup sekali. Apa yang terjadi?" tanya Sundari membuat aku semakin tak nyaman di sini.

"Sundari," lirih Mama yang akhirnya ikut bergabung duduk di antara kami. "Siapa yang mengun ...."

"Ma, Sundari tadi membawakan kado perlengkapan bayi. Dia baik sekali, bukan? Aku saja baru hamil berapa minggu. Tapi, Sundari sudah mempersiapkan kebutuhanku." Ariyana memotong ucapan Mama.

Aku tahu, Mama pasti mau protes dengan adanya Sundari di sini. Bahkan aku tak mengerti maksud istriku mengundangnya. 

Walaupun, aku senang bertemu Sundari hari ini. Namun, ada rasa cemas juga yang menyelimuti hatiku sekarang. 

"Ariyana ini sangat berlebihan memuji saya, Tante. Kita adalah keluarga. Jadi tanpa undangan pun saya pasti akan tetap datang. Apa lagi untuk merayakan calon penerus Zacky yang pertama."

Lama kami berbincang-bincang. Aku mencoba tenang di tengah kebisingan hatiku sendiri. Melihat sosok Sundari membuat api yang ingin aku padamkan menjadi menyala kembali. Bahkan ia menyala jauh lebih besar dari sebelumnya.

Andai waktu mau berbaik hati pada kami. Mungkin keadaan seperti ini tidak akan pernah terjadi.

Andai Sundari tak memilih laki-laki lain, tentunya cinta kami akan bersatu dan menemukan kebahagiaan yang hakiki.

Ah, tapi aku hanya mampu berandai-andai sendiri. Kenyataannya Sundari bukan milikku. Aku juga bukan untuknya.

Selesai acara, tiba-tiba Ariyana meminta Sundari ikut dengannya ke dalam kamar. 

Aku jadi tegang. Kira-kira apa yang ingin dilakukan istriku?

Apa dia akan menyakiti Sundari demi melampiaskan kekecewaannya tempo hari?

Hatiku gelisah tak menentu. Namun, aku tak bisa berbuat sesuatu. Mama seolah mengawasi setiap gerak-gerikku selama Sundari masih di rumah ini.

Selang beberapa menit, Sundari kembali terlihat di pandangan mataku. Ia tersenyum ramah seperti biasanya. Aku merasa lega. Itu artinya tak ada yang terjadi antara dirinya dan Ariyana.

Bersambung.

Ikutin terus, ya! Setelah ini akan ada sajian yang seru!

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status