Judul: Suami yang berpura-pura mencintaiku
Part: 7. POV Sundari. Bugh! Aku terperanjat kaget saat Mas Joni melemparkan handphone ke tubuhku. “Ada apa, Mas?” tanyaku tak mengerti. Tadinya aku sudah tidur. “Zacky mengirimu pesan di jam segini! Saya tak suka itu, Sundari! Sebenarnya apa yang terjadi antara kalian berdua? Kenapa dia meminta maaf?" Aku bergeming sesaat. Zacky benar-benar nekat. “Kenapa Mas tak menanyakan langsung pada Zacky?” “Dia sudah memberikan jawaban, tapi bagi saya itu tidak memuaskan.” “Lalu, kenapa Mas tak protes padanya?” “Hah! Saya tidak akan mungkin melakukan itu. Sekarang, kau jawablah, Sundari! Apa hubunganmu dengan Zacky lebih dari persahabatan?” Aku menelan ludah getir. Sebenarnya sudah lebih tiga tahun pernikahan kami, dan kenyataannya hidupku tidaklah seindah seperti yang kuperlihatkan pada dunia. Mas Joni memang bersikap sempurna di hadapan banyak orang. Namun, saat di rumah berdua denganku dia berubah seratus delapan puluh derajat. Dia sangat temperamen. “Mas, cobalah sesekali protes pada orang lain! Jangan selalu menuntut saya saja!” ujarku yang sudah sangat lelah dengan keadaan seperti ini. “Apa kau bilang?” “Argh!” Jeritanku tertahan, karena Mas Joni membesarkan matanya. Sedangkan tangan kirinya tengah menjambak rambutku, hingga aku menengadah ke atas menatap wajahnya yang terlihat sangar. Ya Allah … aku rasanya ingin menyerah dengan pernikahan ini. Sungguh dulu aku telah salah memilihnya dan mencintainya segenap jiwa. Padahal usia kami terpaut jauh berbeda. Namun, tak pernah aku memandang itu semua. *** Pagi harinya, seolah keadaan baik-baik saja dan tak pernah terjadi pertengkaran apa-apa. Mas Joni mencium keningku sebelum dia berangkat bekerja. “Ada undangan dari Ariyana. Pergilah, tapi sore saja! Kau jangan menunggu saya! Karena saya lembur hari ini,” ujarnya. Aku mengangguk tanpa berani membantah. Aku tak mau pagi ini terjadi keributan lagi. “Hati-hati di jalan, Mas!” Dia tersenyum. Senyum yang dulu menjerat hatiku. . Tepat pukul 16:30 aku tiba di depan halaman rumah Zacky dan Ariyana. Suasana tampak sepi. Tidak banyak tamu undangan. Hanya ada beberapa saja. Itu pun semuanya aku kenal. “Assalamualaikum,” ucapku seraya mengukir senyum. Zacky berdiri dan mematung, hingga Ariyana bergegas berjalan ke depan dan menyambutku dengan wajah semringahnya. “Walaikumsalam.” Aku berbasa-basi meminta maaf karena baru sempat hadir. Ariyana tak mempermasalahkan. Kurang lebih tiga puluh menit kami berbincang-bincang, aku merasa sikap Mamanya zacky sedikit berubah terhadapku. Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Sebab sekarang suasana hatiku masih kacau. "Sundari, ikutlah denganku sebentar!'' Tiba-tiba Ariyana menarik lembut tanganku menuju ke kamarnya. Aku mendadak gugup. Tak biasanya Ariyana begini. Sampai ke kamar, dia mempersilakan aku duduk di sofa yang tersedia di sana. “Duduklah, Sundari! Aku ingin bicara serius padamu.” “Tumben, Ariyana. Memangnya mau bicara soal apa?” tanyaku menyelidik. Ariyana tampak menarik napas panjang sebelum mengatakan sesuatu. Debaran hatiku pun seketika jadi tak menentu. Ada rasa takut yang tak tahu apa sebabnya. “Sebelumnya aku minta maaf padamu, Sundari. Sebenarnya aku sudah tahu tentang email yang dikirimkan suamiku untukmu.” Degh! Detak jantungku semakin kencang dan aku tegang. Bagaimana bisa Ariyana tahu? Ya Allah … bagaimana pula caraku menghadapinya? “Ariyana … kau salah paham. Saya sama sekali tidak pernah ….” Belum selesai kata-kata yang aku ucapkan, Ariyana lebih dulu memelukku erat. “Aku tahu, Sundari. Aku tahu kau tak bersalah. Kau tak membalas email itu dengan kalimat yang serupa. Aku sudah membaca semuanya.” Ariyana tergugu di pelukanku. Sungguh hatiku pilu. Setelah ini apa masih bisa hubungan kami baik-baik saja tanpa rasa canggung? “Sa--saya … saya minta maaf, Ariyana. Semua di luar kendali saya. Namun, saya yakin Zacky hanya salah dalam penimbang perasaannya,” lirihku dengan suara yang sedikit tercekat. “Aku tidak marah padamu, Sundari. Akan tetapi, aku kecewa dengan kenyataan ini. Aku sempat berpikir apakah aku harus pergi. Namun, demi buah hati yang ada dalam rahimku ini, maka aku berdamai dengan hatiku sendiri. Aku memaafkan Bang Zacky, dan kami sepakat untuk memperbaiki rumah tangga ini. Sundari … aku hanya ingin bertanya satu hal padamu.” “Katakanlah, Ariyana! Saya akan menjawab dengan kejujuran." “Kau tidak memiliki sedikit pun perasaan cinta terhadap suamiku, bukan?” Otot-otot tubuhku menegang menerima pertanyaan yang tak terduga dari Ariyana. Selama ini yang aku tahu, aku memang tak pernah mempunyai perasaan lebih pada Zacky. Hubungan yang terjalin lama murni hanya sebatas persahabatan saja. Namun, setelah beberapa waktu lalu, Zacky mengungkap perasaannya itu, hatiku pun bergetar. Aku sering merasa kacau. Terlebih karena rumah tanggaku yang jauh dari kata bahagia. Aku tak tahu apakah getaran ini pertanda cinta? Ataukah hanya rasa haru yang menyeruak di dalam dada, karena telah dicintai oleh seorang lelaki sebegitu lamanya. “Tidak, Ariyana. Mana mungkin saya menempatkan lelaki lain dalam hati dan pikiran saya. Mas Joni terlalu sempurna bagi saya. Tak ada alasan untuk berpaling darinya,” paparku seraya mengukir senyum yang meyakinkan Ariyana. Ariyana kembali mendekapku erat. Aku berjanji tidak akan mengkhianati wanita sebaik Ariyana. Aku berdoa agar Zacky bisa melupakanku segera. “Terima kasih, Sundari. Dan maafkan aku, karena aku harus menanyakan masalah ini padamu. Mari aku antar ke depan!” Aku mengangguk tanpa menyudahi senyumku yang mengambang. Saat hendak melangkah pergi meninggalkan rumah ini, Zacky menatapku dengan serius. Namun, seperdetik berikutnya dia pun tersenyum. “Ariyana … Tante … saya permisi!” ucapku sebelum masuk ke dalam taksi yang aku sudah menunggu di depan. “Hati-hati, sayang.” Tante Dewi akhirnya berkata manis seperti sebelumnya. Aku sedikit merasa lega. *** Sampai di rumah, ternyata Mas Joni sudah pulang. Padahal tadi dia berkata lembur sampai malam. “Assalamualaikum! Mas tidak jadi lembur?" tanyaku dengan mendekat ke arahnya. Wajah Mas Joni memerah. Kemudian dia menarik alas meja yang ada di hadapannya, hingga semua barang yang ada di atas meja tersebut berhamburan. “Argh! Sial!” teriaknya. Aku mundur selangkah. Takut aku terkena sasaran emosinya. Hal seperti itu sudah biasa. Mas Joni akan selalu mengamuk jika ada masalah di perusahaannya. Tak kalah sering pula aku menjadi korbannya. “Istighfar, Mas!” “Diam!” bentaknya seraya menunjukku. “Baiklah. Kalau begitu saya ke kamar dulu,” ujarku cepat-cepat mencoba berlalu dari hadapannya. Namun, tiba-tiba Mas Joni mencengkam pergelangan tanganku dengan kuat. “Ada apa, Mas? Lepaskan! Tangan saya sakit,” keluhku. “Duduklah, Sundari! Kali ini saya membutuhkan bantuanmu,” katanya. Aku mengernyitkan keningku heran. Bantuan seperti apa yang suamiku butuhkan dariku? “Saya siap membantu dengan senang hati, Mas. Katakan apa yang Mas butuhkan?” tanyaku tersenyum tulus ke arahnya. “Bagus, sayang! Saat ini perusahaan mengalami kerugian besar. Saya butuh modal untuk bangkit. Kau bisa meminta pertolongan Zacky, bukan?” Aku terdiam mendengar usulan dari suamiku itu. Kenapa dia berpikir ke arah Zacky? Tidak! Aku tidak mau melibatkan Zacky lagi dalam apa pun masalahku. “Bagaimana, Sundari? Kau bisa melakukannya?” Mas Joni merangkul pundakku dan mendekatkan wajahnya ke telingaku. Aku menarik diri untuk sedikit memberi jarak. “Maaf, Mas. Saya tidak bisa. Mungkin ada cara lain. Jual saja Apartemen, Mas!” “Apa kau bilang? Dasar istri tak berguna!" cecarnya. “Apa kau pikir saya tak tahu tentang email mesra yang dikirimkan Zacky untukmu itu? Saya kira kalian berdua adalah manusia yang baik dan tulus selama ini. Ternyata saya salah! Saya tak mau tahu, pokoknya kau harus mendapatkan uang dari lelaki br*ngsek itu! Atau ….” “Atau apa, Mas? Mas yang selama ini bertopeng di hadapan banyak orang. Saya sudah lelah, Mas!” “Kau lelah karena kau merasa ada lelaki lain yang sedang menunggu cintamu, bukan?” tuduh Mas Joni membuatku semakin muak. “Jaga bicaramu, Mas!” “Sudahlah, Sundari! Akui saja kalau kau juga mulai menyukai Zacky!” Aku menggeleng-geleng dengan cepat. “Saya tidak akan mempermasalahkannya, asal kau bisa diajak kerja sama!” “Kerja sama apa maksudmu, Mas?” “Mintalah modal yang saya butuhkan! Maka, rahasiamu dan Zacky akan aman!” “Saya tidak memiliki rahasia apa pun dengan Zacky. Silakan Mas mau mengancam apa saja! Saya tidak peduli!" tantangku dengan lantang. “Baiklah, kalau begitu saya akan menemui Ariyana dan mengatakan semuanya. Hah! Bukan semuanya, tapi sedikit menambah bumbu di dalamnya.” Seringai licik tergambar jelas di wajah suamiku. Sungguh aku tak mau melibatkan Ariyana dalam masalah ini. Ya Allah … tolong aku! Bersambung.Judul: Suami yang berpura-pura mencintaikuPart: 8.POV: Ariyana.Aku lega setelah mendengar langsung pengakuan Sundari. Harusnya aku memang tak perlu khawatir, sebab wanita lemah lembut itu sedari awal kuyakini baik hati dan berjiwa tulus.“Ariyana, jaga dirimu dan calon Cucu Mama dengan baik, ya sayang! Mama pamit pulang dulu! Kabari jika butuh sesuatu! Mama akan sering berkunjung,” ujar Mama mertuaku.“Iya, Ma. Aku pasti menjaga anugerah terindah yang dititipkan Allah ini dengan baik. Mama jangan cemas! Minggu depan Ibuku juga akan datang ke sini. Beliau sudah membeli tiket katanya,” paparku dengan diiringi senyuman bahagia.Ibuku memang tak hadir di acara selamatan yang kami gelar kemarin. Bukan tanpa alasan. Beliau berada di luar kota, dan kebetulan Ibu sibuk mengurus Bapak yang saat ini kondisinya sedang tidak sehat. “Baiklah, sayang. Titip salam pada Ibumu nanti! Mama jalan sekarang.”Aku mengangguk, detik berikutnya aku mencium punggung tangan Mama. “Hati-hati di jalan, Ma!”
Judul: Suami yang berpura-pura mencintaikuPart: 9.***POV Ariyana.Hari ini, tepat seminggu waktu berlalu. Seperti janji Ibuku, dia akan datang berkunjung. “Sayang, bagaimana kabarmu, Nak? Maafkan Ibu, karena baru sempat menjenguk,” ucapnya dengan lembut.“Alhamdulillah, aku baik-baik saja, Bu.”“Ibu tidak sabar menantikan kehadiran Cucu Ibu.”“Ah, Ibu … aku saja baru mengandung enam minggu. Masih lama, Bu.”Kami berdua saling bercanda riang. Sayangnya beliau hanya tiga hari di sini. Bapak tak bisa ditinggalkan terlalu lama. “Ariyana … sebenarnya Ibu datang ke sini membawa kabar penting. Ibu sempat down kemarin menerimanya,” desis Ibu pula.Aku seketika tegang. Kira-kira kabar yang apa membuat Ibu sesedih itu?“Ada apa, Bu? Ayo ceritakan semuanya padaku!”Tarikan napas Ibu terlihat berat. Entah beban apa yang disembunyikannya selama aku tak pernah mengunjunginya di sana.“Bapakmu semakin tak sehat, Ariyana. Beliau mengakui satu rahasia besar yang berpuluh-puluh tahun ditutupinya.”
Judul: Suami yang berpura-pura mencintaiku.Part: 10.***POV Zacky.Siang ini aku dikejutkan dengan kehadiran Sundari ke kantorku. Wajahnya terlihat tegang. Senyum yang biasa ia suguhkan seolah hilang.Ada apa gerangan?“Sundari,” lirihku seraya menarikkan kursi yang ada di hadapan meja kerjaku. Aku mempersilakannya duduk.“Terima kasih, Zacky. Saya bisa sendiri,” tolaknya seperti biasa.Ah, dadaku masih saja berdebar-debar setiap kali berhadapan dengan sosok Sundari.“Hem, apa kau membawa berkas dari suamimu lagi?” tanyaku berbasa-basi.Sejujurnya aku tak tertarik bekerjasama dengan Pak Joni. Sebab, banyak klien yang komplain dengan aturan perusahaan itu.“Tidak, Zacky. Saya sebenarnya malu menemui ke sini,” ucapnya menundukkan wajah.Hatiku terenyuh melihat Sundari yang tak ceria lagi. Entah apa permasalahan yang menimpanya, tapi aku berjanji akan membantu apa saja yang ia butuhkan.“Katakan ada apa, Sundari? Saya tak suka melihatmu begini.”Wanita yang berpuluh tahun menghuni relu
Judul: Suami yang berpura-pura mencintaiku.Part: 11.***POV Zacky.Ketika Ariyana kembali ke dapur, aku dan Bapak melanjutkan obrolan. "Nak Zacky ... apa boleh Bapak meminta tolong padamu," lirihnya dengan suara yang lemah. "Minta tolong apa, Pak?""Sebenarnya Bapak memiliki satu orang Putri lagi. Kabar terakhir yang Bapak dapat, katanya dia dan Ibunya tinggal di kota yang sama dengan tempat tinggalmu. Bisakah kau menemukannya, Nak? Bapak ingin pergi, tapi tak tenang, jika mereka belum diberikan haknya."Penuturan Bapak mertuaku itu membuat jantung ini seakan berhenti berfungsi. Putri lain? Itu artinya ada wanita lain pula dalam kehidupan Bapak?"Apa Ariyana sudah tahu tentang ini, Pak?" tanyaku memastikan."Bapak sudah memberitahu pada Ibu. Mungkin Ibu juga sudah menceritakan pada Ariyana.""Baiklah, Pak. Apa ada suatu tanda untuk mempermudah pencarian saya dalam menemukannya?" Bapak mertuaku menggeleng dengan raut wajah sedihnya. "Tidak ada, Nak. Bapak bahkan tak menyimpan fo
Judul: Suami yang berpura-pura mencintaiku.Part: 12.***POV Sundari.Aku tak tahu kenapa tadi aku ringan saja menghubungi Zacky, dan meminta bantuannya. Apa karena dia satu-satunya orang yang selama ini bisa aku andalkan?Ah, aku menyesal. Aku takut Zacky memikirkan masalahku sampai ke rumahnya. Padahal, Ariyana sudah mempercayaiku sepenuhnya.Aku berjanji, aku tak akan menerobos batasanku. Zacky akan selalu menjadi sahabatku. Tak kurang dan tak lebih dari itu, walau apapun ending rumah tanggaku."Sundari ... seandainya dulu kamu berjodoh dengan Zacky, Nduk. Pasti hidupmu akan bahagia. Bunda melihat ada pancaran lain di matanya saat dia menatapmu. Apa jangan-jangan ....""Cukup, Bunda!" sanggahku memotong kalimat beliau. "Jangan berpikir yang bukan-bukan. Zacky itu sudah beristri. Bagaimana, jika ucapan Bunda tadi terdengar sampai ke telinga istrinya? Kita sesama perempuan, Bunda. Mari saling menghargai dan menjaga perasaan satu sama lain.""Bunda hanya berkata apa adanya. Bunda ta
Judul: Suami yang berpura-pura mencintaiku.Part: 13.***POV Ariyana.Sejak pulang dari kampung kemarin, aku merasa sikap suamiku semakin janggal.Dia sering terlambat sampai ke rumah. Dia juga lebih betah di dalam ruangan pribadinya saat malam tiba.Apa lagi yang suamiku tutupi? Padahal aku sangat ingin meminta bantuannya dalam pencarian mantan istri Bapak. Namun, Bang Zacky seperti tak mau tahu saja.Sore ini aku menunggunya di depan teras. Tak tenang hatiku sebelum melihat batang hidungnya. Ternyata benar kata orang, jika sekali saja kepercayaan disalahgunakan, maka tak akan bisa mempercayai sepenuhnya untuk kali kedua.Hati dan pikiranku dilanda kecurigaan terus menerus. Rasa was-was bercampur rasa takut menyelimuti, hingga menyiksa diri sendiri."Assalamualaikum, Dik!" sapanya yang akhirnya pulang tepat waktu."Walaikumsalam, Bang!" "Kenapa duduk di luar, Dik?""Aku menunggu, Abang. Akhir-akhir ini Abang sering terlambat pulang," ujarku berterus terang.Wajah suamiku tampak te
Judul: Suami yang berpura-pura mencintaiku.Part: 14.***POV Ariyana.Setelah beristighfar berkali-kali, akhirnya pertahananku kembali membaik. Mobil Bang Zacky melaju dengan kecepatan sedang. Untung tadi aku masih sempat menepikan kendaraanku ke dalam gang yang tak terlihat olehnya.Air mata yang mengalir di pipiku, kini aku coba hapus dengan tangan yang gemetar. Tidak! Aku tak boleh hancur sendiri tanpa tahu apa lagi yang suamiku rencanakan. Mesin mobil sudah aku nyalakan, kemudian aku menancap gas dengan cepat menyusul Bang Zacky dan Sundari.Sampai di sebuah bangunan besar, mobil suamiku berhenti.Pengadilan agama.Kenapa mereka ke tempat ini?Setelah keduanya turun dari mobil, aku juga langsung menyusul turun. Sesak di rongga dadaku sudah tak bisa ditahan. Aku tak ingin mati penasaran karena masalah ini."Bang Zacky!" Aku berteriak, tetapi mungkin lebih terdengar berbisik bagi mereka. Sebab, suaraku terasa tercekat di tenggorokan."Ariyana," desis Sundari yang sontak berlari m
Judul: Suami yang berpura-pura mencintaikuPart: 15.***POV Zacky.Sebagai calon Ayah, aku tentunya sangat terpukul dengan musibah yang mungkin lebih pantas aku sebut sebagai ujian itu. Ariyana membisu seribu bahasa setelah kehilangan bayinya. Aku menatap sedih dari belakangnya. Tak punya nyali untuk mendekat, sebab kemarahan di matanya jelas terlihat. "Mama ingin bicara padamu, Zacky!" Aku tersentak saat suara wanita yang telah melahirkanku itu muncul secara tiba-tiba."Mama ... kapan Mama sampai ke sini?" tanyaku berbasa-basi. "Barusan. Ayo ikut Mama ke depan!"Aku menurut sambil mengekor di belakangnya. "Duduk, Zacky!" Tatapan mata Mama sangat tajam. Aku tak pernah melihatnya seperti ini sebelumnya."Ada apa, Ma?""Katakan dengan jujur! Apa yang terjadi antara kau dan Ariyana sebelum dia keguguran?"Degh! Detak jantungku mulai tak aman. Kenapa Mama bisa menanyakan hal begitu?Apa Ariyana mengadu lagi padanya? Ah, tapi istriku saja tak mau bicara dari kemarin. Ponselnya juga t