Ujung bibir Ma Yin tertarik ke atas membentuk seringai ketika menyadari perubahan wajah Qi Yun. Ia menikmati momen ini, melihat musuhnya terpojok.“Apa?” Mata Qi Xiang membelalak kaget sesaat, menit berikutnya wajahnya berubah menjadi bengis. “Sudah bosan hidup wanita tua itu rupanya, beraninya menginjakkan kaki di Kotaraja!”“Yang Mulia,” tiba-tiba terdengar Qi Yun menyela, suaranya tenang namun tegas. “Tenangkan diri Yang Mulia, kabar burung tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.”“Apakah kau tahu di mana wanita tua itu berada?” Qi Xiang memandang Ma Yin dengan penasaran, mengabaikan kata-kata Qi Yun.“Menurut rumor, Xian Lian berada di rumah putra angkatnya, di Wisma Barat!” jawab Ma Yin, matanya berkilat seperti sedang memenangkan pertaruhan.Kali ini, saking syoknya, Qi Yun menjatuhkan wadah bambu penyimpan biji-biji catur. Suara benda jatuh itu menggema di taman yang sepi, menambah ketegangan suasana.“Wang Yun, jelaskan bagaimana mungkin ada pemberontak dan buronan ista
“Di mana wanita itu?”Dewa Golok Putih bangkit berdiri, “Nyonya Xian Lian sudah dibawa ke tempat aman oleh Cao Lie, Tuan!”“Dibawa ke tempat aman? Bagaimana bisa?” Kening Qi Yun mengernyit keheranan. “Kedatangan Raja Qi Xiang sangat tiba-tiba, tidak mungkin Cao Lie mengetahuinya.”Dewa Golok Putih melirik ke arah para penghuni Wisma Barat yang masih berkumpul di sana menunggu perintah, ia seperti takut ada yang menguping pembicaraan mereka.Qi Yun yang mengetahui pikiran tangan kanannya segera membubarkan kumpulan itu. Setelah semua orang itu masuk ke dalam, barulah Dewa Golok Putih buka suara.“Sebenarnya ketika Yang Mulia Qi Xiang memerintahkan penggeledahan, aku berada di sana dan segera pulang lebih dulu!” tutur Dewa Golok Putih, “Cao Lie segera membawa Ibu Anda bersembunyi di tempat yang aman.”Qi Yun terduduk di kursi taman, menghembuskan napas lega. Ia sudah mengira semua rencananya akan gagal total bila ibunya tertangkap.“Kau cari siapa yang mula-mula menyebarkan rumor kebera
"Kau!" Qi Yun menunjuk ke arah Qing Ning dengan jari gemetar. "Kau telah merencanakan pengkhianatan ini sejak lama, bukan?"Qing Ning mengerjapkan matanya, berusaha mencerna tuduhan yang baru saja dilontarkan suaminya. "Apa maksudmu, suamiku? Mengapa tiba-tiba kau menuduhku yang bukan-bukan?"Qi Yun mendengus, suaranya penuh dengan kekecewaan. "Raja Qi Xiang baru saja menggeledah seluruh rumah kita, mencari Xian Lian, ibu angkatku. Kau tahu kenapa? Karena ada rumor bahwa ia bersembunyi di Wisma Barat ini."Qing Ning terkesiap, "Lalu apa hubungannya denganku?""Jangan pura-pura tidak tahu!" bentak Qi Yun. "Informasi itu datang darimu, Qing Ning. Kau yang menyebarkan rumor itu!"Mata Qing Ning melebar, terkejut dengan tuduhan t
Fajar menyingsing di kediaman Qi Yun, membawa kesejukan udara pagi yang menyapu lembut dedaunan di taman. Suara kicauan burung-burung kecil terdengar merdu di telinga siapapun yang mendengarnya.Cao Lie berdiri di depan cermin, memandangi bayangan dirinya yang telah berdandan cantik. Aroma wangi semerbak menguar dari tubuhnya yang dibalut gaun sutra mahal berwarna merah muda lembut. Jemarinya yang lentik menyisir rambutnya yang hitam berkilau untuk terakhir kali. Dalam hati, ia berharap penampilannya ini akan menarik perhatian Qi Yun, pemuda pujaannya.Dengan langkah ringan, Cao Lie melangkah menuju dapur. Ia yakin bahwa Qing Ning, istri Qi Yun, dan putra mereka yang masih balita, Qi Fei, telah meninggalkan Wisma Barat. Kesempatan emas untuk merayu Qi Yun, pikirnya sambil tersenyum.Cao Lie mengambil nampan berisi m
Malam merayap perlahan di kota Xian Feng. Rembulan pucat mengintip di balik awan, menyinari jalanan yang mulai sepi. Di sebuah kedai arak, satu-satunya di kota itu, Cao Lie duduk termenung, hatinya hancur dan kesal karena gagal menyingkirkan Qing Ning.Aroma arak yang tajam memenuhi udara saat Cao Lie menenggak botol terakhirnya hingga tak tersisa setetes pun. Dengan suara parau, ia berteriak pada pelayan, "Pelayan, berikan aku arak lagi!"Kedai arak ini terkenal menyediakan arak terbaik di seluruh Xian Feng. Para pelayan dengan sigap mengantarkan botol demi botol ke meja Cao Lie. Tanpa terasa, malam semakin larut, dan gadis itu telah menghabiskan lima botol arak.Pemilik kedai, seorang pria paruh baya dengan wajah ramah namun lelah, menghampiri Cao Lie yang mulai mabuk berat. Gadis itu kini meletakkan kepalanya yan
Jenderal Xiao Gang dan Yu Ping sedang larut dalam diskusi strategi yang intens, ketika suara ketukan lembut terdengar dari pintu kayu berukir."Masuk!" perintah Jenderal Xiao Gang dengan suara berwibawa.Pintu terbuka perlahan, dan Kepala Pelayan melangkah masuk dengan langkah hati-hati. Ia membungkuk dalam-dalam seolah takut bila membuat kesalahan."Tuanku Jenderal Xiao," lapor Kepala Pelayan dengan suara jernih, "Di luar ada beberapa tamu yang ingin menghadap Anda."Jenderal Xiao dan Yu Ping bertukar pandang penuh arti. Tanpa kata-kata, mereka berdua bangkit dan melangkah keluar untuk menemui para tamu yang menunggu di halaman depan yang luas dan terawat.Setibanya di halaman, mereka disambut oleh pemandangan yang mengejutk
Yu Ping tersentak dari lamunannya. Ia menoleh dan mendapati sosok kakak angkatnya, Xin Ru, telah berdiri di dekatnya. Wajah cantik Xin Ru diterangi cahaya bulan, matanya memancarkan kehangatan dan pengertian."Kakak," sapa Yu Ping dengan suara pelan, berusaha menyembunyikan gejolak perasaannya. "Bagaimana kabarmu? Kau pasti sangat lelah setelah melakukan perjalanan panjang untuk menemui dan mengajak Biarawati Feng Huang bekerja sama."Xin Ru tersenyum lembut, "Cukup melelahkan memang. Tapi percayalah, Yu Ping, aku akan melakukan apa pun untuk mendukungmu." Ia mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan, "Oh ya, Nyonya Feng Huang telah melepas jabatannya sebagai ketua Hoa Mei dan biarawati. Ia sudah menikah dengan Guru Liu Heng."Mendengar kabar itu, Yu Ping tersenyum tulus, "Aku turut senang mendengarnya, semoga Paman Liu Heng bisa segera sembuh dari gangguan ingatannya."Keduanya terdiam sejenak, membiarkan angin malam yang sejuk membelai wajah mereka. Yu Ping merasa sedikit lebih tena
Yu Ping menoleh ke arah Xue Yi, "Kulihat Kak Xue Yi mengajak Tetua Cheng ikut."Xue Yi mengangguk ragu-ragu, rasa bersalah terpancar di wajahnya."Benar, aku minta maaf karena tidak mengetahui permasalahan di antara kalian."Yu Ping tersenyum kecil, berusaha menenangkan rekannya. "Tidak apa-apa, Kakak Xue," ujarnya dengan nada memaafkan. "Aku tidak menyalahkanmu. Hanya saja," ia berhenti sejenak, memilih kata-katanya dengan hati-hati, "kita perlu berhati-hati padanya. Dia bukan orang yang berhati tulus."Ia mengambil napas dalam sebelum melanjutkan, "Terus terang, aku sempat heran bagaimana dia bisa setuju denganmu untuk mendukung Jenderal Xiao."“Ketika aku berkunjung ke Perguruan Kunlun, Tetua Cheng terlihat paling antusias dibandingkan Zhai Xing, Ketua Kunlun sendiri!” tutur Xue Yi terus terang, “Bahkan Tetua Cheng membawa serta tiga murid terbaiknya untuk ikut ke Perbatasan Timur. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan curiga karena ia terlihat bersungguh-sungguh.”Suasana menjad