Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Langit sangat cerah, bola kuning raksasa di atasnya memancarkan sinar lembut tanpa malu-malu. Awan-awan putih pun bergerak beriringan seperti tarian putri raja, cantik dan indah dipandang.Hari itu penduduk Kota Raja Xianfeng tidak disibukkan dengan aktivitas harian mereka seperti biasanya. Hampir semua laki-laki dibantu anak-anak mereka memasang hiasan lampion dan kertas merah bertuliskan “SELAMAT” di setiap pintu rumah. Sementara para wanita memasak masakan lezat untuk makan malam, meskipun hari itu bukanlah perayaan tahun baru.Rakyat negeri sedang bersukacita atas kelahiran putra mahkota yang sudah lama dinanti-nantikan, bayi berusia tiga hari itu kelak diharapkan akan menjadi pemimpin bijaksana seperti ayahnya, raja Qi You dan lembut hati seperti ibunya, ratu Xian Lian.Bukan hanya di Kota Raja, di dalam lingkungan istana juga disibukkan dengan persiapan pesta perayaan kelahiran sang putra mahkota. Tidak main-main, pesta akan diselenggarakan tiga hari tiga malam. Raja mengundang
Malam itu, pesta perayaan di istana berlangsung dengan meriah. Para pembesar kerajaan dan menteri duduk di sepanjang sisi kiri-kanan dalam aula istana, di tengah adalah singgasana raja Qi You dan ratu Xian Lian.Entah mengapa, sejak sore bayi putra mahkota sangat rewel, menangis tanpa henti. Ratu Xian Lian terpaksa meminta izin kepada suaminya untuk meninggalkan aula.Akhirnya Xian Lian tinggal di kamar tidur pribadi bersama putra mahkota, didampingi bibi Shu, orang kepercayaannya.“Sungguh aneh, mengapa di sini putra mahkota tidak menangis, tetapi di aula dengan orang banyak ia menangis keras sekali?” gumam Xian Lian keheranan.“Mungkin Tuan Muda tidak nyaman dengan keramaian, Yang Mulia. Akan kusuruh Pembantu Kecil membawakan sup hangat untuk Anda!” kata bibi Shu. Xian Lian mengangguk, sebenarnya ia merasa sedih tak dapat mendampingi suaminya namun kesehatan putra mereka jauh lebih penting.Bibi Shu keluar dari kamar, memanggil seorang gadis muda berpakaian pelayan yang berdiri di d
Upacara pelantikan Qi Xiang dilangsungkan keesokan harinya, disaksikan seluruh pejabat negara dan bala tentara. Raja Qi You tak memiliki pilihan selain menuruti keinginan kakaknya demi keselamatan ratu dan putra mahkota. Dengan berat hati ia menyerahkan mahkota dan jubah emas kerajaan kepada Qi Xiang. Raja baru itu bangkit berdiri, dibantu ajudan Ma Yin, ia mengenakan pakaian kebesaran raja dan memasang mahkota dengan hiasan naga emas di kepalanya. Qi Xiang menyeringai puas, ia duduk di singgasana dengan pongah. “Sekarang izinkan aku berkumpul lagi dengan istri dan anakku!” ujar Qi You. Qi Xiang menoleh padanya dan tersenyum sinis. “Berlutut dan memohonlah padaku selayaknya seorang hamba!” Qi Xiang menyeringai kejam. Sudah lama ia memimpikan hal itu terjadi, adik yang dibencinya bertekuk lutut dan mengemis meminta pengampunan. Mengubur harga dirinya, Qi You berlutut dan mengiba, “Kumohon lepaskan istri dan anakku!” Qi Xiang tertawa terbahak-bahak, lalu membungkukkan badan aga
“Aku ingin menukar bayiku dengan bayimu!” permintaan Xian Lian bagaikan petir di siang bolong di telinga Yan Li.“TIDAK!” teriak Yan Li histeris sambil mendekap bayinya erat-erat.Wang Ji menghela napas sebelum akhirnya berkata, “Baiklah, Hamba akan menukar putra kami dengan Yang Mulia Pangeran!”“Apa kau gila, Suamiku? Menyerahkan anak kita ke tangan buronan kerajaan sama dengan membunuhnya!” mata Yan Li melotot ke arah Wang Ji.“Serahkan anak kita, Yan Li!”perintah Wang Ji tegas dan tak bisa dibantah.Dengan berat hati dan tak henti-hentinya menangis, Yan Li menyerahkan bayinya ke tangan suami. Xian Lian sendiri menciumi putra kandungnya berulang-ulang untuk terakhir kali.“Ibu akan datang menjemputmu nanti, Putraku! Sementara Ibu pergi, bertahanlah, Nak!” bisik Xian Lian pada putranya.Setelah menukar bayi mereka, Xian Lian membawa putra Wang Ji bersama bibi Shu menaiki kereta kuda. Wang Ji sudah meletakkan bekal yang cukup untuk mereka bertiga.“Hati-hati di jalan, Nyonya Xian!”
"Aku tidak mau tahu, temukan dan bunuh anak itu!" titah Qi Xiang dengan mata melotot. Ketujuh pendekar kejam membungkuk hormat seraya mengepalkan kedua tangan di atas kepala, "Siap laksanakan, Yang Mulia!" Rencana penangkapan bocah bersisik di desa Kuning tersebar dari mulut seorang pengawal yang kebetulan mendengarkan, berlanjut ke mulut yang lain hingga tersebar dengan cepat di seluruh penduduk kota. Wang Ji, ayah angkat Yu Ping yang kebetulan mampir ke Kota Raja membeli manisan untuk anak-anaknya di pasar, tak sengaja ikut mendengarkan berita menakutkan itu. Tergopoh-gopoh, pria yang selalu mengenakan topi caping itu meninggalkan Kota Raja hingga lupa meminta uang kembalian manisan yang dibelinya. Wang Ji mendayung tongkangnya sekuat tenaga supaya ia segera tiba di tujuan. Setibanya di depan pintu gerbang rumahnya, Wang Ji mendapati Yu Ping sedang mencuci baju dibantu kakak perempuannya, Xin Ru. Melihat ayah mereka pulang, Yu Ping dan Xin Ru menyambut Wang Ji dengan senang.
“Kau ingin menyusul ayahmu ke neraka rupanya, Bocah Bodoh!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya. Xin Ru yakin hidupnya akan segera berakhir, ia pun memejamkan mata dan membayangkan wajah ayahnya. Aku akan berkumpul lagi denganmu, Ayah! Satu, dua, tiga detik berlalu. Xin Ru tak juga merasakan apa-apa, ia mulai berpikir apakah mungkin tebasan golok itu luar biasa cepat hingga ia tak sempat merasakan sakit. Ia memeriksa leher dan dadanya dengan kedua tangan untuk memastikan apakah ia masih hidup, ternyata tubuhnya utuh. Gadis yang masih belia itu akhirnya memberanikan diri membuka mata perlahan. Di depannya seorang wanita bertubuh langsing dengan tinggi tak kurang dari 170 cm berdiri tegak menghadang si Pembunuh Keji. Xin Ru ingat wanita itu sebagai salah satu dari komplotan yang datang mengobrak-abrik desa Kuning, sungguh aneh bila berdiri membentenginya dari serangan golok rekannya sendiri. “Minggir, Mei Mei!” bentak Dewa Golok Hitam kesal. “Hitam, aku menyukai
"Jagalah diri sendiri mulai sekarang, Yu Ping. Aku menyayangimu!" kata Xin Ru lewat tatapan matanya. Yu Ping yang mampu menangkap arti tatapan sang kakak, makin deraslah air mata membasahi pipinya. Bibirnya bergetar saat ia menyaksikan untuk terakhir kali, Xin Ru bergandengan tangan dengan salah seorang dari gerombolan pendekar berhati keji, melangkah meninggalkan desa Kuning dan tak pernah menoleh lagi ke belakang. Tak pernah terpikir oleh anak laki-laki yang masih berusia 12 tahun itu bahwa ayah akan terbunuh dan keluarga tercerai-berai dalam satu hari, yang lebih menyakitkan semua itu disebabkan oleh karena dirinya. Mungkin benar kata ibunya, ia benar-benar anak pembawa sial. Seandainya saja ia tak pernah berada dalam keluarga Wang Ji, tentu pria penuh kasih itu tak akan gugur dan kakak perempuan angkatnya juga tak akan dibawa pergi oleh manusia-manusia berhati iblis. Pendekar Pedang Pendek memutuskan untuk membawa Yu