Malam itu, pesta perayaan di istana berlangsung dengan meriah. Para pembesar kerajaan dan menteri duduk di sepanjang sisi kiri-kanan dalam aula istana, di tengah adalah singgasana raja Qi You dan ratu Xian Lian.
Entah mengapa, sejak sore bayi putra mahkota sangat rewel, menangis tanpa henti. Ratu Xian Lian terpaksa meminta izin kepada suaminya untuk meninggalkan aula.Akhirnya Xian Lian tinggal di kamar tidur pribadi bersama putra mahkota, didampingi bibi Shu, orang kepercayaannya.“Sungguh aneh, mengapa di sini putra mahkota tidak menangis, tetapi di aula dengan orang banyak ia menangis keras sekali?” gumam Xian Lian keheranan.“Mungkin Tuan Muda tidak nyaman dengan keramaian, Yang Mulia. Akan kusuruh Pembantu Kecil membawakan sup hangat untuk Anda!” kata bibi Shu.Xian Lian mengangguk, sebenarnya ia merasa sedih tak dapat mendampingi suaminya namun kesehatan putra mereka jauh lebih penting.Bibi Shu keluar dari kamar, memanggil seorang gadis muda berpakaian pelayan yang berdiri di depan pintu, sedang mengamati sekitar.“Pembantu Kecil, mengapa kau melihat-lihat seperti itu?” tegur bibi Shu.“Bibi Shu, apakah Bibi tidak melihat keanehan di depan mata sekarang ini?’ Pembantu Kecil bertanya dengan suara berbisik, matanya tak lepas memperhatikan para tentara yang berjaga di sekitar kediaman ratu Xian Lian.“Aneh?” bibi Shu melihat sekeliling namun kepala tuanya tak menangkap sesuatu yang bisa disebut aneh oleh si Pembantu Kecil.Pembantu Kecil mengangguk berulang kali sebelum melanjutkan, “Lihat, mengapa banyak sekali pengawal ditempatkan di area kamar ratu? Seperti takut kalau orangnya melarikan diri saja!”“Huss!” bibi Shu mengetuk kepala Pembantu Kecil dengan kepalan tangan keriputnya. “Jangan suka bicara sembarangan! Cepat ambilkan sup hangat untuk ratu!”Meringis sambil mengusap-usap kepalanya, si Pembantu Kecil bergegas menuju ke arah dapur untuk menjalankan tugas yang diperintahkan bibi Shu.Jalan menuju ke dapur istana cukup jauh, dan di mana-mana banyak tentara bersenjata tombak berjaga. Karena merasa tak nyaman, ia memilih untuk melalui jalan rahasia yang mengarah ke taman kecil di belakang dapur.Jalan rahasia itu berupa sebuah lorong sempit yang hanya bisa dilalui anak kecil atau gadis remaja bertubuh kurus saja.Pintu keluarnya adalah sebuah lubang yang terhalang tanaman dan sebuah patung ikan sehingga tak nampak dari luar.Taman itu tak memiliki penerangan, sehingga ia hanya dapat mengandalkan cahaya bulan dan cahaya penerangan dari dalam dapur yang menembus melalui jendela setengah terbuka di samping pintu.Ketika akan membuka pintu dapur, Pembantu Kecil mendengar suara kasak-kusuk di dalam dapur.Karena penasaran, ia memberanikan mengintip melalui jendela .Nampak selir Xue Yuan dan ajudan Ma Yin sedang membubuhkan serbuk pada makanan yang ada dalam kuali.“Sebentar lagi raja Qi You, ratu, dan putra mereka akan mampus!” selir Xue Yuan tertawa nyaring, tawanya terdengar mengerikan di telinga Pembantu Kecil.Tubuh mungil gadis itu gemetar ketakutan, kaki-kakinya mendadak terasa lemas tak bertenaga saking takutnya.“Aku harus segera memberitahu ratu,” kata Pembantu Kecil dalam hati.Ia buru-buru berbalik kembali melalui jalan rahasia, namun tak sengaja kakinya menabrak sesuatu.Setelah memeriksa secara seksama, ternyata ia hampir menginjak mayat laki-laki yang tergeletak di dekat patung ikan.Tak hanya satu, melainkan lima, dan ia kenal betul siapa mereka. Semuanya adalah juru masak istana.Pembantu Kecil menutup mulut dengan kedua tangan, menahan diri untuk tidak menjerit histeris.“Siapa itu?” terdengar suara selir Xue Yuan disusul pintu jendela dibuka. Pembantu Kecil merangkak melalui lubang sebelum ketahuan.“Sudah, tidak perlu mencari tahu lagi!” kata ajudan Ma Yin. “Sekarang kita harus segera menjalankan rencana. Para prajurit sudah dalam kendali kita, tinggal melumpuhkan raja dan orang-orangnya.”Xue Yuan mengangguk, “Aku akan membereskan ratu dan bayinya!”Mereka-pun berpisah, setelah berbagi tugas. Xue Yuan diiringi dayang-dayang membawa semangkuk sup di atas nampan menuju kamar ratu Xian Lian.Sementara ajudan Ma Yin mengerahkan orang-orangnya yang sudah berpakaian seperti pelayan, membawakan makanan berlumur racun ke acara perjamuan yang sedang berlangsung.Pembantu Kecil berlari melalui jalan pintas agar sampai lebih dulu, kalau terlambat sedikit saja, nyawa ratu akan melayang.Xian Lian dan bibi Shu menoleh bersamaan ketika Pembantu Kecil masuk ke dalam kamar secara tiba-tiba, napasnya ngos-ngosan seperti habis berlari jauh.“Apa yang terjadi denganmu? Mengapa wajahmu pucat seperti habis melihat hantu?” tegur bibi Shu. Pembantu Kecil buru-buru menutup pintu dan jendela, tubuhnya gemetar ketakutan.“Ra … Ra … Ratu … ha … harus … segera … lari!” kata gadis itu terbata-bata dengan napas memburu.“Lari? Apa maksudmu?” Xian Lian menyerahkan bayinya pada bibi Shu, lalu mengguncang lengan Pembantu Kecil.“Se … Selir … Xue … Yuan … dia … dia … akan mem … membunuh … Anda!”Xian Lian bagai disambar petir mendengar penuturan Pembantu Kecil, “Aku akan melapor pada Yang Mulia!”Pembantu Kecil menahan langkahnya, “Yang Mulia …harus … harus … pergi!”“Mengapa?”“Semua pengawal di luar sudah dalam kendali pangeran Qi Xiang dan selir Xue Yuan!” akhirnya Pembantu Kecil mampu berbicara dengan lancar meski tubuhnya masih gemetar.Tiba-tiba terdengar teriakan kasim istana di luar, “Selir Xue Yuan datang menghadap Ratu!”“Ya Tuhan, kita terlambat!” mata Pembantu Kecil berkaca-kaca. Ia sangat ketakutan saat ini, bukan takut oleh keselamatannya sendiri, tetapi takut orang jahat membunuh ratu yang sangat dihormati dan dicintainya.Ratu Xian Lian menuju ke peraduan, disingkapnya selimut tebal yang menutupi tempat tidur, menampakkan sebilah papan tebal di bawahnya.Ia ingat suaminya pernah memberitahu tentang sebuah jalan rahasia di kamar mereka yang akan mengarah ke bagian belakang istana apabila ada bahaya.“Yang Mulia Ratu, hamba Xue Yuan datang menghadap!” terdengar suara lembut penuh kepalsuan milik selir Xue Yuan di balik pintu. “Hamba datang membawakan sup sehat untuk Yang Mulia.”“Tunggu sebentar, aku masih menyusui!” teriak Xian Lian seraya tangan kanannya menarik tali rumbai pengikat tirai di atas tempat tidurnya. Seketika alas tidur terbuat dari papan itu bergerak memutar, terlihat ada ruang di bawahnya.Ratu memberi isyarat pada bibi Shu untuk masuk ke dalam ruang tersebut lebih dulu. Setelah bibi Shu turun bersama putra mahkota, Xian Lian menyuruh Pembantu Kecil menyusul namun gadis muda pemberani itu menolak.“Aku akan menahan Selir Xue Yuan, Yang Mulia jaga diri baik-baik!” bisik Pembantu Kecil.“Kau bisa mati kalau tetap di sini!” mata permaisuri mulai berair.“Lebih baik satu nyawa daripada kita berempat binasa,” kata Pembantu Kecil berkeras.Terdengar ketukan tak sabar di pintu, “Apakah hamba sudah boleh masuk, Yang Mulia? Nanti sup nya keburu dingin.”Ratu Xian Lian akhirnya turun ke ruang rahasia sambil berurai air mata. Dari bawah ia mendongak ke atas, Pembantu Kecil melambai ke arahnya untuk terakhir kali sembari tangannya menarik tali rumbai. Papan itu pun menutup kembali.Pembantu Kecil menutup papan tersebut dengan selimut tebal. Kemudian ia berlari ke meja rias, mengambil gunting lalu menggunting putus tali rumbai itu.Pintu digedor dengan keras dan akhirnya dibuka paksa oleh dua orang tentara. Xue Yuan masuk, hanya mendapati seorang pelayan berdiri di tengah ruangan seolah menantangnya.“Ke mana Ratu? Bukankah dia baru saja ada di sini?” alis tipis melengkung Xue Yuan naik, keningnya berlipat.“Maaf, dari tadi hanya hamba yang ada di sini!” jawab gadis muda itu berani.Xue Yuan naik pitam, dicekiknya leher si Pembantu Kecil seraya mengancam.“Katakan di mana perempuan bodoh itu atau kau mati di tanganku!”Pembantu Kecil tak bergeming, membuat Xue Yuan semakin murka. Selir raja itu mengambil mangkuk yang awalnya ia persiapkan untuk sang ratu.Dengan amarah membabi buta, ia mencengkram kedua pipi Pembantu Kecil dengan paksa hingga mulutnya terbuka lalu dicekoki sup beracun buatannya. “Mampus kau, Gadis tak tahu diri!”Hanya beberapa menit berselang, tubuh gadis malang itu menggelepar kesakitan karena dada dan lambungnya serasa terbakar. Ia tewas dengan mata membelalak dan wajah menghitam.Sementara itu di aula istana, banyak yang bernasib sama dengan Pembantu Kecil. Pembesar istana dan menteri yang setia dengan raja meregang nyawa di hadapan raja Qi You.“Siapa yang tega melakukan ini?” teriak raja Qi You murka. Beruntung raja belum sempat menyantap makanannya hingga ia selamat.Pangeran Qi Xiang bangkit berdiri dan maju ke tengah sambil tertawa licik, “Akulah yang meracuni mereka, Yang Mulia.”“Mengapa, Kakak Xiang?” mata raja Qi You membelalak tak percaya.“Karena aku sudah bosan hidup di bawah hinaanmu, seharusnya aku yang pantas menjadi raja bukan adik yang lemah sepertimu!” Qi Xiang menatapnya penuh kebencian.“Pengawal!” teriak raja Qi You memanggil. Puluhan pengawal muncul membawa tombak dan pedang, mereka mengepung pangeran Qi Xiang. Qi Xiang hanya tersenyum sinis tanpa gentar sama sekali.“Tangkap pemberontak ini!” titah raja Qi You. Bukannya menurut, para pengawal itu justru balik mengepungnya.Qi Xiang tertawa terbahak-bahak menyaksikan raja Qi You yang kebingungan, “Aku sudah mempersiapkan segala sesuatu sebelumnya, Adikku. Kini semua tentara istana ada di pihakku, juga para menteri dan pembesar kerajaan.”Qi You mengedarkan pandangan pada orang-orang bawahannya yang masih hidup, mereka semua tertunduk sedih tak berdaya. Ia sadar telah dikhianati oleh orang-orang yang ia percaya dan cintai.“Besok umumkan pelantikanku menjadi raja di depan rakyat atau istri dan putra mahkota-mu akan kupenggal di depanmu, Adikku!”Upacara pelantikan Qi Xiang dilangsungkan keesokan harinya, disaksikan seluruh pejabat negara dan bala tentara. Raja Qi You tak memiliki pilihan selain menuruti keinginan kakaknya demi keselamatan ratu dan putra mahkota. Dengan berat hati ia menyerahkan mahkota dan jubah emas kerajaan kepada Qi Xiang. Raja baru itu bangkit berdiri, dibantu ajudan Ma Yin, ia mengenakan pakaian kebesaran raja dan memasang mahkota dengan hiasan naga emas di kepalanya. Qi Xiang menyeringai puas, ia duduk di singgasana dengan pongah. “Sekarang izinkan aku berkumpul lagi dengan istri dan anakku!” ujar Qi You. Qi Xiang menoleh padanya dan tersenyum sinis. “Berlutut dan memohonlah padaku selayaknya seorang hamba!” Qi Xiang menyeringai kejam. Sudah lama ia memimpikan hal itu terjadi, adik yang dibencinya bertekuk lutut dan mengemis meminta pengampunan. Mengubur harga dirinya, Qi You berlutut dan mengiba, “Kumohon lepaskan istri dan anakku!” Qi Xiang tertawa terbahak-bahak, lalu membungkukkan badan aga
“Aku ingin menukar bayiku dengan bayimu!” permintaan Xian Lian bagaikan petir di siang bolong di telinga Yan Li.“TIDAK!” teriak Yan Li histeris sambil mendekap bayinya erat-erat.Wang Ji menghela napas sebelum akhirnya berkata, “Baiklah, Hamba akan menukar putra kami dengan Yang Mulia Pangeran!”“Apa kau gila, Suamiku? Menyerahkan anak kita ke tangan buronan kerajaan sama dengan membunuhnya!” mata Yan Li melotot ke arah Wang Ji.“Serahkan anak kita, Yan Li!”perintah Wang Ji tegas dan tak bisa dibantah.Dengan berat hati dan tak henti-hentinya menangis, Yan Li menyerahkan bayinya ke tangan suami. Xian Lian sendiri menciumi putra kandungnya berulang-ulang untuk terakhir kali.“Ibu akan datang menjemputmu nanti, Putraku! Sementara Ibu pergi, bertahanlah, Nak!” bisik Xian Lian pada putranya.Setelah menukar bayi mereka, Xian Lian membawa putra Wang Ji bersama bibi Shu menaiki kereta kuda. Wang Ji sudah meletakkan bekal yang cukup untuk mereka bertiga.“Hati-hati di jalan, Nyonya Xian!”
"Aku tidak mau tahu, temukan dan bunuh anak itu!" titah Qi Xiang dengan mata melotot. Ketujuh pendekar kejam membungkuk hormat seraya mengepalkan kedua tangan di atas kepala, "Siap laksanakan, Yang Mulia!" Rencana penangkapan bocah bersisik di desa Kuning tersebar dari mulut seorang pengawal yang kebetulan mendengarkan, berlanjut ke mulut yang lain hingga tersebar dengan cepat di seluruh penduduk kota. Wang Ji, ayah angkat Yu Ping yang kebetulan mampir ke Kota Raja membeli manisan untuk anak-anaknya di pasar, tak sengaja ikut mendengarkan berita menakutkan itu. Tergopoh-gopoh, pria yang selalu mengenakan topi caping itu meninggalkan Kota Raja hingga lupa meminta uang kembalian manisan yang dibelinya. Wang Ji mendayung tongkangnya sekuat tenaga supaya ia segera tiba di tujuan. Setibanya di depan pintu gerbang rumahnya, Wang Ji mendapati Yu Ping sedang mencuci baju dibantu kakak perempuannya, Xin Ru. Melihat ayah mereka pulang, Yu Ping dan Xin Ru menyambut Wang Ji dengan senang.
“Kau ingin menyusul ayahmu ke neraka rupanya, Bocah Bodoh!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya. Xin Ru yakin hidupnya akan segera berakhir, ia pun memejamkan mata dan membayangkan wajah ayahnya. Aku akan berkumpul lagi denganmu, Ayah! Satu, dua, tiga detik berlalu. Xin Ru tak juga merasakan apa-apa, ia mulai berpikir apakah mungkin tebasan golok itu luar biasa cepat hingga ia tak sempat merasakan sakit. Ia memeriksa leher dan dadanya dengan kedua tangan untuk memastikan apakah ia masih hidup, ternyata tubuhnya utuh. Gadis yang masih belia itu akhirnya memberanikan diri membuka mata perlahan. Di depannya seorang wanita bertubuh langsing dengan tinggi tak kurang dari 170 cm berdiri tegak menghadang si Pembunuh Keji. Xin Ru ingat wanita itu sebagai salah satu dari komplotan yang datang mengobrak-abrik desa Kuning, sungguh aneh bila berdiri membentenginya dari serangan golok rekannya sendiri. “Minggir, Mei Mei!” bentak Dewa Golok Hitam kesal. “Hitam, aku menyukai
"Jagalah diri sendiri mulai sekarang, Yu Ping. Aku menyayangimu!" kata Xin Ru lewat tatapan matanya. Yu Ping yang mampu menangkap arti tatapan sang kakak, makin deraslah air mata membasahi pipinya. Bibirnya bergetar saat ia menyaksikan untuk terakhir kali, Xin Ru bergandengan tangan dengan salah seorang dari gerombolan pendekar berhati keji, melangkah meninggalkan desa Kuning dan tak pernah menoleh lagi ke belakang. Tak pernah terpikir oleh anak laki-laki yang masih berusia 12 tahun itu bahwa ayah akan terbunuh dan keluarga tercerai-berai dalam satu hari, yang lebih menyakitkan semua itu disebabkan oleh karena dirinya. Mungkin benar kata ibunya, ia benar-benar anak pembawa sial. Seandainya saja ia tak pernah berada dalam keluarga Wang Ji, tentu pria penuh kasih itu tak akan gugur dan kakak perempuan angkatnya juga tak akan dibawa pergi oleh manusia-manusia berhati iblis. Pendekar Pedang Pendek memutuskan untuk membawa Yu
“PAMAN!” Yu Ping menjerit sekuatnya. Namun yang dicari tak pernah muncul kembali, meski bocah malang itu berteriak memanggil namanya berulang kali. “Yu Ping tak ingin berpisah dengan Paman, biar kita mencari perguruan dimana mereka juga bersedia menerima kita berdua,” Yu Ping menangis terisak. “Huhu … jangan tinggalkan aku, Paman Wu!” Setelah hampir satu jam berlalu sia-sia, bocah itu sadar paman Wu Qing benar-benar telah meninggalkannya dan tak akan kembali lagi. Ia mengusap air mata dengan lengan baju, berjanji pada diri sendiri bahwa ini merupakan air mata terakhirnya. Akhirnya Yu Ping memutuskan untuk meneruskan langkahnya menuju perguruan Hoa San yang terletak di puncak bukit. Begitu mencapai pintu gerbang perguruan, Yu Ping bertemu dengan dua orang pemuda bertubuh tegap sedang keluar dari sana. “Hei Bocah, dari mana datangmu dan untuk apa kau kemari?” bentak seorang yang berwajah bulat begitu melihatnya. Belum lagi ia menjawab, pemuda satunya yang berkulit sawo matang mena
Sebelum semua menjadi gelap, matanya menangkap samar-samar wajah pria di atasnya. “A … Ayah?” bibir Yu Ping mengepak terbuka namun terlalu lemah untuk berkata-kata. Perlahan matanya menutup, ia ingin tertidur dan tak bangun lagi. *** Entah berapa lama tak sadarkan diri, Yu Ping kecil terbangun saat hari sudah gelap. Ia melihat sekeliling, menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam sebuah pondok bambu yang sederhana. Ia juga mengamati bajunya sudah berganti dengan baju berwarna putih bersih, siapa yang sudah begitu baik menolongnya?Ayah angkat sudah meninggal, kakak perempuan meninggalkannya, dan paman Wu Qing juga sudah pergi, Mungkinkah paman Wu Qing mengkhawatirkan dirinya lalu kembali menyelamatkannya? Saat mendengar suara orang memasak di luar pondok, Yu Ping seketika bersemangat. Tak salah lagi, orang yang telah menyelamatkannya pasti Wu Qing alias Pendekar Pedang Pendek. Saking senangnya, tanpa memedulikan bahwa tubuhnya masihlah sangat lemah, bocah itu meninggalkan t
“Apakah kau melihat saputangan hanyut di sekitar sungai ini?” tanya gadis itu padanya. Yu Ping tak mampu menjawab, ia takut begitu bibirnya terbuka, jantungnya ikut meloncat keluar karena berdetak terlalu kencang. Si makhluk cantik melambaikan tangan di depan mata Yu Ping, “Kau tidak apa-apa?” Yu Ping ingin menjawab namun lidahnya terasa kelu, hanya bibirnya saja yang mengepak terbuka seperti ikan mencari oksigen di permukaan air. “Oh kau gagu ya?” tatapan gadis itu berubah menjadi iba padanya. Mata Yu Ping membeliak, ia menggoyang-goyangkan kedua tangan. “Kau tidak melihat saputanganku, ya sudah tak apa-apa!” bibir si cantik tersenyum sangat manis. Saat gadis bergaun merah muda itu melambaikan tangan dan berbalik pergi, ia tak pernah menyadari telah membawa sekeping hati Yu Ping bersamanya. Yu Ping masih tak mempercayai bahwa ia bertemu dengan manusia bukannya hantu. Bahkan sesampainya di pondok, ia sibuk menjemur saputangan yang ditemukannya dan memandangi secarik kain terse
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia