"Aku tidak mau tahu, temukan dan bunuh anak itu!" titah Qi Xiang dengan mata melotot.
Ketujuh pendekar kejam membungkuk hormat seraya mengepalkan kedua tangan di atas kepala, "Siap laksanakan, Yang Mulia!"Rencana penangkapan bocah bersisik di desa Kuning tersebar dari mulut seorang pengawal yang kebetulan mendengarkan, berlanjut ke mulut yang lain hingga tersebar dengan cepat di seluruh penduduk kota.Wang Ji, ayah angkat Yu Ping yang kebetulan mampir ke Kota Raja membeli manisan untuk anak-anaknya di pasar, tak sengaja ikut mendengarkan berita menakutkan itu.Tergopoh-gopoh, pria yang selalu mengenakan topi caping itu meninggalkan Kota Raja hingga lupa meminta uang kembalian manisan yang dibelinya.Wang Ji mendayung tongkangnya sekuat tenaga supaya ia segera tiba di tujuan.Setibanya di depan pintu gerbang rumahnya, Wang Ji mendapati Yu Ping sedang mencuci baju dibantu kakak perempuannya, Xin Ru.Melihat ayah mereka pulang, Yu Ping dan Xin Ru menyambut Wang Ji dengan senang.Apalagi di tangan Wang Ji membawa satu bungkus manisan cherry.“Xin Ru, ajaklah adikmu ke kota kecil melalui hutan!” Wang Ji berpesan pada Xin Ru. “Jangan pulang ke rumah sampai Ayah menjemput kalian!”“Mengapa Ayah menyuruh kami pergi?” tanya Yu Ping tak mengerti.Wang Ji berjongkok memeluk kedua anak itu, berusaha menahan kesedihan.“Yu Ping, dalam hidup pasti ada satu jalan yang sulit untuk dijalani. Mengeluh dan menangis juga tidak ada gunanya karena waktu tidak akan berhenti untukmu. Kau harus terus berjuang untuk membuktikan diri sendiri. Tidak ada jalan hidup yang sia-sia dalam kehidupan ini. Ingatlah selalu pesan Ayah!”Yu Ping hanya bisa mengangguk mendengarkan kata-kata bijak ayahnya.“Bila melihat tentara atau orang asing segeralah bersembunyi karena mereka memiliki maksud jahat!” pesan Wang Ji seraya mengusap rambut hitam panjang Xin Ru.Nasihat Wang Ji terdengar menakutkan di telinga kedua remaja kecil itu karena terasa seperti mereka tak akan pernah bertemu lagi.Xin Ru ingin bertanya lagi tapi Wang Ji mendesak keduanya segera pergi.Benar saja, begitu keduanya sudah berada di tepi hutan, terlihat bala tentara berkuda dan tujuh orang berwajah dan penampilan menakutkan mendatangi desa Kuning.Xin Ru dan Yu Ping bersembunyi di balik semak-semak, tubuh mereka gemetaran karena baru kali itu melihat orang-orang bersenjata.“Adik, kau pergilah ke kota lebih dulu. Nanti Kakak menyusul!” kata Xin Ru pada Yu Ping.Ia sangat khawatir dengan orang tua dan saudara laki-lakinya yang lain, Wang Zhi.“Kak, aku ikut denganmu saja!” rengek Yu Ping.“Adik, kau harus ingat pesan Ayah!” hardik Xin Ru membuat Yu Ping seketika terdiam, “Tidak boleh menangis dan mengeluh! Sekarang pergilah ke kota dan jangan pernah kembali sebelum Kakak dan Ayah menjemputmu!”Dengan berat hati, Yu Ping menyeret kaki menembus hutan menuju kota terdekat.Namun semakin jauh ia berjalan, hatinya semakin gelisah.Bagaimana kalau orang-orang yang dilihatnya tadi jahat dan berniat menyakiti keluarganya?Sayup-sayup Yu Ping mendengarkan suara teriakan dan tangisan dari arah desa Kuning, membuat bulu kuduk meremang.Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke desa dan menolong keluarganya.Ketika Yu Ping telah tiba kembali di tepi hutan, ia melihat orang-orang berkerumun di pintu masuk desa.Bocah berlesung pipit itu nyaris memekik menyaksikan Wang Ji, ayah angkatnya dalam kondisi babak belur dihajar habis-habisan oleh seorang pria bertubuh kurus dan berkulit hitam bersenjatakan golok.Ia mendengar teman-teman pria itu memanggilnya Dewa Golok Hitam.“Katakan dimana kau sembunyikan bocah siluman itu, Bodoh!” bentak Dewa Golok Hitam seraya menarik gelungan rambut Wang Ji ke belakang.Perlakuan kasar tersebut membuat ayah angkat yang sangat dihormati oleh Yu Ping itu meringis kesakitan, air mata keluar dari sudut mata yang mulai keriput.Bagaimana tidak, kulit kepalanya serasa akan tercabut karena tarikan tangan Dewa Golok Hitam.“Aku tidak tahu,” jawab Wang Ji dengan suara serak.“Suamiku, untuk apa kau melindungi anak pembawa sial itu terus?” teriak Yan Li histeris.Ia tak tega melihat penderitaan suaminya, apalagi semua itu karena melindungi anak ratu yang sangat dibencinya.“Kau dengar sendiri kata-kata istrimu, untuk apa melindungi bocah siluman bersisik tak berguna. Cepat katakan di mana dia!” bentak Dewa Golok Hitam lagi.Tangannya yang hitam legam menampar pipi Wang Ji hingga sudut bibir laki-laki malang itu berdarah.“Kalau anak pembawa sial itu tak ada di sini, pastilah ia berada di kota sebelah!” Yan Li akhirnya buka suara, tak tahan melihat suaminya dianiaya.“Tutup mulutmu!” bentak Wang Ji marah terhadap istrinya yang bodoh itu.Yan Li tak menyadari kata-katanya akan menempatkan dua daerah dalam kesulitan besar.Pendekar Golok Hitam menghempaskan Wang Ji ke tanah, berganti menghampiri Yan Li yang bersimpuh tak jauh dari suaminya.Xin Ru beringsut mendekati Wang Ji, memeluknya sambil menangis.Saat itulah pandangan mata keduanya mengarah ke hutan dan melihat kepala Yu Ping di antara semak belukar.Mata dan pipi Yu Ping banjir air mata namun tak bersuara, ia sangat shock dengan kejadian di depan mata.Menyadari ayah dan kakaknya mengetahui kehadirannya, ia pun berdiri keluar dari persembunyian.Kepala Wang Ji dan Xin Ru menggeleng pelan dengan bola mata bergerak-gerak, mengisyaratkan Yu Ping untuk berdiam di tempat apapun yang terjadi.Namun Yu Ping tak peduli, kakinya mulai melangkah, siap berlari ke dalam pelukan ayah dan kakak perempuannya.Tiba-tiba tubuh dan kaki si bocah tak bisa digerakkan, seseorang telah menotok pundaknya dari belakang.Orang misterius itu adalah Pendekar Pedang Pendek, guru bermain serulingnya di kota.Ia menarik kembali Yu Ping ke balik semak belukar. Berdua, mereka hanya bisa menyaksikan kekejaman Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa pada penduduk desa.Pendekar Pedang Pendek tahu ia bukanlah tandingan mereka, dan pada dasarnya hanya seorang laki-laki pengecut. Itu sebabnya ia terbuang dari dunia persilatan, dikenal sebagai pendekar sampah.Yang bisa laki-laki bertubuh subur itu lakukan hanyalah melindungi Yu Ping.Ia tak tahu siapa sebenarnya Yu Ping namun satu hal yang ia yakini, anak itu pastilah bukan anak sembarangan. Sampai-sampai istana mengejar dan menginginkan nyawanya.Sementara itu, Dewa Golok Hitam yang baru menyadari bahwa istri Wang Ji lumayan cantik saat mendekatinya mulai memiliki pikiran kotor di kepalanya.Ia merengkuh tubuh Yan Li dan berusaha menciumi pipinya yang belum ada keriput satupun.Yan Li menjerit minta tolong pada Wan Ji, ia sangat takut dan jijik pada pria berwajah seram karena sangat hitam dan kurus seperti tengkorak.“Tolong, Suamiku!”Wang Ji murka melihat istrinya dijamah oleh pria lain, ia mengambil batu di dekat kakinya lalu melemparkan ke arah Dewa Golok Hitam, tepat mengenai kepala pendekar berkulit gosong itu.Dari kepala pria itu menetes darah, membuatnya naik pitam. Ia melepaskan Yan Li, menghunus goloknya berbalik menuju Wang Ji.Xin Ru dengan berani berlari menghadang, “Jangan sakiti ayahku!” Namun sekali tampol, Xin Ru terhempas beberapa meter ke samping.Pemandangan itu tak luput dari mata Dewi Seribu Wajah. Wanita sadis ini kagum dengan keberanian gadis berusia 15 tahun itu.Tanpa ba-bi-bu, Dewa Golok Hitam menebaskan goloknya ke arah Wang Ji, seketika kepala pria malang itu terpisah dari tubuhnya.Yan Li jatuh pingsan saking histerisnya. Sedangkan Xin Ru dan Yu Ping terpukul menyaksikan pemandangan mengerikan itu.Orang yang sangat mereka sayangi tewas secara mengenaskan di tangan pembunuh kejam.Xin Ru bangkit berdiri dan berlari menyerang Dewa Golok Hitam yang asyik menjilati darah Wang Ji di goloknya.Ia menghujani tubuh si pendekar sadis dengan tinjunya yang lemah, membuat pria itu geram dan menjambak rambut panjang indah gadis kecil itu.“Kau ingin menyusul bapakmu ke neraka ya, Bocah Tolol!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya.“Kau ingin menyusul ayahmu ke neraka rupanya, Bocah Bodoh!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya. Xin Ru yakin hidupnya akan segera berakhir, ia pun memejamkan mata dan membayangkan wajah ayahnya. Aku akan berkumpul lagi denganmu, Ayah! Satu, dua, tiga detik berlalu. Xin Ru tak juga merasakan apa-apa, ia mulai berpikir apakah mungkin tebasan golok itu luar biasa cepat hingga ia tak sempat merasakan sakit. Ia memeriksa leher dan dadanya dengan kedua tangan untuk memastikan apakah ia masih hidup, ternyata tubuhnya utuh. Gadis yang masih belia itu akhirnya memberanikan diri membuka mata perlahan. Di depannya seorang wanita bertubuh langsing dengan tinggi tak kurang dari 170 cm berdiri tegak menghadang si Pembunuh Keji. Xin Ru ingat wanita itu sebagai salah satu dari komplotan yang datang mengobrak-abrik desa Kuning, sungguh aneh bila berdiri membentenginya dari serangan golok rekannya sendiri. “Minggir, Mei Mei!” bentak Dewa Golok Hitam kesal. “Hitam, aku menyukai
"Jagalah diri sendiri mulai sekarang, Yu Ping. Aku menyayangimu!" kata Xin Ru lewat tatapan matanya. Yu Ping yang mampu menangkap arti tatapan sang kakak, makin deraslah air mata membasahi pipinya. Bibirnya bergetar saat ia menyaksikan untuk terakhir kali, Xin Ru bergandengan tangan dengan salah seorang dari gerombolan pendekar berhati keji, melangkah meninggalkan desa Kuning dan tak pernah menoleh lagi ke belakang. Tak pernah terpikir oleh anak laki-laki yang masih berusia 12 tahun itu bahwa ayah akan terbunuh dan keluarga tercerai-berai dalam satu hari, yang lebih menyakitkan semua itu disebabkan oleh karena dirinya. Mungkin benar kata ibunya, ia benar-benar anak pembawa sial. Seandainya saja ia tak pernah berada dalam keluarga Wang Ji, tentu pria penuh kasih itu tak akan gugur dan kakak perempuan angkatnya juga tak akan dibawa pergi oleh manusia-manusia berhati iblis. Pendekar Pedang Pendek memutuskan untuk membawa Yu
“PAMAN!” Yu Ping menjerit sekuatnya. Namun yang dicari tak pernah muncul kembali, meski bocah malang itu berteriak memanggil namanya berulang kali. “Yu Ping tak ingin berpisah dengan Paman, biar kita mencari perguruan dimana mereka juga bersedia menerima kita berdua,” Yu Ping menangis terisak. “Huhu … jangan tinggalkan aku, Paman Wu!” Setelah hampir satu jam berlalu sia-sia, bocah itu sadar paman Wu Qing benar-benar telah meninggalkannya dan tak akan kembali lagi. Ia mengusap air mata dengan lengan baju, berjanji pada diri sendiri bahwa ini merupakan air mata terakhirnya. Akhirnya Yu Ping memutuskan untuk meneruskan langkahnya menuju perguruan Hoa San yang terletak di puncak bukit. Begitu mencapai pintu gerbang perguruan, Yu Ping bertemu dengan dua orang pemuda bertubuh tegap sedang keluar dari sana. “Hei Bocah, dari mana datangmu dan untuk apa kau kemari?” bentak seorang yang berwajah bulat begitu melihatnya. Belum lagi ia menjawab, pemuda satunya yang berkulit sawo matang mena
Sebelum semua menjadi gelap, matanya menangkap samar-samar wajah pria di atasnya. “A … Ayah?” bibir Yu Ping mengepak terbuka namun terlalu lemah untuk berkata-kata. Perlahan matanya menutup, ia ingin tertidur dan tak bangun lagi. *** Entah berapa lama tak sadarkan diri, Yu Ping kecil terbangun saat hari sudah gelap. Ia melihat sekeliling, menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam sebuah pondok bambu yang sederhana. Ia juga mengamati bajunya sudah berganti dengan baju berwarna putih bersih, siapa yang sudah begitu baik menolongnya?Ayah angkat sudah meninggal, kakak perempuan meninggalkannya, dan paman Wu Qing juga sudah pergi, Mungkinkah paman Wu Qing mengkhawatirkan dirinya lalu kembali menyelamatkannya? Saat mendengar suara orang memasak di luar pondok, Yu Ping seketika bersemangat. Tak salah lagi, orang yang telah menyelamatkannya pasti Wu Qing alias Pendekar Pedang Pendek. Saking senangnya, tanpa memedulikan bahwa tubuhnya masihlah sangat lemah, bocah itu meninggalkan t
“Apakah kau melihat saputangan hanyut di sekitar sungai ini?” tanya gadis itu padanya. Yu Ping tak mampu menjawab, ia takut begitu bibirnya terbuka, jantungnya ikut meloncat keluar karena berdetak terlalu kencang. Si makhluk cantik melambaikan tangan di depan mata Yu Ping, “Kau tidak apa-apa?” Yu Ping ingin menjawab namun lidahnya terasa kelu, hanya bibirnya saja yang mengepak terbuka seperti ikan mencari oksigen di permukaan air. “Oh kau gagu ya?” tatapan gadis itu berubah menjadi iba padanya. Mata Yu Ping membeliak, ia menggoyang-goyangkan kedua tangan. “Kau tidak melihat saputanganku, ya sudah tak apa-apa!” bibir si cantik tersenyum sangat manis. Saat gadis bergaun merah muda itu melambaikan tangan dan berbalik pergi, ia tak pernah menyadari telah membawa sekeping hati Yu Ping bersamanya. Yu Ping masih tak mempercayai bahwa ia bertemu dengan manusia bukannya hantu. Bahkan sesampainya di pondok, ia sibuk menjemur saputangan yang ditemukannya dan memandangi secarik kain terse
“Ingatlah bahwa kau harus menjadi pendekar nomor satu di dunia agar dapat membalaskan dendam kematian ayahmu, raja Qi You!" perintah Xian Lian dengan keras.“Qi Yun tak akan mengecewakan hati Ibu,” bocah laki-laki seumuran Yu Ping itu mengangguk tegas. Sebentar kemudian ia sudah berlatih jurus Pedang Bayangan kembali. Kali ini bocah tampan itu berfokus penuh pada pedang di tangannya. Saat berfokus itulah, gerakannya menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Ia berputar ke sana kemari seperti sedang menari di bawah sinar bulan purnama. Kedua kakinya hampir tak menapak tanah saat melesat ke arah dinding batu, berpijak lalu berlari menapak dinding batu tersebut dengan kecepatan tinggi melawan gravitasi bumi. Setelah cukup tinggi, ia menghentakkan kedua kaki, melesat terbang seraya menggerak-gerakkan pedang di tangan sekaligus memutar tubuhnya hingga dari kejauhan tampak seperti bola bercahaya bergulung-gulung di atas tanah.
“Hiih … dia bersisik!” beberapa bergidik melihat punggung Yu Ping. “Siluman!” teriak yang lain. Wajah Yu Ping pucat, ia teringat dengan peristiwa di sungai lima tahun lalu dimana anak-anak sebayanya ketakutan dan memanggil dirinya siluman air. Gara-gara berita siuman air itu menyebar, desanya mengalami bencana besar. Kini murid-murid Hoa San sudah mengetahui tentang sisik di punggungnya juga, akankah Hoa San mengalami nasib yang sama dengan desa kelahirannya dulu? Tiba-tiba saja murid Pertama dan Ketiga membekuknya dari belakang, kedua tangan dikunci di belakang punggung. Kali ini Yu Ping tak melawan, ia membiarkan dirinya digiring ke aula gedung Hoa San. Murid Pertama dan Ketiga memegangi kedua bahunya, memaksanya berlutut. Lagi-lagi pemuda itu tak memberikan perlawanan meski sebenarnya tidak sulit mengalahkan mereka berdua. Tetua Wang muncul bersama dua tetua lain karena mendengar suara
Murid Ketiga memutuskan untuk mendekat dan mengintai dari lubang jendela. Tampak olehnya tetua Wang dan sosok misterius berdiri berhadap-hadapan, lilin dimatikan hingga ruangan menjadi gelap namun murid Ketiga masih dapat melihat siluet keduanya. “Memanggilku kemari ada berita penting apa?” tanya tamu misterius berbaju hitam. “Aku menemukan bocah dengan sisik emas, sepertinya dia bukan anak sembarangan,’ terang tetua Wang. “Bocah bersisik emas? Kalau benar, dia adalah buronan yang selama ini dicari-cari oleh raja Qi!” kata pria misterius di depan tetua Wang. Buronan? Murid Ketiga menutup mulut dengan kedua tangan, khawatir berteriak saking kagetnya. Jadi murid kesayangan ketua Hoa San itu seorang buronan? Hmm, kalau aku laporkan ke penegak hukum di kota maka aku akan mendapatkan uang banyak, tiba-tiba muncul niat jahat di kepala murid Ketiga. Bila Guru Besar mengetahui siapa murid kesayangan yang sebenarnya tentu dia akan m
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia