Langit sangat cerah, bola kuning raksasa di atasnya memancarkan sinar lembut tanpa malu-malu. Awan-awan putih pun bergerak beriringan seperti tarian putri raja, cantik dan indah dipandang.
Hari itu penduduk Kota Raja Xianfeng tidak disibukkan dengan aktivitas harian mereka seperti biasanya. Hampir semua laki-laki dibantu anak-anak mereka memasang hiasan lampion dan kertas merah bertuliskan “SELAMAT” di setiap pintu rumah.Sementara para wanita memasak masakan lezat untuk makan malam, meskipun hari itu bukanlah perayaan tahun baru.Rakyat negeri sedang bersukacita atas kelahiran putra mahkota yang sudah lama dinanti-nantikan, bayi berusia tiga hari itu kelak diharapkan akan menjadi pemimpin bijaksana seperti ayahnya, raja Qi You dan lembut hati seperti ibunya, ratu Xian Lian.Bukan hanya di Kota Raja, di dalam lingkungan istana juga disibukkan dengan persiapan pesta perayaan kelahiran sang putra mahkota. Tidak main-main, pesta akan diselenggarakan tiga hari tiga malam.Raja mengundang seluruh menteri, dan pembesar kerajaan untuk hadir dalam pesta tersebut. Hanya satu orang yang tidak ia undang, tak lain adalah Qi Xiang, kakak kandungnya sendiri.Mereka tidak pernah akur sejak kecil, Qi Xiang berperangai kasar dan pendendam. Sedangkan Qi You lebih lembut dan sabar. Itu sebabnya raja terdahulu menjadikan sang adik sebagai penerus bukannya kakak tertua.Sejak saat itu Qi Xiang meninggalkan istana kerajaan dan tinggal di perbatasan sebelah barat. Mereka tak pernah lagi berhubungan satu sama lain hingga hari itu.Sungguh di luar dugaan, tamu tak diundang itu justru datang dengan kereta kuda dan dikawal puluhan tentara.Qi Xiang berusia 40 tahun, memiliki kumis dan janggut hitam halus tertata rapi, jubah yang dikenakan panjang hingga menyentuh tanah terbuat dari kain sutra mahal.Meski tampan wajah, namun pangeran sulung ini sangat angkuh dan kasar. Terlihat dari dagunya yang selalu terdongak ke atas dan memandang sebelah mata orang-orang di sekelilingnya.Saat mendengar kabar dari kepala urusan rumah tangga istana bahwa sang kakak datang berkunjung, Qi You keluar dari ruang bacanya untuk menemui Qi Xiang. Wajahnya berseri-seri, karena jujur ia merindukan kakak kandungnya itu.Ia berharap semua perselisihan yang pernah terjadi di antara mereka dapat diselesaikan dengan baik, bagaimanapun mereka adalah saudara seayah dan seibu.“Kakak Xiang!” Qi You tersenyum lebar sambil merentangkan kedua tangan, menghampiri sang kakak. Qi Xiang berlutut dengan sebelah kaki menempel ke tanah, memberi hormat pada sang raja.“Semoga raja Qi You panjang umur!”Qi You menangkap kedua lengan Qi Xiang, menuntunnya bangkit berdiri.“Aih Kakak Xiang, jangan terlalu formil padaku. Justru akulah yang harus menghormatimu, karena kau kakakku!” kata Qi You tulus.“Maafkan kelancanganku karena datang tanpa diundang," Qi Xiang mengepalkan kedua tangan di depan dada, sedikit membungkuk. Sang raja, Xi You merasa seperti tertampar, wajahnya sedikit memerah.“Maafkan aku, Kak Xiang! Aku khawatir kau akan marah hingga tidak terpikir mengirimkan undangan padamu. Sungguh maafkan!” ucap raja dengan nada penuh penyesalan.“Tidak apa-apa, Adikku!” Qi Xiang tersenyum, “Tujuanku kemari untuk menghapus semua masalah lama di antara kita, yang lalu biarlah berlalu.”Qi You terharu, ia tak pernah menyangka kelahiran putranya akan membawa hal-hal baik bagi seluruh negeri.Dengan berdamainya dirinya dan Qi Xiang, kerajaan akan menjadi semakin kuat, mereka berdua bisa memajukan negeri bersama-sama.“Aku ingin melihat keponakanku, ia pasti gagah dan tampan seperti pamannya!” canda Qi Xiang.Qi You tertawa, memerintahkan seorang pengawalnya untuk memanggil ratu Xian Lian dan putra mahkota.“Kau benar, Kakak Xiang!” mata hitam raja Qi You berpendar penuh semangat saat menceritakan putra tunggalnya. “Anak itu mirip dengan kita, hidung mancung, kulit putih bersih, mata bulat dan bibirnya juga mirip kita.”Qi Xiang ikut tertawa senang mendengar cerita sang adik, “Apakah dia memiliki ciri-ciri khusus, Adikku?”Raja Qi You mengelus dagunya saat berpikir lalu menjentikkan jari begitu mengingat sesuatu, “Ah ya, ada yang aneh pada anak itu!”Qi Xiang mendengarkan dengan penuh perhatian, sedikit mengherankan karena ia belum pernah seperti itu sebelumnya.“Terdapat sembilan sisik seperti sisik ikan emas di punggungnya, sungguh aneh.”“Hmm,” Qi Xiang mengelus janggutnya, “Konon kudengar putra mahkota dengan tanda lahir sisik naga kelak akan menjadi penguasa tak tertandingi karena akan dilindungi oleh dewa naga Ying Long.”“Itu hanyalah sebuah legenda, Kak Xiang!” Qi You terkekeh, “Dia menjadi raja yang adil dan bijaksana saja sudah cukup bagiku.”Percakapan mereka terhenti ketika ratu Xian Lian muncul dengan menggendong sang putra mahkota.Wajah ratu Xian Lian nampak ketus dan pandangan matanya penuh kecurigaan. Ia bahkan tak mengizinkan Qi Xiang menggendong putranya dengan alasan bayi itu masih berusia tiga hari.Setelah Qi Xiang meninggalkan aula untuk beristirahat diantarkan oleh salah seorang kasim istana, barulah Xian Lian berani menyampaikan unek-uneknya.“Suamiku, mengapa kau undang kakakmu kemari? Bukankah dia sangat membencimu dari dulu?” berondong Xian Lian, wajah cantiknya tak mampu menyembunyikan kecemasan yang terpancar di sana.“Kak Qi Xiang sudah berubah, ia datang kemari untuk menghapus semua masalah lama di antara kami. Seharusnya kita senang bukan curiga sepertimu, Istriku!” Qi You menyentil hidung istrinya, gemas.“Aku benar-benar takut kalau dia berniat jahat padamu,” bibir mungil Xian Lian manyun. Ia kesal melihat kepolosan suaminya yang terlalu mudah percaya pada kebaikan seseorang.“Aku percaya dewa-dewa pasti melindungi kita,” hibur Qi You seraya memeluk istri yang sangat ia kasihi.Sekian lama menikah mereka tak kunjung dianugerahi keturunan, bahkan ketika Qi You mengambil selir atas saran istrinya, ia tak jua mendapatkan bayi laki-laki.Sehingga kehadiran putra mahkota merupakan berkat, dan sang raja yakin bahwa setelah ini rejeki dan kebahagiaan terus mengalir tanpa henti.Sementara itu, pangeran Qi Xiang sedang berada di kamar didampingi ajudan kepercayaannya, Ma Yin. Sang pangeran tampak geram, terlihat dari giginya yang gemeretak menahan marah.“Sombong sekali Qi You, mengenakan jubah emas raja untuk menghinaku!” Qi Xiang menggebrak meja sehingga menimbulkan suara keras, menggetarkan pintu dan jendela berukir di sekitarnya.“Tenanglah, Yang Mulia!” hibur Ma Yin. “Tak lama lagi Yang Mulia akan menggantikan kedudukannya. Kesabaran pasti akan membuahkan hasil.”“Aku akan membuatnya menderita, tak akan kubiarkan dia mati dengan cepat!” Qi Xiang tertawa licik, membayangkan Qi You berlutut mengemis pengampunan padanya.“Apakah semua sudah dipersiapkan?” Qi Xiang melirik ajudannya yang dijawab dengan anggukan mantap Ma Yin. “Aku tak ingin rencana malam ini gagal,”Tiba-tiba Ma Yin mengangkat tangan kanan di depan Qi Xiang, melirik ke arah pintu, memberi kode bahwa ada seseorang sedang mengintai.Ajudan berusia 30 an itu melangkah tanpa suara ke arah pintu dan membukanya dengan cepat.Seorang wanita muda berpakaian indah terperanjat karena ketahuan menguping, namun tak ada rona ketakutan di wajah cantiknya.“Xue Yuan!” seru Qi Xiang kaget, namun tak lama senyum nakal menghiasi bibirnya.Ia mendekat lalu menarik kekasih rahasianya ini masuk. Ia juga memberi kode pada ajudan Ma Yin untuk meninggalkannya.Ma YIn membungkuk, meninggalkan mereka berdua setelah sebelumnya menutup pintu kamar.“Aku sangat merindukanmu, Xue Yuan!” Qi Xiang melingkarkan lengannya di pinggang sang kekasih namun wanita itu melengos, berpura-pura merajuk.“Kau datang tapi tak mencariku, apa benar ucapanmu itu?” bibir Xue Yuan mengerucut.“Tentu saja aku bersum …” Qi Xiang mengangkat tangan namun Xue Yuan buru-buru menghentikan sumpah sang kekasih dengan menempelkan jemari lentik ke bibirnya.Xue Yuan berbisik manja, “Tidakkah kau merindukan putri kita?”“Tentu saja aku merindukannya,” kata Qi Xiang cepat. Digenggamnya jemari Xue Yuan, “Malam ini aku akan menghancurkan Qi You dan seluruh pengikutnya, setelah aku menjadi raja maka kau akan menjadi ratu.”Xue Yuan meremas saputangan sutera di tangan penuh emosi, sudah lama ia menantikan hal ini. Sebuah rencana makar untuk menggulingkan raja Qi You dan ratu Xian Lian.Bertahun-tahun menjadi selir raja namun Qi You tak pernah sekalipun memperhatikannya.Karena sakit hati, ia berselingkuh dengan kakak kandung sang raja hingga mengandung di saat yang sama dengan ratu mengandung putra mahkota.Bahkan saat putrinya lahir-pun sang raja tak ambil peduli, hingga menimbulkan dendam mendalam di dalam hati."Mereka harus membayar mahal untuk penghinaan dan penderitaan yang telah kita terima!" bibir Xue Yuan menyunggingkan senyuman licik.Malam itu, pesta perayaan di istana berlangsung dengan meriah. Para pembesar kerajaan dan menteri duduk di sepanjang sisi kiri-kanan dalam aula istana, di tengah adalah singgasana raja Qi You dan ratu Xian Lian.Entah mengapa, sejak sore bayi putra mahkota sangat rewel, menangis tanpa henti. Ratu Xian Lian terpaksa meminta izin kepada suaminya untuk meninggalkan aula.Akhirnya Xian Lian tinggal di kamar tidur pribadi bersama putra mahkota, didampingi bibi Shu, orang kepercayaannya.“Sungguh aneh, mengapa di sini putra mahkota tidak menangis, tetapi di aula dengan orang banyak ia menangis keras sekali?” gumam Xian Lian keheranan.“Mungkin Tuan Muda tidak nyaman dengan keramaian, Yang Mulia. Akan kusuruh Pembantu Kecil membawakan sup hangat untuk Anda!” kata bibi Shu. Xian Lian mengangguk, sebenarnya ia merasa sedih tak dapat mendampingi suaminya namun kesehatan putra mereka jauh lebih penting.Bibi Shu keluar dari kamar, memanggil seorang gadis muda berpakaian pelayan yang berdiri di d
Upacara pelantikan Qi Xiang dilangsungkan keesokan harinya, disaksikan seluruh pejabat negara dan bala tentara. Raja Qi You tak memiliki pilihan selain menuruti keinginan kakaknya demi keselamatan ratu dan putra mahkota. Dengan berat hati ia menyerahkan mahkota dan jubah emas kerajaan kepada Qi Xiang. Raja baru itu bangkit berdiri, dibantu ajudan Ma Yin, ia mengenakan pakaian kebesaran raja dan memasang mahkota dengan hiasan naga emas di kepalanya. Qi Xiang menyeringai puas, ia duduk di singgasana dengan pongah. “Sekarang izinkan aku berkumpul lagi dengan istri dan anakku!” ujar Qi You. Qi Xiang menoleh padanya dan tersenyum sinis. “Berlutut dan memohonlah padaku selayaknya seorang hamba!” Qi Xiang menyeringai kejam. Sudah lama ia memimpikan hal itu terjadi, adik yang dibencinya bertekuk lutut dan mengemis meminta pengampunan. Mengubur harga dirinya, Qi You berlutut dan mengiba, “Kumohon lepaskan istri dan anakku!” Qi Xiang tertawa terbahak-bahak, lalu membungkukkan badan aga
“Aku ingin menukar bayiku dengan bayimu!” permintaan Xian Lian bagaikan petir di siang bolong di telinga Yan Li.“TIDAK!” teriak Yan Li histeris sambil mendekap bayinya erat-erat.Wang Ji menghela napas sebelum akhirnya berkata, “Baiklah, Hamba akan menukar putra kami dengan Yang Mulia Pangeran!”“Apa kau gila, Suamiku? Menyerahkan anak kita ke tangan buronan kerajaan sama dengan membunuhnya!” mata Yan Li melotot ke arah Wang Ji.“Serahkan anak kita, Yan Li!”perintah Wang Ji tegas dan tak bisa dibantah.Dengan berat hati dan tak henti-hentinya menangis, Yan Li menyerahkan bayinya ke tangan suami. Xian Lian sendiri menciumi putra kandungnya berulang-ulang untuk terakhir kali.“Ibu akan datang menjemputmu nanti, Putraku! Sementara Ibu pergi, bertahanlah, Nak!” bisik Xian Lian pada putranya.Setelah menukar bayi mereka, Xian Lian membawa putra Wang Ji bersama bibi Shu menaiki kereta kuda. Wang Ji sudah meletakkan bekal yang cukup untuk mereka bertiga.“Hati-hati di jalan, Nyonya Xian!”
"Aku tidak mau tahu, temukan dan bunuh anak itu!" titah Qi Xiang dengan mata melotot. Ketujuh pendekar kejam membungkuk hormat seraya mengepalkan kedua tangan di atas kepala, "Siap laksanakan, Yang Mulia!" Rencana penangkapan bocah bersisik di desa Kuning tersebar dari mulut seorang pengawal yang kebetulan mendengarkan, berlanjut ke mulut yang lain hingga tersebar dengan cepat di seluruh penduduk kota. Wang Ji, ayah angkat Yu Ping yang kebetulan mampir ke Kota Raja membeli manisan untuk anak-anaknya di pasar, tak sengaja ikut mendengarkan berita menakutkan itu. Tergopoh-gopoh, pria yang selalu mengenakan topi caping itu meninggalkan Kota Raja hingga lupa meminta uang kembalian manisan yang dibelinya. Wang Ji mendayung tongkangnya sekuat tenaga supaya ia segera tiba di tujuan. Setibanya di depan pintu gerbang rumahnya, Wang Ji mendapati Yu Ping sedang mencuci baju dibantu kakak perempuannya, Xin Ru. Melihat ayah mereka pulang, Yu Ping dan Xin Ru menyambut Wang Ji dengan senang.
“Kau ingin menyusul ayahmu ke neraka rupanya, Bocah Bodoh!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya. Xin Ru yakin hidupnya akan segera berakhir, ia pun memejamkan mata dan membayangkan wajah ayahnya. Aku akan berkumpul lagi denganmu, Ayah! Satu, dua, tiga detik berlalu. Xin Ru tak juga merasakan apa-apa, ia mulai berpikir apakah mungkin tebasan golok itu luar biasa cepat hingga ia tak sempat merasakan sakit. Ia memeriksa leher dan dadanya dengan kedua tangan untuk memastikan apakah ia masih hidup, ternyata tubuhnya utuh. Gadis yang masih belia itu akhirnya memberanikan diri membuka mata perlahan. Di depannya seorang wanita bertubuh langsing dengan tinggi tak kurang dari 170 cm berdiri tegak menghadang si Pembunuh Keji. Xin Ru ingat wanita itu sebagai salah satu dari komplotan yang datang mengobrak-abrik desa Kuning, sungguh aneh bila berdiri membentenginya dari serangan golok rekannya sendiri. “Minggir, Mei Mei!” bentak Dewa Golok Hitam kesal. “Hitam, aku menyukai
"Jagalah diri sendiri mulai sekarang, Yu Ping. Aku menyayangimu!" kata Xin Ru lewat tatapan matanya. Yu Ping yang mampu menangkap arti tatapan sang kakak, makin deraslah air mata membasahi pipinya. Bibirnya bergetar saat ia menyaksikan untuk terakhir kali, Xin Ru bergandengan tangan dengan salah seorang dari gerombolan pendekar berhati keji, melangkah meninggalkan desa Kuning dan tak pernah menoleh lagi ke belakang. Tak pernah terpikir oleh anak laki-laki yang masih berusia 12 tahun itu bahwa ayah akan terbunuh dan keluarga tercerai-berai dalam satu hari, yang lebih menyakitkan semua itu disebabkan oleh karena dirinya. Mungkin benar kata ibunya, ia benar-benar anak pembawa sial. Seandainya saja ia tak pernah berada dalam keluarga Wang Ji, tentu pria penuh kasih itu tak akan gugur dan kakak perempuan angkatnya juga tak akan dibawa pergi oleh manusia-manusia berhati iblis. Pendekar Pedang Pendek memutuskan untuk membawa Yu
“PAMAN!” Yu Ping menjerit sekuatnya. Namun yang dicari tak pernah muncul kembali, meski bocah malang itu berteriak memanggil namanya berulang kali. “Yu Ping tak ingin berpisah dengan Paman, biar kita mencari perguruan dimana mereka juga bersedia menerima kita berdua,” Yu Ping menangis terisak. “Huhu … jangan tinggalkan aku, Paman Wu!” Setelah hampir satu jam berlalu sia-sia, bocah itu sadar paman Wu Qing benar-benar telah meninggalkannya dan tak akan kembali lagi. Ia mengusap air mata dengan lengan baju, berjanji pada diri sendiri bahwa ini merupakan air mata terakhirnya. Akhirnya Yu Ping memutuskan untuk meneruskan langkahnya menuju perguruan Hoa San yang terletak di puncak bukit. Begitu mencapai pintu gerbang perguruan, Yu Ping bertemu dengan dua orang pemuda bertubuh tegap sedang keluar dari sana. “Hei Bocah, dari mana datangmu dan untuk apa kau kemari?” bentak seorang yang berwajah bulat begitu melihatnya. Belum lagi ia menjawab, pemuda satunya yang berkulit sawo matang mena
Sebelum semua menjadi gelap, matanya menangkap samar-samar wajah pria di atasnya. “A … Ayah?” bibir Yu Ping mengepak terbuka namun terlalu lemah untuk berkata-kata. Perlahan matanya menutup, ia ingin tertidur dan tak bangun lagi. *** Entah berapa lama tak sadarkan diri, Yu Ping kecil terbangun saat hari sudah gelap. Ia melihat sekeliling, menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam sebuah pondok bambu yang sederhana. Ia juga mengamati bajunya sudah berganti dengan baju berwarna putih bersih, siapa yang sudah begitu baik menolongnya?Ayah angkat sudah meninggal, kakak perempuan meninggalkannya, dan paman Wu Qing juga sudah pergi, Mungkinkah paman Wu Qing mengkhawatirkan dirinya lalu kembali menyelamatkannya? Saat mendengar suara orang memasak di luar pondok, Yu Ping seketika bersemangat. Tak salah lagi, orang yang telah menyelamatkannya pasti Wu Qing alias Pendekar Pedang Pendek. Saking senangnya, tanpa memedulikan bahwa tubuhnya masihlah sangat lemah, bocah itu meninggalkan t
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia