Yu Ping dan Biarawati Feng Huang membawa Liu Heng kembali ke halaman depan Hoa San tempat pertandingan masih berlangsung.
Di arena tampak dua pendekar sedang bertarung, Ketua Perguruan Kelelawar, Bian Fu melawan Liu Kang, Ketua Harimau Utara.
Agak mengejutkan bagi semua yang menyaksikan pertandingan sedari awal, lantaran Bian Fu telah memenangkan hampir tiga pertarungan melawan ketua perguruan yang lebih senior.
Tidak ada yang pernah mengetahui tentang Perguruan Kelelawar sebelumnya, tiba-tiba saja mendaftarkan diri sebagai peserta dan mengatakan bahwa perguruan tersebut masih baru dan berasal dari Timur.
Dengan wajah menyeramkan seperti hantu karena diberi cat putih, Bian Fu terlihat misterius. Tetapi kunai yang merupakan sen
Suara terbanyak dalam rapat adalah menolak mencari Golok Pembunuh Naga, hal itu tidak memuaskan hati Tetua Cheng dan Ketua Hui gadungan. Mereka tak dapat berbuat apa-apa ketika satu per satu ketua perguruan ternama meninggalkan ruang baca.“Kita bisa pergi sendiri ke Bukit Tengkorak tanpa mereka,” cetus Ketua Hui namun Tetua Cheng menggeleng.“Bukit Tengkorak adalah tempat terlarang, bahkan konon seorang pendekar hebat ‘Si Pisau terbang’ tak pernah kembali sejak mencoba memasuki kawasan itu,” terang Tetua Cheng dengan mimik serius.“Sejak kapan kau menjadi pengecut, Tetua Cheng?” ejek Ketua Hui. Tetua Cheng menatapnya gusar karena tersinggung.“Jangan kau kira aku tak tahu siapa dirimu sebenarnya, Wang!” dengus Tetua Cheng. Ketua Hui menanggapinya dengan senyuman sinis, seolah tak takut ancaman rekannya.“Maafkan bila aku bercanda keterlaluan,” Ketua Hui palsu menangkupkan tangan ke depan dada sebagai permintaan maaf, namun senyum miring di bibirnya menunjukkan ia tak benar-benar meny
Hari terakhir pertandingan adalah hari yang paling ditunggu oleh para peserta maupun penonton yang hadir, karena merupakan duel semua pendekar dari perguruan ternama.Ketua Hui palsu juga terdaftar dalam lomba tersebut, dan diam-diam ia sudah memastikan akan memenangkan pertandingan.Makanan yang disajikan saat pertandingan ditunda untuk makan siang telah ia lumuri bubuk pelemas otot yang hanya akan berlangsung selama 6 jam dan tidak mematikan.Tentu saja tidak ada satupun peserta yang mencurigainya. Pagi hari mereka yang bertarung, dapat mengerahkan segenap kemampuan dengan sangat baik.Pertandingan dimulai dengan duel antara Adik Ketiga dari Harimau Utara -mewakili kakaknya Liu Kang yang terluka pada duel hari sebelumnya- dengan Biarawati Feng Huang dari Hoa Mei.
“Kakak Liu?” Tetua Cheng terperangah tak percaya.Wajah Liu Heng terlihat bingung, ia sendiri tak mengerti mengapa tadi ketika menyaksikan Biarawati Feng Huang dalam bahaya, secara refleks ia melompat ke atas panggung dan menahan serangan Tetua Cheng.“Jangan pukul temanku!” seru Liu Heng lalu segera berbalik menghampiri Feng Huang, “Kau tidak apa-apa?”Feng Huang menggeleng, nyaris menangis terharu menyadari Liu Heng baru saja menyelamatkan dirinya. Wanita itu yakin di dalam alam bawah sadar Liu Heng, pria itu memiliki memori tentangnya.Xin Ru menyusul naik ke panggung, membantu memapah Feng Huang yang terlihat lemah. “Anda baik-baik saja?”“Entahlah, tubuhku tiba-tiba terasa lemah tak bertenaga,” keluh Feng Huang seraya me
Siang itu di aula istana, Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa sedang berkumpul. Mereka menerima undangan dari raja Qi Xiang hingga tergesa-gesa datang menghadap.Setelah menunggu cukup lama, Qi Xiang muncul dengan pakaian kebesaran raja. Wajahnya tak jauh mengalami perubahan meski dimakan usia, hanya beberapa guratan tipis di kening dan area pipi, serta helai-helai perak di sisi kiri kanan kepala.“Semoga Yang Mulia Qi Xiang Panjang Umur!” Ketujuh pendekar tangan kanan raja bersujud memberi hormat.“Bangunlah!” Qi Xiang mengangkat tangannya sebatas bahu sebagai perintah bagi mereka untuk bangkit berdiri.“Terima kasih, Yang Mulia!” jawab mereka serempak.“Aku memanggil kalian karena ada satu misi penting yang harus segera dilaksanakan!” kata Qi Xiang seraya memandang mereka satu per satu.“Misi apakah gerangan, Yang Mulia?” Dewi Seribu Wajah memberanikan diri bertanya.“Aku mendengar berita tentang munculnya Golok Pembunuh Naga di Bukit Tengkorak,” tutur Qi Xiang. “Menurut legenda, Golok P
Setelah beberapa minggu lamanya berjalan, rombongan Yu Ping akhirnya tiba di tepi danau Erhai yang sangat luas dan memiliki pemandangan indah karena dikelilingi oleh pegunungan Chang San.“Lihat, itu Bukit Tengkorak!” Liu Kang menunjuk ke arah seberang danau. Di seberang terlihat sebuah bukit yang terpisah dari pegunungan di sekitarnya. Bukit itu tertutup kabut gelap sehingga terlihat suram.Seorang tukang perahu yang sedang duduk-duduk di atas perahunya menyapa mereka, “Tuan-tuan, apakah kalian ingin menyeberang?”“Benar, dapatkah Bapak mengantarkan kami ke Bukit Tengkorak?” tanya Ketua Hui kepada pria bertopi caping itu.“Aduh, mengapa akhir-akhir ini banyak orang berkunjung kemari hanya untuk pergi ke Bukit Tengkorak?” keluh si tukang perahu. “Sudahlah, lebih baik urungkan niat kalian untuk pergi ke sana!”“Mengapa begitu, Pak?” Liu Kang bertanya karena penasaran.“Karena semua yang pergi ke Bukit Tengkorak tak ada satupun yang pernah kembali. Setiap hari aku menyeberang ke sana
“Kakak Liu, kita sebaiknya melanjutkan perjalanan saja. Tak perlu bermalam di rumah kakek!” jawab Yu Ping beralasan. Ia teringat kata-kata si prajurit sebelum meninggal untuk berhati-hati terhadap seorang kakek.“Sebentar lagi hari mulai malam,” si kakek menatap langit. “Dan malam hari banyak siluman berkeliaran. Sebaiknya kalian tidak melanjutkan perjalanan dulu.”Yu Ping berbicara melalui mata ketiga pada Dilong, sang dewa naga yang selama ini selalu bersamanya. “Bagaimana menurutmu, Dilong?”“Ikuti saja kakek itu, aku juga penasaran ingin tahu kejutan apa yang akan terjadi!”kekeh Dilong. Akhirnya mereka setuju mengikuti kakek itu menuju kediamannya yang tersembunyi yaitu di belakang air terjun, jauh di dalam hutan.Yang mengherankan, air terjun di tempat itu sangat jernih dan tak beracun. Di belakang air terjun mereka menemukan sebuah hamparan padang rumput hijau dengan sebuah pondok sederhana di tengah-tengahnya.“Hati-hati, ada kemungkinan ini adalah fatamor
“Yu Ping adalah putra mahkota yang terbuang tentu saja,” Dewa Golok Hitam terkekeh.“Benarkah itu, Kakak Xin?” Yu Ping menatap Xin Ru nanar, gadis itu menjawabnya hanya dengan anggukan kepala.Yu Ping tertegun, seolah tak mempercayai kenyataan yang ia dengar. Selama ini pemuda itu menganggap dirinya adalah anak haram yang tak jelas asal usulnya, ternyata ia adalah seorang putra mahkota? Pantas saja selama ini orang-orang istana memburu kepalanya.“Xin Ru, Guru akan mengampuni nyawamu asalkan kau tinggalkan buronan istana ini!” seru Dewi Seribu Wajah memperingatkan.“Guru, aku tak pernah mengkhianatimu. Aku juga tak akan pernah mengkhianati adikku!” tegas Xin Ru, memasang diri sebagai tameng untuk melindungi Yu Ping.
Secara ajaib, golok tersebut tertarik dengan mudah dari dalam tanah. Qi Yun mengacungkan Golok Pembunuh Naga ke langit sambil tertawa puas.“Qi Yun, kumohon letakkan kembali golok itu demi kebaikanmu!” teriak Xin Ru. “Siapa kau ini, beraninya mencampuri hidupku!” bentak Qi Yun, wajahnya berubah menjadi bengis.“Aku kakak kandungmu, Xin Ru!” Xin Ru menyeka air mata yang sempat jatuh ke pipinya yang tirus. “Ayah kita Wang Ji adalah tukang perahu di desa Kuning, Ayah dan Ratu Xian Lian menukarkan dirimu dengan Yu Ping untuk menyelamatkan sang Putra Mahkota.”Tangan Qi Yun bergetar, hatinya campur aduk. marah, sedih, kecewa, dan hancur. Selama ini wanita yang ia anggap ibu kandungnya mengatakan bahwa ia adalah pangeran negeri Qi yang memiliki tanggung jawab besar yaitu merebut tahta kerajaan dari raja lalim, Qi Xiang. Ia digembleng dengan keras sejak kecil, dan setelah dewasa harus memikul tanggung jawab besar membantu memimpin pemberontakan terhadap raja.Kini Qi Yun mengerti, Ratu Xian