“Yu Ping adalah putra mahkota yang terbuang tentu saja,” Dewa Golok Hitam terkekeh.
“Benarkah itu, Kakak Xin?” Yu Ping menatap Xin Ru nanar, gadis itu menjawabnya hanya dengan anggukan kepala.
Yu Ping tertegun, seolah tak mempercayai kenyataan yang ia dengar. Selama ini pemuda itu menganggap dirinya adalah anak haram yang tak jelas asal usulnya, ternyata ia adalah seorang putra mahkota? Pantas saja selama ini orang-orang istana memburu kepalanya.
“Xin Ru, Guru akan mengampuni nyawamu asalkan kau tinggalkan buronan istana ini!” seru Dewi Seribu Wajah memperingatkan.
“Guru, aku tak pernah mengkhianatimu. Aku juga tak akan pernah mengkhianati adikku!” tegas Xin Ru, memasang diri sebagai tameng untuk melindungi Yu Ping.
Secara ajaib, golok tersebut tertarik dengan mudah dari dalam tanah. Qi Yun mengacungkan Golok Pembunuh Naga ke langit sambil tertawa puas.“Qi Yun, kumohon letakkan kembali golok itu demi kebaikanmu!” teriak Xin Ru. “Siapa kau ini, beraninya mencampuri hidupku!” bentak Qi Yun, wajahnya berubah menjadi bengis.“Aku kakak kandungmu, Xin Ru!” Xin Ru menyeka air mata yang sempat jatuh ke pipinya yang tirus. “Ayah kita Wang Ji adalah tukang perahu di desa Kuning, Ayah dan Ratu Xian Lian menukarkan dirimu dengan Yu Ping untuk menyelamatkan sang Putra Mahkota.”Tangan Qi Yun bergetar, hatinya campur aduk. marah, sedih, kecewa, dan hancur. Selama ini wanita yang ia anggap ibu kandungnya mengatakan bahwa ia adalah pangeran negeri Qi yang memiliki tanggung jawab besar yaitu merebut tahta kerajaan dari raja lalim, Qi Xiang. Ia digembleng dengan keras sejak kecil, dan setelah dewasa harus memikul tanggung jawab besar membantu memimpin pemberontakan terhadap raja.Kini Qi Yun mengerti, Ratu Xian
“Yu Ping, bila kau tidak menyerahkan serulingmu padaku, saudara angkatmu ini akan mati!” ancam Qi Yun dengan sorot mata bengis. Tangannya mencengkeram leher Xin Ru, gadis itu berpegangan pada tangan adik kandungnya sementara kedua kakinya berjinjit di bibir jurang. “Apa yang kau lakukan?” terak Yu Ping, “Dia kakakmu!” “Aku tidak peduli! Serahkan Seruling Sakti kepadaku sekarang atau kulemparkan perempuan ini ke jurang!” bentak Qi Yun tak main-main. “Yu Ping … ja-jangan!” Xin Ru ingin berteriak namun karena tercekik, suaranya hanya menyerupai erangan lirih. Yu Ping melemparkan seruling saktinya ke arah Qi Yun, namun benda pusaka tersebut berhenti ditengah-tengah mereka dan melayang-layang di udara “Sekarang lepaskan Kakak Xin Ru!” tuntut Yu Ping. Xin Ru adalah satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki. Pemuda itu tak mau kehilangan meski Xin Ru hanyalah seorang kakak angkat. Qi Yun tersenyum sinis, ia kini memiliki kesempatan membunuh sang Putra Mahkota. Bila Yu Ping mati, mak
"Untuk menguji seberapa patuh dirimu padaku, aku perintahkan kau membunuh ketiga saudaramu, bagaimana?" Qi Yun tersenyum kejam. Badan Dewa Golok Putih gemetar hebat, ia sangat menyayangi saudara-saudaranya, tapi ia juga takut kehilangan nyawa bila tak menuruti perintah Pendekar Iblis di depannya. Ketiga pendekar kejam memandang Dewa Golok Putih dengan kecewa, “Kami tak menyangka kau menjadi sepengecut ini, Kak! Mulai detik ini kita bukan lagi saudara!”Ketiga pendekar itu menghunus senjata masing-masing, menuding Qi Yun dengan mata berapi-api, “Hari ini kami yang mati atau dirimu, Manusia Iblis!”“Heh, kalian sendiri Iblis memanggilku Iblis!’ Qi Yun menyeringai, “Karena kalian tidak takut mati, baiklah … kuantar semuanya ke neraka!”Dua pendekar kejam, yaitu Pendekar Ketiga dan Keempat menyatukan kekuatan lalu melompat menerjang bersama-sama ke arah Qi Yun yang berdiri tenang, sorot mata mengejek. Sementara seorang lagi, pendekar Keenam mengendap-endap ke belakang Xin Ru yang hanya bi
Rombongan Liu Kang bergerak menuruni bukit dengan tergesa namun juga penuh kehati-hatian karena mereka khawatir bertemu dengan Qi Yun dan Dewa Golok Putih.Ketika melewati hutan, mereka dihadang oleh sekelompok harimau bermata hijau dimana hewan-hewan tersebut bukanlah harimau biasa melainkan siluman.“Sudah lama sekali tidak makan daging manusia,” seringai harimau berbadan paling besar yang berada di baris terdepan, sepertinya ia adalah pemimpin siluman harimau.Keempat pendekar saling beradu punggung dan bersiaga, ternyata mereka telah dikelilingi puluhan ekor siluman harimau.“Kakak Liu, melawan satu siluman saja setengah mati, ini ada puluhan … apakah di bukit tengkorak ini akhir hidup kita?” Adik Ketiga bertanya denga
“Maafkan aku, Nona Xin! Ini adalah masalah keluargaku, aku tak ingin membawa orang luar menempuh bahaya bersamaku. Apalagi kau adalah kakak dari Yu Ping!” Liu Kang meletakkan kedua tangannya pada bahu Xin Ru.Sekali lompat, mereka sudah berada di atas perahu. Liu Kang membantu Xin Ru untuk duduk di atas papan perahu. Setelah itu ia memberikan uang kepada tukang perahu, lalu melompat keluar.“Saudara Liu, kalian tidak bisa melawan mereka sendiri. Izinkan aku ikut membantu!” Xin Ru memohon sambil berurai air mata.“Di antara kita harus ada yang tetap hidup untuk memberitahukan kepada semua kerabat apa yang terjadi pada kami, berjanjilah untuk tetap hidup, Nona Xin!” Liu Kang menangkupkan kedua tangan ke depan dada, memberi hormat pada Xin Ru.Liu kang memutar tubuhnya membelakangi Xin Ru ketika gadis itu berkata, “Kami akan menunggumu di sini.”Liu Kang mengangguk, “Baiklah, tetapi bila dalam satu jam aku tak kembali, bertolaklah!”Huli Bai memeluk pinggang Liu Lang, berdua melesat terba
"Siapa sekarang yang dapat menolongmu, Huli Bai malang?" seringai Laohu Jing.“Tuanku,” celetuk salah satu dari anak buah Laohu Jing, “Kalau kita dapat mengunci roh siluman rubah seratus tahun dan mengendalikannya maka kekuatan Anda pasti berlipat ganda!”“Benarkah?” Laohu Jing menyeringai makin lebar.“Benar, Tuanku!” jawaban anak buahnya menyebabkan Laohu Jing menjadi bersemangat. Kepala kelompok siluman harimau itu mulai merapal mantra Penyerap Roh, kedua telapak tangannya mengeluarkan cahaya kemerahan.Huli Bai menjerit kesakitan ketika cahaya merah itu membungkus seluruh tubuh, menembus kulit dan berusaha membetot roh yang ada di dalam diri siluman rubah malang itu.AARGH!Wanita itu menggeliat, memegangi dadanya, berusaha melawan kekuatan gelap mantra Penyerap Roh. Namun tenaga dan ilmu sihirnya sudah setipis kertas, ia tahu tak akan mampu bertahan lebih lama.“Hentikan!” Tiba-tiba terdengar suara menggelegar menggetarkan pepohonan di sekeliling mereka, menyusul bertiupnya angin
“Akhirnya kau bangun juga, Yu Ping!” Seorang pria tua berpakaian petani berdiri di ambang pintu, memegang nampan berisi sepiring bakpao dan semangkuk sayuran. Pria itu adalah kakek misterius yang mengajak dirinya dan rombongan menginap di sebuah pondok dimana kemudian pondok dan pemandangan hamparan rumput hijau itu menghilang keesokan harinya. “Kakek ini sebenarnya siapa?” tanya Yu Ping penasaran, “Yang pasti kau bukanlah manusia.” Kakek itu terkekeh, tidak menjawab pertanyaan Yu Ping. Ia meletakkan makanan yang dibawanya ke atas meja lalu mempersilahkan si pemuda yang baru siuman tersebut untuk makan. “Makanlah, Nak!” Suara si kakek terdengar ramah seperti biasanya, “Kau pingsan selama dua hari, pasti perutmu sangat lapar. Yu Ping ingin membantah tetapi tiba-tiba perutnya berbunyi, mukanya merah padam karena malu, “Maaf.” Si kakek tertawa, “Jangan khawatir, aku tak akan mencelakaimu!” Yu Ping akhirnya duduk dan mulai menyantap bakpao dengan hati-hati, “Terima kasih, Kek!” Kake
Yu Ping melangkahkan kaki dengan hati-hati saat memasuki pusaran vortex berkilauan dengan warna biru dan ungu. Lubang spiral itu berputar-putar, membuat setiap langkahnya terasa seperti di dalam mimpi, di mana ruang dan waktu tak memiliki batasan yang jelas. Tiba-tiba saja, tanpa ada alarm tanda bahaya lebih dahulu, sebuah kekuatan misterius menarik raga Yu Ping masuk lebih dalam. Tubuhnya menjadi seringan kapas, ia seperti telah meninggalkan bumi dan gravitasi tak lagi menyentuhnya.Tubuh Yu Ping berputar dan berputar mengikuti gerakan pusaran yang menariknya makin jauh ke dalam dan seakan tak berujung. Pemuda itu memejamkan mata, berusaha mengosongkan pikirannya. Setelah beberapa saat lamanya, Yu Ping mulai merasakan vortex yang awalnya berputar kencang mulai melambat hingga akhirnya berhenti sama sekali. Tetapi raganya masih melayang-layang di udara.Perlahan Yu Ping membuka mata, sedikit terkejut menyadari ia berada di sebuah ruangan berwarna putih tanpa batas. Ruangan putih yan
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia