"Astaga, Nin! Kenapa aroma ja l an la hir kamu seperti ini? Padahal sudah enam bulan aku 'puasa' karena berlayar di laut. Eh, saat pulang nggak bisa minta ja t ah," protes Rizki. Wajah Nina memucat. "A-aku sakit, Mas!" "Sakit apa, Nin? Ayo ke dokter!" seru Rizki dengan wajah cemas. "Enggak usah. Aku... Takut."Jawaban Nina justru membuat Rizki semakin heran."Takut apa, Nin?" "Takut mendengar diagnosa dokter," sahut Nina lirih. Dia menunduk. Dia tidak menyangka jika suami nya kembali ke darat lebih cepat daripada janjinya kemarin lusa saat di telepon. Rizki menggenggam tangan istri nya. Mereka baru menikah selama 1,5 tahun. Dan Rizki adalah seorang anak buah kapal penangkapan ikan yang bekerja di perairan Indonesia atau beroperasi di dalam negeri sebagai OS (ordinary seamen) atau bagian deck departement. Dia berlayar selama tiga bulan dan libur di darat selama dua pekan. "Sayang, aku sayang banget sama kamu. Aku nggak mau terjadi apa - apa pada kamu. Apalagi aku kan jarang di
Dokter dan perawat UGD di rumah sakit itu terkejut dan serentak melihat ke arah Rizki. "Tenang dulu, Pak. Saya hanya menjelas kan tentang penyakit yang saya ketahui," ujar dokter di hadapan Rizki dengan tenang. Tangan Rizki terk e p a l. "Bagaimana saya bisa tenang jika dokter me n u d uh saya selingkuh?!""Lho, memang ada kalimat saya yang menyebut jika bapak se li n g kuh? Saya kan hanya bilang tentang fakta penyakit yang dialami oleh pasien," ujar dokter itu lagi. Rizki mengatur napasnya yang membu ru. Hatinya masih tidak terima jika dia disebut kan berselingkuh."Darimana dokter tahu tentang penyakit yang dialami oleh istri saya?" tanya Rizki akhirnya. Dia menatap t a j a m pada dokter itu. "Pak, gejala penyakit seperti aroma tidak sedap dari ja l an la hir, nyeri saat buang air kecil, k e p u t i h a n berwarna, d a r a h padahal belum waktu nya da ta ng bu l an, dan nyeri pinggang yang dialami oleh pasien adalah salah satu ciri dari dua kemungkinan penyakit. Pertama kanker
"Bukan hal seperti itu yang ingin aku ketahui, Nin! Aku mohon kejujuran mu! Ini untuk kebaikan kita berdua. Apa kamu selingkuh?" tanya Rizki to the point membuat Nina salah tingkah. "Mas Rizki... Aku..."Nina terdiam menatap Rizki yang tampak kacau. Dia menggenggam tangan suami nya. "Aku tidak pernah selingkuh, aku sangat mencintai kamu, Mas!" ujar Nina sungguh-sungguh. "Lalu darimana datangnya penyakit yang kamu alami ini? Aku juga tidak pernah selingkuh, Nin. Di kapal, aku berusaha menjaga iman ku dan selalu mengingatmu. Aku juga tidak pernah men ye n tuh perempuan lain."Rizki menjeda kalimat nya sejenak. "Apa kamu pernah tra ns fu si saat aku berlayar?" tanya Rizki lagi. Nina menggeleng. "Tidak, Mas.""Lalu dari mana asal penyakit ini?" tanya Rizki. Nina hanya bisa mengedikkan bahunya. "Aku juga tidak tahu dari mana asalnya penyakit ini. Kalau aku bisa memilih, aku juga tidak ingin mengalami sakit seperti ini, Mas. Aku juga tidak mau membuat kamu cu ri ga," ujar Nina lirih
"Aku nggak selingkuh, Mas! Seharusnya kamu pun juga dicek ke laboratorium! Jangan- jangan kamu yang membawa penyakit itu dari luar tapi nggak mau ngaku. Bisa juga kan?" tanya Nina sengit. "Hah? Apa?" "Iya! Bisa saja kan kamu sebelum berlayar tiga bulan yang lalu terkena penyakit ini lalu menulariku!? Dan karena kamu lebih sehat dariku atau penyakit mu diketahui lebih dulu akhirnya kamu lebih cepat sembuh dariku karena bisa saja kamu minum o b at yang lebih manjur dariku, Mas!?" tanya Nina memberanikan diri. Rizki mengerut kan dahinya. "Jangan sembarangan kalau bicara, Nin! Jangan lempar batu sembunyi tangan!" ujar Rizki tegas. "Aku ingin keadilan, Mas!" ujar Nina tegas. "Hah, keadilan!? Keadilan mana yang kamu maksud kan?" tanya Rizki bingung. "Kamu juga harus dites, Mas! Aku juga tidak mau hanya aku yang di cu ri gai berbuat cu ra ng!" tuntut Nina. Rizki tercengang. "Hah, untuk apa aku dites? Aku kan tidak menunjukkan gejala apapun?" tanya Rizki."Ya, memang kamu tidak menun
Mendadak Rizki mendelik melihat bagian bawah papanya yang kemerahan. "Papa? Papa kenapa?"Papanya berusaha berdiri dengan berpegangan pada tiang besi mendatar yang terpasang di dinding kamar mandi. "Tadi jatuh saat lari-lari. Jatuh ke depan. Njlungup sampai tengkurap gara - gara kesandung pas lari-lari tadi," ujar papa Rizki. Rizki memegangi lengan papanya perlahan. "Kalau memang ngilu dan sakit, lebih baik papa ber o b a t ke dokter UGD atau poli. Biar Rizki antar papa," tawar Rizki. Papanya menggeleng. "Enggak usah, Riz. Biasanya diurut biar sembuh," tukas papanya, Rizki dan papanya pun kembali ke dalam kamar ruang rawat inap. Nina tampak sedang memainkan ponselnya sesaat, dan saat melihat Rizki kembali ke kamar, dia meletakkan ponselnya kembali. Ekspresi wajah Nina terlihat kalut dan dengan cepat dia menghela napas panjang, berusaha menormalkan ekspresi wajahnya. "Papa nggak apa-apa?" tanya Nina saat melihat mertuanya keluar dari kamar mandi diikuti Rizki di belakang nya.
"Ah! Kenapa tidak kepikiran hal itu saja untuk membuktikan perselingkuhan Nina!" seru Rizki bersemangat. Dia lalu segera meraih ponselnya untuk menelepon seseorang. "Halo..."Terdengar suara berat menyapa dari seberang telepon. "Halo, Adi! Kamu hari ini ngapain?" tanya Rizki. Adi dan Rizki bersahabat sejak SMA sampai sekarang. "Aku sedang nungguin toko. Emang kenapa?" tanya Adi. "Aku mau ke toko kamu sekarang, Di. Tunggu ya. Aku butuh sharing," ujar Rizki. "Hm, oke boleh. Baik, aku tunggu ya?!""Iya. Oh ya, kamu kok nggak kaget aku sudah pulang dari berlayar dan sekarang sedang di darat?" "Lah, emangnya harus kaget gitu? Aku kan sudah tahu kalau kamu anak buah kapal. Jadi nggak kaget lah kalau kamu datang tak diundang dan pergi tak diantar," ujar Adi tertawa. Di seberang telepon, Rizki juga ikut terkekeh. "Ya sudah, aku mau siap- siap dulu ke toko kamu.""Oke, aku tunggu, Riz. Aku juga penasaran banget kamu mau ngomongin apa," ujar Adi. "Nanti juga tahu sendiri," sahut Rizki
"Darimana kamu tahu kalau selingkuhan Nina tidak akan berhubungan lagi dengan nya? Apa kamu mengetahui sesuatu?" tanya Rizki penuh selidik. Sejenak Adi menatap Rizki, lalu tersenyum. "Yah, itu sih menurut ku. Coba kamu bayangkan sekarang. Andai saja kamu jadi selingkuhan istri orang, lalu istri orang itu menderita penyakit ke la min, sebagai selingkuhan nya apa kamu masih mau ti d ur sama dia? Beri kesempatan kedua istri kamu lah. Lagipula kamu pernah bilang padaku kan kalau pem be lian rumah dan mobil kamu dibantu oleh mertua kamu dengan adanya surat perjanjian pra nikah," usul Adi bersemangat. Rizki mengerutkan keningnya. "Eh, kok jadi kamu sih yang semangat kalau aku baikan sama Nina?" tanya Rizki. "Hm, ya gimana ya. Aku rasa kalian berdua itu couple goals. Yang cewek cantik banget, kamunya juga ganteng," sahut Adi. "Jadi sayang banget aja kalau kalian pisah begitu saja," sambung Adi. Rizki menghela napas ka s ar. Di dunia ini rasa nya tak ada orang yang sudi berbagi pasanga
"Mami, papi, baru datang?!" tanya Rizki mendekat. Tangan nya terulur hendak menyalami kedua mertuanya. Tapi to n jok an dari papi Nina membuat Rizki terkejut. Buaaagghh! "Dasar suami tidak bertanggung jawab!" Rizki hampir saja tersungkur karena diga m p ar mertua laki-lakinya. Tapi dia segera menyeimbangkan kedua kakinya. Pipinya terasa perih, bahkan keluar d a ra h segar dari sudut bibir Rizki. Rizki yang sudah bisa menguasai diri dan berdiri seimbang itu menatap ke arah mertuanya. Dia tidak gentar dan tidak mundur sedikit pun karena merasa tidak bersalah. "Ada apa, Pi? Kenapa mendadak me mu kul saya?" tanya Rizki dengan menatap ta j am ke arah mertuanya. "Kamu ini yang kenapa?? Tega sekali membiarkan Nina sendirian dirawat di rumah sakit! Kalau kamu sudah tidak cinta lagi pada Nina, kembalikan anak satu-satunya pada kami secara baik-baik. Kamu dulu meminta nya dengan baik, jadi kembalikan anak kami secara baik - baik juga pada kami. Tapi ingat, perjanjian pra nikah kalian,
Tiga bulan berlalu sejak kematian Nina, Rizki dan Devita mulai mempersiapkan acara resepsi mereka. "Jadi tokonya akan tutup selama berapa hari, Bos?" tanya salah satu karyawan Rizki. "Tiga hari, mulai besok ya."Karyawan Rizki mengangguk. Dia tetap memandang Rizki seperti sedang memikirkan sesuatu. "Bos, hm, sebenarnya saya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi takut dan ragu," ujar karyawan Rizki. "Bilang saja, saya sudah jinak kok," sahut Rizki sambil tertawa. "Kemaren saya menjenguk Dedi di penjara. Dia kan dipenjara setahun. Ada bukti bahwa dia hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh almarhum mas Adi. Papanya mas Adi pun juga tidak keberatan dengan hukuman itu padahal sudah membuat istrinya meninggal. Karena bapaknya mas Adi bilang ke Dedi kalau bapak nya mas Adi ngerasa bersalah sudah gagal mendidik anak sehingga mengakibatkan orang lain di penjara juga," ujar karyawan Rizki. "Lalu apa hubungannya dengan ku?" tanya Rizki bingung. Dia memandang ke arah Devita yang duduk di s
Fuso itu juga mengerem mendadak agar tidak menabrak mobil Nina, namun terlambat, bemper sebelah kanan fuso itu menyambar mobil Nina, sehingga mobil Nina terdorong ke belakang lima puluh meter dalam keadaan ringsek. "Aaaaa! Mas!" jerit Devita kaget karena melihat tabrakan yang terjadi di hadapan nya. "Ya allah, innalillahi wa innalillahi roji'un! Kamu di sini saja, aku akan melihat siapa korban kecelakaan itu dan memanggil polisi," ucap Rizki sambil mengusap kepala Devita. Rizki bergegas menyebrang jalan. Rupanya bunyi tabrakan yang kencang tadi membuat beberapa warga yang mempunyai rumah di jalanan itu segera keluar dari rumah meskipun pada awalnya masing-masing pintu rumah mereka tertutup karena bersiap tidur. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mobil Nina dan truk fuso. Dan alangkah terkejutnya Rizki, saat melihat korban yang berada di dalam mobil nahas itu. Tampak tubuh Nina yang bersandar di balik kemudi dalam keadaan terpejam. Bemper mobil depan Nina ringsek dan menje
Nina dengan cepat mengetik nomor yang tertera di poster itu lalu menelepon nya. "Halo, dengan toko Rizki di sini. Ada yang bisa dibantu?"Terdengar suara lelaki ramah di seberang telepon. Nina yang baru saja berganti nomor ponsel sangat yakin jika suara itu adalah suara Rizki, mantan suaminya. "Halo, Kak, saya butuh beberapa cemilan dan bahan makanan untuk ngegrill. Bisa diantar kan ke alamat saya?" tanya Nina. Jantung nya berdebar kencang. Berharap Rizki tidak mengenali suaranya lagi. Di seberang telepon, Rizki terdiam. Dia memang sudah lama tidak berkomunikasi dengan Nina, tapi dia yakin jika suara yang didengar nya saat ini adalah suara Nina, mantan istri nya. 'Wah, sepertinya ini suara Nina. Jangan - jangan dia merencanakan sesuatu pada ku atau Devita,' batin Rizki. 'Sebaiknya aku ikuti saja permainan Nina. Awas saja kalau dia sampai berbuat aneh- aneh pada Devita,' sambung Rizki dalam hati. "Oh, ya. Kami memang melayani pembelian secara COD. Jadi apa saja yang ingin dibeli?
Wajah Rizki terlihat keruh saat bersiap untuk membuka toko. "Kamu kenapa, Yang? Ada masalah? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Devita. Dia menumpuk piring kotor setelah mereka makan dan mengumpulkannya di dalam wastafel. "Aku baru dapat pesan dari pengacara kalau kasus Nina berhasil saat naik banding di pengadilan. Dan sekarang dia bebas," ujar Rizki sambil menghela napas panjang. Gerakan Devita yang sedang membasuh piring dengan sabun menjadi terhenti. Dia menggigil sesaat. Teringat saat Nina yang menyuruh preman untuk menganggu dan menculiknya. Untung saja waktu itu Rizki berhasil menyelamatkan kehormatan nya. Kalau saja saat itu Rizki telat datang, Devita bahkan tidak berani untuk membayangkan nya. "Aku takut, Mas. Bagaimana kalau Nina mengincar kebahagiaan kita lagi?" tanya Devita terdiam di depan wastafel. Rizki yang hendak menuruni anak tangga untuk ke lantai bawah, membalikkan badan dan memeluk Devita erat. "Aku tidak akan membiarkan Nina mengambil kebahagiaan kita, Yang.
Pengacara nya menghela napas panjang, berpikir sejenak. "Bukan kapasitas saya untuk bicara. Mbak Nina lihat saja sendiri saat pulang nanti, sekarang mbak Nina pulang saja dulu," ujar pengacara Nina. Nina mengangguk, lalu tersenyum dan menoleh sejenak ke arah sel tempat dia dikurung kemarin. Telihat para perundungnya yang menatap Nina dengan rasa kesal. Nina yang tampak kurus dan terlihat dekil karena mengalami penganiayaan di dalam penjara oleh teman satu selnya, menatap ke arah teman- teman satu selnya dengan penuh dendam. Dia lalu mengacungkan jari tengah ke arah mereka, kemudian bergegas pergi. ***"Ini rumah siapa, Pak??" tanya Nina pada pengacara nya. "Ini rumah kamu, mbak Nina," ujar pengacara nya membuat Nina semakin bingung. "Bukan! Rumahku gede, Pak! Bukan kecil seperti ini!" ujar Nina seraya menggelengkan kepalanya. "Masuk saja dulu, Mbak Nina. Ada orang tua kamu di dalam," ujar pengacara nya mempersilahkan. Nina pun berjalan sampai ke arah teras rumahnya, dia lalu m
Devita terbangun saat mencium aroma nasi goreng yang lezat. Dia lantas duduk di ranjang sejenak lalu merenggang kan kedua tangan nya ke atas dan menuju ke kamar mandi. Usai sikat gigi, cuci muka dan berganti pembalut, dia menuju ke dapur yang berseberangan dengan kamar nya dan melihat Rizki yang sedang mengaduk masakannya di wajan. Devita menatap nya dengan takjub. Tampak Rizki menuangkan minyak cabai ke dalam wajan berisi nasi goreng lalu menggoyang - goyangkan pegangan wajannya dengan ahli dan tampak api dari kompor yang menjilat sampai ke wajan. "Wihh, bisa begitu ya?" tanya Devita takjub. Rizki menoleh ke arah istrinya. "Hei, kamu sudah bangun, Yang? Duduk gih, aku sedang memasak sarapan kita. Nasi goreng hitam! Ini pakai aneka seafood dan tinta cumi-cumi lho! Rasa pedas kesukaan kamu!" ujar Rizki tersenyum. Devita terdiam dan menatap sang suami penuh cinta. Bukannya menuruti instruksi suaminya untuk duduk, Devita justru mendekat ke arah Rizki dan memeluk nya dari arah belak
Saat langkah Rizki mendekat ke arah pohon tempat Adi bersembunyi, Adi segera berdiri lalu mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. "Hiyaaat! Ma ti kamu, Rizki!" seru Adi sambil membabi buta mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. Buaakkh! "Aarrghhh!"Alih - alih bisa melukai Rizki dengan ayunan pisau nya, tangan Adi justru terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Adi berteriak saat pergelangan tangannya terasa patah terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Kedua lelaki yang pernah menjadi sepasang sahabat itu pun berhadapan dengan sengit. Adi menggerak - gerakkan tangan kanannya yang terkena hantaman dahan pohon. 'Untung saja tidak patah,' batin Adi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari pisau lipatnya yang terjatuh ke entah dimana. 'Duh, dimana pula pisau ku tadi!? Bagaimana mungkin aku melawan Rizki hanya dengan tangan kosong?' batin Adi panik. Tapi dia tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Menyerahlah saja, Di! Bertanggungjawab lah atas segala hal yang te
Warning : Adegan gore! "Mampus saja kamu, Riz!" seru Adi sambil mendorong pisau di tangannya semakin mendekat ke arah perut Rizki dan Rizki pun sekuat tenaga menahan pisau Adi, dan dalam gerakan dorong- mendorong itu, tangan Rizki tanpa sengaja menekuk dan membalikkan arah tangan Adi, sehingga pisau Adi menghujam perut nya sendiri. "Aaarghh!" Adi berseru bertepatan dengan darah yang mengalir dari perutnya. Rizki dan Adi saling mendelik dalam diam. Cengkeraman tangan Rizki melonggar, sehingga genggamannya pada tangan Adi melemah. Adi berdiri terhuyung dan memegangi perutnya yang tertusuk pisau yang dipegangnya sendiri. Rizki membalikkan badannya dan perhatian nya tertuju pada Devita yang sudah terlepas dari tali yang mengikat tangannya dan lakban yang menutup mulut nya. "Mas!" seru Devita menghambur ke arah Rizki. Rizki dan Devita berpelukan dengan berurai air mata. "Kamu nggak apa- apa kan?" tanya Rizki sambil membingkai wajah istri nya dengan cemas. Devita menggeleng. "Alhamd
"Kenapa kamu nggak lapor polisi, Riz?" tanya teman pemilik gym nya dengan prihatin. Rizki menghela napas panjang. "Sudah. Tapi kata polisi harus menunggu 1x24 jam. Kecuali memang ada bukti ancaman."Teman Rizki berpikir sejenak. "Kalau begitu, apa tidak mungkin istri kamu pergi ke rumah temannya? Lalu HP nya rusak, sehingga dia tidak bisa menelepon kamu?" tanya teman Rizki.Rizki menggeleng."Tidak mungkin! Devita sangat hapal nomor HP ku. Jadi kalau dia memang harus menginap di rumah temannya dan HP nya rusak, dia pasti akan meninjam HP temannya untuk menghubungiku," ujar Rizki. "Kalau HP Devita tidak aktif dan dia juga tidak menghubungi ku, berarti kemungkinan nya hanya satu. Istriku sedang dalam bahaya. Kemungkinan dia diculik orang atau sedang dalam bahaya. Aku butuh bantuan kamu dan Falcon," sambung Rizki lagi. Temannya manggut-manggut. "Kita harus menyediakan alat untuk membela diri, Riz," ujar Johan. Dia lalu masuk ke dalam rumah dan membawa keluar semprotan merica, pisau