Share

sepulangnya 4

"Aku nggak selingkuh, Mas! Seharusnya kamu pun juga dicek ke laboratorium! Jangan- jangan kamu yang membawa penyakit itu dari luar tapi nggak mau ngaku. Bisa juga kan?" tanya Nina sengit.

"Hah? Apa?"

"Iya! Bisa saja kan kamu sebelum berlayar tiga bulan yang lalu terkena penyakit ini lalu menulariku!?

Dan karena kamu lebih sehat dariku atau penyakit mu diketahui lebih dulu akhirnya kamu lebih cepat sembuh dariku karena bisa saja kamu minum o b at yang lebih manjur dariku, Mas!?" tanya Nina memberanikan diri.

Rizki mengerut kan dahinya.

"Jangan sembarangan kalau bicara, Nin! Jangan lempar batu sembunyi tangan!" ujar Rizki tegas.

"Aku ingin keadilan, Mas!" ujar Nina tegas.

"Hah, keadilan!? Keadilan mana yang kamu maksud kan?" tanya Rizki bingung.

"Kamu juga harus dites, Mas! Aku juga tidak mau hanya aku yang di cu ri gai berbuat cu ra ng!" tuntut Nina.

Rizki tercengang. "Hah, untuk apa aku dites? Aku kan tidak menunjukkan gejala apapun?" tanya Rizki.

"Ya, memang kamu tidak menunjukkan gejala P M S atau penyakit apalah itu. Tapi siapa tahu saja kamu sudah minum o b at atau menahan rasa sakit nya. Pokoknya aku tidak mau tahu ya, Mas, kamu harus tes juga!" ujar Nina dengan intonasi lebih tinggi.

Rizki menjawab dengan cepat.

"Oke, baiklah tunggu di sini! Kamu akan melihat hasilnya dan jika terbukti kamu yang telah berbuat cu r ang, aku akan..."

"Akan apa, Mas? Kenapa kamu tidak melanjutkan ucapan kamu?" tanya Nina. Rizki terdiam. Sebenarnya dia memiliki

hu ta ng budi pada keluarga Nina.

Keluarga Nina yang mem ba y ar ua ng muka rumah yang sekarang ditempatinya, sehingga Rizki tinggal memb a y ar setengah nya. Keluarga Nina juga membantu mem ba y ar setengah dari kekurangan ha r ga mobil bekasnya.

Karena dia baru 2 tahun bekerja sebagai staf biasa di pelayaran penangkapan ikan perairan lokal Indonesia, maka keluarga Nina berinisiatif untuk membantu perekonomian keluarga baru anaknya.

"Hhhh, aku cek lab dulu biar kamu lega," ujar Rizki. Dia lalu bergegas meninggalkan Nina pergi ke UGD, bertanya pada dokter yang berada di sana bagaimana prosedur untuk periksa ken cin g atas permintaan sendiri.

Sekitar satu jam kemudian, Rizki kembali ke kamar Nina.

"Bagaimana hasil nya cek lab kamu, Mas?" tanya Nina begitu Rizki terlihat di pintu kamarnya.

Rizki mengangsurkan amplop putih pada Nina.

"Negatif. Tidak ada kuman apapun dalam air seniku. Aku tidak mungkin meng

k hia na ti mu, Nin. Sekarang kita fokus saja pada kesembuhan kamu. Setelah itu kita bicarakan lagi tentang hubungan kita," ujar Rizki.

"Memang ada apa dengan hubungan kalian?!"

Sebuah suara terdengar dari pintu ruang rawat inap Nina. Rupanya Rizki tidak menutup pintu dengan sempurna saat masuk ke dalam kamar Nina.

Rizki menoleh, lalu melihat papanya datang.

"Wah ada Papa, masuk, Pa," ujar Rizki mempersilahkan papanya untuk masuk ke ruang rawat inap Nina.

Papa Rizki mengangguk lalu menghampiri anak dan menantunya. Lelaki yang sudah berusia lima puluh lima tahun itu tampak masih gagah dan sehat.

Papa Rizki lalu duduk di sofa yang memang disediakan untuk keluarga pasien di ruang rawat inap itu dan memandang pasangan di hadapan nya.

"Bagaimana keadaan kamu, Nin?" tanya papa.

"Membaik, Pa. Maaf tadi tidak bisa mengantarkan makanan untuk papa," ujar Nina.

Papa Rizki tersenyum. "Tidak apa-apa, papa justru merasa tidak enak jika merepotkan kamu terus. Tentang makanan, papa bisa beli," ujar papa Rizki.

"Bukannya sudah tugas Nina untuk menjaga pola makan papa saat aku tidak berada di rumah? Papa kan mempunyai sakit lam bung dan kolesterol jika makannya ngawur," ujar Rizki.

"Hm, daripada itu, tadi papa mendengar kalian membicarakan tentang hubungan kalian. Memang ada apa dengan hubungan kalian? Kalau memang ada yang bisa papa bantu, akan papa bantu," ujar papa Rizki.

Rizki dan Nina berpandangan.

"Nina sepertinya selingkuh, Pa. Aku tidak tahu lagi harus mempertahankan rumah tangga ini atau tidak. Mumpung kami juga belum mempunyai mo mo ngan," ujar Rizki.

"Selingkuh? Enak saja! Aku tidak selingkuh! Jangan fi t n ah kamu, Mas! Kamu kan tidak mempunyai bukti!" tukas Nina cepat.

"Penyakit kamu itu buktinya. Penyakit yang timbul karena sering berganti-ganti pasangan!" ujar Rizki tak mau kalah.

"Terserah kamu mau percaya apa tidak, tapi aku tidak selingkuh!" ujar Nina bersikeras.

"Nin, aku memang sangat mencintai kamu. Kita kenal juga sudah lama. Jadi kalau ada lelaki lain yang kamu cintai lebih daripada aku, aku mundur saja dari pada kamu berzi na. Aku akan menceraikan kamu baik-baik kalau memang kamu lebih memilih laki-laki lain.

Sebenarnya aku bisa saja men g h a jar lelaki itu. Tapi aku tidak mau berurusan dengan hukum. Dan tentu saja kalau kita berpisah nanti, terserah kamu mau berhubungan dengan lelaki mana pun, aku juga tidak peduli," ujar Rizki tegas.

"Sudah, sudah, jangan ber ten g kar dulu. Mendadak pe r ut papa sakit. Mungkin salah makan. Papa mau ke kamar mandi dulu," ujar papa Rizki.

"Oh ya, Pa. Di situ kamar mandinya," ujar Rizki menunjuk ke kamar mandi dalam kamar rawat inap.

Papa Rizki lalu menuju ke kamar mandi, dan selama beberapa saat berada di kamar mandi, papa Rizki mendadak berseru, "Rizki! Tolong papa!!"

"Papa!"

Rizki menghambur ke kamar mandi dan melihat papanya kesakitan berdiri dari wc duduk.

Mendadak Rizki mendelik melihat

bagian bawah papanya yang kemerahan.

"Papa? punya papa kenapa?"

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status