Mendadak Rizki mendelik melihat bagian bawah papanya yang kemerahan.
"Papa? Papa kenapa?" Papanya berusaha berdiri dengan berpegangan pada tiang besi mendatar yang terpasang di dinding kamar mandi. "Tadi jatuh saat lari-lari. Jatuh ke depan. Njlungup sampai tengkurap gara - gara kesandung pas lari-lari tadi," ujar papa Rizki. Rizki memegangi lengan papanya perlahan. "Kalau memang ngilu dan sakit, lebih baik papa ber o b a t ke dokter UGD atau poli. Biar Rizki antar papa," tawar Rizki. Papanya menggeleng. "Enggak usah, Riz. Biasanya diurut biar sembuh," tukas papanya, Rizki dan papanya pun kembali ke dalam kamar ruang rawat inap. Nina tampak sedang memainkan ponselnya sesaat, dan saat melihat Rizki kembali ke kamar, dia meletakkan ponselnya kembali. Ekspresi wajah Nina terlihat kalut dan dengan cepat dia menghela napas panjang, berusaha menormalkan ekspresi wajahnya. "Papa nggak apa-apa?" tanya Nina saat melihat mertuanya keluar dari kamar mandi diikuti Rizki di belakang nya. "Papa nggak apa- apa, Nin. Hanya terpeleset dan nyaris jatuh saat akan memakai celana," sahut mertuanya. Nina hanya manggut-manggut saja. Suasana hening sejenak. "Oh, ya, apa orang tua Nina sudah mengetahui kondisi Nina saat ini?" tanya papa Rizki. Rizki menggeleng. "Belum, Pa. Papi dan mami belum tahu masalah Nina. Tapi nanti pasti kuberi tahu tentang masalah ini. Keputusan Rizki sudah bulat. Tak ada kata maaf untuk perselingkuhan. Aku di kapal, ma ti- m a t i an setia padahal banyak perempuan yang merayu, eh istri di rumah malah mengalami penyakit ke la min," ujar Rizki kesal. "Mas, aku tidak selingkuh! Aku tidak tahu asal penyakit ini darimana! Harusnya kamu juga instropeksi dan jujur pada diri kamu sendiri. Siapa tahu kamu ber bo h ong dan telah selingkuh sana sini dengan lo n t e, dan akhirnya aku yang ter t u l ar kuman dari kamu. Sedangkan kamu sembuh lebih dulu karena sudah tahu penyakit ini lebih awal dan langsung kamu o b a ti," ujar Nina. Rizki hendak membuka mulut saat papanya menyahut, "Sudah, sudah. Untuk sementara waktu saran papa sebagai penengah, jangan terburu- buru mengambil keputusan, bisa jadi kalian menyesal nantinya. Dan lebih baik papi dan mami kamu mengetahui tentang hal ini. Agar papi dan mami kamu bisa memberi jalan keluar juga," saran papa Rizki. Rizki dan Nina terdiam. Kedua nya sibuk dengan pikiran masing-masing. *** "Mas, kamu masih mencintai aku kan?" tanya Nina saat melihat Rizki yang sedang melamun di sofa yang berada di dalam ruang rawat inap nya. Rizki menoleh ke arah Nina lalu menghela napas panjang. "Dulu aku mencintaimu, Nin. Tapi sekarang entahlah..." Jawaban Rizki terdengar mengambang. "Lho, kok gitu, Mas?" tanya Nina, tampak tidak terima. Rizki menatap ta j am ke arah Nina. "Kamu pikir, aku masih bisa mencintai kamu jika kamu sudah bermain di belakang ku? Bahkan kamu sudah ter tu lar p e n y a k it yang ber b a h a ya. Aku memang bucin padamu, tapi aku juga masih menggunakan akal sehat, Nin." Rizki meng he m bu s kan napas k a s ar. "Lalu apa kamu akan menceraikan aku, Mas? Tega kamu!" Rizki mengedikkan bahunya. "Yah, aku juga berpikir ke arah sana." "Kamu boleh menceraikan aku jika kamu bisa membuktikan aku telah selingkuh, Mas! Tapi kalau kamu yang selingkuh, sesuai kesepakatan awal, mobil dan rumah yang ua ng mukanya dari orang tuaku, akan menjadi milikku," ujar Nina tersenyum. "Baik, aku akan mencari bukti perselingkuhan kamu. Dan kamu juga harus ingat, kalau kamu yang selingkuh, rumah dan mobil itu jadi milikku karena memang aku yang men ci c il nya," ujar Rizki lalu ngeloyor keluar kamar. "Mas, kamu mau kemana? Temani aku, Mas!" seru Nina. "Aku mau makan. Aku juga butuh energi untuk berpikir," ujar Rizki lagi lalu langsung menghilang dari kamar Nina. Rizki duduk di kantin setelah memesan semangkuk soto dan segelas teh panas manis. Dia mengaduk gelasnya dan memikirkan bagaimana mendapatkan bukti perselingkuhan sang istri. Rizki yakin sekali jika istri nya benar-benar berselingkuh dari nya. Diam-diam Rizki menyesal karena dulu pernah menandatangani surat perjanjian pra nikah dengan Nina. Isi surat perjanjian pra nikah itu adalah jika salah satu pihak terbukti selingkuh atau menggugat cerai dengan sebab sepele, maka pihak yang selingkuh harus rela jika ru m ah dan mo bi l jatuh di tangan pihak yang diselingkuhi atau pihak yang tergugat. Pihak penggugat cerai baru bisa memiliki ru m ah dan mo b il secara adil jika menemukan bukti perselingkuhan atau alasan kuat yang membenarkan tentang gugatannya. Dan kini Rizki merasa posisi nya tidak menguntungkan. Dia merasa diselingkuhi istrinya tapi tidak punya bukti. Rizki tak sanggup untuk melanjutkan pernikahan nya, tapi dia juga tidak rela jika ru m ah dan mo bilnya jatuh ke tangan istri yang telah meng kh i a n ati nya. Baru saja Rizki menghabiskan makanannya saat sebuah ide cemerlang mampir di ke pa lanya. "Ah! Kenapa tidak kepikiran hal itu saja untuk membuktikan perselingkuhan Nina!" seru Rizki bersemangat. Dia lalu segera meraih ponselnya untuk menelepon seseorang. "Halo..." Next?"Ah! Kenapa tidak kepikiran hal itu saja untuk membuktikan perselingkuhan Nina!" seru Rizki bersemangat. Dia lalu segera meraih ponselnya untuk menelepon seseorang. "Halo..."Terdengar suara berat menyapa dari seberang telepon. "Halo, Adi! Kamu hari ini ngapain?" tanya Rizki. Adi dan Rizki bersahabat sejak SMA sampai sekarang. "Aku sedang nungguin toko. Emang kenapa?" tanya Adi. "Aku mau ke toko kamu sekarang, Di. Tunggu ya. Aku butuh sharing," ujar Rizki. "Hm, oke boleh. Baik, aku tunggu ya?!""Iya. Oh ya, kamu kok nggak kaget aku sudah pulang dari berlayar dan sekarang sedang di darat?" "Lah, emangnya harus kaget gitu? Aku kan sudah tahu kalau kamu anak buah kapal. Jadi nggak kaget lah kalau kamu datang tak diundang dan pergi tak diantar," ujar Adi tertawa. Di seberang telepon, Rizki juga ikut terkekeh. "Ya sudah, aku mau siap- siap dulu ke toko kamu.""Oke, aku tunggu, Riz. Aku juga penasaran banget kamu mau ngomongin apa," ujar Adi. "Nanti juga tahu sendiri," sahut Rizki
"Darimana kamu tahu kalau selingkuhan Nina tidak akan berhubungan lagi dengan nya? Apa kamu mengetahui sesuatu?" tanya Rizki penuh selidik. Sejenak Adi menatap Rizki, lalu tersenyum. "Yah, itu sih menurut ku. Coba kamu bayangkan sekarang. Andai saja kamu jadi selingkuhan istri orang, lalu istri orang itu menderita penyakit ke la min, sebagai selingkuhan nya apa kamu masih mau ti d ur sama dia? Beri kesempatan kedua istri kamu lah. Lagipula kamu pernah bilang padaku kan kalau pem be lian rumah dan mobil kamu dibantu oleh mertua kamu dengan adanya surat perjanjian pra nikah," usul Adi bersemangat. Rizki mengerutkan keningnya. "Eh, kok jadi kamu sih yang semangat kalau aku baikan sama Nina?" tanya Rizki. "Hm, ya gimana ya. Aku rasa kalian berdua itu couple goals. Yang cewek cantik banget, kamunya juga ganteng," sahut Adi. "Jadi sayang banget aja kalau kalian pisah begitu saja," sambung Adi. Rizki menghela napas ka s ar. Di dunia ini rasa nya tak ada orang yang sudi berbagi pasanga
"Mami, papi, baru datang?!" tanya Rizki mendekat. Tangan nya terulur hendak menyalami kedua mertuanya. Tapi to n jok an dari papi Nina membuat Rizki terkejut. Buaaagghh! "Dasar suami tidak bertanggung jawab!" Rizki hampir saja tersungkur karena diga m p ar mertua laki-lakinya. Tapi dia segera menyeimbangkan kedua kakinya. Pipinya terasa perih, bahkan keluar d a ra h segar dari sudut bibir Rizki. Rizki yang sudah bisa menguasai diri dan berdiri seimbang itu menatap ke arah mertuanya. Dia tidak gentar dan tidak mundur sedikit pun karena merasa tidak bersalah. "Ada apa, Pi? Kenapa mendadak me mu kul saya?" tanya Rizki dengan menatap ta j am ke arah mertuanya. "Kamu ini yang kenapa?? Tega sekali membiarkan Nina sendirian dirawat di rumah sakit! Kalau kamu sudah tidak cinta lagi pada Nina, kembalikan anak satu-satunya pada kami secara baik-baik. Kamu dulu meminta nya dengan baik, jadi kembalikan anak kami secara baik - baik juga pada kami. Tapi ingat, perjanjian pra nikah kalian,
Lalu akhirnya dia mencari tahu di google tentang cara sa d ap WA milik pasangan."Ah, ini dia caranya!"Rizki membaca artikel tentang cara me nya dap WA milik pasangan dengan seksama. Dia lalu mengambil tangkapan layar tentang artikel itu dan memahami serta menghafalkan nya. Rizki terdiam sesaat lalu memejam kan matanya. Rasanya dia masih tidak percaya dan ingin menolak kenyataan yang baru saja tersaji di hadapan nya. "Kemeja itu..., kemeja bersulam huruf A itu tidak mungkin berada di lemari milik Nina tanpa alasan kan??" gumam Rizki pada diri nya sendiri. "Dan hanya satu alasan yang bisa kutemukan dan masuk akal kenapa kemeja itu bisa ada di lemari Nina."Rizki menghembus kan napas panjang. Da danya terasa se sak. "Tapi aku sungguh tidak menyangka mereka melakukan nya di belakang ku. Pantas dia mengatakan kalau laki-laki selingkuhan Nina tidak akan men y en tuh Nina lagi. Ternyata dia sendiri pelakunya. Tunggu dulu, sekarang coba aku pikirkan lagi. Kemungkinan lain yang menyeba
"Done! Sekarang kita lihat apa yang akan terjadi, Nin!" gumam Rizki menoleh ke arah istri nya yang sedang tertidur lelap. Rizki mengembalikan ponselnya ke atas nakas lalu me re ba hkan diri di sofa. Dia meraih ponsel nya sendiri dan mendadak muncul keinginan nya untuk menghubungi Adi. [Malam, Bro? Lagi apa?]Adi dengan cepat membalas pesan dari Rizki. [Lagi mau ke rumah sakit. Gimana?]Rizki mengerutkan keningnya. Memikirkan siapa yang sedang sakit. Mendadak pikiran nya menebak jika Adi sedang mengalami penyakit yang sama dengan Nina. [Siapa yang sakit, Di?]Mata Rizki mel ot ot saat membaca balasan dari Adi. [Aku cuma kontrol sekalian mengantarkan cewekku yang sedang ha m il nih.]Mereka memang sering berbagi rahasia. Tapi dia tidak menyangka jika pada akhir nya Adi memintanya berbagi istri. **[Wah, sebentar lagi kamu bakal jadi ayah dong! Aku akan datang ke pernikahan kamu, Di.]Rizki dengan tegang menanti jawaban dari Adi. [Hahaha, cewekku memang sedang ha mil. Tapi aku ng
Flash back on :Pagi itu langit gerimis rintik - rintik, saat Rizki harus kembali bekerja. "Sayang, aku berangkat dulu ya?! Hati- hati di rumah. Jangan telat makan terus aku minta tolong untuk menjaga papa ya? Papa kan sakit lambung dan kolesterol jadi...""Jadi jangan lupa untuk memasakkan sayur bening dan pepesan atau botok atau lauk dikukus untuk papa kan?" sahut Nina saat Rizki berpamitan untuk pergi berlayar lagi. Rizki tersenyum dan mengelus rambut Nina. "Pinternya istri aku! Sudah cantik, baik, pinter masak, perhatian pada suami dan mertua, setia, aku sungguh - sungguh beruntung memiliki kamu," ujar Rizki. Nina hanya tersenyum kecil sambil melambaikan tangannya saat suami nya hendak berangkat ke pelabuhan dengan travel. Nina menutup pintu depan saat mobil travel yang mengantar Rizki menghilang dari pandangan. Dia segera bergegas ke dapur untuk memeriksa bahan yang ada di kulkas. "Duh, tahu dan telur habis ya? Padahal untuk sarapan papa harus be li telur dan tahu untuk jad
Masih flash back onBegitu pintu kamar terbuka, Adi melihat Nina terjatuh ke belakang. Adi mengulur kan tangan untuk meraih Nina agar tidak jatuh. Tapi nahasnya saat Nina memegang tangan Adi, Nina terjatuh ke belakang dan Adi pun jatuh menimpa tu b uh Nina yang ba s ah. Brughh. "Ahhh, Mas Adi...!"Jan t ung Nina dan Adi berdebar kencang saat wajah mereka berdekatan. Adi dengan cepat menguasai situasi dan bangkit menjauh dari Nina. "Maaf, Nin.""Nggak apa-apa, Mas," sahut Nina sambil mencoba duduk. "Ada yang sakit?" tanya Adi penuh perhatian. Nina menggeleng kan kepalanya. "Enggak. Untung mas Adi sempat memegang ke pa la belakang ku sehingga tidak sampai terantuk lantai," sahut Nina. Adi menelan ludah saat melihat tu b uh Nina yang mengenakan kaus b a sa h lalu dengan cepat, diulurkannya baju dan ha nd uk kering untuk Nina. "Kamu ganti baju dulu gih. Lauknya sedang aku persiapkan," sahut Adi. "Terima kasih, Mas. Kam ar ma ndi dimana, Mas? Aku sekalian m an di lalu ganti baju
(Masih) flash back on :Adi tampak berpikir sejenak. "Mas, mas Adi... Kok diam? Aku termasuk tipe mu kan? Jadi ayo menikah saja," ujar Nina penuh harap."Hm, Nin.. Sebenarnya..."Adi terdiam dan me nge lus rambut Nina pelan. "Sebenarnya ada apa, Mas? Bukan kah kita saling mencintai? Dan aku merasa kalau aku adalah tipe kamu?" tanya Nina lagi. "Hm, yah. Kamu adalah tipe ku. Tapi kamu adalah istri sahabatku yang harus aku jaga dan aku lindungi, bukan aku nikahi," sahut Adi akhirnya. Nina menelan ludah. Matanya menatap ke arah Adi tanpa berkedip. "Mas, lalu aku kamu anggap apa? Kalung tadi kamu anggap apa?" tanya Nina. Da danya berdebar lebih kencang. Dia merasa dipermainkan oleh Adi. Lebih tepatnya oleh keadaan. Dipermainkan oleh Rizki karena dia harus menjadi baby sitter papanya. Dan sekarang saat dia sangat membutuhkan bahu untuk bersandar, dia dipermainkan oleh Adi. 'Ah, nasib!'"Begini, Nin.."Adi menjeda kalimat nya sejenak. "Aku merasa kasihan dengan kamu yang membutuhkan