"Done! Sekarang kita lihat apa yang akan terjadi, Nin!" gumam Rizki menoleh ke arah istri nya yang sedang tertidur lelap. Rizki mengembalikan ponselnya ke atas nakas lalu me re ba hkan diri di sofa. Dia meraih ponsel nya sendiri dan mendadak muncul keinginan nya untuk menghubungi Adi. [Malam, Bro? Lagi apa?]Adi dengan cepat membalas pesan dari Rizki. [Lagi mau ke rumah sakit. Gimana?]Rizki mengerutkan keningnya. Memikirkan siapa yang sedang sakit. Mendadak pikiran nya menebak jika Adi sedang mengalami penyakit yang sama dengan Nina. [Siapa yang sakit, Di?]Mata Rizki mel ot ot saat membaca balasan dari Adi. [Aku cuma kontrol sekalian mengantarkan cewekku yang sedang ha m il nih.]Mereka memang sering berbagi rahasia. Tapi dia tidak menyangka jika pada akhir nya Adi memintanya berbagi istri. **[Wah, sebentar lagi kamu bakal jadi ayah dong! Aku akan datang ke pernikahan kamu, Di.]Rizki dengan tegang menanti jawaban dari Adi. [Hahaha, cewekku memang sedang ha mil. Tapi aku ng
Flash back on :Pagi itu langit gerimis rintik - rintik, saat Rizki harus kembali bekerja. "Sayang, aku berangkat dulu ya?! Hati- hati di rumah. Jangan telat makan terus aku minta tolong untuk menjaga papa ya? Papa kan sakit lambung dan kolesterol jadi...""Jadi jangan lupa untuk memasakkan sayur bening dan pepesan atau botok atau lauk dikukus untuk papa kan?" sahut Nina saat Rizki berpamitan untuk pergi berlayar lagi. Rizki tersenyum dan mengelus rambut Nina. "Pinternya istri aku! Sudah cantik, baik, pinter masak, perhatian pada suami dan mertua, setia, aku sungguh - sungguh beruntung memiliki kamu," ujar Rizki. Nina hanya tersenyum kecil sambil melambaikan tangannya saat suami nya hendak berangkat ke pelabuhan dengan travel. Nina menutup pintu depan saat mobil travel yang mengantar Rizki menghilang dari pandangan. Dia segera bergegas ke dapur untuk memeriksa bahan yang ada di kulkas. "Duh, tahu dan telur habis ya? Padahal untuk sarapan papa harus be li telur dan tahu untuk jad
Masih flash back onBegitu pintu kamar terbuka, Adi melihat Nina terjatuh ke belakang. Adi mengulur kan tangan untuk meraih Nina agar tidak jatuh. Tapi nahasnya saat Nina memegang tangan Adi, Nina terjatuh ke belakang dan Adi pun jatuh menimpa tu b uh Nina yang ba s ah. Brughh. "Ahhh, Mas Adi...!"Jan t ung Nina dan Adi berdebar kencang saat wajah mereka berdekatan. Adi dengan cepat menguasai situasi dan bangkit menjauh dari Nina. "Maaf, Nin.""Nggak apa-apa, Mas," sahut Nina sambil mencoba duduk. "Ada yang sakit?" tanya Adi penuh perhatian. Nina menggeleng kan kepalanya. "Enggak. Untung mas Adi sempat memegang ke pa la belakang ku sehingga tidak sampai terantuk lantai," sahut Nina. Adi menelan ludah saat melihat tu b uh Nina yang mengenakan kaus b a sa h lalu dengan cepat, diulurkannya baju dan ha nd uk kering untuk Nina. "Kamu ganti baju dulu gih. Lauknya sedang aku persiapkan," sahut Adi. "Terima kasih, Mas. Kam ar ma ndi dimana, Mas? Aku sekalian m an di lalu ganti baju
(Masih) flash back on :Adi tampak berpikir sejenak. "Mas, mas Adi... Kok diam? Aku termasuk tipe mu kan? Jadi ayo menikah saja," ujar Nina penuh harap."Hm, Nin.. Sebenarnya..."Adi terdiam dan me nge lus rambut Nina pelan. "Sebenarnya ada apa, Mas? Bukan kah kita saling mencintai? Dan aku merasa kalau aku adalah tipe kamu?" tanya Nina lagi. "Hm, yah. Kamu adalah tipe ku. Tapi kamu adalah istri sahabatku yang harus aku jaga dan aku lindungi, bukan aku nikahi," sahut Adi akhirnya. Nina menelan ludah. Matanya menatap ke arah Adi tanpa berkedip. "Mas, lalu aku kamu anggap apa? Kalung tadi kamu anggap apa?" tanya Nina. Da danya berdebar lebih kencang. Dia merasa dipermainkan oleh Adi. Lebih tepatnya oleh keadaan. Dipermainkan oleh Rizki karena dia harus menjadi baby sitter papanya. Dan sekarang saat dia sangat membutuhkan bahu untuk bersandar, dia dipermainkan oleh Adi. 'Ah, nasib!'"Begini, Nin.."Adi menjeda kalimat nya sejenak. "Aku merasa kasihan dengan kamu yang membutuhkan
Tanpa papa tahu jika akhirnya ramuan itu membuat milik papa semakin parah dan memerah. Papa juga ternyata muntah - muntah karena jamu itu. Huhuhu! Papa... Papa kesepian dan hanya ingin menikah lagi, Rizki..," tukas papa Rizki memelas. Rizki menutup mulut nya. "Astaga, Papa..!""Jangan ma rah, Riz! Kamu tidak tahu rasanya kesepian dan keinginan untuk melakukan hal itu tapi tu buh kamu menolak apa yang diperintahkan oleh otak," ujar papa Rizki lirih. Rizki menghela napas dalam-dalam. "Rizki nggak ma rah pada papa. Tapi Rizki kecewa. Bagaimana mungkin papa tidak menceritakan hal sepenting itu pada Rizki. Papa sampai harus menderita seperti ini," ujar Rizki lirih. "Ya sudah kalau begitu, Rizki akan menemui dokter dulu, Pa," sambung Rizki lagi. Dia lalu beranjak berdiri dari samping bed periksa pasien, tempat papanya terbaring, yang ditutup tirai ruang UGD. Tapi belum sempat Rizki melangkah meninggalkan papanya, suara papanya menghentikan langkah Rizki. "Riz, jangan cerita ke dokter
Eh, tunggu! Sulaman nya huruf A? A siapa nih maksud nya? Aku jadi ingat kalau Adi juga mempunyai kemeja berwarna merah hati dengan sulaman di saku bertuliskan huruf A. Jangan - jangan kemeja itu punya Adi ya?" tanya Rizki membuat Nina terdiam. Deg! Ja nt ung Nina nyaris berhenti berdetak saat Rizki menebak dengan tepat dan cepat tentang kemeja itu. 'Eh, kok bisa sih mas Rizki menebak dengan cepat dan tepat tentang kemeja itu. Jangan-jangan mas Rizki tahu sesuatu? Wah bahaya ini,' batin Nina. Tapi dia mencoba untuk bersikap tenang. "Hm, apaan sih, Mas. Jangan bercanda! Mana mungkin aku menyimpan kemeja mas Adi? Ada- ada saja kamu itu!" ujar Nina."Yah, siapa tahu saja kan? Nggak ada yang tahu kan kalau aku sedang berlayar semua kemungkinan bisa terjadi," ujar Rizki tenang. "Heh, Mas. Aku tidak ingin bercanda! Jangan mem fit nah aku dan mas Adi. Diantara kami kan tidak ada hubungan apa - apa!Kemeja itu benar - benar milik teman ku! Saat kamu nggak ada di rumah dan turun hujan, tem
Malam ini hujan deras, Rizki tidur di rumah sakit menemani papanya. Sayangnya Rizki belum juga bisa memejamkan matanya. Akhirnya dia menggulir layar untuk melihat sosial media. Mendadak tertera nama Nina yang melakukan panggilan telepon padanya. Rizki berpikir sejenak. 'Duh, kenapa lagi Nina telepon? Jangan- jangan dia ingin menanyakan lagi tentang kemeja nya Adi!? Ck, malas sekali menanggapinya. Akhirnya Rizki membiarkan Nina menelepon sampai dering ponsel nya ma ti dengan sendirinya. Baru saja Rizki menggulir layar lagi saat Nina menelepon nya tiga kali. "Duh, bikin nggak mood saja Nina ini. Biar saja ma ti sendiri telepon nya," gumam Rizki, dan benar saja Nina tak lagi menelepon nya.Rizki melanjutkan menggulir layar ponsel untuk melihat berbagai postingan di medsos nya. "Hm, perasaan aku nggak enak. Jangan - jangan karena Nina nggak bisa menelepon ku, dia mencari pelampiasan pada Adi," gumam Rizki curiga. Rizki lalu membuka whatsapp web dan benar saja, banyak chat baru yang
Beberapa saat sebelum nya, "Astaga, aku diblok oleh mas Adi? Wow, ada- ada saja mas Adi. Padahal dia bilang kalau aku tipenya, dan saat aku mendekat, dia justru berusaha menjauhiku?!" gumam Nina. Dia dengan kesal mengganti li ng e rie dengan piyama biasa. Lalu merebahkan diri di ra n ja n g. "Hm, biarlah mas Adi menjauhiku sekarang. Itu berarti mas Adi tidak akan membocorkan hubungan kami pada mas Rizki, sehingga aku bisa tetap tinggal di rumah ini sebagai istri mas Rizki. Tapi jika mas Rizki suatu saat nanti mengetahui hubungan ku dengan mas Adi, dan aku terancam diceraikan, aku akan mengejar mas Adi sampai dia menjadi suamiku."Nina terdiam sejenak. "Tapi bagaimana jika mas Adi kembali pada pergaulan bebasnya?" Nina mengerutkan keningnya dengan bingung. "Hahh, nggak tahu ah! Capek mikir! Si*l a n juga posisi ku saat ini! Aku kira mas Adi itu polos, malah suhu!" ***"Pa, papa kan hari ini boleh pulang sama dokter, sebelum pulang nanti ikut aku sebentar ya?""Emang kamu mau kem