Beberapa saat sebelum nya, "Astaga, aku diblok oleh mas Adi? Wow, ada- ada saja mas Adi. Padahal dia bilang kalau aku tipenya, dan saat aku mendekat, dia justru berusaha menjauhiku?!" gumam Nina. Dia dengan kesal mengganti li ng e rie dengan piyama biasa. Lalu merebahkan diri di ra n ja n g. "Hm, biarlah mas Adi menjauhiku sekarang. Itu berarti mas Adi tidak akan membocorkan hubungan kami pada mas Rizki, sehingga aku bisa tetap tinggal di rumah ini sebagai istri mas Rizki. Tapi jika mas Rizki suatu saat nanti mengetahui hubungan ku dengan mas Adi, dan aku terancam diceraikan, aku akan mengejar mas Adi sampai dia menjadi suamiku."Nina terdiam sejenak. "Tapi bagaimana jika mas Adi kembali pada pergaulan bebasnya?" Nina mengerutkan keningnya dengan bingung. "Hahh, nggak tahu ah! Capek mikir! Si*l a n juga posisi ku saat ini! Aku kira mas Adi itu polos, malah suhu!" ***"Pa, papa kan hari ini boleh pulang sama dokter, sebelum pulang nanti ikut aku sebentar ya?""Emang kamu mau kem
Pasti mudah kan karena kamu ka ya ra ya!? Kalau kamu tidak mau melakukan nya, kamu akan ku laporkan ke polisi dengan tuduhan ku m pul k e bo dengan istri orang akarena aku juga mempunyai bukti kalian ti dur bersama!" ujar Rizki tegas. Adi mendelik. "Hah, apa kamu gi la? Ha rga rumah dan mobil kamu berapa? Aku harus mem ba yar dua kali lipatnya?" ujar Adi ger am. Rizki tersenyum lalu mengedikkan bahunya. "Hm, ya sudah kalau kamu nggak mau. Kita akan bertemu di Kantor polisi."Rizki terdiam sejenak. "Oh, nggak cuma itu! Sepertinya orang tua kamu benci banget kan dengan pelakor atau pebinor? Kamu pernah cerita kalau rumah tangga orang tua kamu nyaris runtuh dan papa kamu nyaris menjadi duda karena pebinor, kamu juga nyaris menjadi seorang anak broken home. Wah, wah, dan sekarang kamu menjadi pebinor? Bagaimana perasaan orang tua kamu saat menemukan kenyataan bahwa anaknya menjadi orang yang dibencinya!?" tanya Rikzi dengan ekspresi mence m o o h. Adi meradang, tangannya terkepal
"Dia.. Dia janda tanpa anak. Dan tidak punya pekerjaan," sahut Adi takut- takut. "Astaga!" Kedua orang tua Adi seketika terkejut. "Tidak! Papa dan mama tidak setuju!"Adi menelan ludah. 'Ah, memang sudah kuduga kalau memang tidak akan mudah meminta ijin pada papa dan mama. Apa yang harus kulakukan sekarang?' batin Adi bingung. "Apa- apaan ini, Di? Dari dulu saat papa dan mama bertanya tentang pacar atau calon istri kamu, kamu selalu menjawab tidak punya pacar dan tidak punya calon istri. Tapi sekarang kamu mendadak memberitahu bahwa kamu punya pacar dan pacar kamu adalah seorang janda. Katakan ada apa ini sebenarnya? Apa ini hanya siasat kamu karena kamu masih ingin bebas dan tidak mau dijodohkan? Ingat umur, Adi! Kamu sudah berumur 27 tahun!" ujar papanya menahan kesal. Adi menatap ke arah orang tuanya.'Tidak. Aku tidak bisa jujur pada papa dan mama, bisa stres papa dan mama jika aku menceritakan yang sebenarnya,' batin Adi. 'Sepertinya aku harus berbohong agar orang tuaku ti
Beberapa saat sebelumnya, "Mana keluarga Adi? Sepertinya mulai bulan kemarin masa iddah kamu selesai. Kamu kan juga sudah mendapatkan akta cerai? Jadi seharusnya Adi juga tidak mempunyai alasan untuk tidak segera memperkenalkan kamu pada keluarga nya," ujar Irwan, sambil duduk di hadapan Nina. Nina duduk dengan meremas kedua tangan nya di pangkuan. "Mungkin dia sedang sibuk, Pi. Nanti dia juga datang," ujar Nina lirih. Padahal sejujurnya hatinya juga merasa takut jika Adi ingkar janji padanya. Karena dari kemarin saat dia menghubungi Adi, Adi segera memutuskan sambungan telepon nya begitu saja. "Telepon Adi sekarang! Papi itu juga laki- laki! Nggak ada istilah sibuk bagi laki-laki. Kalau kamu sebagai prioritas nya, kamu akan diutamakan dan selalu diberi kabar," ujar Irwan tegas.Nina mengangguk. Dia lalu meraih ponsel nya dan menekan nomor Adi. Ditunggu nya nada sambung yang berubah menjadi suara Adi. "Halo, Mas Adi," sapa Nina dengan mengaktifkan pengeras suara. "Heh, sudah kub
"Pagi, Mbak Devita," sapa Rizki ramah. Devita yang saat itu sedang mengenakan baju olahraga lengan pendek warna hitam dengan rok legging warna senada tampak cantik. "Pagi, Mas ..."Devita yang baru saja mendaftar sebagai member baru rupanya belum menghafal nama Rizki."Rizki, Mbak. Panggil saja Rizki," ujar Rizki. Devita tersenyum."Pagi mas Rizki, saya ingin memulai ngegym hari ini. Mohon bantuannya ya?" ujar Devita. "Tentu, Mbak. Bagian tubuh mana yang ingin mbak bentuk ototnya?" tanya Rizki mendekat ke arah Devita. Devita terdiam. "Saya sudah kurus. Saya ingin latihan membentuk otot lengan, pa ha dan pan tat," ujar Devita lirih. Jujur saja dia merasa malu dengan coach yang baru dikenalnya itu. Rizki mengangguk paham. Lalu menatap Devita dengan serius. "Perlu diketahui oleh setiap orang, bahwa untuk mengawali olahraga apapun, perlu melakukan pemanasan, Kak. Jadi sebelum olahraga di sini, kamu juga perlu melakukan pemanasan. Mari saya beri contoh. Silakan menirukan gerakan p
WARNING! TIDAK UNTUK DICONTOH! Beberapa saat sebelumnya, Mendadak wajah mama Adi memucat. Perempuan itu lalu memegangi dadanya. "Hahhh, hahhh!! Sa.. kit!" desis mama Adi sambil terjatuh dari kursi. Nina yang kaget segera menghambur ke arah nama Adi. "Astaga! Tante kenapa? Tante... ! Tolong...! Tolong!"Beberapa orang mendekat ke arah Nina dan memeriksa mama Adi. Salah seorang karyawan mengambil minyak kayu putih dan mengoleskan nya ke hidung mama Adi, tapi perempuan itu tak kunjung membuka mata. Salah satu karyawan nya menghubungi pemilik kafe. "Ada yang tahu nomor ambulance rumah sakit terdekat? Kalau tidak ada, kita antar saja ke rumah sakit terdekat dari sini! Pakai mobil saya!" ujar pemilik kafe. "Saya punya nomor ambulance rumah sakit dekat sini, Pak!" lapor salah seorang pengunjung kafe. Pengunjung kafe itu pun segera menghubungi mobil ambulance rumah sakit terdekat, lalu tak lama kemudian mobil itu datang ke kafeSementara itu Nina tampak kebingungan, dia ingin menelepo
Beberapa saat sebelumnya, Rizki sedang bersiap untuk pulang saat Devita mendekatinya. "Mas Rizki." Rizki yang sedang duduk di atas motor Honda volcano matte blacknya melepas helm dan menatap ke arah Devita. "Iya, Kak. Ada yang bisa dibantu?" tanya Rizki. Devita melihat ke arah mobilnya. "Saya nggak tahu kenapa mobil saya nggak bisa hidup. Minta tolong untuk dilihat dong, Mas," pinta Devita. "Oh, oke, Kak."Rizki turun dari motor yang dibelinya dari uang yang didapat dari Adi, lalu menuju ke mobil Devita. Lelaki itu membuka kap mobil dan muncullah asap tebal dari dalamnya. Rizki mengibas- ngibaskan tangannya di depan hidung seolah mengusir asap dari hadapan wajahnya. "Wah, kalau mobil nya seperti ini harus masuk ke bengkel, Kak. Sudah waktu nya servis," sahut Rizki sambil menunjuk ke arah mobil Devita. "Haduh, saya tidak punya kenalan bengkel langganan, mau pulang naik gocar, baterai ponsel saya habis. Duh, gimana ya pulang nya?" Rizki berpikir sejenak. "Saya antar saja, Kak
"Wah, kamu masih cinta sama Nina, Riz? Kok bisa sih sampai datang ke pernikahan ku walaupun tidak diundang? Tapi kamu enggak bisa rujuk lho. Karena aku dan Nina sudah menikah," ujar Adi pongah untuk memanas - manasi Rizki yang berdiri di hadapan nya. Baru saja Rizki hendak menjawab ucapan Nina mendadak terdengar suara beberapa perempuan dari arah belakang. "Tega- teganya kamu, Adi! Kamu sudah meng ha m il i kami! Memaksa kami meng gu gu r kan kan dung an dan sekarang kamu menikah? Kamu sungguh tidak berperi kemanusiaan Adiiii!"Semua tamu terperangah melihat empat orang perempuan yang mendadak datang sebagai tamu tak diundang. Rizki menyipitkan matanya menatap salah seorang perempuan yang memaki Adi. Dia adalah si rambut pirang yang dijumpai nya di ruangan khusus Adi saat Rizki sedang mencari kamera CCTV untuk mencari bukti tentang perselingkuhan istrinya. Wajah Adi memucat. Begitupun dengan orangtuanya dan orang tua Nina. Budi dan Rina mendelik pada Adi, seolah bertanya apa benar
Tiga bulan berlalu sejak kematian Nina, Rizki dan Devita mulai mempersiapkan acara resepsi mereka. "Jadi tokonya akan tutup selama berapa hari, Bos?" tanya salah satu karyawan Rizki. "Tiga hari, mulai besok ya."Karyawan Rizki mengangguk. Dia tetap memandang Rizki seperti sedang memikirkan sesuatu. "Bos, hm, sebenarnya saya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi takut dan ragu," ujar karyawan Rizki. "Bilang saja, saya sudah jinak kok," sahut Rizki sambil tertawa. "Kemaren saya menjenguk Dedi di penjara. Dia kan dipenjara setahun. Ada bukti bahwa dia hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh almarhum mas Adi. Papanya mas Adi pun juga tidak keberatan dengan hukuman itu padahal sudah membuat istrinya meninggal. Karena bapaknya mas Adi bilang ke Dedi kalau bapak nya mas Adi ngerasa bersalah sudah gagal mendidik anak sehingga mengakibatkan orang lain di penjara juga," ujar karyawan Rizki. "Lalu apa hubungannya dengan ku?" tanya Rizki bingung. Dia memandang ke arah Devita yang duduk di s
Fuso itu juga mengerem mendadak agar tidak menabrak mobil Nina, namun terlambat, bemper sebelah kanan fuso itu menyambar mobil Nina, sehingga mobil Nina terdorong ke belakang lima puluh meter dalam keadaan ringsek. "Aaaaa! Mas!" jerit Devita kaget karena melihat tabrakan yang terjadi di hadapan nya. "Ya allah, innalillahi wa innalillahi roji'un! Kamu di sini saja, aku akan melihat siapa korban kecelakaan itu dan memanggil polisi," ucap Rizki sambil mengusap kepala Devita. Rizki bergegas menyebrang jalan. Rupanya bunyi tabrakan yang kencang tadi membuat beberapa warga yang mempunyai rumah di jalanan itu segera keluar dari rumah meskipun pada awalnya masing-masing pintu rumah mereka tertutup karena bersiap tidur. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mobil Nina dan truk fuso. Dan alangkah terkejutnya Rizki, saat melihat korban yang berada di dalam mobil nahas itu. Tampak tubuh Nina yang bersandar di balik kemudi dalam keadaan terpejam. Bemper mobil depan Nina ringsek dan menje
Nina dengan cepat mengetik nomor yang tertera di poster itu lalu menelepon nya. "Halo, dengan toko Rizki di sini. Ada yang bisa dibantu?"Terdengar suara lelaki ramah di seberang telepon. Nina yang baru saja berganti nomor ponsel sangat yakin jika suara itu adalah suara Rizki, mantan suaminya. "Halo, Kak, saya butuh beberapa cemilan dan bahan makanan untuk ngegrill. Bisa diantar kan ke alamat saya?" tanya Nina. Jantung nya berdebar kencang. Berharap Rizki tidak mengenali suaranya lagi. Di seberang telepon, Rizki terdiam. Dia memang sudah lama tidak berkomunikasi dengan Nina, tapi dia yakin jika suara yang didengar nya saat ini adalah suara Nina, mantan istri nya. 'Wah, sepertinya ini suara Nina. Jangan - jangan dia merencanakan sesuatu pada ku atau Devita,' batin Rizki. 'Sebaiknya aku ikuti saja permainan Nina. Awas saja kalau dia sampai berbuat aneh- aneh pada Devita,' sambung Rizki dalam hati. "Oh, ya. Kami memang melayani pembelian secara COD. Jadi apa saja yang ingin dibeli?
Wajah Rizki terlihat keruh saat bersiap untuk membuka toko. "Kamu kenapa, Yang? Ada masalah? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Devita. Dia menumpuk piring kotor setelah mereka makan dan mengumpulkannya di dalam wastafel. "Aku baru dapat pesan dari pengacara kalau kasus Nina berhasil saat naik banding di pengadilan. Dan sekarang dia bebas," ujar Rizki sambil menghela napas panjang. Gerakan Devita yang sedang membasuh piring dengan sabun menjadi terhenti. Dia menggigil sesaat. Teringat saat Nina yang menyuruh preman untuk menganggu dan menculiknya. Untung saja waktu itu Rizki berhasil menyelamatkan kehormatan nya. Kalau saja saat itu Rizki telat datang, Devita bahkan tidak berani untuk membayangkan nya. "Aku takut, Mas. Bagaimana kalau Nina mengincar kebahagiaan kita lagi?" tanya Devita terdiam di depan wastafel. Rizki yang hendak menuruni anak tangga untuk ke lantai bawah, membalikkan badan dan memeluk Devita erat. "Aku tidak akan membiarkan Nina mengambil kebahagiaan kita, Yang.
Pengacara nya menghela napas panjang, berpikir sejenak. "Bukan kapasitas saya untuk bicara. Mbak Nina lihat saja sendiri saat pulang nanti, sekarang mbak Nina pulang saja dulu," ujar pengacara Nina. Nina mengangguk, lalu tersenyum dan menoleh sejenak ke arah sel tempat dia dikurung kemarin. Telihat para perundungnya yang menatap Nina dengan rasa kesal. Nina yang tampak kurus dan terlihat dekil karena mengalami penganiayaan di dalam penjara oleh teman satu selnya, menatap ke arah teman- teman satu selnya dengan penuh dendam. Dia lalu mengacungkan jari tengah ke arah mereka, kemudian bergegas pergi. ***"Ini rumah siapa, Pak??" tanya Nina pada pengacara nya. "Ini rumah kamu, mbak Nina," ujar pengacara nya membuat Nina semakin bingung. "Bukan! Rumahku gede, Pak! Bukan kecil seperti ini!" ujar Nina seraya menggelengkan kepalanya. "Masuk saja dulu, Mbak Nina. Ada orang tua kamu di dalam," ujar pengacara nya mempersilahkan. Nina pun berjalan sampai ke arah teras rumahnya, dia lalu m
Devita terbangun saat mencium aroma nasi goreng yang lezat. Dia lantas duduk di ranjang sejenak lalu merenggang kan kedua tangan nya ke atas dan menuju ke kamar mandi. Usai sikat gigi, cuci muka dan berganti pembalut, dia menuju ke dapur yang berseberangan dengan kamar nya dan melihat Rizki yang sedang mengaduk masakannya di wajan. Devita menatap nya dengan takjub. Tampak Rizki menuangkan minyak cabai ke dalam wajan berisi nasi goreng lalu menggoyang - goyangkan pegangan wajannya dengan ahli dan tampak api dari kompor yang menjilat sampai ke wajan. "Wihh, bisa begitu ya?" tanya Devita takjub. Rizki menoleh ke arah istrinya. "Hei, kamu sudah bangun, Yang? Duduk gih, aku sedang memasak sarapan kita. Nasi goreng hitam! Ini pakai aneka seafood dan tinta cumi-cumi lho! Rasa pedas kesukaan kamu!" ujar Rizki tersenyum. Devita terdiam dan menatap sang suami penuh cinta. Bukannya menuruti instruksi suaminya untuk duduk, Devita justru mendekat ke arah Rizki dan memeluk nya dari arah belak
Saat langkah Rizki mendekat ke arah pohon tempat Adi bersembunyi, Adi segera berdiri lalu mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. "Hiyaaat! Ma ti kamu, Rizki!" seru Adi sambil membabi buta mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. Buaakkh! "Aarrghhh!"Alih - alih bisa melukai Rizki dengan ayunan pisau nya, tangan Adi justru terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Adi berteriak saat pergelangan tangannya terasa patah terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Kedua lelaki yang pernah menjadi sepasang sahabat itu pun berhadapan dengan sengit. Adi menggerak - gerakkan tangan kanannya yang terkena hantaman dahan pohon. 'Untung saja tidak patah,' batin Adi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari pisau lipatnya yang terjatuh ke entah dimana. 'Duh, dimana pula pisau ku tadi!? Bagaimana mungkin aku melawan Rizki hanya dengan tangan kosong?' batin Adi panik. Tapi dia tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Menyerahlah saja, Di! Bertanggungjawab lah atas segala hal yang te
Warning : Adegan gore! "Mampus saja kamu, Riz!" seru Adi sambil mendorong pisau di tangannya semakin mendekat ke arah perut Rizki dan Rizki pun sekuat tenaga menahan pisau Adi, dan dalam gerakan dorong- mendorong itu, tangan Rizki tanpa sengaja menekuk dan membalikkan arah tangan Adi, sehingga pisau Adi menghujam perut nya sendiri. "Aaarghh!" Adi berseru bertepatan dengan darah yang mengalir dari perutnya. Rizki dan Adi saling mendelik dalam diam. Cengkeraman tangan Rizki melonggar, sehingga genggamannya pada tangan Adi melemah. Adi berdiri terhuyung dan memegangi perutnya yang tertusuk pisau yang dipegangnya sendiri. Rizki membalikkan badannya dan perhatian nya tertuju pada Devita yang sudah terlepas dari tali yang mengikat tangannya dan lakban yang menutup mulut nya. "Mas!" seru Devita menghambur ke arah Rizki. Rizki dan Devita berpelukan dengan berurai air mata. "Kamu nggak apa- apa kan?" tanya Rizki sambil membingkai wajah istri nya dengan cemas. Devita menggeleng. "Alhamd
"Kenapa kamu nggak lapor polisi, Riz?" tanya teman pemilik gym nya dengan prihatin. Rizki menghela napas panjang. "Sudah. Tapi kata polisi harus menunggu 1x24 jam. Kecuali memang ada bukti ancaman."Teman Rizki berpikir sejenak. "Kalau begitu, apa tidak mungkin istri kamu pergi ke rumah temannya? Lalu HP nya rusak, sehingga dia tidak bisa menelepon kamu?" tanya teman Rizki.Rizki menggeleng."Tidak mungkin! Devita sangat hapal nomor HP ku. Jadi kalau dia memang harus menginap di rumah temannya dan HP nya rusak, dia pasti akan meninjam HP temannya untuk menghubungiku," ujar Rizki. "Kalau HP Devita tidak aktif dan dia juga tidak menghubungi ku, berarti kemungkinan nya hanya satu. Istriku sedang dalam bahaya. Kemungkinan dia diculik orang atau sedang dalam bahaya. Aku butuh bantuan kamu dan Falcon," sambung Rizki lagi. Temannya manggut-manggut. "Kita harus menyediakan alat untuk membela diri, Riz," ujar Johan. Dia lalu masuk ke dalam rumah dan membawa keluar semprotan merica, pisau