Beberapa saat sebelumnya, Rizki sedang bersiap untuk pulang saat Devita mendekatinya. "Mas Rizki." Rizki yang sedang duduk di atas motor Honda volcano matte blacknya melepas helm dan menatap ke arah Devita. "Iya, Kak. Ada yang bisa dibantu?" tanya Rizki. Devita melihat ke arah mobilnya. "Saya nggak tahu kenapa mobil saya nggak bisa hidup. Minta tolong untuk dilihat dong, Mas," pinta Devita. "Oh, oke, Kak."Rizki turun dari motor yang dibelinya dari uang yang didapat dari Adi, lalu menuju ke mobil Devita. Lelaki itu membuka kap mobil dan muncullah asap tebal dari dalamnya. Rizki mengibas- ngibaskan tangannya di depan hidung seolah mengusir asap dari hadapan wajahnya. "Wah, kalau mobil nya seperti ini harus masuk ke bengkel, Kak. Sudah waktu nya servis," sahut Rizki sambil menunjuk ke arah mobil Devita. "Haduh, saya tidak punya kenalan bengkel langganan, mau pulang naik gocar, baterai ponsel saya habis. Duh, gimana ya pulang nya?" Rizki berpikir sejenak. "Saya antar saja, Kak
"Wah, kamu masih cinta sama Nina, Riz? Kok bisa sih sampai datang ke pernikahan ku walaupun tidak diundang? Tapi kamu enggak bisa rujuk lho. Karena aku dan Nina sudah menikah," ujar Adi pongah untuk memanas - manasi Rizki yang berdiri di hadapan nya. Baru saja Rizki hendak menjawab ucapan Nina mendadak terdengar suara beberapa perempuan dari arah belakang. "Tega- teganya kamu, Adi! Kamu sudah meng ha m il i kami! Memaksa kami meng gu gu r kan kan dung an dan sekarang kamu menikah? Kamu sungguh tidak berperi kemanusiaan Adiiii!"Semua tamu terperangah melihat empat orang perempuan yang mendadak datang sebagai tamu tak diundang. Rizki menyipitkan matanya menatap salah seorang perempuan yang memaki Adi. Dia adalah si rambut pirang yang dijumpai nya di ruangan khusus Adi saat Rizki sedang mencari kamera CCTV untuk mencari bukti tentang perselingkuhan istrinya. Wajah Adi memucat. Begitupun dengan orangtuanya dan orang tua Nina. Budi dan Rina mendelik pada Adi, seolah bertanya apa benar
Malam ini alih- alih tidur dengan kehangatan, Nina justru tidur dengan kedinginan dan memeluk bahunya sendiri. Air mata menderas di pipi. Dia menahan mulutnya dengan guling agar tak mengeluarkan suara saat terisak. "Huhuhu, tega sekali mas Adi! Dulu dia ramah sekali! Setiap tidur dengannya, aku selalu dibelikan perhiasan, atau minimal bunga. Tapi sekarang?? Dia justru seakan membuangku begitu saja!" gumam Nina. Dia merasa sangat sedih karena Adi seolah - olah jijik padanya. Entah berapa lama Nina menangis, tapi matanya terlihat bengkak dan akhirnya lama - kelamaan, Nina tertidur. ***Pagi menjelang saat Nina terbangun dengan kepala yang terasa nyeri dan mata yang panas. Dia melihat ke arah jam yang menempel di dinding kamar. "Sudah jam lima pagi. Lebih baik aku memasak untuk mas Adi saja. Aku yakin, dia akan jatuh cinta padaku lagi melalui jalur masakan," ujar Nina optimis. Dia pun ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu memakai make up tipis agar terlihat segar kemudian menu
Setelah Adi meninggalkan nya sendirian di ruang makan, Nina hanya bisa menatap kesal ke arah sang suami. "Ck, awas saja ya kamu, Mas! Kamu berniat ingin menghancurkan aku? Aku nggak akan mau hancur sendiri. Paling tidak, kita akan hancur sama - sama!" gumam Nina. Dia lalu menelepon salah seorang temannya. "Halo Nin, ada apa?" tanya temannya dari seberang telepon. "Halo, kamu bilang kemarin merekam pernikahan ku saat mas Adi didemo cewek - cewek kan?""Iya, benar. Memangnya kenapa, Nin?""Apa sudah kamu hapus? Aku minta dong!" pinta Nina. "Hah, buat apa? Lagian seperti nya sudah kuhapus. Tapi mungkin ada di folder sampah," sahut teman Nina. "Nggak apa- apa. Please, minta video nya ya?" pinta Nina memelas. "Hm, oke. Walaupun kamu nggak mengatakan alasannya, baiklah aku kirim video nya," ujar teman Nina. Nina mengakhiri panggilan telepon nya dan tersenyum lebar saat melihat video pernikahan nya yang sempat ramai karena kedatangan para mantan Adi. Nina lalu segera membuat akun pal
lSuara papa Rizki terdengar memilukan. Papa Rizki terjatuh dalam pelukan anak lelakinya. Punggung lelaki tua itu berasap dengan daging yang melepuh, rusak parah. Seketika pandangan papa Rizki menggelap. Dan pengendara motor itu kabur. "Rizki..., sakit, Riz!" desis papanya dengan ekspresi kesakitan. Rizki merasa jantungnya ikut tercabut dari rongganya saat melihat orang tua satu - satunya itu kesakitan. Sesaat Rizki bingung dengan pilihan akan mengejar orang yang telah menyiram papanya, atau menolong papanya terlebih dulu. Akhirnya Rizki berteriak meminta tolong, dan membiarkan penyiram air keras itu kabur. "Tolong! Tolong papa saya!" seru Rizki sambil memeluk papa nya yang sudah tidak sadar. Kondisi pinggir jalan Kampung yang lengang dan sedang germis, membuatnya sebagian penghuni rumah lebih nyaman untuk tinggal di dalam rumah, membuat teriakan nya telat direspon oleh warga. "Astaga, Rizki! Ada apa ini?" tanya Pak RT yang merespon teriakan Rizki karena lokasi kejadian paling d
Pagi ini sekitar jam sembilan pagi saat Rizki sedang menatap Papanya dari luar jendela ruang ICU yang terbuat dari kaca, seorang dokter yang semalam sudah mengoperasi papanya berjalan arahnya, lalu mengangguk sekilas pada Rizki kemudian masuk ke dalam ruang ICU.Dokter itu berganti seragam khusus, kemudian memeriksa kondisi papa Rizki dengan seksama. Dengan wajah yang harap-harap cemas, Rizki memperhatikan dokter itu dari luar ruangan. Kemudian dokter yang telah mengoperasi Papa Rizki itu menoleh kepada suster lalu mengatakan sesuatu seraya melirik pada Rizki. Tak lama kemudian suster dari ruang ICU pun menghampiri Rizki dan mengatakan bahwa dokter ingin menjelaskan kondisi Papanya. Rizki pun segera masuk ke ruang ICU, kemudian berganti baju khusus untuk menjenguk pasien dan masuk menemui dokter yang berada di dalam ruang ICU. Dia segera mendekat dan menyentuh tangan papanya yang masih belum sadarkan diri. "Pasien belum juga menunjukkan kesadaran dan belum menunjukkan perbaikan ta
Sepulang dari kantor polisi, Rizki mendadak teringat ayahnya. "Pak RT, saya mau menjenguk makam papa dulu. Pak RT nggak apa - apa kan pulang sendiri?" tanya Rizki. "Nggak apa- apa, Mas Rizki. Kita kan berangkat ke kantor polisi naik motor sendiri-sendiri. Jadi pulang nya nggak barengan, juga nggan apa- apa. Silakan Mas Rizki ke makam almarhum pak Ridwan dulu," sahut Pak RT. Mereka kemudian berpisah di depan gerbang kantor polisi.Rizki dengan perasaan yang sangat sedih menuju ke makam papanya. Di sana dia bersimpuh dan berdoa semoga papanya diberikan tempat yang terindah di sisi Allah dan diampuni semua dosa-dosanya. Air mata Rizki turut meleleh bersamaan dengan untaian doa dari bibirnya. Langit yang sudah mendung sejak Rizki berada di kantor polisi, sekarang menjadi gerimis hujan. Air mata Rizki menjadi bercampur dengan air hujan. Namun Rizki tetap tidak bergeming dari duduknya. Dia mengelus batu nisan bapaknya dan semakin menangis tersedu-sedu. Tanpa disangka, sebuah payung te
Pagi itu Rizki terbangun dan merasakan badannya sudah lebih baik, akhirnya dia melaksanakan salat subuh, kemudian membuat teh di dapurnya. Rizki menikmati secangkir teh hangat seraya duduk di ruang makan sambil menggulir layar ponsel. Mendadak masuklah notifikasi pesan whatsapp ke ponsel Rizki. [Pagi, Mas? Bagaimana kondisi kamu pagi ini?]Rizki tersenyum membaca pesan whatsapp dari Devita. [Alhamdulillah aku sudah lebih baik. Aku masih ngeteh ini.] balas Rizki. [Syukurlah kalau kamu sudah sehat. Apa perlu dibelikan bubur ayam lagi?] tawar Devita. [Nggak usah, Dev. Aku bisa pergi sendiri. Mungkin setelah ini aku juga jalan-jalan ke alun-alun untuk menyegarkan pikiran, kemudian membeli bubur ayam.] [Ya sudah kalau begitu, Mas. Selamat pagi dan selamat beraktifitas, Mas Rizki. Jangan lupa sarapan.][Iya, Dev, kamu juga selamat beraktifitas dan jangan lupa sarapan ya.]Devita tersenyum menatap ke layar ponsel nya. Mendadak terlintas ide di pikiran Devita untuk ikut jalan - jalan ke