Setelah Adi meninggalkan nya sendirian di ruang makan, Nina hanya bisa menatap kesal ke arah sang suami. "Ck, awas saja ya kamu, Mas! Kamu berniat ingin menghancurkan aku? Aku nggak akan mau hancur sendiri. Paling tidak, kita akan hancur sama - sama!" gumam Nina. Dia lalu menelepon salah seorang temannya. "Halo Nin, ada apa?" tanya temannya dari seberang telepon. "Halo, kamu bilang kemarin merekam pernikahan ku saat mas Adi didemo cewek - cewek kan?""Iya, benar. Memangnya kenapa, Nin?""Apa sudah kamu hapus? Aku minta dong!" pinta Nina. "Hah, buat apa? Lagian seperti nya sudah kuhapus. Tapi mungkin ada di folder sampah," sahut teman Nina. "Nggak apa- apa. Please, minta video nya ya?" pinta Nina memelas. "Hm, oke. Walaupun kamu nggak mengatakan alasannya, baiklah aku kirim video nya," ujar teman Nina. Nina mengakhiri panggilan telepon nya dan tersenyum lebar saat melihat video pernikahan nya yang sempat ramai karena kedatangan para mantan Adi. Nina lalu segera membuat akun pal
lSuara papa Rizki terdengar memilukan. Papa Rizki terjatuh dalam pelukan anak lelakinya. Punggung lelaki tua itu berasap dengan daging yang melepuh, rusak parah. Seketika pandangan papa Rizki menggelap. Dan pengendara motor itu kabur. "Rizki..., sakit, Riz!" desis papanya dengan ekspresi kesakitan. Rizki merasa jantungnya ikut tercabut dari rongganya saat melihat orang tua satu - satunya itu kesakitan. Sesaat Rizki bingung dengan pilihan akan mengejar orang yang telah menyiram papanya, atau menolong papanya terlebih dulu. Akhirnya Rizki berteriak meminta tolong, dan membiarkan penyiram air keras itu kabur. "Tolong! Tolong papa saya!" seru Rizki sambil memeluk papa nya yang sudah tidak sadar. Kondisi pinggir jalan Kampung yang lengang dan sedang germis, membuatnya sebagian penghuni rumah lebih nyaman untuk tinggal di dalam rumah, membuat teriakan nya telat direspon oleh warga. "Astaga, Rizki! Ada apa ini?" tanya Pak RT yang merespon teriakan Rizki karena lokasi kejadian paling d
Pagi ini sekitar jam sembilan pagi saat Rizki sedang menatap Papanya dari luar jendela ruang ICU yang terbuat dari kaca, seorang dokter yang semalam sudah mengoperasi papanya berjalan arahnya, lalu mengangguk sekilas pada Rizki kemudian masuk ke dalam ruang ICU.Dokter itu berganti seragam khusus, kemudian memeriksa kondisi papa Rizki dengan seksama. Dengan wajah yang harap-harap cemas, Rizki memperhatikan dokter itu dari luar ruangan. Kemudian dokter yang telah mengoperasi Papa Rizki itu menoleh kepada suster lalu mengatakan sesuatu seraya melirik pada Rizki. Tak lama kemudian suster dari ruang ICU pun menghampiri Rizki dan mengatakan bahwa dokter ingin menjelaskan kondisi Papanya. Rizki pun segera masuk ke ruang ICU, kemudian berganti baju khusus untuk menjenguk pasien dan masuk menemui dokter yang berada di dalam ruang ICU. Dia segera mendekat dan menyentuh tangan papanya yang masih belum sadarkan diri. "Pasien belum juga menunjukkan kesadaran dan belum menunjukkan perbaikan ta
Sepulang dari kantor polisi, Rizki mendadak teringat ayahnya. "Pak RT, saya mau menjenguk makam papa dulu. Pak RT nggak apa - apa kan pulang sendiri?" tanya Rizki. "Nggak apa- apa, Mas Rizki. Kita kan berangkat ke kantor polisi naik motor sendiri-sendiri. Jadi pulang nya nggak barengan, juga nggan apa- apa. Silakan Mas Rizki ke makam almarhum pak Ridwan dulu," sahut Pak RT. Mereka kemudian berpisah di depan gerbang kantor polisi.Rizki dengan perasaan yang sangat sedih menuju ke makam papanya. Di sana dia bersimpuh dan berdoa semoga papanya diberikan tempat yang terindah di sisi Allah dan diampuni semua dosa-dosanya. Air mata Rizki turut meleleh bersamaan dengan untaian doa dari bibirnya. Langit yang sudah mendung sejak Rizki berada di kantor polisi, sekarang menjadi gerimis hujan. Air mata Rizki menjadi bercampur dengan air hujan. Namun Rizki tetap tidak bergeming dari duduknya. Dia mengelus batu nisan bapaknya dan semakin menangis tersedu-sedu. Tanpa disangka, sebuah payung te
Pagi itu Rizki terbangun dan merasakan badannya sudah lebih baik, akhirnya dia melaksanakan salat subuh, kemudian membuat teh di dapurnya. Rizki menikmati secangkir teh hangat seraya duduk di ruang makan sambil menggulir layar ponsel. Mendadak masuklah notifikasi pesan whatsapp ke ponsel Rizki. [Pagi, Mas? Bagaimana kondisi kamu pagi ini?]Rizki tersenyum membaca pesan whatsapp dari Devita. [Alhamdulillah aku sudah lebih baik. Aku masih ngeteh ini.] balas Rizki. [Syukurlah kalau kamu sudah sehat. Apa perlu dibelikan bubur ayam lagi?] tawar Devita. [Nggak usah, Dev. Aku bisa pergi sendiri. Mungkin setelah ini aku juga jalan-jalan ke alun-alun untuk menyegarkan pikiran, kemudian membeli bubur ayam.] [Ya sudah kalau begitu, Mas. Selamat pagi dan selamat beraktifitas, Mas Rizki. Jangan lupa sarapan.][Iya, Dev, kamu juga selamat beraktifitas dan jangan lupa sarapan ya.]Devita tersenyum menatap ke layar ponsel nya. Mendadak terlintas ide di pikiran Devita untuk ikut jalan - jalan ke
"Astaga, Nin! Kenapa aroma ja l an la hir kamu seperti ini? Padahal sudah enam bulan aku 'puasa' karena berlayar di laut. Eh, saat pulang nggak bisa minta ja t ah," protes Rizki. Wajah Nina memucat. "A-aku sakit, Mas!" "Sakit apa, Nin? Ayo ke dokter!" seru Rizki dengan wajah cemas. "Enggak usah. Aku... Takut."Jawaban Nina justru membuat Rizki semakin heran."Takut apa, Nin?" "Takut mendengar diagnosa dokter," sahut Nina lirih. Dia menunduk. Dia tidak menyangka jika suami nya kembali ke darat lebih cepat daripada janjinya kemarin lusa saat di telepon. Rizki menggenggam tangan istri nya. Mereka baru menikah selama 1,5 tahun. Dan Rizki adalah seorang anak buah kapal penangkapan ikan yang bekerja di perairan Indonesia atau beroperasi di dalam negeri sebagai OS (ordinary seamen) atau bagian deck departement. Dia berlayar selama tiga bulan dan libur di darat selama dua pekan. "Sayang, aku sayang banget sama kamu. Aku nggak mau terjadi apa - apa pada kamu. Apalagi aku kan jarang di
Dokter dan perawat UGD di rumah sakit itu terkejut dan serentak melihat ke arah Rizki. "Tenang dulu, Pak. Saya hanya menjelas kan tentang penyakit yang saya ketahui," ujar dokter di hadapan Rizki dengan tenang. Tangan Rizki terk e p a l. "Bagaimana saya bisa tenang jika dokter me n u d uh saya selingkuh?!""Lho, memang ada kalimat saya yang menyebut jika bapak se li n g kuh? Saya kan hanya bilang tentang fakta penyakit yang dialami oleh pasien," ujar dokter itu lagi. Rizki mengatur napasnya yang membu ru. Hatinya masih tidak terima jika dia disebut kan berselingkuh."Darimana dokter tahu tentang penyakit yang dialami oleh istri saya?" tanya Rizki akhirnya. Dia menatap t a j a m pada dokter itu. "Pak, gejala penyakit seperti aroma tidak sedap dari ja l an la hir, nyeri saat buang air kecil, k e p u t i h a n berwarna, d a r a h padahal belum waktu nya da ta ng bu l an, dan nyeri pinggang yang dialami oleh pasien adalah salah satu ciri dari dua kemungkinan penyakit. Pertama kanker
"Bukan hal seperti itu yang ingin aku ketahui, Nin! Aku mohon kejujuran mu! Ini untuk kebaikan kita berdua. Apa kamu selingkuh?" tanya Rizki to the point membuat Nina salah tingkah. "Mas Rizki... Aku..."Nina terdiam menatap Rizki yang tampak kacau. Dia menggenggam tangan suami nya. "Aku tidak pernah selingkuh, aku sangat mencintai kamu, Mas!" ujar Nina sungguh-sungguh. "Lalu darimana datangnya penyakit yang kamu alami ini? Aku juga tidak pernah selingkuh, Nin. Di kapal, aku berusaha menjaga iman ku dan selalu mengingatmu. Aku juga tidak pernah men ye n tuh perempuan lain."Rizki menjeda kalimat nya sejenak. "Apa kamu pernah tra ns fu si saat aku berlayar?" tanya Rizki lagi. Nina menggeleng. "Tidak, Mas.""Lalu dari mana asal penyakit ini?" tanya Rizki. Nina hanya bisa mengedikkan bahunya. "Aku juga tidak tahu dari mana asalnya penyakit ini. Kalau aku bisa memilih, aku juga tidak ingin mengalami sakit seperti ini, Mas. Aku juga tidak mau membuat kamu cu ri ga," ujar Nina lirih