Eh, tunggu! Sulaman nya huruf A? A siapa nih maksud nya? Aku jadi ingat kalau Adi juga mempunyai kemeja berwarna merah hati dengan sulaman di saku bertuliskan huruf A. Jangan - jangan kemeja itu punya Adi ya?" tanya Rizki membuat Nina terdiam. Deg! Ja nt ung Nina nyaris berhenti berdetak saat Rizki menebak dengan tepat dan cepat tentang kemeja itu. 'Eh, kok bisa sih mas Rizki menebak dengan cepat dan tepat tentang kemeja itu. Jangan-jangan mas Rizki tahu sesuatu? Wah bahaya ini,' batin Nina. Tapi dia mencoba untuk bersikap tenang. "Hm, apaan sih, Mas. Jangan bercanda! Mana mungkin aku menyimpan kemeja mas Adi? Ada- ada saja kamu itu!" ujar Nina."Yah, siapa tahu saja kan? Nggak ada yang tahu kan kalau aku sedang berlayar semua kemungkinan bisa terjadi," ujar Rizki tenang. "Heh, Mas. Aku tidak ingin bercanda! Jangan mem fit nah aku dan mas Adi. Diantara kami kan tidak ada hubungan apa - apa!Kemeja itu benar - benar milik teman ku! Saat kamu nggak ada di rumah dan turun hujan, tem
Malam ini hujan deras, Rizki tidur di rumah sakit menemani papanya. Sayangnya Rizki belum juga bisa memejamkan matanya. Akhirnya dia menggulir layar untuk melihat sosial media. Mendadak tertera nama Nina yang melakukan panggilan telepon padanya. Rizki berpikir sejenak. 'Duh, kenapa lagi Nina telepon? Jangan- jangan dia ingin menanyakan lagi tentang kemeja nya Adi!? Ck, malas sekali menanggapinya. Akhirnya Rizki membiarkan Nina menelepon sampai dering ponsel nya ma ti dengan sendirinya. Baru saja Rizki menggulir layar lagi saat Nina menelepon nya tiga kali. "Duh, bikin nggak mood saja Nina ini. Biar saja ma ti sendiri telepon nya," gumam Rizki, dan benar saja Nina tak lagi menelepon nya.Rizki melanjutkan menggulir layar ponsel untuk melihat berbagai postingan di medsos nya. "Hm, perasaan aku nggak enak. Jangan - jangan karena Nina nggak bisa menelepon ku, dia mencari pelampiasan pada Adi," gumam Rizki curiga. Rizki lalu membuka whatsapp web dan benar saja, banyak chat baru yang
Beberapa saat sebelum nya, "Astaga, aku diblok oleh mas Adi? Wow, ada- ada saja mas Adi. Padahal dia bilang kalau aku tipenya, dan saat aku mendekat, dia justru berusaha menjauhiku?!" gumam Nina. Dia dengan kesal mengganti li ng e rie dengan piyama biasa. Lalu merebahkan diri di ra n ja n g. "Hm, biarlah mas Adi menjauhiku sekarang. Itu berarti mas Adi tidak akan membocorkan hubungan kami pada mas Rizki, sehingga aku bisa tetap tinggal di rumah ini sebagai istri mas Rizki. Tapi jika mas Rizki suatu saat nanti mengetahui hubungan ku dengan mas Adi, dan aku terancam diceraikan, aku akan mengejar mas Adi sampai dia menjadi suamiku."Nina terdiam sejenak. "Tapi bagaimana jika mas Adi kembali pada pergaulan bebasnya?" Nina mengerutkan keningnya dengan bingung. "Hahh, nggak tahu ah! Capek mikir! Si*l a n juga posisi ku saat ini! Aku kira mas Adi itu polos, malah suhu!" ***"Pa, papa kan hari ini boleh pulang sama dokter, sebelum pulang nanti ikut aku sebentar ya?""Emang kamu mau kem
Pasti mudah kan karena kamu ka ya ra ya!? Kalau kamu tidak mau melakukan nya, kamu akan ku laporkan ke polisi dengan tuduhan ku m pul k e bo dengan istri orang akarena aku juga mempunyai bukti kalian ti dur bersama!" ujar Rizki tegas. Adi mendelik. "Hah, apa kamu gi la? Ha rga rumah dan mobil kamu berapa? Aku harus mem ba yar dua kali lipatnya?" ujar Adi ger am. Rizki tersenyum lalu mengedikkan bahunya. "Hm, ya sudah kalau kamu nggak mau. Kita akan bertemu di Kantor polisi."Rizki terdiam sejenak. "Oh, nggak cuma itu! Sepertinya orang tua kamu benci banget kan dengan pelakor atau pebinor? Kamu pernah cerita kalau rumah tangga orang tua kamu nyaris runtuh dan papa kamu nyaris menjadi duda karena pebinor, kamu juga nyaris menjadi seorang anak broken home. Wah, wah, dan sekarang kamu menjadi pebinor? Bagaimana perasaan orang tua kamu saat menemukan kenyataan bahwa anaknya menjadi orang yang dibencinya!?" tanya Rikzi dengan ekspresi mence m o o h. Adi meradang, tangannya terkepal
"Dia.. Dia janda tanpa anak. Dan tidak punya pekerjaan," sahut Adi takut- takut. "Astaga!" Kedua orang tua Adi seketika terkejut. "Tidak! Papa dan mama tidak setuju!"Adi menelan ludah. 'Ah, memang sudah kuduga kalau memang tidak akan mudah meminta ijin pada papa dan mama. Apa yang harus kulakukan sekarang?' batin Adi bingung. "Apa- apaan ini, Di? Dari dulu saat papa dan mama bertanya tentang pacar atau calon istri kamu, kamu selalu menjawab tidak punya pacar dan tidak punya calon istri. Tapi sekarang kamu mendadak memberitahu bahwa kamu punya pacar dan pacar kamu adalah seorang janda. Katakan ada apa ini sebenarnya? Apa ini hanya siasat kamu karena kamu masih ingin bebas dan tidak mau dijodohkan? Ingat umur, Adi! Kamu sudah berumur 27 tahun!" ujar papanya menahan kesal. Adi menatap ke arah orang tuanya.'Tidak. Aku tidak bisa jujur pada papa dan mama, bisa stres papa dan mama jika aku menceritakan yang sebenarnya,' batin Adi. 'Sepertinya aku harus berbohong agar orang tuaku ti
Beberapa saat sebelumnya, "Mana keluarga Adi? Sepertinya mulai bulan kemarin masa iddah kamu selesai. Kamu kan juga sudah mendapatkan akta cerai? Jadi seharusnya Adi juga tidak mempunyai alasan untuk tidak segera memperkenalkan kamu pada keluarga nya," ujar Irwan, sambil duduk di hadapan Nina. Nina duduk dengan meremas kedua tangan nya di pangkuan. "Mungkin dia sedang sibuk, Pi. Nanti dia juga datang," ujar Nina lirih. Padahal sejujurnya hatinya juga merasa takut jika Adi ingkar janji padanya. Karena dari kemarin saat dia menghubungi Adi, Adi segera memutuskan sambungan telepon nya begitu saja. "Telepon Adi sekarang! Papi itu juga laki- laki! Nggak ada istilah sibuk bagi laki-laki. Kalau kamu sebagai prioritas nya, kamu akan diutamakan dan selalu diberi kabar," ujar Irwan tegas.Nina mengangguk. Dia lalu meraih ponsel nya dan menekan nomor Adi. Ditunggu nya nada sambung yang berubah menjadi suara Adi. "Halo, Mas Adi," sapa Nina dengan mengaktifkan pengeras suara. "Heh, sudah kub
"Pagi, Mbak Devita," sapa Rizki ramah. Devita yang saat itu sedang mengenakan baju olahraga lengan pendek warna hitam dengan rok legging warna senada tampak cantik. "Pagi, Mas ..."Devita yang baru saja mendaftar sebagai member baru rupanya belum menghafal nama Rizki."Rizki, Mbak. Panggil saja Rizki," ujar Rizki. Devita tersenyum."Pagi mas Rizki, saya ingin memulai ngegym hari ini. Mohon bantuannya ya?" ujar Devita. "Tentu, Mbak. Bagian tubuh mana yang ingin mbak bentuk ototnya?" tanya Rizki mendekat ke arah Devita. Devita terdiam. "Saya sudah kurus. Saya ingin latihan membentuk otot lengan, pa ha dan pan tat," ujar Devita lirih. Jujur saja dia merasa malu dengan coach yang baru dikenalnya itu. Rizki mengangguk paham. Lalu menatap Devita dengan serius. "Perlu diketahui oleh setiap orang, bahwa untuk mengawali olahraga apapun, perlu melakukan pemanasan, Kak. Jadi sebelum olahraga di sini, kamu juga perlu melakukan pemanasan. Mari saya beri contoh. Silakan menirukan gerakan p
WARNING! TIDAK UNTUK DICONTOH! Beberapa saat sebelumnya, Mendadak wajah mama Adi memucat. Perempuan itu lalu memegangi dadanya. "Hahhh, hahhh!! Sa.. kit!" desis mama Adi sambil terjatuh dari kursi. Nina yang kaget segera menghambur ke arah nama Adi. "Astaga! Tante kenapa? Tante... ! Tolong...! Tolong!"Beberapa orang mendekat ke arah Nina dan memeriksa mama Adi. Salah seorang karyawan mengambil minyak kayu putih dan mengoleskan nya ke hidung mama Adi, tapi perempuan itu tak kunjung membuka mata. Salah satu karyawan nya menghubungi pemilik kafe. "Ada yang tahu nomor ambulance rumah sakit terdekat? Kalau tidak ada, kita antar saja ke rumah sakit terdekat dari sini! Pakai mobil saya!" ujar pemilik kafe. "Saya punya nomor ambulance rumah sakit dekat sini, Pak!" lapor salah seorang pengunjung kafe. Pengunjung kafe itu pun segera menghubungi mobil ambulance rumah sakit terdekat, lalu tak lama kemudian mobil itu datang ke kafeSementara itu Nina tampak kebingungan, dia ingin menelepo