Masih flash back onBegitu pintu kamar terbuka, Adi melihat Nina terjatuh ke belakang. Adi mengulur kan tangan untuk meraih Nina agar tidak jatuh. Tapi nahasnya saat Nina memegang tangan Adi, Nina terjatuh ke belakang dan Adi pun jatuh menimpa tu b uh Nina yang ba s ah. Brughh. "Ahhh, Mas Adi...!"Jan t ung Nina dan Adi berdebar kencang saat wajah mereka berdekatan. Adi dengan cepat menguasai situasi dan bangkit menjauh dari Nina. "Maaf, Nin.""Nggak apa-apa, Mas," sahut Nina sambil mencoba duduk. "Ada yang sakit?" tanya Adi penuh perhatian. Nina menggeleng kan kepalanya. "Enggak. Untung mas Adi sempat memegang ke pa la belakang ku sehingga tidak sampai terantuk lantai," sahut Nina. Adi menelan ludah saat melihat tu b uh Nina yang mengenakan kaus b a sa h lalu dengan cepat, diulurkannya baju dan ha nd uk kering untuk Nina. "Kamu ganti baju dulu gih. Lauknya sedang aku persiapkan," sahut Adi. "Terima kasih, Mas. Kam ar ma ndi dimana, Mas? Aku sekalian m an di lalu ganti baju
(Masih) flash back on :Adi tampak berpikir sejenak. "Mas, mas Adi... Kok diam? Aku termasuk tipe mu kan? Jadi ayo menikah saja," ujar Nina penuh harap."Hm, Nin.. Sebenarnya..."Adi terdiam dan me nge lus rambut Nina pelan. "Sebenarnya ada apa, Mas? Bukan kah kita saling mencintai? Dan aku merasa kalau aku adalah tipe kamu?" tanya Nina lagi. "Hm, yah. Kamu adalah tipe ku. Tapi kamu adalah istri sahabatku yang harus aku jaga dan aku lindungi, bukan aku nikahi," sahut Adi akhirnya. Nina menelan ludah. Matanya menatap ke arah Adi tanpa berkedip. "Mas, lalu aku kamu anggap apa? Kalung tadi kamu anggap apa?" tanya Nina. Da danya berdebar lebih kencang. Dia merasa dipermainkan oleh Adi. Lebih tepatnya oleh keadaan. Dipermainkan oleh Rizki karena dia harus menjadi baby sitter papanya. Dan sekarang saat dia sangat membutuhkan bahu untuk bersandar, dia dipermainkan oleh Adi. 'Ah, nasib!'"Begini, Nin.."Adi menjeda kalimat nya sejenak. "Aku merasa kasihan dengan kamu yang membutuhkan
Tanpa papa tahu jika akhirnya ramuan itu membuat milik papa semakin parah dan memerah. Papa juga ternyata muntah - muntah karena jamu itu. Huhuhu! Papa... Papa kesepian dan hanya ingin menikah lagi, Rizki..," tukas papa Rizki memelas. Rizki menutup mulut nya. "Astaga, Papa..!""Jangan ma rah, Riz! Kamu tidak tahu rasanya kesepian dan keinginan untuk melakukan hal itu tapi tu buh kamu menolak apa yang diperintahkan oleh otak," ujar papa Rizki lirih. Rizki menghela napas dalam-dalam. "Rizki nggak ma rah pada papa. Tapi Rizki kecewa. Bagaimana mungkin papa tidak menceritakan hal sepenting itu pada Rizki. Papa sampai harus menderita seperti ini," ujar Rizki lirih. "Ya sudah kalau begitu, Rizki akan menemui dokter dulu, Pa," sambung Rizki lagi. Dia lalu beranjak berdiri dari samping bed periksa pasien, tempat papanya terbaring, yang ditutup tirai ruang UGD. Tapi belum sempat Rizki melangkah meninggalkan papanya, suara papanya menghentikan langkah Rizki. "Riz, jangan cerita ke dokter
Eh, tunggu! Sulaman nya huruf A? A siapa nih maksud nya? Aku jadi ingat kalau Adi juga mempunyai kemeja berwarna merah hati dengan sulaman di saku bertuliskan huruf A. Jangan - jangan kemeja itu punya Adi ya?" tanya Rizki membuat Nina terdiam. Deg! Ja nt ung Nina nyaris berhenti berdetak saat Rizki menebak dengan tepat dan cepat tentang kemeja itu. 'Eh, kok bisa sih mas Rizki menebak dengan cepat dan tepat tentang kemeja itu. Jangan-jangan mas Rizki tahu sesuatu? Wah bahaya ini,' batin Nina. Tapi dia mencoba untuk bersikap tenang. "Hm, apaan sih, Mas. Jangan bercanda! Mana mungkin aku menyimpan kemeja mas Adi? Ada- ada saja kamu itu!" ujar Nina."Yah, siapa tahu saja kan? Nggak ada yang tahu kan kalau aku sedang berlayar semua kemungkinan bisa terjadi," ujar Rizki tenang. "Heh, Mas. Aku tidak ingin bercanda! Jangan mem fit nah aku dan mas Adi. Diantara kami kan tidak ada hubungan apa - apa!Kemeja itu benar - benar milik teman ku! Saat kamu nggak ada di rumah dan turun hujan, tem
Malam ini hujan deras, Rizki tidur di rumah sakit menemani papanya. Sayangnya Rizki belum juga bisa memejamkan matanya. Akhirnya dia menggulir layar untuk melihat sosial media. Mendadak tertera nama Nina yang melakukan panggilan telepon padanya. Rizki berpikir sejenak. 'Duh, kenapa lagi Nina telepon? Jangan- jangan dia ingin menanyakan lagi tentang kemeja nya Adi!? Ck, malas sekali menanggapinya. Akhirnya Rizki membiarkan Nina menelepon sampai dering ponsel nya ma ti dengan sendirinya. Baru saja Rizki menggulir layar lagi saat Nina menelepon nya tiga kali. "Duh, bikin nggak mood saja Nina ini. Biar saja ma ti sendiri telepon nya," gumam Rizki, dan benar saja Nina tak lagi menelepon nya.Rizki melanjutkan menggulir layar ponsel untuk melihat berbagai postingan di medsos nya. "Hm, perasaan aku nggak enak. Jangan - jangan karena Nina nggak bisa menelepon ku, dia mencari pelampiasan pada Adi," gumam Rizki curiga. Rizki lalu membuka whatsapp web dan benar saja, banyak chat baru yang
Beberapa saat sebelum nya, "Astaga, aku diblok oleh mas Adi? Wow, ada- ada saja mas Adi. Padahal dia bilang kalau aku tipenya, dan saat aku mendekat, dia justru berusaha menjauhiku?!" gumam Nina. Dia dengan kesal mengganti li ng e rie dengan piyama biasa. Lalu merebahkan diri di ra n ja n g. "Hm, biarlah mas Adi menjauhiku sekarang. Itu berarti mas Adi tidak akan membocorkan hubungan kami pada mas Rizki, sehingga aku bisa tetap tinggal di rumah ini sebagai istri mas Rizki. Tapi jika mas Rizki suatu saat nanti mengetahui hubungan ku dengan mas Adi, dan aku terancam diceraikan, aku akan mengejar mas Adi sampai dia menjadi suamiku."Nina terdiam sejenak. "Tapi bagaimana jika mas Adi kembali pada pergaulan bebasnya?" Nina mengerutkan keningnya dengan bingung. "Hahh, nggak tahu ah! Capek mikir! Si*l a n juga posisi ku saat ini! Aku kira mas Adi itu polos, malah suhu!" ***"Pa, papa kan hari ini boleh pulang sama dokter, sebelum pulang nanti ikut aku sebentar ya?""Emang kamu mau kem
Pasti mudah kan karena kamu ka ya ra ya!? Kalau kamu tidak mau melakukan nya, kamu akan ku laporkan ke polisi dengan tuduhan ku m pul k e bo dengan istri orang akarena aku juga mempunyai bukti kalian ti dur bersama!" ujar Rizki tegas. Adi mendelik. "Hah, apa kamu gi la? Ha rga rumah dan mobil kamu berapa? Aku harus mem ba yar dua kali lipatnya?" ujar Adi ger am. Rizki tersenyum lalu mengedikkan bahunya. "Hm, ya sudah kalau kamu nggak mau. Kita akan bertemu di Kantor polisi."Rizki terdiam sejenak. "Oh, nggak cuma itu! Sepertinya orang tua kamu benci banget kan dengan pelakor atau pebinor? Kamu pernah cerita kalau rumah tangga orang tua kamu nyaris runtuh dan papa kamu nyaris menjadi duda karena pebinor, kamu juga nyaris menjadi seorang anak broken home. Wah, wah, dan sekarang kamu menjadi pebinor? Bagaimana perasaan orang tua kamu saat menemukan kenyataan bahwa anaknya menjadi orang yang dibencinya!?" tanya Rikzi dengan ekspresi mence m o o h. Adi meradang, tangannya terkepal
"Dia.. Dia janda tanpa anak. Dan tidak punya pekerjaan," sahut Adi takut- takut. "Astaga!" Kedua orang tua Adi seketika terkejut. "Tidak! Papa dan mama tidak setuju!"Adi menelan ludah. 'Ah, memang sudah kuduga kalau memang tidak akan mudah meminta ijin pada papa dan mama. Apa yang harus kulakukan sekarang?' batin Adi bingung. "Apa- apaan ini, Di? Dari dulu saat papa dan mama bertanya tentang pacar atau calon istri kamu, kamu selalu menjawab tidak punya pacar dan tidak punya calon istri. Tapi sekarang kamu mendadak memberitahu bahwa kamu punya pacar dan pacar kamu adalah seorang janda. Katakan ada apa ini sebenarnya? Apa ini hanya siasat kamu karena kamu masih ingin bebas dan tidak mau dijodohkan? Ingat umur, Adi! Kamu sudah berumur 27 tahun!" ujar papanya menahan kesal. Adi menatap ke arah orang tuanya.'Tidak. Aku tidak bisa jujur pada papa dan mama, bisa stres papa dan mama jika aku menceritakan yang sebenarnya,' batin Adi. 'Sepertinya aku harus berbohong agar orang tuaku ti
Tiga bulan berlalu sejak kematian Nina, Rizki dan Devita mulai mempersiapkan acara resepsi mereka. "Jadi tokonya akan tutup selama berapa hari, Bos?" tanya salah satu karyawan Rizki. "Tiga hari, mulai besok ya."Karyawan Rizki mengangguk. Dia tetap memandang Rizki seperti sedang memikirkan sesuatu. "Bos, hm, sebenarnya saya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi takut dan ragu," ujar karyawan Rizki. "Bilang saja, saya sudah jinak kok," sahut Rizki sambil tertawa. "Kemaren saya menjenguk Dedi di penjara. Dia kan dipenjara setahun. Ada bukti bahwa dia hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh almarhum mas Adi. Papanya mas Adi pun juga tidak keberatan dengan hukuman itu padahal sudah membuat istrinya meninggal. Karena bapaknya mas Adi bilang ke Dedi kalau bapak nya mas Adi ngerasa bersalah sudah gagal mendidik anak sehingga mengakibatkan orang lain di penjara juga," ujar karyawan Rizki. "Lalu apa hubungannya dengan ku?" tanya Rizki bingung. Dia memandang ke arah Devita yang duduk di s
Fuso itu juga mengerem mendadak agar tidak menabrak mobil Nina, namun terlambat, bemper sebelah kanan fuso itu menyambar mobil Nina, sehingga mobil Nina terdorong ke belakang lima puluh meter dalam keadaan ringsek. "Aaaaa! Mas!" jerit Devita kaget karena melihat tabrakan yang terjadi di hadapan nya. "Ya allah, innalillahi wa innalillahi roji'un! Kamu di sini saja, aku akan melihat siapa korban kecelakaan itu dan memanggil polisi," ucap Rizki sambil mengusap kepala Devita. Rizki bergegas menyebrang jalan. Rupanya bunyi tabrakan yang kencang tadi membuat beberapa warga yang mempunyai rumah di jalanan itu segera keluar dari rumah meskipun pada awalnya masing-masing pintu rumah mereka tertutup karena bersiap tidur. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mobil Nina dan truk fuso. Dan alangkah terkejutnya Rizki, saat melihat korban yang berada di dalam mobil nahas itu. Tampak tubuh Nina yang bersandar di balik kemudi dalam keadaan terpejam. Bemper mobil depan Nina ringsek dan menje
Nina dengan cepat mengetik nomor yang tertera di poster itu lalu menelepon nya. "Halo, dengan toko Rizki di sini. Ada yang bisa dibantu?"Terdengar suara lelaki ramah di seberang telepon. Nina yang baru saja berganti nomor ponsel sangat yakin jika suara itu adalah suara Rizki, mantan suaminya. "Halo, Kak, saya butuh beberapa cemilan dan bahan makanan untuk ngegrill. Bisa diantar kan ke alamat saya?" tanya Nina. Jantung nya berdebar kencang. Berharap Rizki tidak mengenali suaranya lagi. Di seberang telepon, Rizki terdiam. Dia memang sudah lama tidak berkomunikasi dengan Nina, tapi dia yakin jika suara yang didengar nya saat ini adalah suara Nina, mantan istri nya. 'Wah, sepertinya ini suara Nina. Jangan - jangan dia merencanakan sesuatu pada ku atau Devita,' batin Rizki. 'Sebaiknya aku ikuti saja permainan Nina. Awas saja kalau dia sampai berbuat aneh- aneh pada Devita,' sambung Rizki dalam hati. "Oh, ya. Kami memang melayani pembelian secara COD. Jadi apa saja yang ingin dibeli?
Wajah Rizki terlihat keruh saat bersiap untuk membuka toko. "Kamu kenapa, Yang? Ada masalah? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Devita. Dia menumpuk piring kotor setelah mereka makan dan mengumpulkannya di dalam wastafel. "Aku baru dapat pesan dari pengacara kalau kasus Nina berhasil saat naik banding di pengadilan. Dan sekarang dia bebas," ujar Rizki sambil menghela napas panjang. Gerakan Devita yang sedang membasuh piring dengan sabun menjadi terhenti. Dia menggigil sesaat. Teringat saat Nina yang menyuruh preman untuk menganggu dan menculiknya. Untung saja waktu itu Rizki berhasil menyelamatkan kehormatan nya. Kalau saja saat itu Rizki telat datang, Devita bahkan tidak berani untuk membayangkan nya. "Aku takut, Mas. Bagaimana kalau Nina mengincar kebahagiaan kita lagi?" tanya Devita terdiam di depan wastafel. Rizki yang hendak menuruni anak tangga untuk ke lantai bawah, membalikkan badan dan memeluk Devita erat. "Aku tidak akan membiarkan Nina mengambil kebahagiaan kita, Yang.
Pengacara nya menghela napas panjang, berpikir sejenak. "Bukan kapasitas saya untuk bicara. Mbak Nina lihat saja sendiri saat pulang nanti, sekarang mbak Nina pulang saja dulu," ujar pengacara Nina. Nina mengangguk, lalu tersenyum dan menoleh sejenak ke arah sel tempat dia dikurung kemarin. Telihat para perundungnya yang menatap Nina dengan rasa kesal. Nina yang tampak kurus dan terlihat dekil karena mengalami penganiayaan di dalam penjara oleh teman satu selnya, menatap ke arah teman- teman satu selnya dengan penuh dendam. Dia lalu mengacungkan jari tengah ke arah mereka, kemudian bergegas pergi. ***"Ini rumah siapa, Pak??" tanya Nina pada pengacara nya. "Ini rumah kamu, mbak Nina," ujar pengacara nya membuat Nina semakin bingung. "Bukan! Rumahku gede, Pak! Bukan kecil seperti ini!" ujar Nina seraya menggelengkan kepalanya. "Masuk saja dulu, Mbak Nina. Ada orang tua kamu di dalam," ujar pengacara nya mempersilahkan. Nina pun berjalan sampai ke arah teras rumahnya, dia lalu m
Devita terbangun saat mencium aroma nasi goreng yang lezat. Dia lantas duduk di ranjang sejenak lalu merenggang kan kedua tangan nya ke atas dan menuju ke kamar mandi. Usai sikat gigi, cuci muka dan berganti pembalut, dia menuju ke dapur yang berseberangan dengan kamar nya dan melihat Rizki yang sedang mengaduk masakannya di wajan. Devita menatap nya dengan takjub. Tampak Rizki menuangkan minyak cabai ke dalam wajan berisi nasi goreng lalu menggoyang - goyangkan pegangan wajannya dengan ahli dan tampak api dari kompor yang menjilat sampai ke wajan. "Wihh, bisa begitu ya?" tanya Devita takjub. Rizki menoleh ke arah istrinya. "Hei, kamu sudah bangun, Yang? Duduk gih, aku sedang memasak sarapan kita. Nasi goreng hitam! Ini pakai aneka seafood dan tinta cumi-cumi lho! Rasa pedas kesukaan kamu!" ujar Rizki tersenyum. Devita terdiam dan menatap sang suami penuh cinta. Bukannya menuruti instruksi suaminya untuk duduk, Devita justru mendekat ke arah Rizki dan memeluk nya dari arah belak
Saat langkah Rizki mendekat ke arah pohon tempat Adi bersembunyi, Adi segera berdiri lalu mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. "Hiyaaat! Ma ti kamu, Rizki!" seru Adi sambil membabi buta mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. Buaakkh! "Aarrghhh!"Alih - alih bisa melukai Rizki dengan ayunan pisau nya, tangan Adi justru terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Adi berteriak saat pergelangan tangannya terasa patah terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Kedua lelaki yang pernah menjadi sepasang sahabat itu pun berhadapan dengan sengit. Adi menggerak - gerakkan tangan kanannya yang terkena hantaman dahan pohon. 'Untung saja tidak patah,' batin Adi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari pisau lipatnya yang terjatuh ke entah dimana. 'Duh, dimana pula pisau ku tadi!? Bagaimana mungkin aku melawan Rizki hanya dengan tangan kosong?' batin Adi panik. Tapi dia tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Menyerahlah saja, Di! Bertanggungjawab lah atas segala hal yang te
Warning : Adegan gore! "Mampus saja kamu, Riz!" seru Adi sambil mendorong pisau di tangannya semakin mendekat ke arah perut Rizki dan Rizki pun sekuat tenaga menahan pisau Adi, dan dalam gerakan dorong- mendorong itu, tangan Rizki tanpa sengaja menekuk dan membalikkan arah tangan Adi, sehingga pisau Adi menghujam perut nya sendiri. "Aaarghh!" Adi berseru bertepatan dengan darah yang mengalir dari perutnya. Rizki dan Adi saling mendelik dalam diam. Cengkeraman tangan Rizki melonggar, sehingga genggamannya pada tangan Adi melemah. Adi berdiri terhuyung dan memegangi perutnya yang tertusuk pisau yang dipegangnya sendiri. Rizki membalikkan badannya dan perhatian nya tertuju pada Devita yang sudah terlepas dari tali yang mengikat tangannya dan lakban yang menutup mulut nya. "Mas!" seru Devita menghambur ke arah Rizki. Rizki dan Devita berpelukan dengan berurai air mata. "Kamu nggak apa- apa kan?" tanya Rizki sambil membingkai wajah istri nya dengan cemas. Devita menggeleng. "Alhamd
"Kenapa kamu nggak lapor polisi, Riz?" tanya teman pemilik gym nya dengan prihatin. Rizki menghela napas panjang. "Sudah. Tapi kata polisi harus menunggu 1x24 jam. Kecuali memang ada bukti ancaman."Teman Rizki berpikir sejenak. "Kalau begitu, apa tidak mungkin istri kamu pergi ke rumah temannya? Lalu HP nya rusak, sehingga dia tidak bisa menelepon kamu?" tanya teman Rizki.Rizki menggeleng."Tidak mungkin! Devita sangat hapal nomor HP ku. Jadi kalau dia memang harus menginap di rumah temannya dan HP nya rusak, dia pasti akan meninjam HP temannya untuk menghubungiku," ujar Rizki. "Kalau HP Devita tidak aktif dan dia juga tidak menghubungi ku, berarti kemungkinan nya hanya satu. Istriku sedang dalam bahaya. Kemungkinan dia diculik orang atau sedang dalam bahaya. Aku butuh bantuan kamu dan Falcon," sambung Rizki lagi. Temannya manggut-manggut. "Kita harus menyediakan alat untuk membela diri, Riz," ujar Johan. Dia lalu masuk ke dalam rumah dan membawa keluar semprotan merica, pisau