Dokter dan perawat UGD di rumah sakit itu terkejut dan serentak melihat ke arah Rizki.
"Tenang dulu, Pak. Saya hanya menjelas kan tentang penyakit yang saya ketahui," ujar dokter di hadapan Rizki dengan tenang. Tangan Rizki terk e p a l. "Bagaimana saya bisa tenang jika dokter me n u d uh saya selingkuh?!" "Lho, memang ada kalimat saya yang menyebut jika bapak se li n g kuh? Saya kan hanya bilang tentang fakta penyakit yang dialami oleh pasien," ujar dokter itu lagi. Rizki mengatur napasnya yang membu ru. Hatinya masih tidak terima jika dia disebut kan berselingkuh. "Darimana dokter tahu tentang penyakit yang dialami oleh istri saya?" tanya Rizki akhirnya. Dia menatap t a j a m pada dokter itu. "Pak, gejala penyakit seperti aroma tidak sedap dari ja l an la hir, nyeri saat buang air kecil, k e p u t i h a n berwarna, d a r a h padahal belum waktu nya da ta ng bu l an, dan nyeri pinggang yang dialami oleh pasien adalah salah satu ciri dari dua kemungkinan penyakit. Pertama kanker serviks, kedua ser vi si tis atau infeksi pada area jalan lahir karena kuman. Dari dua kemungkinan penyakit ini bisa dipastikan dengan uji laboratorium. Makanya saya mengambil sampel kencing pasien untuk diperiksa ke laboratorium, karena jika negatif, maka pasien akan saya rujuk ke spesialis kan du ng an untuk dilakukan pemeriksaan IVA atau pap smear untuk memastikan ada atau tidaknya virus HPV. Tapi ternyata sampel air seni pasien positif kuman Chlamydia. Itu artinya pasien mengalami penyakit ke la min," ujar dokter UGD itu. Rizki terbengong-bengong. "Demi Tuhan, saya setia. Walaupun saya berlayar dan jauh dari istri saya, saya bisa menahan kebutuhan bio lo gis saya. Saya sangat mencintai istri saya. Atau jangan- jangan dokter salah periksa? Mungkin saja kan bagian laboratorium nya salah memeriksa pi p is istri saya?! Lalu apa tidak bisa jika PMS ini karena pola makan yang kurang baik, misalkan diet atau karena begadang? Istri saya tidak mungkin se lin g kuh, Dokter! Dia juga sangat mencintai saya!" ujar Rizki bersikeras. "Pak, PMS itu hanya ditularkan dengan cara berganti - ganti pasangan. Bisa juga satu pihak setia, tapi pasangannya yang cu ra ng. Kuman chlamydia tidak ada kaitannya dengan makanan dan begadang. Makan ngawur dan begadang pun, tidak akan mengalami PMS jika kedua pasangan sama-sama setia. Berbeda dengan kanker serviks. Ada kalanya virus yang meng in fe ksi t ub uh pasien secara random. Ada banyak istri yang setia bisa mengalami kanker serviks, berbeda dengan PMS yang memakai penularan dengan perantaraan hubungan, tra n sfu si da r ah, atau penggunaan ja ru m su n t ik yang bersamaan dengan orang yang mengalami in fe ksi lebih dulu. Harus dirunut riwayat partner saat ber h ub un gan atau riwayat tra n sfusi da rah," tutur dokter UGD itu panjang lebar. "Lalu apa yang harus saya lakukan dengan penyakit istri saya ini, Dokter? Bisakah penyakitnya sembuh?" tanya Rizki cemas. "Bisa, Pak. Pasien opname dulu di sini agar besok bertemu dengan dokter spesialis kulit dan ke la min," sahut dokter UGD itu. Rizki terdiam sejenak. "Baik, Dok," sahut Rizki singkat. Usai memilih kamar untuk sang istri, Rizki merasa ja n t ung nya berdebar dengan kencang membayangkan istri nya telah men gkh ia na ti nya. Berbagai pertanyaan bersarang di otaknya. Termasuk siapa kira - kira lelaki yang menjadi selingkuhan sang istri. Hanya itu satu-satunya kemungkinan asal dari penyakit itu. Karena Nina tidak pernah bercerita bahwa dia opname dan mendapatkan tr a n s fusi da r ah selama ini. "Mas, mas Rizki!" Terdengar suara Nina dari balik tirai, membuyarkan lamunan Rizki. "Ya, Nin," sahut Rizki menghampiri istrinya yang sedang terb a ri ng lemah. "Aku mau pulang," ujar Nina lirih. Rizki menggelengkan ke p al anya. "Tidak, Nin. Kita di sini saja. Kamu harus dirawat agar segera sembuh. Ada beberapa pertanyaan yang ingin kusampaikan pada dokter spesialis nya saat pagi nanti," sahut Rizki. Akhirnya mau tidak mau Nina terdiam. Dia menurut saja saat seorang perawat UGD membawanya ke ruang rawat inap. Usai perawat UGD itu pergi, Rizki menatap ke arah istrinya yang berb a r i ng di bed pasien. Laki-laki itu duduk di ra nj ang, disamping istrinya berbaring. Keduanya berpandangan. Hening tercipta, hanya denting jarum jam yang terdengar di ruangan itu. "Nin, selama aku pergi, apa yang kamu lakukan?" tanya Rizki dengan ekspresi wajah serius. "Aku...? Yang kulakukan yah memasak, scroll medsos, nyuci, nyapu, setrika, mengunjungi papa kamu. Aku juga..." "Bukan hal seperti itu yang ingin aku ketahui, Nin! Aku mohon kejujuranmu! Ini untuk kebaikan kita berdua. Apa kamu se lin g k uh?" tanya Rizki to the point membuat Nina salah tingkah. "Mas Rizki... Aku..." Next?"Bukan hal seperti itu yang ingin aku ketahui, Nin! Aku mohon kejujuran mu! Ini untuk kebaikan kita berdua. Apa kamu selingkuh?" tanya Rizki to the point membuat Nina salah tingkah. "Mas Rizki... Aku..."Nina terdiam menatap Rizki yang tampak kacau. Dia menggenggam tangan suami nya. "Aku tidak pernah selingkuh, aku sangat mencintai kamu, Mas!" ujar Nina sungguh-sungguh. "Lalu darimana datangnya penyakit yang kamu alami ini? Aku juga tidak pernah selingkuh, Nin. Di kapal, aku berusaha menjaga iman ku dan selalu mengingatmu. Aku juga tidak pernah men ye n tuh perempuan lain."Rizki menjeda kalimat nya sejenak. "Apa kamu pernah tra ns fu si saat aku berlayar?" tanya Rizki lagi. Nina menggeleng. "Tidak, Mas.""Lalu dari mana asal penyakit ini?" tanya Rizki. Nina hanya bisa mengedikkan bahunya. "Aku juga tidak tahu dari mana asalnya penyakit ini. Kalau aku bisa memilih, aku juga tidak ingin mengalami sakit seperti ini, Mas. Aku juga tidak mau membuat kamu cu ri ga," ujar Nina lirih
"Aku nggak selingkuh, Mas! Seharusnya kamu pun juga dicek ke laboratorium! Jangan- jangan kamu yang membawa penyakit itu dari luar tapi nggak mau ngaku. Bisa juga kan?" tanya Nina sengit. "Hah? Apa?" "Iya! Bisa saja kan kamu sebelum berlayar tiga bulan yang lalu terkena penyakit ini lalu menulariku!? Dan karena kamu lebih sehat dariku atau penyakit mu diketahui lebih dulu akhirnya kamu lebih cepat sembuh dariku karena bisa saja kamu minum o b at yang lebih manjur dariku, Mas!?" tanya Nina memberanikan diri. Rizki mengerut kan dahinya. "Jangan sembarangan kalau bicara, Nin! Jangan lempar batu sembunyi tangan!" ujar Rizki tegas. "Aku ingin keadilan, Mas!" ujar Nina tegas. "Hah, keadilan!? Keadilan mana yang kamu maksud kan?" tanya Rizki bingung. "Kamu juga harus dites, Mas! Aku juga tidak mau hanya aku yang di cu ri gai berbuat cu ra ng!" tuntut Nina. Rizki tercengang. "Hah, untuk apa aku dites? Aku kan tidak menunjukkan gejala apapun?" tanya Rizki."Ya, memang kamu tidak menun
Mendadak Rizki mendelik melihat bagian bawah papanya yang kemerahan. "Papa? Papa kenapa?"Papanya berusaha berdiri dengan berpegangan pada tiang besi mendatar yang terpasang di dinding kamar mandi. "Tadi jatuh saat lari-lari. Jatuh ke depan. Njlungup sampai tengkurap gara - gara kesandung pas lari-lari tadi," ujar papa Rizki. Rizki memegangi lengan papanya perlahan. "Kalau memang ngilu dan sakit, lebih baik papa ber o b a t ke dokter UGD atau poli. Biar Rizki antar papa," tawar Rizki. Papanya menggeleng. "Enggak usah, Riz. Biasanya diurut biar sembuh," tukas papanya, Rizki dan papanya pun kembali ke dalam kamar ruang rawat inap. Nina tampak sedang memainkan ponselnya sesaat, dan saat melihat Rizki kembali ke kamar, dia meletakkan ponselnya kembali. Ekspresi wajah Nina terlihat kalut dan dengan cepat dia menghela napas panjang, berusaha menormalkan ekspresi wajahnya. "Papa nggak apa-apa?" tanya Nina saat melihat mertuanya keluar dari kamar mandi diikuti Rizki di belakang nya.
"Ah! Kenapa tidak kepikiran hal itu saja untuk membuktikan perselingkuhan Nina!" seru Rizki bersemangat. Dia lalu segera meraih ponselnya untuk menelepon seseorang. "Halo..."Terdengar suara berat menyapa dari seberang telepon. "Halo, Adi! Kamu hari ini ngapain?" tanya Rizki. Adi dan Rizki bersahabat sejak SMA sampai sekarang. "Aku sedang nungguin toko. Emang kenapa?" tanya Adi. "Aku mau ke toko kamu sekarang, Di. Tunggu ya. Aku butuh sharing," ujar Rizki. "Hm, oke boleh. Baik, aku tunggu ya?!""Iya. Oh ya, kamu kok nggak kaget aku sudah pulang dari berlayar dan sekarang sedang di darat?" "Lah, emangnya harus kaget gitu? Aku kan sudah tahu kalau kamu anak buah kapal. Jadi nggak kaget lah kalau kamu datang tak diundang dan pergi tak diantar," ujar Adi tertawa. Di seberang telepon, Rizki juga ikut terkekeh. "Ya sudah, aku mau siap- siap dulu ke toko kamu.""Oke, aku tunggu, Riz. Aku juga penasaran banget kamu mau ngomongin apa," ujar Adi. "Nanti juga tahu sendiri," sahut Rizki
"Darimana kamu tahu kalau selingkuhan Nina tidak akan berhubungan lagi dengan nya? Apa kamu mengetahui sesuatu?" tanya Rizki penuh selidik. Sejenak Adi menatap Rizki, lalu tersenyum. "Yah, itu sih menurut ku. Coba kamu bayangkan sekarang. Andai saja kamu jadi selingkuhan istri orang, lalu istri orang itu menderita penyakit ke la min, sebagai selingkuhan nya apa kamu masih mau ti d ur sama dia? Beri kesempatan kedua istri kamu lah. Lagipula kamu pernah bilang padaku kan kalau pem be lian rumah dan mobil kamu dibantu oleh mertua kamu dengan adanya surat perjanjian pra nikah," usul Adi bersemangat. Rizki mengerutkan keningnya. "Eh, kok jadi kamu sih yang semangat kalau aku baikan sama Nina?" tanya Rizki. "Hm, ya gimana ya. Aku rasa kalian berdua itu couple goals. Yang cewek cantik banget, kamunya juga ganteng," sahut Adi. "Jadi sayang banget aja kalau kalian pisah begitu saja," sambung Adi. Rizki menghela napas ka s ar. Di dunia ini rasa nya tak ada orang yang sudi berbagi pasanga
"Mami, papi, baru datang?!" tanya Rizki mendekat. Tangan nya terulur hendak menyalami kedua mertuanya. Tapi to n jok an dari papi Nina membuat Rizki terkejut. Buaaagghh! "Dasar suami tidak bertanggung jawab!" Rizki hampir saja tersungkur karena diga m p ar mertua laki-lakinya. Tapi dia segera menyeimbangkan kedua kakinya. Pipinya terasa perih, bahkan keluar d a ra h segar dari sudut bibir Rizki. Rizki yang sudah bisa menguasai diri dan berdiri seimbang itu menatap ke arah mertuanya. Dia tidak gentar dan tidak mundur sedikit pun karena merasa tidak bersalah. "Ada apa, Pi? Kenapa mendadak me mu kul saya?" tanya Rizki dengan menatap ta j am ke arah mertuanya. "Kamu ini yang kenapa?? Tega sekali membiarkan Nina sendirian dirawat di rumah sakit! Kalau kamu sudah tidak cinta lagi pada Nina, kembalikan anak satu-satunya pada kami secara baik-baik. Kamu dulu meminta nya dengan baik, jadi kembalikan anak kami secara baik - baik juga pada kami. Tapi ingat, perjanjian pra nikah kalian,
Lalu akhirnya dia mencari tahu di google tentang cara sa d ap WA milik pasangan."Ah, ini dia caranya!"Rizki membaca artikel tentang cara me nya dap WA milik pasangan dengan seksama. Dia lalu mengambil tangkapan layar tentang artikel itu dan memahami serta menghafalkan nya. Rizki terdiam sesaat lalu memejam kan matanya. Rasanya dia masih tidak percaya dan ingin menolak kenyataan yang baru saja tersaji di hadapan nya. "Kemeja itu..., kemeja bersulam huruf A itu tidak mungkin berada di lemari milik Nina tanpa alasan kan??" gumam Rizki pada diri nya sendiri. "Dan hanya satu alasan yang bisa kutemukan dan masuk akal kenapa kemeja itu bisa ada di lemari Nina."Rizki menghembus kan napas panjang. Da danya terasa se sak. "Tapi aku sungguh tidak menyangka mereka melakukan nya di belakang ku. Pantas dia mengatakan kalau laki-laki selingkuhan Nina tidak akan men y en tuh Nina lagi. Ternyata dia sendiri pelakunya. Tunggu dulu, sekarang coba aku pikirkan lagi. Kemungkinan lain yang menyeba
"Done! Sekarang kita lihat apa yang akan terjadi, Nin!" gumam Rizki menoleh ke arah istri nya yang sedang tertidur lelap. Rizki mengembalikan ponselnya ke atas nakas lalu me re ba hkan diri di sofa. Dia meraih ponsel nya sendiri dan mendadak muncul keinginan nya untuk menghubungi Adi. [Malam, Bro? Lagi apa?]Adi dengan cepat membalas pesan dari Rizki. [Lagi mau ke rumah sakit. Gimana?]Rizki mengerutkan keningnya. Memikirkan siapa yang sedang sakit. Mendadak pikiran nya menebak jika Adi sedang mengalami penyakit yang sama dengan Nina. [Siapa yang sakit, Di?]Mata Rizki mel ot ot saat membaca balasan dari Adi. [Aku cuma kontrol sekalian mengantarkan cewekku yang sedang ha m il nih.]Mereka memang sering berbagi rahasia. Tapi dia tidak menyangka jika pada akhir nya Adi memintanya berbagi istri. **[Wah, sebentar lagi kamu bakal jadi ayah dong! Aku akan datang ke pernikahan kamu, Di.]Rizki dengan tegang menanti jawaban dari Adi. [Hahaha, cewekku memang sedang ha mil. Tapi aku ng