Di malam yang dingin dan berkabut, Laras duduk di kursi kayu yang sederhana di ruang tamu kontrakannya yang kecil. Ruangan tersebut sederhana dan hanya memiliki perabotan dasar sebuah meja kayu tua, beberapa kursi, dan rak buku kecil. Dia memeriksa tawaran pekerjaan yang baru saja diterimanya melalui pos, sebuah pekerjaan sebagai pengasuh untuk dua anak di sebuah rumah besar di pedesaan. Tawaran ini datang pada saat yang sangat tepat setelah kehilangan pekerjaan di kota dan menghadapi kesulitan finansial yang mendalam.
Surat tersebut berisi detail pekerjaan yang tampak seperti janji untuk stabilitas. Rumah yang dimaksud, yang disebut “Rumah Keluarga Wijaya,” terletak di tepi kota yang jauh dari keramaian. Laras, meskipun sedikit merasa cemas, melihat ini sebagai kesempatan yang tak bisa dilewatkan. Dia meneguk secangkir teh hangat sambil memikirkan apa yang akan terjadi jika dia menerima tawaran ini. Keputusan diambil pada malam yang sama. Laras mengirimkan balasan ke alamat yang tertera di surat, menyatakan kesediaannya untuk mulai bekerja secepat mungkin. Tidak lama kemudian, dia menerima balasan konfirmasi dari majikan, memberikan detail lebih lanjut mengenai kedatangannya dan persiapan yang harus dilakukan. Keesokan paginya, Laras memulai perjalanan menuju Rumah Keluarga Wijaya dengan menggunakan angkutan umum. Dia berangkat dari kontrakannya dan naik bis menuju stasiun kereta. Setelah menunggu beberapa saat, kereta tiba, dan Laras naik ke kereta yang membawanya menuju kota kecil tempat rumah itu berada. Perjalanan dengan kereta cukup panjang dan melelahkan. Laras duduk dengan tenang sambil memandang pemandangan luar jendela yang semakin lama semakin sepi dan pedesaan. Setelah beberapa jam, kereta berhenti di stasiun kecil di tengah hutan, dan Laras turun. Dia melanjutkan perjalanan dengan naik bis kecil yang mengantarkannya lebih dekat ke rumah yang dituju. Sesampainya di depan gerbang besar yang terbuat dari besi berkarat, Laras merasa sedikit terintimidasi. Rumah besar dan megah yang terletak di belakang gerbang memiliki aura misterius. Dindingnya tinggi, dan jendela-jendela yang besar tampak gelap dan tak berpenghuni. Saat Laras melangkah keluar dari bis dan mendekati pintu depan yang berat, dia merasakan angin dingin yang menyentuh kulitnya. Dengan keraguan, dia menekan bel. Suara deringan yang membingungkan terdengar di seluruh rumah, diikuti oleh langkah kaki yang berat dari dalam. Pintu terbuka, dan seorang wanita tua yang berpakaian serba hitam berdiri di ambang pintu. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Nyonya Harper, pengurus rumah tangga. "Selamat datang di Rumah Keluarga Wijaya, Laras," katanya dengan suara serak yang tampaknya mengandung banyak cerita. "Kami senang Anda bisa datang. Mari, aku akan menunjukkan ke kamar Anda." Laras mengikuti Nyonya Harper masuk ke dalam rumah. Setiap langkah di lantai kayu membuat suara berderak yang menambah kesan misterius. Rumah ini tampak besar dan penuh dengan barang antik—dari lukisan-lukisan yang tergantung di dinding hingga perabotan kuno yang terletak di setiap sudut. Setelah menunjukkan kamar Laras, Nyonya Harper membawa Laras ke ruang tamu di mana dia bertemu dengan Dewi dan Riko untuk pertama kalinya. Dewi, gadis kecil dengan mata besar yang penuh rasa ingin tahu, memandang Laras dengan rasa ingin tahu. Riko, yang berdiri di belakang Dewi, tampak lebih pendiam dan cemas. "Selamat pagi, Dewi, Riko," kata Laras dengan senyum ramah. "Saya Laras, dan saya akan menjadi pengasuh kalian." Dewi mengangguk, sementara Riko hanya menundukkan kepalanya. Laras merasakan ketegangan di udara, tapi dia mencoba untuk tetap positif. Nyonya Harper menjelaskan rutinitas sehari-hari mereka dan meninggalkan Laras dengan anak-anak untuk mulai bekerja. Setelah Nyonya Harper pergi, Laras memulai tugasnya. Dia tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang mulai mengisi ruangan. Cermin besar yang ada di ruang utama tampak menonjol, menarik perhatiannya dengan aura misteriusnya. Laras merasakan ketertarikan sekaligus kekhawatiran saat dia melihat cermin yang terbalut kain hitam. Cermin itu tampak kuno dan megah, dan Laras merasa seolah-olah cermin itu menyimpan rahasia yang belum terungkap. Hari pertama berakhir dengan larut malam. Laras berbaring di tempat tidurnya, berpikir tentang semua yang dia lihat dan alami. Suara-suara dari rumah tampak lebih jelas di malam hari, dan dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengawasinya. Meskipun kelelahan, dia tidak bisa menepis perasaan bahwa rumah ini menyimpan sesuatu yang tidak biasa. Dia menutup matanya, berharap tidur akan datang dengan cepat, namun pikirannya terus berputar di sekitar cermin dan suasana misterius yang melingkupi rumah tersebut.Pagi berikutnya, Laras bangun dengan rasa kantuk yang membebani. Dia mencoba menenangkan diri dengan mandi dan sarapan sebelum memulai tugas pertamanya. Nyonya Harper telah meninggalkannya dengan instruksi tertulis mengenai rutinitas anak-anak dan jadwal harian rumah. Laras membaca catatan tersebut sambil mengunyah roti panggang, memikirkan bagaimana dia akan menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.Dewi dan Riko muncul di ruang makan, Dewi tampak ceria dan energik, sementara Riko hanya tersenyum samar. Laras mulai mengobrol dengan mereka sambil menyajikan sarapan. Percakapan mereka sebagian besar berkisar pada aktivitas sehari-hari, tetapi Laras merasa ada ketegangan yang tidak terucapkan di antara anak-anak.Setelah sarapan, Nyonya Harper memberikan tur singkat tentang bagian-bagian rumah yang tidak sempat dilihat Laras kemarin. Laras diperlihatkan ruang-ruang besar dengan perabotan antik, koridor panjang yang dipenuhi dengan lukisan, dan sebuah perpustakaan yang tampak sangat m
Pagi berikutnya, Laras bangun dengan perasaan tidak nyaman yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Dia mengambil jurnal yang dia temukan dan menyimpannya dengan hati-hati di dalam tasnya, berencana untuk mempelajarinya lebih lanjut ketika dia memiliki waktu lebih.Setelah sarapan, Laras melanjutkan rutinitasnya dengan Dewi dan Riko. Meskipun anak-anak tampak lebih ceria pagi ini, Laras tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang sedang menyembunyikan rahasia di rumah ini. Dia mencoba untuk menenangkan pikirannya dan fokus pada pekerjaan, tetapi rasa ingin tahunya tetap membara.Di tengah hari, saat Dewi dan Riko bermain di halaman belakang, Laras menyempatkan diri untuk membaca jurnal yang dia temukan. Jurnal itu ditulis dengan tinta tua, dan halamannya berbau musti. Saat dia membuka halaman pertama, dia menemukan tulisan tangan yang rapi dan teratur:"Hari ini, aku merasa seperti ada yang mengawasi kami. Rumah ini semakin aneh. Cermin di ruang utama tampak hidup—sepert
Dengan dokumen-dokumen dan jurnal yang dia temukan, Laras merasa lebih dekat dengan memahami rahasia Rumah Keluarga Wijaya. Namun, ketidaknyamanan di sekelilingnya semakin intensif. Suasana rumah itu kian mencekam, dan Laras merasa seolah-olah ada sesuatu yang selalu mengawasinya.Hari berikutnya, Laras mencoba untuk memfokuskan perhatian pada Dewi dan Riko, meskipun pikirannya sering melayang kembali ke misteri yang belum terpecahkan. Dia memperhatikan perubahan kecil pada anak-anak, seperti bagaimana Dewi tampak lebih terjaga dan sering menatap cermin dengan tatapan kosong, sementara Riko tetap pendiam dan cemas.Suatu sore, saat Laras sedang menemani Dewi dan Riko di taman bermain, dia melihat Nyonya Harper berdiri di jendela rumah, memperhatikannya dengan tatapan yang penuh perhatian. Laras merasa canggung, namun dia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa Nyonya Harper menyembunyikan sesuatu.Setelah anak-anak tidur malam itu, Laras kembali ke ruang bawah tanah untuk meneliti lebih
Sebagai seorang wanita berusia 30 tahun dengan kemampuan intuitif yang kuat, Laras memiliki latar belakang yang tidak biasa. Sejak kecil, dia telah merasakan kehadiran makhluk atau energi yang tidak terlihat oleh orang lain. Ayahnya adalah seorang ahli sejarah yang tertarik pada benda-benda kuno dan artefak, sementara ibunya adalah seorang dukun lokal dengan keahlian dalam ritual-ritual spiritual. Laras dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan pengetahuan gaib dan eksperimen spiritual. Meskipun Laras tidak pernah menganggap dirinya seorang paranormal profesional, dia sering membantu ibunya dalam ritual dan memiliki pengetahuan mendalam tentang dunia gaib. Kemampuan ini membawanya untuk bekerja sebagai konsultan dalam kasus-kasus yang melibatkan gangguan paranormal. Namun, situasi di Rumah Keluarga Wijaya jauh lebih menantang daripada yang pernah dia hadapi sebelumnya. Malam sebelum ritual pembersihan, Laras merasa tertekan dan cemas. Dia duduk di ruang bawah tanah, dikelilingi
Setelah penemuan yang mencengangkan di ruang bawah tanah Rumah Keluarga Wijaya, Laras merasa seolah-olah dia menemukan benang merah dari segala hal yang terjadi di rumah tersebut. Namun, rasa takut dan kewaspadaan yang mengganggu pikirannya menyisakan pertanyaan yang belum terjawab. Nyonya Harper, yang memperhatikan kecemasan Laras, menyarankan agar Laras mencari informasi tambahan di kantor arsip kota. "Ada banyak dokumen lama tentang sejarah rumah ini yang mungkin bisa membantu kita," kata Nyonya Harper. "Mungkin ada catatan tentang eksperimen-eksperimen atau kejadian-kejadian penting di masa lalu yang belum kita ketahui." Dr. Arif, yang turut mendengarkan, setuju dengan saran tersebut. "Kami mungkin telah menemukan sebagian dari kebenaran di sini, tetapi dokumen tambahan dari arsip kota bisa memberikan gambaran yang lebih lengkap. Ini bisa membantu kita memahami lebih baik mengenai eksperimen yang dilakukan dan dampaknya." Mendapatkan dorongan dari Nyonya Harper dan Dr. Arif, La
Setelah menghabiskan waktu di taman, Laras, Dewi, dan Riko berjalan perlahan kembali menuju rumah. Langit mulai berubah warna, menandakan malam yang semakin dekat. Suasana di sekitar mereka mulai hening, hanya terdengar deru angin yang menghembuskan udara dingin sore hari. Dewi yang berjalan di samping Laras tampak tenang, meskipun terlihat lelah setelah seharian bermain. Tiba-tiba, Dewi menoleh ke Laras dengan tatapan polosnya. “Kak Laras capek?” tanya Dewi, suaranya lembut. Laras tersenyum tipis, menahan rasa lelah yang mulai terasa di kakinya. “Sedikit, Dewi. Tapi tidak apa-apa. Kamu capek juga?” Dewi menggeleng dengan pelan, sambil memandang ke tanah seolah-olah ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. “Aku nggak capek, Kak. Kalau aku capek... aku bisa tidur. Seperti Ayah dan Mamah,” jawab Dewi dengan nada polos, namun anehnya terasa begitu suram di telinga Laras. Laras menghentikan langkahnya sesaat, bingung dengan perkataan Dewi. “Tidur? Maksudmu... ayah dan mamahmu?” Dewi h
Setelah peristiwa misterius yang dialaminya, Laras merasa tergerak untuk menyelidiki lebih lanjut tentang Nyonya Harper dan apa yang sebenarnya terjadi di balik cermin besar itu. Setiap malam, saat suara deru angin berhembus di luar, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan: siapa yang ada di balik cermin, dan mengapa Nyonya Harper terlibat dalam hal-hal yang aneh? Laras memutuskan untuk memulai penyelidikan secara diam-diam. Di siang hari, dia mengamati Nyonya Harper saat menjalankan tugasnya. Laras memperhatikan bagaimana Nyonya Harper selalu menghindari pertanyaan tentang keluarga Wijaya, terutama saat berbicara tentang orang tua Dewi dan Riko. Ada sesuatu yang tidak beres, dan Laras bertekad untuk menemukannya. Suatu malam, saat Riko sedang bermain di luar, Laras memutuskan untuk menghampirinya. Dia ingin menggali informasi lebih dalam tentang keluarganya. "Riko, kamu tahu nggak tentang ayah dan ibumu?" tanya Laras, berusaha terdengar santai. Riko terlihat canggung, wajahnya beru
Setelah peristiwa misterius yang dialaminya, Laras merasa tergerak untuk menyelidiki lebih lanjut tentang Nyonya Harper dan apa yang sebenarnya terjadi di balik cermin besar itu. Setiap malam, saat suara deru angin berhembus di luar, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan: siapa yang ada di balik cermin, dan mengapa Nyonya Harper terlibat dalam hal-hal yang aneh? Laras memutuskan untuk memulai penyelidikan secara diam-diam. Di siang hari, dia mengamati Nyonya Harper saat menjalankan tugasnya. Laras memperhatikan bagaimana Nyonya Harper selalu menghindari pertanyaan tentang keluarga Wijaya, terutama saat berbicara tentang orang tua Dewi dan Riko. Ada sesuatu yang tidak beres, dan Laras bertekad untuk menemukannya. Suatu malam, saat Riko sedang bermain di luar, Laras memutuskan untuk menghampirinya. Dia ingin menggali informasi lebih dalam tentang keluarganya. "Riko, kamu tahu nggak tentang ayah dan ibumu?" tanya Laras, berusaha terdengar santai. Riko terlihat canggung, wajahnya beru
Setelah menghabiskan waktu di taman, Laras, Dewi, dan Riko berjalan perlahan kembali menuju rumah. Langit mulai berubah warna, menandakan malam yang semakin dekat. Suasana di sekitar mereka mulai hening, hanya terdengar deru angin yang menghembuskan udara dingin sore hari. Dewi yang berjalan di samping Laras tampak tenang, meskipun terlihat lelah setelah seharian bermain. Tiba-tiba, Dewi menoleh ke Laras dengan tatapan polosnya. “Kak Laras capek?” tanya Dewi, suaranya lembut. Laras tersenyum tipis, menahan rasa lelah yang mulai terasa di kakinya. “Sedikit, Dewi. Tapi tidak apa-apa. Kamu capek juga?” Dewi menggeleng dengan pelan, sambil memandang ke tanah seolah-olah ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. “Aku nggak capek, Kak. Kalau aku capek... aku bisa tidur. Seperti Ayah dan Mamah,” jawab Dewi dengan nada polos, namun anehnya terasa begitu suram di telinga Laras. Laras menghentikan langkahnya sesaat, bingung dengan perkataan Dewi. “Tidur? Maksudmu... ayah dan mamahmu?” Dewi h
Setelah penemuan yang mencengangkan di ruang bawah tanah Rumah Keluarga Wijaya, Laras merasa seolah-olah dia menemukan benang merah dari segala hal yang terjadi di rumah tersebut. Namun, rasa takut dan kewaspadaan yang mengganggu pikirannya menyisakan pertanyaan yang belum terjawab. Nyonya Harper, yang memperhatikan kecemasan Laras, menyarankan agar Laras mencari informasi tambahan di kantor arsip kota. "Ada banyak dokumen lama tentang sejarah rumah ini yang mungkin bisa membantu kita," kata Nyonya Harper. "Mungkin ada catatan tentang eksperimen-eksperimen atau kejadian-kejadian penting di masa lalu yang belum kita ketahui." Dr. Arif, yang turut mendengarkan, setuju dengan saran tersebut. "Kami mungkin telah menemukan sebagian dari kebenaran di sini, tetapi dokumen tambahan dari arsip kota bisa memberikan gambaran yang lebih lengkap. Ini bisa membantu kita memahami lebih baik mengenai eksperimen yang dilakukan dan dampaknya." Mendapatkan dorongan dari Nyonya Harper dan Dr. Arif, La
Sebagai seorang wanita berusia 30 tahun dengan kemampuan intuitif yang kuat, Laras memiliki latar belakang yang tidak biasa. Sejak kecil, dia telah merasakan kehadiran makhluk atau energi yang tidak terlihat oleh orang lain. Ayahnya adalah seorang ahli sejarah yang tertarik pada benda-benda kuno dan artefak, sementara ibunya adalah seorang dukun lokal dengan keahlian dalam ritual-ritual spiritual. Laras dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan pengetahuan gaib dan eksperimen spiritual. Meskipun Laras tidak pernah menganggap dirinya seorang paranormal profesional, dia sering membantu ibunya dalam ritual dan memiliki pengetahuan mendalam tentang dunia gaib. Kemampuan ini membawanya untuk bekerja sebagai konsultan dalam kasus-kasus yang melibatkan gangguan paranormal. Namun, situasi di Rumah Keluarga Wijaya jauh lebih menantang daripada yang pernah dia hadapi sebelumnya. Malam sebelum ritual pembersihan, Laras merasa tertekan dan cemas. Dia duduk di ruang bawah tanah, dikelilingi
Dengan dokumen-dokumen dan jurnal yang dia temukan, Laras merasa lebih dekat dengan memahami rahasia Rumah Keluarga Wijaya. Namun, ketidaknyamanan di sekelilingnya semakin intensif. Suasana rumah itu kian mencekam, dan Laras merasa seolah-olah ada sesuatu yang selalu mengawasinya.Hari berikutnya, Laras mencoba untuk memfokuskan perhatian pada Dewi dan Riko, meskipun pikirannya sering melayang kembali ke misteri yang belum terpecahkan. Dia memperhatikan perubahan kecil pada anak-anak, seperti bagaimana Dewi tampak lebih terjaga dan sering menatap cermin dengan tatapan kosong, sementara Riko tetap pendiam dan cemas.Suatu sore, saat Laras sedang menemani Dewi dan Riko di taman bermain, dia melihat Nyonya Harper berdiri di jendela rumah, memperhatikannya dengan tatapan yang penuh perhatian. Laras merasa canggung, namun dia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa Nyonya Harper menyembunyikan sesuatu.Setelah anak-anak tidur malam itu, Laras kembali ke ruang bawah tanah untuk meneliti lebih
Pagi berikutnya, Laras bangun dengan perasaan tidak nyaman yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Dia mengambil jurnal yang dia temukan dan menyimpannya dengan hati-hati di dalam tasnya, berencana untuk mempelajarinya lebih lanjut ketika dia memiliki waktu lebih.Setelah sarapan, Laras melanjutkan rutinitasnya dengan Dewi dan Riko. Meskipun anak-anak tampak lebih ceria pagi ini, Laras tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang sedang menyembunyikan rahasia di rumah ini. Dia mencoba untuk menenangkan pikirannya dan fokus pada pekerjaan, tetapi rasa ingin tahunya tetap membara.Di tengah hari, saat Dewi dan Riko bermain di halaman belakang, Laras menyempatkan diri untuk membaca jurnal yang dia temukan. Jurnal itu ditulis dengan tinta tua, dan halamannya berbau musti. Saat dia membuka halaman pertama, dia menemukan tulisan tangan yang rapi dan teratur:"Hari ini, aku merasa seperti ada yang mengawasi kami. Rumah ini semakin aneh. Cermin di ruang utama tampak hidup—sepert
Pagi berikutnya, Laras bangun dengan rasa kantuk yang membebani. Dia mencoba menenangkan diri dengan mandi dan sarapan sebelum memulai tugas pertamanya. Nyonya Harper telah meninggalkannya dengan instruksi tertulis mengenai rutinitas anak-anak dan jadwal harian rumah. Laras membaca catatan tersebut sambil mengunyah roti panggang, memikirkan bagaimana dia akan menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.Dewi dan Riko muncul di ruang makan, Dewi tampak ceria dan energik, sementara Riko hanya tersenyum samar. Laras mulai mengobrol dengan mereka sambil menyajikan sarapan. Percakapan mereka sebagian besar berkisar pada aktivitas sehari-hari, tetapi Laras merasa ada ketegangan yang tidak terucapkan di antara anak-anak.Setelah sarapan, Nyonya Harper memberikan tur singkat tentang bagian-bagian rumah yang tidak sempat dilihat Laras kemarin. Laras diperlihatkan ruang-ruang besar dengan perabotan antik, koridor panjang yang dipenuhi dengan lukisan, dan sebuah perpustakaan yang tampak sangat m
Di malam yang dingin dan berkabut, Laras duduk di kursi kayu yang sederhana di ruang tamu kontrakannya yang kecil. Ruangan tersebut sederhana dan hanya memiliki perabotan dasar sebuah meja kayu tua, beberapa kursi, dan rak buku kecil. Dia memeriksa tawaran pekerjaan yang baru saja diterimanya melalui pos, sebuah pekerjaan sebagai pengasuh untuk dua anak di sebuah rumah besar di pedesaan. Tawaran ini datang pada saat yang sangat tepat setelah kehilangan pekerjaan di kota dan menghadapi kesulitan finansial yang mendalam. Surat tersebut berisi detail pekerjaan yang tampak seperti janji untuk stabilitas. Rumah yang dimaksud, yang disebut “Rumah Keluarga Wijaya,” terletak di tepi kota yang jauh dari keramaian. Laras, meskipun sedikit merasa cemas, melihat ini sebagai kesempatan yang tak bisa dilewatkan. Dia meneguk secangkir teh hangat sambil memikirkan apa yang akan terjadi jika dia menerima tawaran ini. Keputusan diambil pada malam yang sama. Laras mengirimkan balasan ke alamat yang te