Share

Bab 07. Izin Istri Pertama

Mendengar Yasmin untuk menceraikannya, Ashraf terperangah. Sampai kapan pun dia tidak ada pernah melepaskannya. Egois memang, andai dia tak cinta, mungkin mudah melepasnya.

Mengingat Yasmin hamil di luar nikah, entah apa tanggapan orang-orang nanti. Apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung, tentunya Ashraf tidak mau menjadi bahan perbincangan karena dirinya orang terpandang.

"Nggak! Mas nggak akan pernah menceraikan kamu, Sayang. Kamu udah janji, bakalan tetap bersamaku."

Sekarang Yasmin paham. Kenapa kemarin malam, sikap Ashraf begitu lembut. Ternyata jawabannya ini. Dia ingin memberikan kejutan ini, agar dirinya terperangkap janji.

"Aku tahu, Sania wanita yang cantik. Wajar kalau kamu berdesir ketika melihatnya. Sedangkan aku? Apa yang kamu harapkan dariku, Mas?" tanya Yasmin. Tertawa miris. Mentertawakan hal yang menimpanya akhir-akhir ini.

Ashraf terus memberikan penjelasan, pria itu sudah menyergapnya ke dalam pelukan. Yasmin diam, perkataan Ashraf lembut tapi menghujam. Membuat Yasmin porak-poranda, bingung harus berbuat apa.

"Kamu wanita yang aku cintai. Aku butuh disalurkan, Sayang. Aku akan bersikap adil kepada kalian."

Adil katanya? Yasmin tahu, Ashraf ini memang dewasa dan pria mapan. Poligami tak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini ujian pernikahan, Yasmin harus melewatinya.

Dia berusaha mencegah sesuai yang ia bisa. Lagipula, perempuan mana yang rela dimadu. Apalagi jika madunya adalah sahabat sendiri. Tentu itu hal menyesakkan hati.

"Tapi, Mas ... aku bukanlah wanita kuat, apalagi wanita itu paling lemah soal perasaan. Membayangkannya saja aku tak sanggup. Nggak bisa ya, kamu menungguku?" tanya Yasmin, siapa tahu sang suami mempertimbangkan ini.

Ironisnya, jawaban Ashraf tak sesuai yang diharapkan. Pria itu teguh dengan pendirian, menikah untuk kedua kalinya.

Pria itu menggeleng, bahkan ikut menangis. "Hormon libidoku tinggi, Yasmin. Menahan sehari saja membuatku lemas dan pusing. Aku akan tetap mencintai kamu, nggak bakalan ada wanita yang bisa menggantikan kamu di hatiku."

Perkataan yang dilontarkan Ashraf memang semanis madu, tapi terasa sangat pahit yang dirasakan Yasmin. 

Memang benar. Meminta izin pada istri bukanlah hal yang wajib, tetapi memang baiknya harua dibicarakan dulu dengan istri pertama guna menghargainya. Di saat Yasmin tak mampu melayani kebutuhan biologinya, itu sudah termasuk alasan syar'i bagi Ashraf untuk menikah lagi.

Dalam poligami, memang diharuskan untuk bersikap adil. Tetapi tidak berlaku untuk urusan hati, karena hati kita hanyalah milik Allah. Yang terpenting, Ashraf bisa melakukan tanggung jawab sebagai pria yang punya dua istri.

"Tapi kenapa harus Sania, Mas? Dia sahabatku. Aku nggak tahu harus beranggapan apa saat sahabatku adalah maduku sendiri. Bisakah aku yang mencarikannya untukmu?" Yasmin sudah mulai menenang, tapi tidak dengan batinnya.

Hening. Ashraf tidak menjawab, sepertinya dia memang sudah bulat untuk menikah dengan Sania. Baiklah, jika itu kemauan Ashraf. Yasmin bisa apa.

Tidak ada yang mau berada di posisi seperti ini. Tapi itu ujian, bukankah Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan? Yasmin berharap, semoga Tuhan menguatkan hatinya.

"Aku pikir, karena Sania adalah sahabatmu kalian akan akrab nantinya. Bagaimana, apakah kamu setuju, Sayang?"

Yasmin tidak ada pilihan lain selain mengizinkan, meski dia tidak rela harus berbagai pria yang ia cinta dengan sahabatnya.

"Sekalipun aku menolak, kamu bakalan kekeuh menikah dengan dia, bukan? Anggap saja aku mengiyakan. Berjanjilah satu hal, bersikap adillah kepada kami. Poligami bukan karena nafsu semata, karena kelak besar tanggungannya," Meskipun kecewa, Yasmin tak lupa mengingatkan kepada suaminya.

Penjelasan Yasmin, mampu menyindir Ashraf hingga pria itu terdiam. Salahnya, tidak bisa mengendalikan diri ketika melihat wanita cantik dan sexy, jadi pikirannya malah mengarah ke hal yang tak seharusnya.

Yasmin melepaskan diri, menepis air matanya yang tak kunjung berhenti mengalir.

'Allah ... sakit sekali rasanya. Kuatkan aku, agar aku mampu menjalani ini. Sebagai tanda baktiku, demi suamiku. Aku merasa gagal jadi seorang istri, sehingga itulah dia menikah lagi,' batin Yasmin.

***

Yasmin lebih banyak berdiam diri, dengan pikirannya yang berkelana entah ke mana. Di dalam kamarnya, dia bersiap untuk melaksanakan sholat isya berjamaah dengan suaminya.

Kedua matanya sembab, akibat terlalu lama menangis. Ashraf dan Sania sudah sepakat, akan menikah di waktu dekat. Mereka sudah memutuskan untuk menikah secara siri saja.

'Tegarkan aku, mungkin nanti di belakangnya bukan hanya aku, tapi ada maduku. Sania akan menjadi makmum kedua suamiku."

"Sayang, kenapa melamun?" tanya Ashraf, sambil menatap Yasmin yang menunduk tajam.

"Mulai saja, Mas. Keburu malam."

Mereka mulai melakukan ibadan sholat isya secara khusyuk, hingga selesai. Keduanya berdoa, memanjatkan doa kepada Sang Kuasa agar Tuhan selalu meridhai pernikahan mereka.

Di belakang suaminya, Yasmin menggumamkan untain doa agar suaminya bahagia dengan pernikahan kedua. Ashraf membalikkan posisi duduk, menghadap pada Yasmin yang terlihat mendung, tak ada keceriaan di wajahnya.

Yasmin meraih tangan Ashraf dan menciumnya takzim, hingga ia merasakan kecupan mendarat di keningnya.

"Meskipun kamu bukan darah dagingku, Abi bakalan menyayangi kamu. Semoga kamu menjadi anak yang sholeh dan sholehah," bisik Ashraf, badannya condong ke depan. Mengelus perut Yasmin dan melabuhkan kecupan di sana.

Yasmin terenyuh, merasa gagal sebagai wanita sekaligus istri yang baik. 

"Jika kamu sudah menikah lagi, akankah kita bisa terus seperti ini, Mas?" tanya Yasmin, mengusap pipi sang suami yang ditumbuhi cambang tipis.

Ashraf masih betah mencium perutnya. Dari mata Ashraf, Yasmin bisa melihat jika pria itu begitu tulus menerima dia dan juga anaknya.

"Tentu, Sayang. Hanya saja aku harus membagi waktuku. Aku nggak bakalan bisa terus bersamamu setiap hari."

"Aku paham, Mas. Terima kasih sudah mau menerima anakku."

"Anak kita, dia adalah anakku juga."

Bulir-bulir air mata berjatuhan, Yasmin masih tidak rela, tapi ia harus menerima. Yasmin kecewa, karena Ashraf tidak membicarakan padanya jika dia akan menikah.

Bayangkan saja, siapa yang tidak kaget ketika mereka memutuskan dengan tiba-tiba. 

Ia tahu, kekurangan ada pada dirinya. Haruskah seperti ini balasannya? Harus dimadu.

Oh Allah, Yasmin merasa hatinya diluluh lantakkan dengan seorang pria bernama Ashraf Zaidan Arkanza. Tak bisa bohong jika Yasmin juga mencintainya.

"Apakah aku nggak cantik ataukah nggak menarik lagi, Mas?" tanya Yasmin.

Mendadak minder jika dibandingkan dengan Sania, ia merasa kalah jauh. Sania sendiri merupakan wanita agresif dan juga menawan. 

"Di mataku, kamu tetap sempurna. Aku menikahinya karena nggak mau zina pikiran nantinya, Sayang. Biarlah dia yang akan memenuhi kebutuhan biologisku, bukankah dalam poligami nggak diharuskan adil dalam masalah hati?"

"Iya, hanya saja kamu harus bisa memahami kami. Wanita yang berbeda karakter, agar kamu bisa menjadi suami yang adil untuk kami."

Ashraf merasa bangga, dengan sikap Yasmin yang tetap tenang walau dia tahu jika Yasmin memang pintar mengatur emosi.

"Istriku memang sholehah, nggak nyesel Mas milih kamu menjadi istri Mas."

'Apa dia mengira aku ini wanita yang mengerti agama, sehingga dia begitu mudahnya berbicara? Ya Allah ... andai kamu tahu, Mas. Aku nggak sekuat itu.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status