Share

Bab 02. Desiran Aneh

Semenjak mengetahui bahwa Yasmin sedang berbadan dua, sikap Ashraf langsung berubah dingin. Pulang dari Rumah Sakit, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hingga sampai di kediaman, Ashraf melengos begitu saja.

Yasmin merasa sesak, tapi Ashraf jauh lebih sesak karena dirinya tidak bisa disetubuhi sampai bayinya lahir. Yasmin pasrah saja, apapun keputusan Ashraf nantinya, ia harus menerima sekalipun Ashraf menceraikannya.

"Ya Rabb ... ampuni aku, aku nggak bermaksud menipu suamiku," lirih Yasmin, air di matanya tak kunjung surut juga.

Dia memang mengalami kejadian naas ketika dirinya menginap di sebuah Apartemen, saat itu dia tidak mengingat apa-apa. Saat bangun, dia dalam keadaan tanpa sehelai benang dan nyeri di bagian kewanitaan.

Saat itu, Yasmin benar-benar hancur dan nyaris bunuh diri. Andai tidak dosa, ia sudah pasti melakukannya.

Dia tidak tahu, setelah mimpi buruk itu malah membuahkan nyawa yang tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh, Yasmin baru mengetahui.

Salahnya, tidak memeriksa kandungan terlebih dulu. Jadinya seperti ini, Ashraf yang terkena imbas, menikahi gadis ternoda sepertinya.

Ashraf merebahkan diri, menyilangkan kedua tangan sebagai bantalan. Sambil melihat langit-langit kamar dalam keadaan kecewa dan sakit menjadi satu.

"Kenapa kamu sepolos itu, Yasmin? Andai aku tahu kamu hamil, aku nggak akan menyetubuhimu selama 3 minggu ini. Allah ... ampuni aku, aku sungguh tak tahu."

Ashraf tahu, menikahi wanita yang sedang hamil entah itu benihnya atau benih orang lain berbeda-beda pendapatnya. Berpegang pada empat mazhab terbesar. Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Masing-masing memiliki perbedaan.

Pendapat menurut Imam Hanafi dan Imam Syafi'i, hukum pernikahannya dengan Yasmin sah. Meskipun Yasmin sedang mengandung anak orang lain. Hanya saja, Ashraf tidak boleh menggauli Yasmin sampai dia melahirkan. Karena hal ini dilarang, menyirami benih pada tumbuhan orang lain. Dan jika bayi itu lahir, tidak diperlukan akad ulang.

Sedangkan pendapat Imam Maliki dan Imam Hambali, berpendapat bahwa pernikahan mereka tidak sah. Mereka tidak bisa dikatakan suami istri. Dilarang untuk menggauli dan bahkan menyentuhnya, tak halal bagi mereka. Terkecuali jika mereka menikah setelah bayi itu lahir, maka halal bagi mereka memberlangsungkan pernikahan.

Masalahnya, Ashraf adalah laki-laki normal yang mungkin melakukan kekhilafan jika berduaan dengan Yasmin. Apa lagi ia memiliki hormon libido tinggi, Ashraf tak yakin untuk menahannya sampai Yasmin melahirkan nanti.

"Arghhh! Aku harus bagaimana sekarang!" umpatnya.

Sosok wanita berjalan masuk dengan gontai, lekas Ashraf berbalik badan dan memunggungi istrinya. 

'Aku tahu diri, Mas. Bahwa kamu sangat kecewa padaku, maafkan aku, suamiku.'

Yasmin membuka penutup kepala, mengganti pakaian dan ikut naik ke atas ranjang. Dia menatap sendu, pada punggung suaminya. Ingin memeluk, tapi Yasmin merasa sungkan, takut Ashraf menghindar nantinya.

"Aku pasrah saja, Mas. Sekarang, aku serahkan keputusannya padamu. Mempertahankan aku atau menceraikan aku, aku nggak bisa memaksamu," lirih Yasmin. Tangan itu terulur, memegang pinggang suaminya.

Ashraf langsung bangkit, menghindar dan keluar dari kamar. Menutup pintu dengan sangat keras sehingga menimbulkan kebisingan.

***

Keesokan harinya. Yasmin sudah mandi dan memakai pakaian terbaiknya, tak lupa memolesi wajahnya dengan make up. Ia selalu melakukan ini, demi menyenangkan hati suaminya.

Semalam Ashraf tidak ke kamar, suaminya entah tidur di mana. Yasmin belum melihatnya. Ia menatap matanya yang sembab, akibat menangis.

Ashraf terkesima, melihat penampilan istrinya yang menawan dengan memakai dress dan membiarkan rambutnya tergerai.

"Mulai sekarang jangan memakai pakaian terbuka di depanku!" tegas Ashraf.

Tentunya memicu tanya dalam benak Yasmin.

"Lho, kenapa? Bukannya Mas selalu suka? Mas sendiri yang bilang, jangan memakai pakaian tertutup di depanku," tutur Yasmin. 

Memang benar, Ashraf melarang istrinya memakai pakaian tertutup jika di hadapannya, ia suka penampilan Yasmin yang selalu menantang dan menggoda. Memanjakan matanya.

"Tapi kini berbeda, kamu istri yang haram aku sentuh. Aku nggak bisa menyentuh kamu seperti biasanya. Tolong ... jangan berpenampilan seperti itu," Ashraf memijat pangkal hidung.

Belum sehari menahan, dia sudah merasakan pening di kepala. Ini karena terbiasa, menyalurkan pada kekasih halalnya. Mengingatnya memang indah, tapi keindahan itu malah membuat Ashraf bergumam istigfar, sudah menyirami rahim istrinya.

"Maaf, karena kebodohanku kamu tersiksa. Ini salahku, nggak bilang sejak awal. Aku sadar diri. Mas nggak bakalan mau menikah dengan wanita kotor sepertiku," lirih Yasmin, mulai berkaca-kaca.

Bukan itu yang Ashraf permasalahkan. Ia akan menerima Yasmin, andai dia bilang sejak awal atau menunggunya. Daripada menikah, tapi Yasmin tak bisa ia jamah tubuhnya, percuma saja.

"Aku nggak mempermasalahkan kamu ternoda atau tidaknya, Yasmin. Yang aku inginkan itu kejujuranmu, andai kamu jujur, kita nggak bakalan berdosa sudah melakukan hal yang nggak seharusnya kita lakukan. Tentu kamu paham. Sekarang, kita meminta ampunan, pada kesalahan yang sudah kita perbuat," papar Ashraf, dengan nada yang begitu dingin, berbeda dari biasanya.

Yasmin mengangguk, dia tidak boleh tumbang begitu saja. Ia harus bisa melewati ujian pernikahan ini, semoga saja Ashraf tetap mempertahankan. Karena Yasmin sudah mencintai suaminya.

"Jika Mas mau, Mas bisa menalakku," tegas Yasmin.

Langkah Ashraf terhenti, menatap nanar pada istrinya. "Ngomong apa kamu barusan? Aku nggak akan menceraikan kamu, meskipun kamu udah mencurangiku."

***

Ashraf datang ke tempat kerja seperti biasa, untuk memantau bisnis restoran yang sudah berdiri beberapa cabang. Dia duduk di ruangan, sambil menahan rasa pusing yang menjalar.

Akibat melihat tubuh indah Yasmin, dia jadi tersiksa karena tak bisa lagi berkelana dengan wanitanya. Terpaksa, ia harus uring-uringan sendiri.

"Pak, bolehkah saya masuk?" ujar seseorang sambil mengetuk pintu ruangannya.

"Ya, masuk saja," balas Ashraf.

Dari ambang pintu, terlihat seorang wanita yang tengah tersenyum dan menyapa ke arahnya. Dia adalah Sania, yang ia tunjuk dan percaya jadi manager di restorannya.

Perempuan berambut panjang dan bergelombang itu memukau, Ashraf selalu membuang pandangan setiap kali bertemu.

"Ini laporan yang anda minta kemarin, Pak. Maaf saya baru selesai mengerjakannya," kata Sania, memberikan beberapa berkas laporan yang Ashraf minta untuk melihat perkembangan bisnisnya.

Aroma parfume mawar begitu menguar, mengganggu konsentrasi Ashraf yang sedang tersika dengan menahan gelora.

Apalagi Sania tak mengenakan hijab, penampilannya terbuka dan memperlihatkan tubuh moleknya.

Berkali-kali, Ashraf menepis agar tidak melirik pada Sania.

"Anda kenapa, Pak? Perlu aku buatkan kopi?" tanya Sania, Ashraf mengangkat wajah dan membalas tatapan Sania.

"Ah, tidak papa. Hanya sedikit pusing saja," balas Ashraf. Menyandarkan punggungnta di kursi.

Tak ayal, Sania memperhatikannya dengan seulas senyum terbit di bibir merahnya. Ashraf sangat tampan, dia juga baik sebagai atasan, menghargai para pegawai dan tidak pernah bersikap semena-mena walaupun dia bosnya.

"Mau saya pijat, Pak?" Sania menawarkan bantuan.

"Maaf, tapi saya nggak terbiasa bersentuhan dengan wanita kecuali ibu, kakak perempuan dan istri saya. Laporan yang kamu berikan benar, silahkan keluar."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status