Semenjak mengetahui bahwa Yasmin sedang berbadan dua, sikap Ashraf langsung berubah dingin. Pulang dari Rumah Sakit, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hingga sampai di kediaman, Ashraf melengos begitu saja.
Yasmin merasa sesak, tapi Ashraf jauh lebih sesak karena dirinya tidak bisa disetubuhi sampai bayinya lahir. Yasmin pasrah saja, apapun keputusan Ashraf nantinya, ia harus menerima sekalipun Ashraf menceraikannya. "Ya Rabb ... ampuni aku, aku nggak bermaksud menipu suamiku," lirih Yasmin, air di matanya tak kunjung surut juga. Dia memang mengalami kejadian naas ketika dirinya menginap di sebuah Apartemen, saat itu dia tidak mengingat apa-apa. Saat bangun, dia dalam keadaan tanpa sehelai benang dan nyeri di bagian kewanitaan. Saat itu, Yasmin benar-benar hancur dan nyaris bunuh diri. Andai tidak dosa, ia sudah pasti melakukannya. Dia tidak tahu, setelah mimpi buruk itu malah membuahkan nyawa yang tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh, Yasmin baru mengetahui. Salahnya, tidak memeriksa kandungan terlebih dulu. Jadinya seperti ini, Ashraf yang terkena imbas, menikahi gadis ternoda sepertinya. Ashraf merebahkan diri, menyilangkan kedua tangan sebagai bantalan. Sambil melihat langit-langit kamar dalam keadaan kecewa dan sakit menjadi satu. "Kenapa kamu sepolos itu, Yasmin? Andai aku tahu kamu hamil, aku nggak akan menyetubuhimu selama 3 minggu ini. Allah ... ampuni aku, aku sungguh tak tahu." Ashraf tahu, menikahi wanita yang sedang hamil entah itu benihnya atau benih orang lain berbeda-beda pendapatnya. Berpegang pada empat mazhab terbesar. Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Masing-masing memiliki perbedaan. Pendapat menurut Imam Hanafi dan Imam Syafi'i, hukum pernikahannya dengan Yasmin sah. Meskipun Yasmin sedang mengandung anak orang lain. Hanya saja, Ashraf tidak boleh menggauli Yasmin sampai dia melahirkan. Karena hal ini dilarang, menyirami benih pada tumbuhan orang lain. Dan jika bayi itu lahir, tidak diperlukan akad ulang. Sedangkan pendapat Imam Maliki dan Imam Hambali, berpendapat bahwa pernikahan mereka tidak sah. Mereka tidak bisa dikatakan suami istri. Dilarang untuk menggauli dan bahkan menyentuhnya, tak halal bagi mereka. Terkecuali jika mereka menikah setelah bayi itu lahir, maka halal bagi mereka memberlangsungkan pernikahan. Masalahnya, Ashraf adalah laki-laki normal yang mungkin melakukan kekhilafan jika berduaan dengan Yasmin. Apa lagi ia memiliki hormon libido tinggi, Ashraf tak yakin untuk menahannya sampai Yasmin melahirkan nanti. "Arghhh! Aku harus bagaimana sekarang!" umpatnya. Sosok wanita berjalan masuk dengan gontai, lekas Ashraf berbalik badan dan memunggungi istrinya. 'Aku tahu diri, Mas. Bahwa kamu sangat kecewa padaku, maafkan aku, suamiku.' Yasmin membuka penutup kepala, mengganti pakaian dan ikut naik ke atas ranjang. Dia menatap sendu, pada punggung suaminya. Ingin memeluk, tapi Yasmin merasa sungkan, takut Ashraf menghindar nantinya. "Aku pasrah saja, Mas. Sekarang, aku serahkan keputusannya padamu. Mempertahankan aku atau menceraikan aku, aku nggak bisa memaksamu," lirih Yasmin. Tangan itu terulur, memegang pinggang suaminya. Ashraf langsung bangkit, menghindar dan keluar dari kamar. Menutup pintu dengan sangat keras sehingga menimbulkan kebisingan. *** Keesokan harinya. Yasmin sudah mandi dan memakai pakaian terbaiknya, tak lupa memolesi wajahnya dengan make up. Ia selalu melakukan ini, demi menyenangkan hati suaminya. Semalam Ashraf tidak ke kamar, suaminya entah tidur di mana. Yasmin belum melihatnya. Ia menatap matanya yang sembab, akibat menangis. Ashraf terkesima, melihat penampilan istrinya yang menawan dengan memakai dress dan membiarkan rambutnya tergerai. "Mulai sekarang jangan memakai pakaian terbuka di depanku!" tegas Ashraf. Tentunya memicu tanya dalam benak Yasmin. "Lho, kenapa? Bukannya Mas selalu suka? Mas sendiri yang bilang, jangan memakai pakaian tertutup di depanku," tutur Yasmin. Memang benar, Ashraf melarang istrinya memakai pakaian tertutup jika di hadapannya, ia suka penampilan Yasmin yang selalu menantang dan menggoda. Memanjakan matanya. "Tapi kini berbeda, kamu istri yang haram aku sentuh. Aku nggak bisa menyentuh kamu seperti biasanya. Tolong ... jangan berpenampilan seperti itu," Ashraf memijat pangkal hidung. Belum sehari menahan, dia sudah merasakan pening di kepala. Ini karena terbiasa, menyalurkan pada kekasih halalnya. Mengingatnya memang indah, tapi keindahan itu malah membuat Ashraf bergumam istigfar, sudah menyirami rahim istrinya. "Maaf, karena kebodohanku kamu tersiksa. Ini salahku, nggak bilang sejak awal. Aku sadar diri. Mas nggak bakalan mau menikah dengan wanita kotor sepertiku," lirih Yasmin, mulai berkaca-kaca. Bukan itu yang Ashraf permasalahkan. Ia akan menerima Yasmin, andai dia bilang sejak awal atau menunggunya. Daripada menikah, tapi Yasmin tak bisa ia jamah tubuhnya, percuma saja. "Aku nggak mempermasalahkan kamu ternoda atau tidaknya, Yasmin. Yang aku inginkan itu kejujuranmu, andai kamu jujur, kita nggak bakalan berdosa sudah melakukan hal yang nggak seharusnya kita lakukan. Tentu kamu paham. Sekarang, kita meminta ampunan, pada kesalahan yang sudah kita perbuat," papar Ashraf, dengan nada yang begitu dingin, berbeda dari biasanya. Yasmin mengangguk, dia tidak boleh tumbang begitu saja. Ia harus bisa melewati ujian pernikahan ini, semoga saja Ashraf tetap mempertahankan. Karena Yasmin sudah mencintai suaminya. "Jika Mas mau, Mas bisa menalakku," tegas Yasmin. Langkah Ashraf terhenti, menatap nanar pada istrinya. "Ngomong apa kamu barusan? Aku nggak akan menceraikan kamu, meskipun kamu udah mencurangiku." *** Ashraf datang ke tempat kerja seperti biasa, untuk memantau bisnis restoran yang sudah berdiri beberapa cabang. Dia duduk di ruangan, sambil menahan rasa pusing yang menjalar. Akibat melihat tubuh indah Yasmin, dia jadi tersiksa karena tak bisa lagi berkelana dengan wanitanya. Terpaksa, ia harus uring-uringan sendiri. "Pak, bolehkah saya masuk?" ujar seseorang sambil mengetuk pintu ruangannya. "Ya, masuk saja," balas Ashraf. Dari ambang pintu, terlihat seorang wanita yang tengah tersenyum dan menyapa ke arahnya. Dia adalah Sania, yang ia tunjuk dan percaya jadi manager di restorannya. Perempuan berambut panjang dan bergelombang itu memukau, Ashraf selalu membuang pandangan setiap kali bertemu. "Ini laporan yang anda minta kemarin, Pak. Maaf saya baru selesai mengerjakannya," kata Sania, memberikan beberapa berkas laporan yang Ashraf minta untuk melihat perkembangan bisnisnya. Aroma parfume mawar begitu menguar, mengganggu konsentrasi Ashraf yang sedang tersika dengan menahan gelora. Apalagi Sania tak mengenakan hijab, penampilannya terbuka dan memperlihatkan tubuh moleknya. Berkali-kali, Ashraf menepis agar tidak melirik pada Sania. "Anda kenapa, Pak? Perlu aku buatkan kopi?" tanya Sania, Ashraf mengangkat wajah dan membalas tatapan Sania. "Ah, tidak papa. Hanya sedikit pusing saja," balas Ashraf. Menyandarkan punggungnta di kursi. Tak ayal, Sania memperhatikannya dengan seulas senyum terbit di bibir merahnya. Ashraf sangat tampan, dia juga baik sebagai atasan, menghargai para pegawai dan tidak pernah bersikap semena-mena walaupun dia bosnya. "Mau saya pijat, Pak?" Sania menawarkan bantuan. "Maaf, tapi saya nggak terbiasa bersentuhan dengan wanita kecuali ibu, kakak perempuan dan istri saya. Laporan yang kamu berikan benar, silahkan keluar."Meski rumah tangganya berubah dingin. Yasmin masih tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, tetapi tidak soal urusan nafkah batin, karena saat ini dia tidak bisa melayani suaminya.Dengan penampilan yang tertutup, Yasmin berdiri menyambut kepulangan suaminya di depan teras. Tak lama, mobil milik Ashraf terbuka dan sang pemilik mulai menunjukkan batang hidungnya."Mas, aku udah masakin makanan kesukaan kamu. Makan dulu, ya," ujar Yasmin. Meraih tangan suaminya dan menicum punggung tangannya dengan takzim.Hampa. Tidak ada pelukan dan kecupan hangat seperti biasa. Ashraf malah diam dan tak mau membuka suara.Perlahan, senyuman di bibir Yasmin memudar. Menyadari jika Ashraf enggan."Kenapa, Mas? Kamu seperti enggan bertemu denganku. Apakah kamu jijik padaku?" Pertanyaan Yasmin sukses membuat Ashraf jadi menghadap ke arahnya."Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Ashraf, cepat."Karena Mas ... berubah," balas Yasmin. Membalas tatapan suaminya dengan sendu, ada perasaan rindu me
Pikiran Ashraf semakin kalut malut, ia bingung harus bagaimana sekarang. Sudah 2 hari ini dia mendiamkan Yasmin, wanita yang sudah menemaninya tak pupus di hati dan pikirannya.Ia ingin hubungan keduanya seperti semula, karena Ashraf merasakan rindu jika jauh dari istrinya. Walaupun dia sendiri yang menjaga jarak, malah dia juga yang tersiksa."Aku memaafkanmu, karena aku mencintaimu, Yasmin," gumam Ashraf bermonolog sendiri.Dia memainkan balpoint di jarinya dengan pikiran kosong. Ini benar-benar mengusiknya, saat melihat wajah sendu istirahat membuat Ashraf tidak tega.Ingin sekali dia mencoba untuk baik-baik saja, menganggap tak terjadi apa-apa pada rumah tangganya. Malah tidak bisa, sebab, ini bukanlah perkara biasa yang dengan mudah dilupakan.Dari arah depan, Ashraf terpaku melihat Sania yang sedang mengobrol dengan para pekerja di sana. Seolah ada magnet yang mengarahkan pada daya tarik, Ashraf terus memperhatikan wanita cantik nan mempesona dalam segi penampilannya.Bagi siapa
Kedua insan itu saling mengikis jarak, menyatukan kedua bibir mereka untuk melepaskan rindu karena dua hari saling mendiamkan. Keduanya melepaskan, ketika napas keduanya sudah terengah-engah."Aku mencintaimu, Mas ..." ungkap Yasmin, memeluk tubuh suaminya."Yeah, aku juga mencintai kamu. Berjanjilah untuk tetap bersamaku dan jangan pernah meninggalkanku!" tegas Ashraf, membelai lembut surai panjang Yasmin yang dibiarkan tergerai.Yasmin mulai menerbitkan senyum, dia mengangguk pelan. "Aku berjanji, akan terus bersamamu dan nggak bakalan meninggalkan kamu, Mas."***Pagi hari kembali menyapa. Ashraf sudah merasa lebih baik karena ia sudah mulai berinteraksi lagi dengan Yasmin, hanya sekedar itu, tentu saja soal kebutuhan biologis Ashraf hanya bisa menahannya.Lelaki bertubuh jangkung itu menyapa para pekerja, seperti yang ia lakukan biasanya. Saat berpaspasan dengan Sania, Ashraf mulai tidak tenang rasanya.Terlebih saat penampilan Sania yang memang terbuka, memperlihatkan lekukan tub
Suara denting notifikasi membuat Yasmin mengalihkan atensi. Wanita muda itu diam di hadapan cermin, memolesi wajahnya dengan make up tipis agar wajahnya tetap segar.Jari lentiknya memegang ponsel, melihat siapa yang mengirimkannya pesan. Di sana tertera nama Sania. Sania Sahabatku. Begitulah nama kontaknya.[Yasmin, sibuk nggak nih?] tulisan Sania di aplikasi chat tersebut.[Ibu rumah tangga sibuk apa, nggak kok. Aku free nih di rumah aja. Kenapa? Cuma aku nggak lagi di rumah. Lagi di Apartemen.] balas Yasmin pada sahabat baiknya.Tak lama kemudian, Sania membalas. [Hari ini aku ke Apartemen kamu, ya, Min. Kangen. Sekalian ada hal penting yang mau aku omongin.][Aku lagi di Apartemen Mas Ashraf, San. Aku kirim alamatnya, ya.]Setelah mengatakan itu, tiba-tiba sosmed Sania centang satu. Yasmin meletakkan gawainya. Dia memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dan juga perasaannya mendadak tak enak.Yasmin berusaha untuk berpikir positif. Entah apa yang dia pikirkan, sehing
Mendengar Yasmin untuk menceraikannya, Ashraf terperangah. Sampai kapan pun dia tidak ada pernah melepaskannya. Egois memang, andai dia tak cinta, mungkin mudah melepasnya.Mengingat Yasmin hamil di luar nikah, entah apa tanggapan orang-orang nanti. Apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung, tentunya Ashraf tidak mau menjadi bahan perbincangan karena dirinya orang terpandang."Nggak! Mas nggak akan pernah menceraikan kamu, Sayang. Kamu udah janji, bakalan tetap bersamaku."Sekarang Yasmin paham. Kenapa kemarin malam, sikap Ashraf begitu lembut. Ternyata jawabannya ini. Dia ingin memberikan kejutan ini, agar dirinya terperangkap janji."Aku tahu, Sania wanita yang cantik. Wajar kalau kamu berdesir ketika melihatnya. Sedangkan aku? Apa yang kamu harapkan dariku, Mas?" tanya Yasmin. Tertawa miris. Mentertawakan hal yang menimpanya akhir-akhir ini.Ashraf terus memberikan penjelasan, pria itu sudah menyergapnya ke dalam pelukan. Yasmin diam, perkataan Ashraf lembut tapi menghujam. Memb
Yasmin membereskan mukena dan sajadah, lalu menyimpannya. Ia sudah bersolek dan memakai pakaian malamnya karena Ashraf yang meminta.Di atas ranjang, Ashraf tersenyum nakal melihat penampilan Yasmin yang menantang. Jika dibandingkan, Yasmin menang dalam segala hal.Melihat wajah senang sang suami, Yasmin malah menjadi sedih. Apakah dia bahagia jika Yasmin mengizinkannya menikahi Sania?"Besok, panggillah Sania ke sini. Aku mengizinkan kamu menikah dengan dia. Mungkin ini yang terbaik untuk kita dan mungkin ini juga ... ujianku," ujar Yasmin, tutur katanya selalu lembut, hal yang paling Ashraf suka.Ashraf tersenyum. Meraih sebelah tangan istrinya yang putih dan mulus, kemudian mengecupnya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Besok aku dan Sania akan membicarakan pernikahan," tutur Ashraf.Yasmin hanya bisa mengangguk dengan pelan. Meski hatinya tetap sakit. Kendati demikian, dia tidak mungkin menumpahkan tangisan dan memperlihatkan kesedihan di hadapan suaminya.Setelah Yasmin pikir,
"Apa? Kamu akan menikah?" pekik Antonio, kakak laki-laki Sania.Dia begitu terkejut, saat adik perempuan bilang jika dia akan menikah. Bukan Anton mempermasalahkan niat baik adiknya, tetapi Sania malah akan menikah dengan pria beristri. Yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri.Anton tak habis pikir, Sania seperti kehabisan akal yang mau saja dijadikan istri kedua."Iya, aku mau Bang Anton merestui pernikahan kami," ujar Sania, membujuk Anton agar pria itu mau mengizinkannya.Anton mendengus kesal. Ingin rasanya berkata kasar. "Kamu benar-benar udah nggak waras, Sania. Susah payah aku menyekolahkanmu ke jenjang yang tinggi, kamu malah mau dijadikan istri kedua. Ditaruh di mana otakmu itu?" ketus Anton, emosinya meluap-luap. Tak terima ketika adik bungsunya akan dijadikan madu.Sebagai keluarga yang diamanatkan menjaga, tentu dia tidak akan setuju. Apa kata orang, jika tahu Sania orang ketiga dipernikahan sahabatnya."Ayolah, Bang. Tolong restui dan izinkan aku kali ini sa
Mendengar keputusan yang dikatakan Ashraf, membuat keluarganya memunculkan beberapa reaksi. Ada yang kaget dan ada juga yang marah. Ini terlalu tiba-tiba.Di dalam islam, poligami memang bukan hal yang dilarang. Hanya saja, poligami juga ada ilmu dan adab, sehingga tidak bisa dilakukan begitu saja atau asal-asalan seperti kebanyakan.Bilamana pria mampu berbuat adil, mereka boleh menikah lagi. Meski izin istri tidak diperlukan, tetapi sebaiknya memang bilang dan diskusikan dahulu. Karena memang, poligami bukanlah perkara yang mudah."Apa maksud kamu, Ashraf? Dengan siapa kamu menikah? Apa kamu selingkuh?" Bu Rida, selaku ibunya Ashraf tampak tak setuju dengan keputusan yang ditetapkan sang anak.Semua juga sama, hanya saja mereka memberikan waktu untuk bicara satu persatu."Astagfirullah, apa menurut Ibu aku orang seperti itu?" jawab Ashraf dan balik bertanya.Anak bungsu itu tidak seperti seorang pria jelalatan, meski orang awam, tetapi dia menjaga dirinya dan berani dekat dengan wan
Mendengar keputusan yang dikatakan Ashraf, membuat keluarganya memunculkan beberapa reaksi. Ada yang kaget dan ada juga yang marah. Ini terlalu tiba-tiba.Di dalam islam, poligami memang bukan hal yang dilarang. Hanya saja, poligami juga ada ilmu dan adab, sehingga tidak bisa dilakukan begitu saja atau asal-asalan seperti kebanyakan.Bilamana pria mampu berbuat adil, mereka boleh menikah lagi. Meski izin istri tidak diperlukan, tetapi sebaiknya memang bilang dan diskusikan dahulu. Karena memang, poligami bukanlah perkara yang mudah."Apa maksud kamu, Ashraf? Dengan siapa kamu menikah? Apa kamu selingkuh?" Bu Rida, selaku ibunya Ashraf tampak tak setuju dengan keputusan yang ditetapkan sang anak.Semua juga sama, hanya saja mereka memberikan waktu untuk bicara satu persatu."Astagfirullah, apa menurut Ibu aku orang seperti itu?" jawab Ashraf dan balik bertanya.Anak bungsu itu tidak seperti seorang pria jelalatan, meski orang awam, tetapi dia menjaga dirinya dan berani dekat dengan wan
"Apa? Kamu akan menikah?" pekik Antonio, kakak laki-laki Sania.Dia begitu terkejut, saat adik perempuan bilang jika dia akan menikah. Bukan Anton mempermasalahkan niat baik adiknya, tetapi Sania malah akan menikah dengan pria beristri. Yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri.Anton tak habis pikir, Sania seperti kehabisan akal yang mau saja dijadikan istri kedua."Iya, aku mau Bang Anton merestui pernikahan kami," ujar Sania, membujuk Anton agar pria itu mau mengizinkannya.Anton mendengus kesal. Ingin rasanya berkata kasar. "Kamu benar-benar udah nggak waras, Sania. Susah payah aku menyekolahkanmu ke jenjang yang tinggi, kamu malah mau dijadikan istri kedua. Ditaruh di mana otakmu itu?" ketus Anton, emosinya meluap-luap. Tak terima ketika adik bungsunya akan dijadikan madu.Sebagai keluarga yang diamanatkan menjaga, tentu dia tidak akan setuju. Apa kata orang, jika tahu Sania orang ketiga dipernikahan sahabatnya."Ayolah, Bang. Tolong restui dan izinkan aku kali ini sa
Yasmin membereskan mukena dan sajadah, lalu menyimpannya. Ia sudah bersolek dan memakai pakaian malamnya karena Ashraf yang meminta.Di atas ranjang, Ashraf tersenyum nakal melihat penampilan Yasmin yang menantang. Jika dibandingkan, Yasmin menang dalam segala hal.Melihat wajah senang sang suami, Yasmin malah menjadi sedih. Apakah dia bahagia jika Yasmin mengizinkannya menikahi Sania?"Besok, panggillah Sania ke sini. Aku mengizinkan kamu menikah dengan dia. Mungkin ini yang terbaik untuk kita dan mungkin ini juga ... ujianku," ujar Yasmin, tutur katanya selalu lembut, hal yang paling Ashraf suka.Ashraf tersenyum. Meraih sebelah tangan istrinya yang putih dan mulus, kemudian mengecupnya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Besok aku dan Sania akan membicarakan pernikahan," tutur Ashraf.Yasmin hanya bisa mengangguk dengan pelan. Meski hatinya tetap sakit. Kendati demikian, dia tidak mungkin menumpahkan tangisan dan memperlihatkan kesedihan di hadapan suaminya.Setelah Yasmin pikir,
Mendengar Yasmin untuk menceraikannya, Ashraf terperangah. Sampai kapan pun dia tidak ada pernah melepaskannya. Egois memang, andai dia tak cinta, mungkin mudah melepasnya.Mengingat Yasmin hamil di luar nikah, entah apa tanggapan orang-orang nanti. Apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung, tentunya Ashraf tidak mau menjadi bahan perbincangan karena dirinya orang terpandang."Nggak! Mas nggak akan pernah menceraikan kamu, Sayang. Kamu udah janji, bakalan tetap bersamaku."Sekarang Yasmin paham. Kenapa kemarin malam, sikap Ashraf begitu lembut. Ternyata jawabannya ini. Dia ingin memberikan kejutan ini, agar dirinya terperangkap janji."Aku tahu, Sania wanita yang cantik. Wajar kalau kamu berdesir ketika melihatnya. Sedangkan aku? Apa yang kamu harapkan dariku, Mas?" tanya Yasmin. Tertawa miris. Mentertawakan hal yang menimpanya akhir-akhir ini.Ashraf terus memberikan penjelasan, pria itu sudah menyergapnya ke dalam pelukan. Yasmin diam, perkataan Ashraf lembut tapi menghujam. Memb
Suara denting notifikasi membuat Yasmin mengalihkan atensi. Wanita muda itu diam di hadapan cermin, memolesi wajahnya dengan make up tipis agar wajahnya tetap segar.Jari lentiknya memegang ponsel, melihat siapa yang mengirimkannya pesan. Di sana tertera nama Sania. Sania Sahabatku. Begitulah nama kontaknya.[Yasmin, sibuk nggak nih?] tulisan Sania di aplikasi chat tersebut.[Ibu rumah tangga sibuk apa, nggak kok. Aku free nih di rumah aja. Kenapa? Cuma aku nggak lagi di rumah. Lagi di Apartemen.] balas Yasmin pada sahabat baiknya.Tak lama kemudian, Sania membalas. [Hari ini aku ke Apartemen kamu, ya, Min. Kangen. Sekalian ada hal penting yang mau aku omongin.][Aku lagi di Apartemen Mas Ashraf, San. Aku kirim alamatnya, ya.]Setelah mengatakan itu, tiba-tiba sosmed Sania centang satu. Yasmin meletakkan gawainya. Dia memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dan juga perasaannya mendadak tak enak.Yasmin berusaha untuk berpikir positif. Entah apa yang dia pikirkan, sehing
Kedua insan itu saling mengikis jarak, menyatukan kedua bibir mereka untuk melepaskan rindu karena dua hari saling mendiamkan. Keduanya melepaskan, ketika napas keduanya sudah terengah-engah."Aku mencintaimu, Mas ..." ungkap Yasmin, memeluk tubuh suaminya."Yeah, aku juga mencintai kamu. Berjanjilah untuk tetap bersamaku dan jangan pernah meninggalkanku!" tegas Ashraf, membelai lembut surai panjang Yasmin yang dibiarkan tergerai.Yasmin mulai menerbitkan senyum, dia mengangguk pelan. "Aku berjanji, akan terus bersamamu dan nggak bakalan meninggalkan kamu, Mas."***Pagi hari kembali menyapa. Ashraf sudah merasa lebih baik karena ia sudah mulai berinteraksi lagi dengan Yasmin, hanya sekedar itu, tentu saja soal kebutuhan biologis Ashraf hanya bisa menahannya.Lelaki bertubuh jangkung itu menyapa para pekerja, seperti yang ia lakukan biasanya. Saat berpaspasan dengan Sania, Ashraf mulai tidak tenang rasanya.Terlebih saat penampilan Sania yang memang terbuka, memperlihatkan lekukan tub
Pikiran Ashraf semakin kalut malut, ia bingung harus bagaimana sekarang. Sudah 2 hari ini dia mendiamkan Yasmin, wanita yang sudah menemaninya tak pupus di hati dan pikirannya.Ia ingin hubungan keduanya seperti semula, karena Ashraf merasakan rindu jika jauh dari istrinya. Walaupun dia sendiri yang menjaga jarak, malah dia juga yang tersiksa."Aku memaafkanmu, karena aku mencintaimu, Yasmin," gumam Ashraf bermonolog sendiri.Dia memainkan balpoint di jarinya dengan pikiran kosong. Ini benar-benar mengusiknya, saat melihat wajah sendu istirahat membuat Ashraf tidak tega.Ingin sekali dia mencoba untuk baik-baik saja, menganggap tak terjadi apa-apa pada rumah tangganya. Malah tidak bisa, sebab, ini bukanlah perkara biasa yang dengan mudah dilupakan.Dari arah depan, Ashraf terpaku melihat Sania yang sedang mengobrol dengan para pekerja di sana. Seolah ada magnet yang mengarahkan pada daya tarik, Ashraf terus memperhatikan wanita cantik nan mempesona dalam segi penampilannya.Bagi siapa
Meski rumah tangganya berubah dingin. Yasmin masih tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, tetapi tidak soal urusan nafkah batin, karena saat ini dia tidak bisa melayani suaminya.Dengan penampilan yang tertutup, Yasmin berdiri menyambut kepulangan suaminya di depan teras. Tak lama, mobil milik Ashraf terbuka dan sang pemilik mulai menunjukkan batang hidungnya."Mas, aku udah masakin makanan kesukaan kamu. Makan dulu, ya," ujar Yasmin. Meraih tangan suaminya dan menicum punggung tangannya dengan takzim.Hampa. Tidak ada pelukan dan kecupan hangat seperti biasa. Ashraf malah diam dan tak mau membuka suara.Perlahan, senyuman di bibir Yasmin memudar. Menyadari jika Ashraf enggan."Kenapa, Mas? Kamu seperti enggan bertemu denganku. Apakah kamu jijik padaku?" Pertanyaan Yasmin sukses membuat Ashraf jadi menghadap ke arahnya."Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Ashraf, cepat."Karena Mas ... berubah," balas Yasmin. Membalas tatapan suaminya dengan sendu, ada perasaan rindu me
Semenjak mengetahui bahwa Yasmin sedang berbadan dua, sikap Ashraf langsung berubah dingin. Pulang dari Rumah Sakit, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hingga sampai di kediaman, Ashraf melengos begitu saja.Yasmin merasa sesak, tapi Ashraf jauh lebih sesak karena dirinya tidak bisa disetubuhi sampai bayinya lahir. Yasmin pasrah saja, apapun keputusan Ashraf nantinya, ia harus menerima sekalipun Ashraf menceraikannya."Ya Rabb ... ampuni aku, aku nggak bermaksud menipu suamiku," lirih Yasmin, air di matanya tak kunjung surut juga.Dia memang mengalami kejadian naas ketika dirinya menginap di sebuah Apartemen, saat itu dia tidak mengingat apa-apa. Saat bangun, dia dalam keadaan tanpa sehelai benang dan nyeri di bagian kewanitaan.Saat itu, Yasmin benar-benar hancur dan nyaris bunuh diri. Andai tidak dosa, ia sudah pasti melakukannya.Dia tidak tahu, setelah mimpi buruk itu malah membuahkan nyawa yang tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh, Yasmin baru mengetahui.Salahnya, tidak memeriksa