Kedua insan itu saling mengikis jarak, menyatukan kedua bibir mereka untuk melepaskan rindu karena dua hari saling mendiamkan. Keduanya melepaskan, ketika napas keduanya sudah terengah-engah.
"Aku mencintaimu, Mas ..." ungkap Yasmin, memeluk tubuh suaminya. "Yeah, aku juga mencintai kamu. Berjanjilah untuk tetap bersamaku dan jangan pernah meninggalkanku!" tegas Ashraf, membelai lembut surai panjang Yasmin yang dibiarkan tergerai. Yasmin mulai menerbitkan senyum, dia mengangguk pelan. "Aku berjanji, akan terus bersamamu dan nggak bakalan meninggalkan kamu, Mas." *** Pagi hari kembali menyapa. Ashraf sudah merasa lebih baik karena ia sudah mulai berinteraksi lagi dengan Yasmin, hanya sekedar itu, tentu saja soal kebutuhan biologis Ashraf hanya bisa menahannya. Lelaki bertubuh jangkung itu menyapa para pekerja, seperti yang ia lakukan biasanya. Saat berpaspasan dengan Sania, Ashraf mulai tidak tenang rasanya. Terlebih saat penampilan Sania yang memang terbuka, memperlihatkan lekukan tubuhnya, mampu mengguncang benteng pertahanan Ashraf sebagai seorang pria normal. "Selamat pagi, Pak Ashraf. Wajah anda sudah terlihat ceria seperti biasanya," sapa Sania, menyampirkan rambut pirangnya ke daun telinga sambil tertawa kecil kepada atasannya. Bibir merah seperti cerry itu membuat Ashraf melafalkan istigfar berkali-kali, berusaha abai walau sebenarnya dia terangsang. "Iya, alhamdulillah. Saya dan Yasmin sudah berbaikan. Saya sangat lega," balas Ashraf, spontan menceritakan hubungannya dengan sang istri pada wanita yang bukan siapa-siapanya. Meski ada kesal di dadanya, Sania berusaha untuk meredam dan tersenyum ramah. "Saya ada sedikit bahasan soal berkas, Pak. Mungkin nanti saya akan ke ruangan anda, untuk memberikan datanya." Ashraf mengangguk, berdehem pelan dan membenarkan jasnya. "Tinggal ke ruangan saya saja, San. Permisi." Sang atasan melenggang pergi, menuju ruangan kerjanya. Melihat wajah tampan serta penampilan Ashraf yang sangat menawan, Sania menggigit bibir bawahnya. Mulai memikirkan, bagaimana rasanya jika pria itu menjadi miliknya. "Aku sudah terlanjur mengagumimu Pak Ashraf, maafkan aku Yasmin ... sepertinya aku nekat mendekati suamimu," gumam Sania. Di kala dia tahu, jika Yasmin hamil di luar nikah dan tak mampu memberikan nafkah batinnya. Di situ Sania mulai berpikir, untuk menggunakan kesempatan ini supaya Ashraf tergoda olehnya. Dilihat dari reaksi Ashraf, seperti benar, jika pria itu terangsang. Setinggi apapun iman seseorang, pasti ada titik lemahnya jika dihadapkan oleh hawa nafsu. Bahkan Sania sengaja, memakai pakaian yang sedikit terbuka demi melancarkan aksinya. "Pak Ashraf, kamu akan menjadi milikku." Ashraf tengah disibukkan dengan mengurus beberapa berkasa dan data-data di laptopnya. Menunu akhir bulan, dia selalu memilih lembur karena harus menghitung laporan keuangan dan pemasukan restoran. Pria itu tampak fokus, dengan pekerjaan yang selalu padat. Apalagi jika bisnisnya bercabang di mana-mana. Kesibukan pekerjaan, mampu mengalihkan pikiran Ashraf saat ini. Suara pintu ruangan diketuk membuat Ashraf diam sejenak, mempersilahkan Sania masuk ke dalam ruangannya. "Pak Ashraf, saya membawakan jus untuk and—eh ...." Sania memekik pelan, saat jus yang ia letakkan malah tumpah dan mengenai blouse putih yang ia pakai. Ashraf kaget, segera memindahkan berkas laporan. Sedangkan Sania diam-diam menyeringai nakal, saat ia dengan sengaja memb*ka kanc*ng dan membasahi bajunya. Sehingga blouse putih nan transparan itu memperlihatkan hal yang tak seharusnya Ashraf lihat. "Astagfirullahaladzim!" Lantas Ashraf berbalik badan, merutuki kebodohannya sudah melihat hal berharga Sania yang terpampang jelas di depan mata. Sania pura-pura panik, memasang wajah melas dan mengelap bajunya menggunakan tissue. "Pak, maafkan saya. Saya sudah teledor dan mengotori ruangan kerja anda," kata Sania, seringai di bibirnya makin kentara ketika Ashraf tak menatapnya. 'Bagus, dia pasti tersiksa.' "Nggak papa, kamu bisa bersihkam bajumu ke kamar mandi, San. Soal meja. Biar saya sendiri yang bereskan!" titah Ashraf, memejamkan mata dengan segumpal perasaan bersalah. "Biar saya saja yang bereskan, ini karena kecerobohan saya, Pak." Sania terus mendesak, agar lebih lama di dalam ruangan ini dan berduaan dengan atasannya. "Maaf, tak seharusnya saya melihatnya. Saya nggak sengaja, maaf jika kamu sakit hati," cicit Ashraf, berbalik badan dan menangkupkan kedua tangan di dada. Ternyata dugaan Ashraf salah. Jika pria itu mengira Sania sedih dan sakit hati, jawabannya tidak sama sekali. Dia justru senang, karena rencana untuk menggoda Ashraf tertuntaskan. "Kalau begitu saya permisi dulu, Pak. Mau mengganti pakaian. Kalau anda butuh sesuatu, hubungi saya." 'Termasuk butuh istri kedua.' *** Sania menatap dirinya di depan pantulan cermin, merasa bangga dengan paras dan penampilannya yang mampu membuat pria seperti Ashraf tergoda. Dia hanya tinggal menunggu, sejauh apa Ashraf tahan dengan godaan yang begitu memanjakkan. "Permisi, Sania. Pak Ashraf memanggil anda ke ruangannya," ujar salah satu pekerja wanita, menyusul Sania ke dalam kamar mandi. Wanita berambut pirang itu bersorak riang, walau belum tahu apa maksud Ashraf memanggilnya. Dia yakin, ini adalah hari keberuntungannya. Sebelum ke ruang Ashraf, Sania tak lupa memoleskan make up di wajahnya. Ia berjalan sambil meliuk-liukkan badan, menuju ruangan atasan yang sudah menjadi tempat tujuannya. "Ada apa Pak Ashraf menyuruh saya kemari, Pak?" tanya Sania berbasa-basi, mengubah mimik wajahnya seramah mungkin. Ashraf mengusap wajahnya dengan gusar, sembari mengacak rambutnya frustasi. "Duduk, San. Saya ingin bicara!" Sania duduk di kursi, berhadapan dengan Ashraf dan hanya terhalang oleh meja. "Kamu masih lajang?" tanya Ashraf, nada bicaranya terdengar berat dan serius. Menyadari ada hal baik datang, Sania hanya bisa menahan senyuman yang mengembang di bibirnya. Sania mengangguk, karena dia memang masih lajang. "Benar, Pak. Saya masih lajang dan belum menikah," jawab Sania. Berpikir bahwa ada kesempatan baginya untuk menjadi istri kedua atasannya. Ashraf memijat pangkal hidungnya. "Sejujurnya, saya minta maaf sudah lancang memikirkan kamu dan nggak sengaja melihat hal yang seharusnya nggak saya lihat. Saya nggak mau berdosa, dengan memikirkan wanita lain. Bagaimana jika saya ... menikahi kamu, kamu mau menjadi istri kedua saya?" tanya Ashraf, berat sekali mengatakan hal ini. Dia tidak mau bayang-bayang Sania terus bersarang di benaknya dan menjadi zina pikiran nantinya. Ia sudah mempertimbangkan, setelah ia pikir, dirinya berniat meminang Sania untuk menjadi istri keduanya. "Apa? Anda serius Pak Ashraf? Tapi kenapa? Saya juga nggak mempermasalahkan itu kok," tutur Sania. "Masalahnya, otak saya dipenuhi bayang-bayangmu, Sania. Maaf. Bukan saya berpikir kotor, saya merasa terganggu saja. Itulah saya ingin menjadikan kamu istri kedua," papar Ashraf. Sania sih setuju-setuju, bahkan sangat ingin. "Tapi ... bagaimana dengan Yasmin, Pak? Saya nggak mau dia membenci saya ketika tahu jika anda meminang saya." "Poligami itu nggak dilarang dalam agama kita, San. Kupikir aku berhak meminangmu, karena pria bisa menikahi lebih dari 1 wanita. Poligami tetap sah, meski tanpa meminta izin istri terlebih dahulu. Bagaimana? Apakah kamu mau?" Tanpa berpikir panjang, Sania pun mengangguk. "Saya terserah anda saja, Pak. Tapi baiknya kita bicarakan dulu hal ini pada Yasmin. Mau bagaimanapun juga, dia adalah sahabat saya." Ashraf pun lantas mengiyakan. "Semoga Yasmin mengizinkan, karena kamu adalah sahabatnya."Suara denting notifikasi membuat Yasmin mengalihkan atensi. Wanita muda itu diam di hadapan cermin, memolesi wajahnya dengan make up tipis agar wajahnya tetap segar.Jari lentiknya memegang ponsel, melihat siapa yang mengirimkannya pesan. Di sana tertera nama Sania. Sania Sahabatku. Begitulah nama kontaknya.[Yasmin, sibuk nggak nih?] tulisan Sania di aplikasi chat tersebut.[Ibu rumah tangga sibuk apa, nggak kok. Aku free nih di rumah aja. Kenapa? Cuma aku nggak lagi di rumah. Lagi di Apartemen.] balas Yasmin pada sahabat baiknya.Tak lama kemudian, Sania membalas. [Hari ini aku ke Apartemen kamu, ya, Min. Kangen. Sekalian ada hal penting yang mau aku omongin.][Aku lagi di Apartemen Mas Ashraf, San. Aku kirim alamatnya, ya.]Setelah mengatakan itu, tiba-tiba sosmed Sania centang satu. Yasmin meletakkan gawainya. Dia memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dan juga perasaannya mendadak tak enak.Yasmin berusaha untuk berpikir positif. Entah apa yang dia pikirkan, sehing
Mendengar Yasmin untuk menceraikannya, Ashraf terperangah. Sampai kapan pun dia tidak ada pernah melepaskannya. Egois memang, andai dia tak cinta, mungkin mudah melepasnya.Mengingat Yasmin hamil di luar nikah, entah apa tanggapan orang-orang nanti. Apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung, tentunya Ashraf tidak mau menjadi bahan perbincangan karena dirinya orang terpandang."Nggak! Mas nggak akan pernah menceraikan kamu, Sayang. Kamu udah janji, bakalan tetap bersamaku."Sekarang Yasmin paham. Kenapa kemarin malam, sikap Ashraf begitu lembut. Ternyata jawabannya ini. Dia ingin memberikan kejutan ini, agar dirinya terperangkap janji."Aku tahu, Sania wanita yang cantik. Wajar kalau kamu berdesir ketika melihatnya. Sedangkan aku? Apa yang kamu harapkan dariku, Mas?" tanya Yasmin. Tertawa miris. Mentertawakan hal yang menimpanya akhir-akhir ini.Ashraf terus memberikan penjelasan, pria itu sudah menyergapnya ke dalam pelukan. Yasmin diam, perkataan Ashraf lembut tapi menghujam. Memb
Yasmin membereskan mukena dan sajadah, lalu menyimpannya. Ia sudah bersolek dan memakai pakaian malamnya karena Ashraf yang meminta.Di atas ranjang, Ashraf tersenyum nakal melihat penampilan Yasmin yang menantang. Jika dibandingkan, Yasmin menang dalam segala hal.Melihat wajah senang sang suami, Yasmin malah menjadi sedih. Apakah dia bahagia jika Yasmin mengizinkannya menikahi Sania?"Besok, panggillah Sania ke sini. Aku mengizinkan kamu menikah dengan dia. Mungkin ini yang terbaik untuk kita dan mungkin ini juga ... ujianku," ujar Yasmin, tutur katanya selalu lembut, hal yang paling Ashraf suka.Ashraf tersenyum. Meraih sebelah tangan istrinya yang putih dan mulus, kemudian mengecupnya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Besok aku dan Sania akan membicarakan pernikahan," tutur Ashraf.Yasmin hanya bisa mengangguk dengan pelan. Meski hatinya tetap sakit. Kendati demikian, dia tidak mungkin menumpahkan tangisan dan memperlihatkan kesedihan di hadapan suaminya.Setelah Yasmin pikir,
"Apa? Kamu akan menikah?" pekik Antonio, kakak laki-laki Sania.Dia begitu terkejut, saat adik perempuan bilang jika dia akan menikah. Bukan Anton mempermasalahkan niat baik adiknya, tetapi Sania malah akan menikah dengan pria beristri. Yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri.Anton tak habis pikir, Sania seperti kehabisan akal yang mau saja dijadikan istri kedua."Iya, aku mau Bang Anton merestui pernikahan kami," ujar Sania, membujuk Anton agar pria itu mau mengizinkannya.Anton mendengus kesal. Ingin rasanya berkata kasar. "Kamu benar-benar udah nggak waras, Sania. Susah payah aku menyekolahkanmu ke jenjang yang tinggi, kamu malah mau dijadikan istri kedua. Ditaruh di mana otakmu itu?" ketus Anton, emosinya meluap-luap. Tak terima ketika adik bungsunya akan dijadikan madu.Sebagai keluarga yang diamanatkan menjaga, tentu dia tidak akan setuju. Apa kata orang, jika tahu Sania orang ketiga dipernikahan sahabatnya."Ayolah, Bang. Tolong restui dan izinkan aku kali ini sa
Mendengar keputusan yang dikatakan Ashraf, membuat keluarganya memunculkan beberapa reaksi. Ada yang kaget dan ada juga yang marah. Ini terlalu tiba-tiba.Di dalam islam, poligami memang bukan hal yang dilarang. Hanya saja, poligami juga ada ilmu dan adab, sehingga tidak bisa dilakukan begitu saja atau asal-asalan seperti kebanyakan.Bilamana pria mampu berbuat adil, mereka boleh menikah lagi. Meski izin istri tidak diperlukan, tetapi sebaiknya memang bilang dan diskusikan dahulu. Karena memang, poligami bukanlah perkara yang mudah."Apa maksud kamu, Ashraf? Dengan siapa kamu menikah? Apa kamu selingkuh?" Bu Rida, selaku ibunya Ashraf tampak tak setuju dengan keputusan yang ditetapkan sang anak.Semua juga sama, hanya saja mereka memberikan waktu untuk bicara satu persatu."Astagfirullah, apa menurut Ibu aku orang seperti itu?" jawab Ashraf dan balik bertanya.Anak bungsu itu tidak seperti seorang pria jelalatan, meski orang awam, tetapi dia menjaga dirinya dan berani dekat dengan wan
"Saya terima nikah dan kawinnya Yasmin Salmafina Zahrani dengan maskawin tersebut dibayar tunai!""Bagaimana para saksi?""Sah!"Air mata Yasmin luruh, ketika mendengar kalimat ijab qobul terdengar lugas di mikrofon. Yasmin tidak menyangka, bahwa dirinya sudah menjadi istri dari seorang pria yang bernama Ashraf Zaidan Arkanza, pria yang sudah membuktikan cintanya lewat pernikahan. Yasmin dan Ashraf telah resmi menjadi pasangan suami istri yang sah di mata agama dan negara.Betapa bahagianya, ketika ikatan halal menyatukan dua insan yang tadinya tak sengaja bertemu jadi teman setiap waktu. Acara pernikahan pun selesai, kedua mempelai sudah berada di dalam kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, ada banyak taburan bunga mawar di atas ranjang dan juga ada lilin sebagai penerangan."Akhirnya setelah sekian lama aku mengagumimu, kamu sudah menjadi milikku, Yasmin," bisik Ashraf, menyatukan kedua kening mereka sambil membelai lembut pipi sang istri.Yasmin memejamkan mata, saat j
Semenjak mengetahui bahwa Yasmin sedang berbadan dua, sikap Ashraf langsung berubah dingin. Pulang dari Rumah Sakit, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hingga sampai di kediaman, Ashraf melengos begitu saja.Yasmin merasa sesak, tapi Ashraf jauh lebih sesak karena dirinya tidak bisa disetubuhi sampai bayinya lahir. Yasmin pasrah saja, apapun keputusan Ashraf nantinya, ia harus menerima sekalipun Ashraf menceraikannya."Ya Rabb ... ampuni aku, aku nggak bermaksud menipu suamiku," lirih Yasmin, air di matanya tak kunjung surut juga.Dia memang mengalami kejadian naas ketika dirinya menginap di sebuah Apartemen, saat itu dia tidak mengingat apa-apa. Saat bangun, dia dalam keadaan tanpa sehelai benang dan nyeri di bagian kewanitaan.Saat itu, Yasmin benar-benar hancur dan nyaris bunuh diri. Andai tidak dosa, ia sudah pasti melakukannya.Dia tidak tahu, setelah mimpi buruk itu malah membuahkan nyawa yang tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh, Yasmin baru mengetahui.Salahnya, tidak memeriksa
Meski rumah tangganya berubah dingin. Yasmin masih tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, tetapi tidak soal urusan nafkah batin, karena saat ini dia tidak bisa melayani suaminya.Dengan penampilan yang tertutup, Yasmin berdiri menyambut kepulangan suaminya di depan teras. Tak lama, mobil milik Ashraf terbuka dan sang pemilik mulai menunjukkan batang hidungnya."Mas, aku udah masakin makanan kesukaan kamu. Makan dulu, ya," ujar Yasmin. Meraih tangan suaminya dan menicum punggung tangannya dengan takzim.Hampa. Tidak ada pelukan dan kecupan hangat seperti biasa. Ashraf malah diam dan tak mau membuka suara.Perlahan, senyuman di bibir Yasmin memudar. Menyadari jika Ashraf enggan."Kenapa, Mas? Kamu seperti enggan bertemu denganku. Apakah kamu jijik padaku?" Pertanyaan Yasmin sukses membuat Ashraf jadi menghadap ke arahnya."Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Ashraf, cepat."Karena Mas ... berubah," balas Yasmin. Membalas tatapan suaminya dengan sendu, ada perasaan rindu me
Mendengar keputusan yang dikatakan Ashraf, membuat keluarganya memunculkan beberapa reaksi. Ada yang kaget dan ada juga yang marah. Ini terlalu tiba-tiba.Di dalam islam, poligami memang bukan hal yang dilarang. Hanya saja, poligami juga ada ilmu dan adab, sehingga tidak bisa dilakukan begitu saja atau asal-asalan seperti kebanyakan.Bilamana pria mampu berbuat adil, mereka boleh menikah lagi. Meski izin istri tidak diperlukan, tetapi sebaiknya memang bilang dan diskusikan dahulu. Karena memang, poligami bukanlah perkara yang mudah."Apa maksud kamu, Ashraf? Dengan siapa kamu menikah? Apa kamu selingkuh?" Bu Rida, selaku ibunya Ashraf tampak tak setuju dengan keputusan yang ditetapkan sang anak.Semua juga sama, hanya saja mereka memberikan waktu untuk bicara satu persatu."Astagfirullah, apa menurut Ibu aku orang seperti itu?" jawab Ashraf dan balik bertanya.Anak bungsu itu tidak seperti seorang pria jelalatan, meski orang awam, tetapi dia menjaga dirinya dan berani dekat dengan wan
"Apa? Kamu akan menikah?" pekik Antonio, kakak laki-laki Sania.Dia begitu terkejut, saat adik perempuan bilang jika dia akan menikah. Bukan Anton mempermasalahkan niat baik adiknya, tetapi Sania malah akan menikah dengan pria beristri. Yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri.Anton tak habis pikir, Sania seperti kehabisan akal yang mau saja dijadikan istri kedua."Iya, aku mau Bang Anton merestui pernikahan kami," ujar Sania, membujuk Anton agar pria itu mau mengizinkannya.Anton mendengus kesal. Ingin rasanya berkata kasar. "Kamu benar-benar udah nggak waras, Sania. Susah payah aku menyekolahkanmu ke jenjang yang tinggi, kamu malah mau dijadikan istri kedua. Ditaruh di mana otakmu itu?" ketus Anton, emosinya meluap-luap. Tak terima ketika adik bungsunya akan dijadikan madu.Sebagai keluarga yang diamanatkan menjaga, tentu dia tidak akan setuju. Apa kata orang, jika tahu Sania orang ketiga dipernikahan sahabatnya."Ayolah, Bang. Tolong restui dan izinkan aku kali ini sa
Yasmin membereskan mukena dan sajadah, lalu menyimpannya. Ia sudah bersolek dan memakai pakaian malamnya karena Ashraf yang meminta.Di atas ranjang, Ashraf tersenyum nakal melihat penampilan Yasmin yang menantang. Jika dibandingkan, Yasmin menang dalam segala hal.Melihat wajah senang sang suami, Yasmin malah menjadi sedih. Apakah dia bahagia jika Yasmin mengizinkannya menikahi Sania?"Besok, panggillah Sania ke sini. Aku mengizinkan kamu menikah dengan dia. Mungkin ini yang terbaik untuk kita dan mungkin ini juga ... ujianku," ujar Yasmin, tutur katanya selalu lembut, hal yang paling Ashraf suka.Ashraf tersenyum. Meraih sebelah tangan istrinya yang putih dan mulus, kemudian mengecupnya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Besok aku dan Sania akan membicarakan pernikahan," tutur Ashraf.Yasmin hanya bisa mengangguk dengan pelan. Meski hatinya tetap sakit. Kendati demikian, dia tidak mungkin menumpahkan tangisan dan memperlihatkan kesedihan di hadapan suaminya.Setelah Yasmin pikir,
Mendengar Yasmin untuk menceraikannya, Ashraf terperangah. Sampai kapan pun dia tidak ada pernah melepaskannya. Egois memang, andai dia tak cinta, mungkin mudah melepasnya.Mengingat Yasmin hamil di luar nikah, entah apa tanggapan orang-orang nanti. Apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung, tentunya Ashraf tidak mau menjadi bahan perbincangan karena dirinya orang terpandang."Nggak! Mas nggak akan pernah menceraikan kamu, Sayang. Kamu udah janji, bakalan tetap bersamaku."Sekarang Yasmin paham. Kenapa kemarin malam, sikap Ashraf begitu lembut. Ternyata jawabannya ini. Dia ingin memberikan kejutan ini, agar dirinya terperangkap janji."Aku tahu, Sania wanita yang cantik. Wajar kalau kamu berdesir ketika melihatnya. Sedangkan aku? Apa yang kamu harapkan dariku, Mas?" tanya Yasmin. Tertawa miris. Mentertawakan hal yang menimpanya akhir-akhir ini.Ashraf terus memberikan penjelasan, pria itu sudah menyergapnya ke dalam pelukan. Yasmin diam, perkataan Ashraf lembut tapi menghujam. Memb
Suara denting notifikasi membuat Yasmin mengalihkan atensi. Wanita muda itu diam di hadapan cermin, memolesi wajahnya dengan make up tipis agar wajahnya tetap segar.Jari lentiknya memegang ponsel, melihat siapa yang mengirimkannya pesan. Di sana tertera nama Sania. Sania Sahabatku. Begitulah nama kontaknya.[Yasmin, sibuk nggak nih?] tulisan Sania di aplikasi chat tersebut.[Ibu rumah tangga sibuk apa, nggak kok. Aku free nih di rumah aja. Kenapa? Cuma aku nggak lagi di rumah. Lagi di Apartemen.] balas Yasmin pada sahabat baiknya.Tak lama kemudian, Sania membalas. [Hari ini aku ke Apartemen kamu, ya, Min. Kangen. Sekalian ada hal penting yang mau aku omongin.][Aku lagi di Apartemen Mas Ashraf, San. Aku kirim alamatnya, ya.]Setelah mengatakan itu, tiba-tiba sosmed Sania centang satu. Yasmin meletakkan gawainya. Dia memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dan juga perasaannya mendadak tak enak.Yasmin berusaha untuk berpikir positif. Entah apa yang dia pikirkan, sehing
Kedua insan itu saling mengikis jarak, menyatukan kedua bibir mereka untuk melepaskan rindu karena dua hari saling mendiamkan. Keduanya melepaskan, ketika napas keduanya sudah terengah-engah."Aku mencintaimu, Mas ..." ungkap Yasmin, memeluk tubuh suaminya."Yeah, aku juga mencintai kamu. Berjanjilah untuk tetap bersamaku dan jangan pernah meninggalkanku!" tegas Ashraf, membelai lembut surai panjang Yasmin yang dibiarkan tergerai.Yasmin mulai menerbitkan senyum, dia mengangguk pelan. "Aku berjanji, akan terus bersamamu dan nggak bakalan meninggalkan kamu, Mas."***Pagi hari kembali menyapa. Ashraf sudah merasa lebih baik karena ia sudah mulai berinteraksi lagi dengan Yasmin, hanya sekedar itu, tentu saja soal kebutuhan biologis Ashraf hanya bisa menahannya.Lelaki bertubuh jangkung itu menyapa para pekerja, seperti yang ia lakukan biasanya. Saat berpaspasan dengan Sania, Ashraf mulai tidak tenang rasanya.Terlebih saat penampilan Sania yang memang terbuka, memperlihatkan lekukan tub
Pikiran Ashraf semakin kalut malut, ia bingung harus bagaimana sekarang. Sudah 2 hari ini dia mendiamkan Yasmin, wanita yang sudah menemaninya tak pupus di hati dan pikirannya.Ia ingin hubungan keduanya seperti semula, karena Ashraf merasakan rindu jika jauh dari istrinya. Walaupun dia sendiri yang menjaga jarak, malah dia juga yang tersiksa."Aku memaafkanmu, karena aku mencintaimu, Yasmin," gumam Ashraf bermonolog sendiri.Dia memainkan balpoint di jarinya dengan pikiran kosong. Ini benar-benar mengusiknya, saat melihat wajah sendu istirahat membuat Ashraf tidak tega.Ingin sekali dia mencoba untuk baik-baik saja, menganggap tak terjadi apa-apa pada rumah tangganya. Malah tidak bisa, sebab, ini bukanlah perkara biasa yang dengan mudah dilupakan.Dari arah depan, Ashraf terpaku melihat Sania yang sedang mengobrol dengan para pekerja di sana. Seolah ada magnet yang mengarahkan pada daya tarik, Ashraf terus memperhatikan wanita cantik nan mempesona dalam segi penampilannya.Bagi siapa
Meski rumah tangganya berubah dingin. Yasmin masih tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, tetapi tidak soal urusan nafkah batin, karena saat ini dia tidak bisa melayani suaminya.Dengan penampilan yang tertutup, Yasmin berdiri menyambut kepulangan suaminya di depan teras. Tak lama, mobil milik Ashraf terbuka dan sang pemilik mulai menunjukkan batang hidungnya."Mas, aku udah masakin makanan kesukaan kamu. Makan dulu, ya," ujar Yasmin. Meraih tangan suaminya dan menicum punggung tangannya dengan takzim.Hampa. Tidak ada pelukan dan kecupan hangat seperti biasa. Ashraf malah diam dan tak mau membuka suara.Perlahan, senyuman di bibir Yasmin memudar. Menyadari jika Ashraf enggan."Kenapa, Mas? Kamu seperti enggan bertemu denganku. Apakah kamu jijik padaku?" Pertanyaan Yasmin sukses membuat Ashraf jadi menghadap ke arahnya."Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Ashraf, cepat."Karena Mas ... berubah," balas Yasmin. Membalas tatapan suaminya dengan sendu, ada perasaan rindu me
Semenjak mengetahui bahwa Yasmin sedang berbadan dua, sikap Ashraf langsung berubah dingin. Pulang dari Rumah Sakit, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hingga sampai di kediaman, Ashraf melengos begitu saja.Yasmin merasa sesak, tapi Ashraf jauh lebih sesak karena dirinya tidak bisa disetubuhi sampai bayinya lahir. Yasmin pasrah saja, apapun keputusan Ashraf nantinya, ia harus menerima sekalipun Ashraf menceraikannya."Ya Rabb ... ampuni aku, aku nggak bermaksud menipu suamiku," lirih Yasmin, air di matanya tak kunjung surut juga.Dia memang mengalami kejadian naas ketika dirinya menginap di sebuah Apartemen, saat itu dia tidak mengingat apa-apa. Saat bangun, dia dalam keadaan tanpa sehelai benang dan nyeri di bagian kewanitaan.Saat itu, Yasmin benar-benar hancur dan nyaris bunuh diri. Andai tidak dosa, ia sudah pasti melakukannya.Dia tidak tahu, setelah mimpi buruk itu malah membuahkan nyawa yang tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh, Yasmin baru mengetahui.Salahnya, tidak memeriksa