Suara denting notifikasi membuat Yasmin mengalihkan atensi. Wanita muda itu diam di hadapan cermin, memolesi wajahnya dengan make up tipis agar wajahnya tetap segar.
Jari lentiknya memegang ponsel, melihat siapa yang mengirimkannya pesan. Di sana tertera nama Sania. Sania Sahabatku. Begitulah nama kontaknya. [Yasmin, sibuk nggak nih?] tulisan Sania di aplikasi chat tersebut. [Ibu rumah tangga sibuk apa, nggak kok. Aku free nih di rumah aja. Kenapa? Cuma aku nggak lagi di rumah. Lagi di Apartemen.] balas Yasmin pada sahabat baiknya. Tak lama kemudian, Sania membalas. [Hari ini aku ke Apartemen kamu, ya, Min. Kangen. Sekalian ada hal penting yang mau aku omongin.] [Aku lagi di Apartemen Mas Ashraf, San. Aku kirim alamatnya, ya.] Setelah mengatakan itu, tiba-tiba sosmed Sania centang satu. Yasmin meletakkan gawainya. Dia memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dan juga perasaannya mendadak tak enak. Yasmin berusaha untuk berpikir positif. Entah apa yang dia pikirkan, sehingga dirinya jadi gelisah seperti ini. Dia terus membaca dzikir, agar tenang. Melihat Yasmin yang sudah cantik dan rapih, Ashraf langsung menghampiri sang istri yang masih berdiri. Pria itu dengan cepat mencium pipinya. "Masyaallah, cantik banget, Sayang," puji Ashraf, membantu mengaitkan tali gamis istrinya di belakang. Yasmin tersenyum manis, dengan perlakuan sederhana Ashraf, tapi membuat dirinya bahagia. "Masa sih? Nggak percaya aku." Ashraf terkekeh pelan, menumpukkan dagunya di pundak sang istri. Menimati hangatnya pelukan di tengah dinginnya cuaca pagi. "Ah, andai kamu bisa aku sentuh. Aku makan kamu sekarang juga. Cantik banget habisnya," kekeh Ashraf. Hari ini Ashraf tidak berangkat ke restoran. Karena ada hal yang ingin ia bicarakan kepada Yasmin soal Sania. Dia tidak berani bersuara dan terus terang soal ini, takut merusak suasana hatinya. "Aku mau bukain pintu dulu, Mas. Kayaknya itu Sania deh yang datang. Kamu pakai baju dulu gih, bajunya udah aku siapin di atas ranjang." "Makasih, Sayang." Usai mengobrol dan bermesraan dengan suaminya. Yasmin membuka pintu, ketika suara bel rumah berbunyi. Senyumnya begitu merekah, saat tahu jika yang datang adalah sahabat baiknya. Sania. Perempuan itu berhambur memeluknya. Anehnya, pelukan Sania yang terasa nyaman justru membuat hati Yasmin berdenyut sakit. Ditambah lagi, saat Sania mengatakan ada hal penting yang disampaikan. Soal apa? Kenapa Yasmin merasa tidak tenang. Dia berpikir positif, menepis hal yang tidak-tidak. Agar tidak memicu perasaan tidak enak nantinya. "Kamu nggak kerja juga, San?" tanya Yasmin. Sania menggelengkan kepala. Dia diberi izin oleh Ashraf, untuk cuti hari ini karena akan berkunjung ke sini. "Nggak, Min. Aku dikasih cuti sama Pak Ashraf. Beliau juga yang memintaku datang," jelas Sania. Perkataannya menimbulkan berbagai macam praduga, membuat Yasmin bertanya-tanya. Kenapa Ashraf mengundang Sania ke sini? Mungkin karena ingin membahas pekerjaan, pikirnya. "Oh, Mas Ashraf juga nggak kerja hari ini." "Suamimu ada? Di mana dia?" Sejujurnya Yasmin merasa janggal, instingnya mengatakan ada sesuatu yang disembunyikan Ashraf padanya. Meski pria itu tidak bicara, dari gelagatnya saja Yasmin tahu. Ashraf berubah kaku, pria itu seperti sungkan berhadapan dengannya sejak malam. Ada apa? "Mas Ashraf lagi bersiap di kamar, masuk dulu aja. Aku rindu banget sama kamu, kerjaan kamu lancar? Mas Ashraf galakin kamu nggak?" tanya Yasmin. "Nggak dong, justru Pak Ashraf baik banget," jawab Sania, begitu semangat. Yasmin berusaha untuk tetap tersenyum, meskipun pikirannya tak menentu. Dia membawa Sania ke dalam ruangan tamu, sembari bercengkrama dan bercanda tawa seperti biasanya. Keduanya tampak akrab, sampai Ashraf tidak tega mengatakan. Dia duduk, kehadirannya tak ayal menghentikkan obrolan dua wanita di hadapannya. Sania dan Ashraf saling lirik sejenak, sebelum mengalihkan pandangan. Gerakkan mata mereka, tertangkap oleh Yasmin yang dibuat bingung. "Sayang ... aku ingin membicarakan sesuatu kepada kamu," kata Ashraf. Memindahkan tubuhnya ke samping Yasmin, sembari menggenggam tangannya begitu erat. Harapnya, semoga Yasmin kuat nantinya. "Bicara apa, Mas? Terus Sania juga mau ngomong apa? Kayaknya ada hal penting yang ingin dibicarakan, ya?" tanya Yasmin, bergantian menatap suami dan sahabatnya. Sania diam, bungkam seribu bahasa. Membiarkan Ashraf mengutarakan pembicaraanya. "Mas Ashraf saja yang bicara." Ashraf mengangguk, sambil menghela napas berat. "Sebelumnya maaf jika keputusan Mas menyakiti kamu, Sayang. Mas dan Sania ... akan menikah." Deg! Seketika dunia Yasmin seolah berhenti berputar. Astmosfer yang tadinya ceria, malah begitu menyesakkan. Mendengar perkataan lontaran kata lembut Ashraf yang begitu menyakitkan, membuat dadanya dihantam palu godam. Sigap saja Ashraf langsung memeluk tubuh Yasmin yang langsung mematung. Dia bergeming, tak bereaksi apa-apa. Namun, batinnya terasa sakit tercabik-cabik. Ia kesulitan bernapas saking sesaknya ketika Ashraf dan Sania akan menikah. "Kalian bercanda? Nggak lucu kalau bercandanya kayak gini," pungkas Yasmin. Sania yang diam, angkat bicara, membenarkan ucapan Ashraf. "Yang dikatakan Pak Ashraf benar, Min. Kami akan menikah, beliau yang meminangku kemarin." "Meminang?" Yasmin berdecih, sembari tersenyum getir. Betapa hancurnya ia sekarang, saat mengetahui jika sang suami memilih menikah lagi dan meminang Sania tanpa sepengetahuannya. Yasmin langsung menitikkan air mata, tangisannya pecah di hadapan dua orang yang sudah menyakiti batinnya. Sulit dipercaya, dengan apa yang ia dengar dari pengakuan Ashraf dan Sania. "Kenapa, Mas? Kenapa dari sekian banyaknya wanita malah Sania yang kamu pilih!" Yasmin mengeluarkan amarahnya dengan meluap-luap. Menatap nyalang pada Sania yang bungkam. "Apa kalian saling mencintai? Katakan! Kenapa bisa kamu memutuskan menikah lagi tanpa memberitahuku dulu, Mas!" sambungnya. Ia yang selalu bersikap lembut, sudah tidak terkendali. Tidak bisa dipungkiri, bahwa keinginan Ashraf menikah lagi tanpa memberitahu atau bahkan membicarakan ini kepadanya. Membuat Yasmin benci, Ashraf malah menyembunyikan hal sebesar ini. Suami dan sahabatnya malah mengkhianatinya. "Wanita yang aku cintai hanya kamu, Yasmin," ungkap Ashraf dengan lirih, tangannya ditepis kasar oleh Yasmin yang menghindar. "Apa arti cinta yang kamu ucapkan, jika kamu menduakan, Mas? Aku kecewa kepadamu! Kenapa nggak meminta persetujuanku dulu!" Yasmin langsung bangkit, berlari meninggalkan dua sejoli yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Sania menatap Ashraf yang gamang. "Sebaiknya Mas bicarakan saja dengan Yasmin. Jika dia setuju, Mas bisa hubungi aku. Aku pulang dulu." Kala Sania sudah pergi meninggalkan kediamannya, Ashraf menyusul Yasmin ke dalam kamarnya. Di atas ranjang, Yasmin sudah menangis sesenggukan dengan posisi membelakanginya. Tubuhnya bergetar, jiwanya terguncang. Dia pikir, Ashraf tidak mempermasalahkan semua ini. Namun, dia salah. Ashraf malah ingin berpoligami. "Jangan mendekat! Jaga jarak denganku, Mas Ashraf!" ketus Yasmin, mengetahui jika suaminya menghampiri. "Aku bisa jelaskan. Ini nggak seperti yang kamu pikirkan." "Apa yang mau kamu jelaskan? Aku nggak butuh penjelasan kamu. Apa yang aku dengar tadi sudah jelas. Kenapa kamu memilih menikah lagi, padahal kamu tahu, aku takkan sanggup menjalaninya!" "Yasmin, tenang, Sayang ... bukankah itu alasan syar'i, ketika kamu nggak bisa melayaniku, aku berhak menikah lagi," papar Ashraf. Tadinya Yasmin pikir, Ashraf bisa bersabar sampai dirinya melahirkan. Tapi nyatanya, pria itu malah tergoda dengan sahabatnya sendiri. "Bukankah kamu tahu sejak awal menkkah. Bahkan saat kita ta'aruf kita udah sepakat, kalau aku nggak siap dipoligami, Mas. Aku hanyalah wanita biasa, tak sehebat istri Nabi. Aku tak sanggup, Mas!" isak Yasmin. "Kamu wanita yang mengerti agama, aku pikir kamu siap jika aku menikah lagi. Aku tak mau berdosa dengan terus membayangkannya." Ya Allah, ya Rabb ... semakin hancurlah Yasmin saat ini, saat Ashraf mengungkapkan keresahannya. "Apa karena aku bukan wanita suci, sehingga itulah kamu ingin poligami? Bukannya sedari awal kamu nggak mempermasalahkan dan mau menerima aibku, Mas!" Perdebatan keduanya kian memanas, seiring berlangsungnya dua orang yang sedang mengeluarkan pendapatnya masing-masing. "Bukan masalah itu. Kamu tahu, Mas manusia biasa. Mas pria normal, Sayang. Butuh disalurkan. Sementara kamu nggak bisa Mas sentuh sampai melahirkan. Aku nggak kuat jika harus menahan hasrat selama itu ... maaf." Ashraf tak mampu lagi melanjutkan kata-katanya. Ia tahu, jika keputusan dia menyakiti hati istrinya. "Jika kamu mau menikah dengan Sania dan ingin merasakan kesucian wanita, maka ... ceraikan aku!"Mendengar Yasmin untuk menceraikannya, Ashraf terperangah. Sampai kapan pun dia tidak ada pernah melepaskannya. Egois memang, andai dia tak cinta, mungkin mudah melepasnya.Mengingat Yasmin hamil di luar nikah, entah apa tanggapan orang-orang nanti. Apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung, tentunya Ashraf tidak mau menjadi bahan perbincangan karena dirinya orang terpandang."Nggak! Mas nggak akan pernah menceraikan kamu, Sayang. Kamu udah janji, bakalan tetap bersamaku."Sekarang Yasmin paham. Kenapa kemarin malam, sikap Ashraf begitu lembut. Ternyata jawabannya ini. Dia ingin memberikan kejutan ini, agar dirinya terperangkap janji."Aku tahu, Sania wanita yang cantik. Wajar kalau kamu berdesir ketika melihatnya. Sedangkan aku? Apa yang kamu harapkan dariku, Mas?" tanya Yasmin. Tertawa miris. Mentertawakan hal yang menimpanya akhir-akhir ini.Ashraf terus memberikan penjelasan, pria itu sudah menyergapnya ke dalam pelukan. Yasmin diam, perkataan Ashraf lembut tapi menghujam. Memb
Yasmin membereskan mukena dan sajadah, lalu menyimpannya. Ia sudah bersolek dan memakai pakaian malamnya karena Ashraf yang meminta.Di atas ranjang, Ashraf tersenyum nakal melihat penampilan Yasmin yang menantang. Jika dibandingkan, Yasmin menang dalam segala hal.Melihat wajah senang sang suami, Yasmin malah menjadi sedih. Apakah dia bahagia jika Yasmin mengizinkannya menikahi Sania?"Besok, panggillah Sania ke sini. Aku mengizinkan kamu menikah dengan dia. Mungkin ini yang terbaik untuk kita dan mungkin ini juga ... ujianku," ujar Yasmin, tutur katanya selalu lembut, hal yang paling Ashraf suka.Ashraf tersenyum. Meraih sebelah tangan istrinya yang putih dan mulus, kemudian mengecupnya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Besok aku dan Sania akan membicarakan pernikahan," tutur Ashraf.Yasmin hanya bisa mengangguk dengan pelan. Meski hatinya tetap sakit. Kendati demikian, dia tidak mungkin menumpahkan tangisan dan memperlihatkan kesedihan di hadapan suaminya.Setelah Yasmin pikir,
"Apa? Kamu akan menikah?" pekik Antonio, kakak laki-laki Sania.Dia begitu terkejut, saat adik perempuan bilang jika dia akan menikah. Bukan Anton mempermasalahkan niat baik adiknya, tetapi Sania malah akan menikah dengan pria beristri. Yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri.Anton tak habis pikir, Sania seperti kehabisan akal yang mau saja dijadikan istri kedua."Iya, aku mau Bang Anton merestui pernikahan kami," ujar Sania, membujuk Anton agar pria itu mau mengizinkannya.Anton mendengus kesal. Ingin rasanya berkata kasar. "Kamu benar-benar udah nggak waras, Sania. Susah payah aku menyekolahkanmu ke jenjang yang tinggi, kamu malah mau dijadikan istri kedua. Ditaruh di mana otakmu itu?" ketus Anton, emosinya meluap-luap. Tak terima ketika adik bungsunya akan dijadikan madu.Sebagai keluarga yang diamanatkan menjaga, tentu dia tidak akan setuju. Apa kata orang, jika tahu Sania orang ketiga dipernikahan sahabatnya."Ayolah, Bang. Tolong restui dan izinkan aku kali ini sa
Mendengar keputusan yang dikatakan Ashraf, membuat keluarganya memunculkan beberapa reaksi. Ada yang kaget dan ada juga yang marah. Ini terlalu tiba-tiba.Di dalam islam, poligami memang bukan hal yang dilarang. Hanya saja, poligami juga ada ilmu dan adab, sehingga tidak bisa dilakukan begitu saja atau asal-asalan seperti kebanyakan.Bilamana pria mampu berbuat adil, mereka boleh menikah lagi. Meski izin istri tidak diperlukan, tetapi sebaiknya memang bilang dan diskusikan dahulu. Karena memang, poligami bukanlah perkara yang mudah."Apa maksud kamu, Ashraf? Dengan siapa kamu menikah? Apa kamu selingkuh?" Bu Rida, selaku ibunya Ashraf tampak tak setuju dengan keputusan yang ditetapkan sang anak.Semua juga sama, hanya saja mereka memberikan waktu untuk bicara satu persatu."Astagfirullah, apa menurut Ibu aku orang seperti itu?" jawab Ashraf dan balik bertanya.Anak bungsu itu tidak seperti seorang pria jelalatan, meski orang awam, tetapi dia menjaga dirinya dan berani dekat dengan wan
"Saya terima nikah dan kawinnya Yasmin Salmafina Zahrani dengan maskawin tersebut dibayar tunai!""Bagaimana para saksi?""Sah!"Air mata Yasmin luruh, ketika mendengar kalimat ijab qobul terdengar lugas di mikrofon. Yasmin tidak menyangka, bahwa dirinya sudah menjadi istri dari seorang pria yang bernama Ashraf Zaidan Arkanza, pria yang sudah membuktikan cintanya lewat pernikahan. Yasmin dan Ashraf telah resmi menjadi pasangan suami istri yang sah di mata agama dan negara.Betapa bahagianya, ketika ikatan halal menyatukan dua insan yang tadinya tak sengaja bertemu jadi teman setiap waktu. Acara pernikahan pun selesai, kedua mempelai sudah berada di dalam kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, ada banyak taburan bunga mawar di atas ranjang dan juga ada lilin sebagai penerangan."Akhirnya setelah sekian lama aku mengagumimu, kamu sudah menjadi milikku, Yasmin," bisik Ashraf, menyatukan kedua kening mereka sambil membelai lembut pipi sang istri.Yasmin memejamkan mata, saat j
Semenjak mengetahui bahwa Yasmin sedang berbadan dua, sikap Ashraf langsung berubah dingin. Pulang dari Rumah Sakit, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hingga sampai di kediaman, Ashraf melengos begitu saja.Yasmin merasa sesak, tapi Ashraf jauh lebih sesak karena dirinya tidak bisa disetubuhi sampai bayinya lahir. Yasmin pasrah saja, apapun keputusan Ashraf nantinya, ia harus menerima sekalipun Ashraf menceraikannya."Ya Rabb ... ampuni aku, aku nggak bermaksud menipu suamiku," lirih Yasmin, air di matanya tak kunjung surut juga.Dia memang mengalami kejadian naas ketika dirinya menginap di sebuah Apartemen, saat itu dia tidak mengingat apa-apa. Saat bangun, dia dalam keadaan tanpa sehelai benang dan nyeri di bagian kewanitaan.Saat itu, Yasmin benar-benar hancur dan nyaris bunuh diri. Andai tidak dosa, ia sudah pasti melakukannya.Dia tidak tahu, setelah mimpi buruk itu malah membuahkan nyawa yang tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh, Yasmin baru mengetahui.Salahnya, tidak memeriksa
Meski rumah tangganya berubah dingin. Yasmin masih tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, tetapi tidak soal urusan nafkah batin, karena saat ini dia tidak bisa melayani suaminya.Dengan penampilan yang tertutup, Yasmin berdiri menyambut kepulangan suaminya di depan teras. Tak lama, mobil milik Ashraf terbuka dan sang pemilik mulai menunjukkan batang hidungnya."Mas, aku udah masakin makanan kesukaan kamu. Makan dulu, ya," ujar Yasmin. Meraih tangan suaminya dan menicum punggung tangannya dengan takzim.Hampa. Tidak ada pelukan dan kecupan hangat seperti biasa. Ashraf malah diam dan tak mau membuka suara.Perlahan, senyuman di bibir Yasmin memudar. Menyadari jika Ashraf enggan."Kenapa, Mas? Kamu seperti enggan bertemu denganku. Apakah kamu jijik padaku?" Pertanyaan Yasmin sukses membuat Ashraf jadi menghadap ke arahnya."Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Ashraf, cepat."Karena Mas ... berubah," balas Yasmin. Membalas tatapan suaminya dengan sendu, ada perasaan rindu me
Pikiran Ashraf semakin kalut malut, ia bingung harus bagaimana sekarang. Sudah 2 hari ini dia mendiamkan Yasmin, wanita yang sudah menemaninya tak pupus di hati dan pikirannya.Ia ingin hubungan keduanya seperti semula, karena Ashraf merasakan rindu jika jauh dari istrinya. Walaupun dia sendiri yang menjaga jarak, malah dia juga yang tersiksa."Aku memaafkanmu, karena aku mencintaimu, Yasmin," gumam Ashraf bermonolog sendiri.Dia memainkan balpoint di jarinya dengan pikiran kosong. Ini benar-benar mengusiknya, saat melihat wajah sendu istirahat membuat Ashraf tidak tega.Ingin sekali dia mencoba untuk baik-baik saja, menganggap tak terjadi apa-apa pada rumah tangganya. Malah tidak bisa, sebab, ini bukanlah perkara biasa yang dengan mudah dilupakan.Dari arah depan, Ashraf terpaku melihat Sania yang sedang mengobrol dengan para pekerja di sana. Seolah ada magnet yang mengarahkan pada daya tarik, Ashraf terus memperhatikan wanita cantik nan mempesona dalam segi penampilannya.Bagi siapa
Mendengar keputusan yang dikatakan Ashraf, membuat keluarganya memunculkan beberapa reaksi. Ada yang kaget dan ada juga yang marah. Ini terlalu tiba-tiba.Di dalam islam, poligami memang bukan hal yang dilarang. Hanya saja, poligami juga ada ilmu dan adab, sehingga tidak bisa dilakukan begitu saja atau asal-asalan seperti kebanyakan.Bilamana pria mampu berbuat adil, mereka boleh menikah lagi. Meski izin istri tidak diperlukan, tetapi sebaiknya memang bilang dan diskusikan dahulu. Karena memang, poligami bukanlah perkara yang mudah."Apa maksud kamu, Ashraf? Dengan siapa kamu menikah? Apa kamu selingkuh?" Bu Rida, selaku ibunya Ashraf tampak tak setuju dengan keputusan yang ditetapkan sang anak.Semua juga sama, hanya saja mereka memberikan waktu untuk bicara satu persatu."Astagfirullah, apa menurut Ibu aku orang seperti itu?" jawab Ashraf dan balik bertanya.Anak bungsu itu tidak seperti seorang pria jelalatan, meski orang awam, tetapi dia menjaga dirinya dan berani dekat dengan wan
"Apa? Kamu akan menikah?" pekik Antonio, kakak laki-laki Sania.Dia begitu terkejut, saat adik perempuan bilang jika dia akan menikah. Bukan Anton mempermasalahkan niat baik adiknya, tetapi Sania malah akan menikah dengan pria beristri. Yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri.Anton tak habis pikir, Sania seperti kehabisan akal yang mau saja dijadikan istri kedua."Iya, aku mau Bang Anton merestui pernikahan kami," ujar Sania, membujuk Anton agar pria itu mau mengizinkannya.Anton mendengus kesal. Ingin rasanya berkata kasar. "Kamu benar-benar udah nggak waras, Sania. Susah payah aku menyekolahkanmu ke jenjang yang tinggi, kamu malah mau dijadikan istri kedua. Ditaruh di mana otakmu itu?" ketus Anton, emosinya meluap-luap. Tak terima ketika adik bungsunya akan dijadikan madu.Sebagai keluarga yang diamanatkan menjaga, tentu dia tidak akan setuju. Apa kata orang, jika tahu Sania orang ketiga dipernikahan sahabatnya."Ayolah, Bang. Tolong restui dan izinkan aku kali ini sa
Yasmin membereskan mukena dan sajadah, lalu menyimpannya. Ia sudah bersolek dan memakai pakaian malamnya karena Ashraf yang meminta.Di atas ranjang, Ashraf tersenyum nakal melihat penampilan Yasmin yang menantang. Jika dibandingkan, Yasmin menang dalam segala hal.Melihat wajah senang sang suami, Yasmin malah menjadi sedih. Apakah dia bahagia jika Yasmin mengizinkannya menikahi Sania?"Besok, panggillah Sania ke sini. Aku mengizinkan kamu menikah dengan dia. Mungkin ini yang terbaik untuk kita dan mungkin ini juga ... ujianku," ujar Yasmin, tutur katanya selalu lembut, hal yang paling Ashraf suka.Ashraf tersenyum. Meraih sebelah tangan istrinya yang putih dan mulus, kemudian mengecupnya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Besok aku dan Sania akan membicarakan pernikahan," tutur Ashraf.Yasmin hanya bisa mengangguk dengan pelan. Meski hatinya tetap sakit. Kendati demikian, dia tidak mungkin menumpahkan tangisan dan memperlihatkan kesedihan di hadapan suaminya.Setelah Yasmin pikir,
Mendengar Yasmin untuk menceraikannya, Ashraf terperangah. Sampai kapan pun dia tidak ada pernah melepaskannya. Egois memang, andai dia tak cinta, mungkin mudah melepasnya.Mengingat Yasmin hamil di luar nikah, entah apa tanggapan orang-orang nanti. Apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung, tentunya Ashraf tidak mau menjadi bahan perbincangan karena dirinya orang terpandang."Nggak! Mas nggak akan pernah menceraikan kamu, Sayang. Kamu udah janji, bakalan tetap bersamaku."Sekarang Yasmin paham. Kenapa kemarin malam, sikap Ashraf begitu lembut. Ternyata jawabannya ini. Dia ingin memberikan kejutan ini, agar dirinya terperangkap janji."Aku tahu, Sania wanita yang cantik. Wajar kalau kamu berdesir ketika melihatnya. Sedangkan aku? Apa yang kamu harapkan dariku, Mas?" tanya Yasmin. Tertawa miris. Mentertawakan hal yang menimpanya akhir-akhir ini.Ashraf terus memberikan penjelasan, pria itu sudah menyergapnya ke dalam pelukan. Yasmin diam, perkataan Ashraf lembut tapi menghujam. Memb
Suara denting notifikasi membuat Yasmin mengalihkan atensi. Wanita muda itu diam di hadapan cermin, memolesi wajahnya dengan make up tipis agar wajahnya tetap segar.Jari lentiknya memegang ponsel, melihat siapa yang mengirimkannya pesan. Di sana tertera nama Sania. Sania Sahabatku. Begitulah nama kontaknya.[Yasmin, sibuk nggak nih?] tulisan Sania di aplikasi chat tersebut.[Ibu rumah tangga sibuk apa, nggak kok. Aku free nih di rumah aja. Kenapa? Cuma aku nggak lagi di rumah. Lagi di Apartemen.] balas Yasmin pada sahabat baiknya.Tak lama kemudian, Sania membalas. [Hari ini aku ke Apartemen kamu, ya, Min. Kangen. Sekalian ada hal penting yang mau aku omongin.][Aku lagi di Apartemen Mas Ashraf, San. Aku kirim alamatnya, ya.]Setelah mengatakan itu, tiba-tiba sosmed Sania centang satu. Yasmin meletakkan gawainya. Dia memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dan juga perasaannya mendadak tak enak.Yasmin berusaha untuk berpikir positif. Entah apa yang dia pikirkan, sehing
Kedua insan itu saling mengikis jarak, menyatukan kedua bibir mereka untuk melepaskan rindu karena dua hari saling mendiamkan. Keduanya melepaskan, ketika napas keduanya sudah terengah-engah."Aku mencintaimu, Mas ..." ungkap Yasmin, memeluk tubuh suaminya."Yeah, aku juga mencintai kamu. Berjanjilah untuk tetap bersamaku dan jangan pernah meninggalkanku!" tegas Ashraf, membelai lembut surai panjang Yasmin yang dibiarkan tergerai.Yasmin mulai menerbitkan senyum, dia mengangguk pelan. "Aku berjanji, akan terus bersamamu dan nggak bakalan meninggalkan kamu, Mas."***Pagi hari kembali menyapa. Ashraf sudah merasa lebih baik karena ia sudah mulai berinteraksi lagi dengan Yasmin, hanya sekedar itu, tentu saja soal kebutuhan biologis Ashraf hanya bisa menahannya.Lelaki bertubuh jangkung itu menyapa para pekerja, seperti yang ia lakukan biasanya. Saat berpaspasan dengan Sania, Ashraf mulai tidak tenang rasanya.Terlebih saat penampilan Sania yang memang terbuka, memperlihatkan lekukan tub
Pikiran Ashraf semakin kalut malut, ia bingung harus bagaimana sekarang. Sudah 2 hari ini dia mendiamkan Yasmin, wanita yang sudah menemaninya tak pupus di hati dan pikirannya.Ia ingin hubungan keduanya seperti semula, karena Ashraf merasakan rindu jika jauh dari istrinya. Walaupun dia sendiri yang menjaga jarak, malah dia juga yang tersiksa."Aku memaafkanmu, karena aku mencintaimu, Yasmin," gumam Ashraf bermonolog sendiri.Dia memainkan balpoint di jarinya dengan pikiran kosong. Ini benar-benar mengusiknya, saat melihat wajah sendu istirahat membuat Ashraf tidak tega.Ingin sekali dia mencoba untuk baik-baik saja, menganggap tak terjadi apa-apa pada rumah tangganya. Malah tidak bisa, sebab, ini bukanlah perkara biasa yang dengan mudah dilupakan.Dari arah depan, Ashraf terpaku melihat Sania yang sedang mengobrol dengan para pekerja di sana. Seolah ada magnet yang mengarahkan pada daya tarik, Ashraf terus memperhatikan wanita cantik nan mempesona dalam segi penampilannya.Bagi siapa
Meski rumah tangganya berubah dingin. Yasmin masih tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, tetapi tidak soal urusan nafkah batin, karena saat ini dia tidak bisa melayani suaminya.Dengan penampilan yang tertutup, Yasmin berdiri menyambut kepulangan suaminya di depan teras. Tak lama, mobil milik Ashraf terbuka dan sang pemilik mulai menunjukkan batang hidungnya."Mas, aku udah masakin makanan kesukaan kamu. Makan dulu, ya," ujar Yasmin. Meraih tangan suaminya dan menicum punggung tangannya dengan takzim.Hampa. Tidak ada pelukan dan kecupan hangat seperti biasa. Ashraf malah diam dan tak mau membuka suara.Perlahan, senyuman di bibir Yasmin memudar. Menyadari jika Ashraf enggan."Kenapa, Mas? Kamu seperti enggan bertemu denganku. Apakah kamu jijik padaku?" Pertanyaan Yasmin sukses membuat Ashraf jadi menghadap ke arahnya."Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Ashraf, cepat."Karena Mas ... berubah," balas Yasmin. Membalas tatapan suaminya dengan sendu, ada perasaan rindu me
Semenjak mengetahui bahwa Yasmin sedang berbadan dua, sikap Ashraf langsung berubah dingin. Pulang dari Rumah Sakit, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hingga sampai di kediaman, Ashraf melengos begitu saja.Yasmin merasa sesak, tapi Ashraf jauh lebih sesak karena dirinya tidak bisa disetubuhi sampai bayinya lahir. Yasmin pasrah saja, apapun keputusan Ashraf nantinya, ia harus menerima sekalipun Ashraf menceraikannya."Ya Rabb ... ampuni aku, aku nggak bermaksud menipu suamiku," lirih Yasmin, air di matanya tak kunjung surut juga.Dia memang mengalami kejadian naas ketika dirinya menginap di sebuah Apartemen, saat itu dia tidak mengingat apa-apa. Saat bangun, dia dalam keadaan tanpa sehelai benang dan nyeri di bagian kewanitaan.Saat itu, Yasmin benar-benar hancur dan nyaris bunuh diri. Andai tidak dosa, ia sudah pasti melakukannya.Dia tidak tahu, setelah mimpi buruk itu malah membuahkan nyawa yang tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh, Yasmin baru mengetahui.Salahnya, tidak memeriksa