"Nak, kamu nggak takut melihat tayangan seperti itu?" Briella berjalan mendekat dan mengambil remot untuk mengganti saluran televisi. "Mama carikan kartun yang cocok untukmu.""Jangan." Zayden merebut remot dari Briella. "Aku lebih suka menonton Animal World.""Kenapa?""Yang kuat akan bertahan. Itu hukum alam dan cocok dengan dunia manusia. Apa Mama nggak merasa kalau tayangan seperti menarik?"Briella melirik ke arah televisi yang menunjukkan gambar singa yang sedang membelah kijang menjadi beberapa bagian. Gambar itu membuat Briella mual dan menutup mulutnya. Dia bahkan pergi ke kamar mandi untuk muntah."Mama kenapa?"Melihat hal ini, Zayden langsung turun dari sofa dan mengikuti Briella ke kamar mandi.Zayden sedikit panik ketika melihat Briella berdiri di depan wastafel dan muntah-muntah."Mama, sudah mendingan? Mau aku telepon ambulans.""Nggak perlu." Briella menegakkan tubuhnya, lalu berkumur. Meskipun rasanya sangat tidak nyaman, tetapi dia akan berpura-pura tenang agar putra
Bagaimana Valerio bisa menemukan tempat mereka secepat ini.Zayden membuka pintu sedikit. Melalui celah sempit di pintu, dia melihat pria itu berdiri di ambang pintu dan terlihat sedikit cemas.Zayden berpikir kalau Mama pulang tanpa berpamitan dengan Om Valerio. Mungkin Om Valerio marah."Siapa?""Zayden, buka pintunya.""Nggak bisa. Mama bilang jangan buka pintu untuk orang asing.""Aku Valerio.""Om Valerio, Mama sakit. Apa kamu bisa membawanya ke rumah sakit?"Suara Valerio terdengar lebih dingin dibandingkan sebelumnya. "Buka pintunya."Zayden ragu sejenak. Namun, dia sudah menghubungi Om Nathan ....Terserah. Dia akan meminta tolong kepada siapa pun yang datang.Begitu Zayden membuka pintu, Valerio langsung melangkah masuk."Di mana Mamamu?"Zayden menunjuk ke arah kamar tidur. "Om Valerio, kamu harus menolong Mama. Dia demam."Valerio melangkah masuk ke kamar tidur. Setelah masuk, Briella demam dan kesadarannya sangat lemah. Dia melihat seorang pria di samping tempat tidurnya, t
"Selama ini kamu dan Zayden tinggal di sini?"Briella memegang gelas airnya dan melihat sekeliling ruangan. Ruangan ini memang cukup sederhana, tetapi nyaman dan bersih. Dia tidak merasa rendah diri karena tinggal di sini."Ya. Ini sudah termasuk lumayan. Aku bahkan pernah tinggal di kontrakan yang harus berbagi dengan orang lain, yang ada belasan orang di ranjang susun. Kalau ke kamar mandi pun harus antre. Yang ini masih lumayan dibandingkan rumah sewa waktu itu."Valerio tidak tahan lagi mendengar penuturan Briella. Dia memang tidak berguna karena tidak bisa melindungi wanitanya sendiri."Kamu pakai buat apa uang yang aku kasih selama ini?""Untuk sekolah Zayden dan biaya pengobatan ibuku.""Kenapa nggak bilang padaku?" Valerio menunjukkan wajah cemberut. "Seharusnya kamu bilang padaku."Tampaknya Briella menyembunyikan terlalu banyak hal dari Valerio, yang menunjukkan kalau dia tidak percaya kepada Valerio."Kalau aku bilang sama Pak Valerio, pasti Pak Valerio hanya akan membenciku
"Gimana mau sembuh kalau nggak mau minum obat?" Valerio menatap wanita yang terbaring lembut di pelukannya. Pada saat ini, Briella adalah wanita kecilnya yang lemah lembut dan cantik."Nggak mau pokoknya ...." Briella mencengkeram kerah kemeja Valerio dengan kedua tangannya dan tanpa sadar menggambar lingkaran-lingkaran di dada pria itu. "Aku nggak mau minum obat."Sikap manja Briella membuat Valerio tergelitik. Walaupun Briella punya permintaan yang berlebihan, Valerio akan tetap melakukannya untuknya."Nanti kalau Adrian datang, aku akan minta dia memberikan obat yang bisa dikonsumsi ibu hamil. Yang paling penting sekarang adalah kesehatanmu."Jarang sekali Valerio bisa membujuk seorang wanita dengan begitu sabar. Dia sendiri tidak tahu apakah Briella yang sedikit tidak sadar ini akan mendengarnya atau tidak.Telinga Briella sayup-sayup mendengar suara Valerio, tetapi dia merasa kalau semua itu hanya ilusi. Kapan Valerio pernah bersikap lembut kepadanya? Namun, pelukan pria ini sanga
Valerio memperhatikan serangkaian tindakan Zayden dan bertanya dengan penuh minat, "Di rumah kamu sering kerja?""Mama itu wanita dan tulang punggung keluarga kami. Sudah sepantasnya aku melakukan pekerjaan yang kiranya bisa membantu beban kerja Mama."Zayden memegang pinggiran baskom dengan kedua tangannya, turun dari bangku kecil dan menuju kamar tidur Briella.Pikiran Valerio menjadi campur aduk saat melihat gerakan Zayden yang terampil."Mamamu nggak melakukan pekerjaan rumah?""Mana mungkin. Mama paling hebat dalam melakukan apa pun." Zayden membawa baskom, berbalik dan menatap Valerio dengan wajah serius. "Mama bukan hanya bekerja mencari uang, tapi juga mengurus makan dan semua keperluanku. Selain itu, bosnya selalu memintanya kerja lembur sampai Mama sering nggak pulang ke rumah. Orang-orang memfitnah Mama sebagai wanita simpanan, tapi aku tahu kalau Mama cuma mau cari uang biar kehidupan kita jadi lebih baik."Valerio hanya diam saat mendengarkan ucapan Zayden dan hatinya tera
Briella demam, jadi kesadarannya pun samar. Dia berpegangan pada tubuh Valerio seperti anak kucing. Tangan kecilnya menggenggam tangan Valerio yang sedang menyeka tubuhnya, lalu meletakkan telapak tangan Valerio di pipinya yang panas. Tatapan mata Briella seperti orang mabuk, setengah terbuka dan setengah tertutup. Mana ada pria yang bisa menahan godaan seperti itu."Gimana aku mau menyeka tubuhmu kalau kamu memegang tanganku terus?"Wajah Valerio menegang. Pengendalian diri yang dia lakukan sudah mencapai titik kritis."Nggak. Jangan lepaskan tanganku."Seperti anak kucing yang sedang mabuk, Briella mencengkeram tangan Valerio dan tidak mau melepaskannya. Valerio menjatuhkan handuk di tangannya yang lain dan memasukkannya ke dalam baskom.Kobaran hasrat di dalam dirinya terlalu besar untuk bisa ditahan.Lengan pria itu dipeluk erat oleh Briella. Pada saat ini, Briella membuka matanya dan menatap mata Valerio yang membara. Saat itulah dia sedikit sadar, mengedipkan matanya yang lebar s
Valerio menggigit daun telinga Briella seolah-olah sebagai hukuman. Suaranya yang rendah menyalurkan kelembutan yang tidak ada habisnya. "Masih berani nggak nurut lagi?"Briella menggelengkan kepalanya dan meraih tangan Valerio dengan manja. "Rasanya sangat nggak nyaman."Valerio menghentikan semua gerakannya. Melihat pipi Briella yang memerah, sepertinya wanita ini memang benar-benar sangat menderita. Entah apa yang sedang dilakukan Adrian sampai belum datang. Kalau menunggu lagi, Briella akan makin tersiksa."Ayo pakai baju. Aku bawa kamu ke rumah sakit." Valerio memakaikan Briella baju dan mengancingkannya, lalu menggendongnya dengan satu tangan dan langsung berjalan keluar.Zayden melihat Mamanya berada di pelukan Valerio dan melihat cengkeraman tidak berdaya tangan Mamanya di kemeja Valerio. Sikap Mamanya ini seperti anak kecil yang sedang sakit, yang meminta permen kepada orang tuanya dengan sikap manja.Wajah Valerio terlihat serius dan langkah kakinya sangat terburu-buru."Zayd
"Om Nathan, kamu terlambat. Om Valerio datang lebih awal darimu, bahkan menyeka tubuh Mama dan menggendongnya ke rumah sakit."Zayden memakan semangka yang dibeli Nathan, sambil menjelaskan situasi saingan cinta Nathan.Ekspresi Nathan berubah serius. Zayden memakan apa yang dia belikan untuk Briella, tetapi malah menceritakan tentang pria lain. Bukankah sikap bocah ini sangat tidak etis?Nathan tidak akan marah pada anak-anak, dia hanya marah pada dirinya sendiri. Dia membiarkan wanita yang dia cintai direnggut berkali-kali darinya. Nathan tidak pernah semarah ini selama ini."Apa semangkanya enak?" Nathan mengambil dua biji semangka yang menempel di sudut mulut Zayden."Enak, sangat manis." Zayden mengambil sepotong semangka dari nampan buah dan memberikannya kepada Nathan. "Om, nih makan juga."Nathan mengambil semangka yang diberikan oleh Zayden dan menggigitnya. Lalu, dia berkata dengan pelan kepada Zayden, "Setelah kamu selesai makan, ayo kita ke rumah sakit.""Ke rumah sakit?" Z