Nathan dan Zayden berhenti berdebat dan menatap Briella bersamaan. Keduanya sedikit takut saat melihat Briella marah.Erna memperhatikan Nathan. Siapa pun pasti bisa melihat kalau Nathan sangat menyukai Briella.Dia langsung bertanya pada Nathan, "Apa hubunganmu dengan Briella?""Aku mantan pacarnya."Erna kembali melanjutkan, "Lala sudah punya tunangan. Dia akan menikah dengan Klinton, tuan muda dari Keluarga Atmaja. Lebih baik kamu nggak berhubungan lagi dengannya setelah ini.""Kamu dan Klinton bertunangan?" Nathan berkata sambil menatap Briella, bertanya dengan nada serius."Dia itu rubah tua, apalagi adiknya, Davira. Apa kamu bisa hidup damai kalau menikah dengannya? Jangan menikah dengannya. Lebih baik bersamaku daripada bersamanya. Kamu mengerti?"Briella menjawab tanpa mengangkat matanya, "Kenapa aku harus menikah? Setelah menemukan anakku, aku akan baik-baik saja bahkan tanpa menikah.""Omong kosong apa yang kamu bicarakan!" Erna melanjutkan dengan kesal, "Apa maksudnya menemu
Briella berjalan keluar bersama Zayden dan masuk ke dalam mobil Nathan. Saat itu sudah pukul dua pagi.Nathan mengetuk pintu mobil Briella, memberi isyarat agar Briella keluar dan berbicara.Briella menatap Zayden. "Jangan keluar dari mobil. Tidur saja kalau kamu ngantuk."Zayden memelototi Nathan dan mendengus dingin, "Banyak sekali masalah pria itu."Briella membelai kepala Zayden. "Dia memang banyak masalah. Meskipun begitu, dia bukan orang jahat. Dia akan berguna dalam keadaan darurat."Zayden menunjukkan sikap posesifnya. "Kalau begitu Mama nggak boleh suka sama dia. Mama cuma boleh suka sama Papa saja."Briella tersenyum tidak berdaya. "Apa Papa nggak pernah bilang siapa Mama kamu?""Tentu saja Papa pernah bilang. Kamu."Briella hanya menganggapnya sebagai lelucon. "Nak, tidurlah di mobil. Setelah itu, kita akan pulang."Nathan merokok tidak jauh dari situ, mengembuskan kepulan asap putih di tengah dinginnya cuaca malam. Melihat Briella turun dari mobil dan berjalan mendekat, dia
Briella kembali ke kursi kemudi dan menyesuaikan sudut kursi, baru menyalakan mobil untuk pulang.Setelah melakukan banyak hal semalaman, Zayden mengikuti Briella pulang dan masuk ke kamar tamu untuk tidur. Briella memandangi kedua kakak beradik yang tertidur lelap di atas tempat tidur. Kedua anak kecil ini benar-benar seperti malaikat, sangat pintar dan pandai bagaimana cara bersikap. Papa mereka memang suka main perempuan, tetapi sungguh sebuah keberuntungan yang luar biasa karena bisa menemukan wanita-wanita yang bisa melahirkan anak sesempurna mereka.Briella membantu mereka memakaikan selimut, lalu kembali ke tempat tidurnya.Dia tidur hingga pukul sepuluh keesokan harinya dan dibangunkan oleh suara bel pintu.Setelah mengan mengenakan sandal rumahan dan melewati kamar tamu, Briella tidak lupa membuka pintu kamar tamu untuk melihat Zayden dan Queena yang masih tertidur.Menutup pintu kamar tamu, Briella berjalan ke pintu depan dan melihat melalui mata kucing.Wanita yang berdiri d
Kecurigaan tiba-tiba terlintas di benak Briella. Dia merasa bahwa kemunculan Elena yang tiba-tiba di depan rumahnya hari ini terlalu mendadak.Ketika Briella tengah memikirkan kemungkinan ini, Valerio tiba-tiba menelepon.Pria itu pasti baru bangun tidur. Suaranya sengau, terdengar rendah dan magnetis."Apa anak-anak sudah bangun?""Pak Valerio, bisakah Pak Valerio nggak memberi tahu siapa pun alamat tempat tinggalku seenaknya?""Apa maksudmu? Aneh sekali."Mendengar sikap Valerio, Briella memiliki tebakan sendiri di dalam benaknya.Seperti yang dia duga. Elena datang bukan untuk menjemput anak-anak, tetapi untuk menyatakan kedaulatannya.Terlalu samar untuk menganggapnya sebagai ancaman."Barusan Elena datang dan bilang kalau dia ingin menjeput anak-anak.""Anak-anak ikut dengannya?""Aku nggak kasih izin."Pria itu terdiam, tidak mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, dia berkata, "Marco sudah dapat kamar terbaru terkait anak itu. Rumah sakit memang membawa anakmu pergi dan berbohong kep
Ruang presdir Perusahaan Regulus.Seorang pria dan wanita tengah berada di ruang istirahat setelah menyelesaikan olahraga panas mereka.Briella Dominic yang bercucuran keringat terbaring lemas dalam pelukan Valerio Regulus. Dengan tidak sabar pria itu mendorongnya menjauh, lalu masuk ke dalam kamar mandi.Briella yang sudah terbiasa dengan sikap pria itu pun beranjak dari ranjang dan mengenakan jubah mandi. Dia berjalan ke lemari pakaian dan menyiapkan pakaian Valerio.Selesai mandi, Valerio mengenakan handuk untuk menutup tubuh bagian bawahnya. Tubuh bagian atasnya sangat kekar dan kencang. Tetesan air sisa mandi masih menetes di garis ototnya, memberikan kesan seksi layaknya adegan di film klasik.Briella membawa pakaian yang sudah dia siapkan dan berdiri di depan Valerio. Dia membantu Valerio berpakaian dan mengikatkan dasi pria itu.Valerio sangat tinggi. Tinggi pria itu sekitar 190 cm sehingga Briella harus berjinjit, membuat kedua lengan kecil dan rampingnya pegal karena terangka
Putra Briella, Zayden Dominic sekolah di sini. Karena Zayden tidak terdaftar sebagai warga negara, jadi dia tidak diterima di sekolah negeri. Briella harus menyekolahkannya di sekolah swasta dekat perusahaan.Biayanya memang agak mahal, tetapi fasilitas yang disediakan cukup lengkap.Untung saja Valerio sering memberinya banyak uang. Kalau hanya mengandalkan gajinya sebagai sekretaris, akan sangat sulit bagi keduanya untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka.Awalnya Briella khawatir dia akan ketahuan oleh Valerio saat mengantar dan menjemput putranya ke sekolah karena jarak taman kanak-kanak ini terlalu dekat dengan Perusahaan Regulus.Faktanya, pria itu sama sekali tidak peduli dengan hidupnya. Valerio bahkan tidak tahu kalau informasi pribadi yang Briella serahkan saat bergabung dengan perusahaan adalah palsu.Begitu masuk ke dalam taman kanak-kanak, Briella melihat putranya dikerubungi banyak orang."Anak haram, kenapa kamu memukul anakku!"Seorang pria yang terlihat seperti orang kaya
Briella dan Zayden berjalan sekitar dua puluh menit dan akhirnya sampai di rumah mereka. Briella menyewa rumah seluas 60 meter persegi yang berada di sebuah lingkungan tua."Zayden, nonton televisi dulu, ya. Mama mau ganti baju."Briella segera masuk ke kamar tidur, bersandar ke pintu dan membungkuk dalam-dalam. Dia menutupi wajahnya, tidak mampu lagi menahan emosinya dan menangis tanpa suara.Saat ini, dia merasa sedih, takut, terhina dan tidak berdaya. Semua itu mengungkungnya seakan ingin melahapnya tanpa sisa. Martabat yang dia junjung tinggi selama ini ternyata sangat rapuh.Setelah cukup lama melampiaskan emosinya, Briella keluar dari kamar seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan bersiap untuk memasak."Kenapa mata Mama merah?""Bulu mata Mama masuk ke mata. Karena dikucek terlalu keras, jadi merah begini."Zayden tidak mengatakan apa pun lagi, tetapi dalam hati dia merasa sedih.Dia tahu kalau ibunya berbohong.Namun, Zayden tahu kalau saat ini ibunya lebih ingin melihatnya berpur
"Davira, kamu sudah kembali?""Pak Sony, apa kabar?"Briella tersenyum sopan. Gerakannya sangat cekatan, membuatnya berhasil menghindari pelukan pria itu.Dia sudah berpengalaman karena mengikuti Valerio menghadiri berbagai kegiatan, jadi dia bisa mengendalikan situasi saat menghadiri perjamuan kecil seperti ini."Davira, hari ini kamu sangat cantik."Tatapan penuh nafsu Pak Sony menyapu seluruh tubuh Briella.Briella tetap tersenyum.Dia memiliki wajah yang mirip dengan Davira. Tidak heran jika pria ini salah mengenalinya."Pak Sony, perkenalkan, ini Davira Atmaja, kepala bagian keuangan yang baru di Perusahaan Regulus."Briella langsung menegang saat mendengar perkataan Valerio.Jadi, Valerio menggunakannya sebagai tameng.Valerio melindungi wanita yang dia cintai dengan sangat baik dan menjadikannya pengganti untuk publisitas.Melihat Valerio yang tertawa dan bercanda dengan orang-orang di dalam ruangan ini, Briella sudah memiliki firasat akan nasibnya malam ini.Dia akan jatuh ke d